This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 23 September 2015

Pengintegrasian SDM : Motivasi dan Kepuasan Kerja



BAB I
PEMBAHASAN
A.    Pentingnya Pengintegrasian
Pengintegrasian (Integration) ialah fungsi operasional manajemen personalia yang terpenting, sulit, dan kompleks untuk merealisasikannya. Hal ini disebabkan karena karyawan/manusia bersifat dinamis dan mempunyai pikiran, perasaan, harga diri, sifat, serta membawa latar belakang, perilaku, keinginan, dan kebutuhan yang berbeda-beda dalam organisasi perusahaan.[1] Masalah pengintegrasian adalah menyatupadukan keinginan karyawan dan kepentingan perusahaan, agar terciptanya kerjasama yang memberi kepuasan serta saling menguntungkan.
Karyawan tidak bisa dilakukan seenaknya seperti mengunakan faktor produksi lainnya (mesin, modal, atau bahan baku). Karyawan juga harus selalu diikutserta  dalam setiap kegiatan serta memberi peran aktif untuk menggunakan alat-alat yang ada. Tujuan perusahan hanya dapat dicapai jika para karyawan bergairah bekerja, mengarahkan kemampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan, serta berkeinginan untuk mencapai prestasi kerja yang optimal. Jika karyawan kurang berprestasi maka sulit bagi organisasi perusahaan dapat memperoleh hasil yang baik.
Untuk memperoleh sikap dan prilaku karyawan kepada yang diinginkan, manajer harus mempengaruhi kebutuhan fisik dan rohaninya. Jadi, manajer harus berusaha memberi balas jasa yang adil dan layak, serta perlakuan baik. Adapun prinsip pengintegrasian untuk menciptakan kerja sama yang baik dan saling menguntungkan salah satunya ialah dengan motivasi.
B.     Motivasi
1.      Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa Latin, Movere yang berarti dorongan atau daya penggerak.[2] Motivasi didefinisikan sebagai proses dimana perilaku diberikan energy dan diarahkan.[3]
Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja (mengarahkan daya dan potensi) bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif untuk mewujudkan tujuan yang telah ditentukan perusahaan.[4]
Motivasi adalah proses yang memperhitungkan intensity (intensitas), direction (arahan), dan persistence (kegigihan) dalam upaya mencapai tujuan. Pengertian tersebut mempunyai 3 elemen utama, yaitu :[5]
a.       Intensity, yaitu seberapa keras seorang berusaha
b.      Direction, yaitu terkait dengan penyaluran upaya.
c.       Persistence, yaitu seberapa lama seseorang akan bertahan dalam upaya yang dilakukannya.
Beberapa pakar mengemukakan tentang pengertian motivasi dalam hubungannya dengan manusia yaitu:[6]
a.       Beredoom dan Garry A.Stainer
Motivasi adalah kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi energi yang mengarah pada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan.
b.      Sarwoto
Motivasi sebagai proses pemberian motif (penggerak) kerja kepada karyawan sedemikian rupa sehingga mereka bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi.[7]
c.       Hasibuan
Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan dalam mengarahkan individu yang merangsang tingkah laku individu serta organisasi untuk melakukan tindakan dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Tujuan motivasi adalah sebagai berikut:[8]
·         Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
·         Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
·         Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan.
·         Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
·         Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
·         Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
·         Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan.
·         Meningkatkan kesejahteraan karyawan.
Jenis-jenis motivasi adalah sebagai berikut:
·         Motivasi Positif (Insentif Positif); Manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar.
·         Motivasi Negatif (Insentif Negatif); Manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapatkan hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka panjang dapat berakibat kurang baik.
Alat-alat motivasi adalah sebagai berikut:
·         Material insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan berupa uang dan atau barang yang mempunyai nilai pasar; memberikan kebutuhan ekonomis. Misalnya kendaraan, rumah dsb.
·         Nonmaterial insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan berupa barang atau benda yang tidak ternilai; memberikan kepuasan rohani atau bangga. Misalnya medali, piagam, bintang jasa, dsb.
·         Kombinasi material dan nonmaterial insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan berupa material (uang dan barang) dan nonmaterial (medali-piagam).
Metode –metode motivasi adalah sebagai berikut:[9]
·         Motivasi Langsung (Direct Motivation)
Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan Non Materiil) yang diberikan secara langsung kepada setiap karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya, jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus dan bintang jasa.
·         Motivasi Tidak Langsung (Indirect Motivation)
Motivasi Tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya ruangan kerja yang nyaman, suasana pekerjaan yang serasi dan sejenisnya.
Proses motivasi adalah sebagai berikut :
·         Tujuan, Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi. Baru kemudian para karyawan dimotivasi kearah tujuan.
·         Mengetahui kepentingan, Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan tidak hanya melihat dari sudut kepntingan pimpinan atau perusahaan saja.
·         Komunikasi efektif, Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya.
·         Integrasi tujuan, Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan organisasi adalah needscomplex yaitu untuk memperoleh laba serta perluasan perusahaan.Sedangkan tujuan individu karyawan ialah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan.Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi.
·         Fasilitas, Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Seperti memberikan bantuan kendaraan kepada salesman.
·         Team Work, Manajer harus membentuk Team work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan perusahaan. Team Work penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.
2.      Pendekatan Motivasi
Ditinjau dari sudut pandang para manajer dalam rangka usahanya memotivasi kerja para bawahannya (staf, karyawan), maka dikenal 3 (tiga) macam model pendekatan untuk mengembangkan motivasi, yaitu:[10]
a.      Model Tradisional
Model Tradisional ini mengacu pada hasil penenelitian dan pandangan Frederick Wislow Taylor yaitu perlunya spesialisasi tugas pekerjaan yang sedemikian rupa sehingga dapat mencapai efisiensi gerak dan waktu yang sangat singkat untuk menghasilkan yang lebih banyak. Model ini berarti juga mengisyaratkan bahwa manajer menentukan bagaimana pekerjaan-pekerjaan harus dilakukan dan digunakannya sistem pengupahan intensif untuk memotivasi para staf atau karyawan - lebih banyak berproduksi, lebih banyak menerima penghasilan.
Para manajer memotivasi para staf atau karyawannya dengan memberikan upah atau imbalan yang semakin besar dan meningkat, para staf atau karyawan yang rnalas dapat didorong atau di motivasi dengan cara memberikan uang upah yang semakin naik pada staf atau karyawan yang rajin dan produktif. Artinya, apabila staf atau karyawan rajin dan aktif maka upahnya akan dinaikkan. Pandangan ini menganggap bahwa para staf atau karyawan pada dasarnya malas, dan hanya dapat di motivasi dengan penghargaan berujud uang. Dalam banyak situasi, pendekatan ini cukup efektif. Sejalan dengan meningkatnya efisiensi, staf atau karyawan yang dibutuhkan untuk tugas tertentu dapat dikurangi. Lebih lanjut, mengurangi besarnya upah intensif. Pemutusan hubungan kerja menjadi biasa dan staf atau karyawan akan mencari keamanan atau jaminan kerja daripada hanya kenaikan upah kecil dan sementara. 
b.      Model Hubungan Manusia (Human Relation Model)
Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusia menemukan bahwa kontak - kontak sosial staf atau karyawan pada pekerjaannya adalah juga sangat penting dan bahwa kebosanan dan tugas-tugas yang bersifat pengulangan adalah faktor-faktor pengurang motivasi. Dengan demikian, manajer dapat memotivasi staf atau karyawannya melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial mereka dan membuat staf atau karyawan merasa berguna dan penting.
Hal ini berarti kepuasan dalam berkarir harus ditingkatkan sehingga para manajer harus dapat memotivasi staf atau karyawan dengan cara antara lain : (1) memberikan berbagai kebebasan kepada staf atau karyawan untuk membuat keputusan sendiri dalam menjalankan dan menyelesaikan pekerjaannya, (2) memperkenalkan staf atau karyawan dengan kontak sosial; saling berbagi antar staf atau karyawan, (3) mengurangi pengawasan yang terlalu ketat dan kaku yang sering membuat staf atau karyawan kehilangan kreativitas dalam pekerjaanya, (4) memberikan perhatian yang lebih besar terhadap kelompok-kelompok kerja informal, dan (5) memberi lebih banyak informasi untuk staf atau karyawan tentang perhatian manajer dan operasi organisasi.[11]
Dengan memperhatikan kebutuhan material dan non material karyawan maka motivasi bekerjanya akan meningkat pula. Jadi motivasi karyawan adalah untuk mendapatkan kebutuhan material dan nonmaterial.[12]
c.       Model Sumber Daya Manusia (Human Resources Model)[13]
Para peneliti seperti Argyris dan Likert, menyatakan bahwa para staf atau karyawan di motivasi oleh banyak faktor – tidak hanya uang (upah yang meningkat) atau keinginan untuk mencapai kepuasan dan kontak sosial yang bebas dari pengawasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti, atau dengan kata lain memotivasi staf atau karyawan dengan mengembangkan tanggung jawab bersama untuk mencapai tujuan organisasi dan anggota-anggota organisasi, dimana setiap individu rnenyumbangkan sesuai dengan kepentingan dan kemampuan para staf atau karyawan. Para staf atau karyawan diperkenankan dan dibebaskan untuk menjadi self direction dan self controlling. Hal ini akan memungkinkan para staf atau karyawan meningkatkan potensinya secara maksimal dan menghasilkan perpaduan antara kepuasan organisasi dan kepuasan karyawan.
Dari model-model pendekatan yang diuraikan di atas kita dapat mengikhtisarkan bagaimana sebenarnya perpaduan antara kebutuhan organisasi dengan kebutuhan para staf atau karyawan, dan tidak perlu dipertentangkan melainkan perlu diidentikkan dan disejajarkan untuk pencapaiannya.
Tabel Perpaduan Antara Kebutuhan Organisasi dan Kebutuhan
Karyawan Berdasarkan Beberapa Motivasi
No
Motivasi
Kebutuhan Organisasi
Kebutuhan Karyawan
1
Tantangan
Hasil yang lebih baik
Dapat melakukan pekerjaan yang lebih spesifik
2
Kebebasan
Delegasi wewenang dan tanggung jawab
Kebebasan untuk mempertimbangkan
3
Pengakuan
Dapat mengerjakan yang penting dan bermakna
Menunjukkan dirinya bernilai pada rekan
4
Partisipasi
Kebutuhan rasa keterikatan sebelum penyelesaian tugas
Kebutuhan untuk mengetahui apa yang akan terjadi dan yang berpeluang untuk mempengaruhinya
5
Hasil yang dicapai
Memastikan bahwa sumber daya yang dikeluarkan benar-benar berguna
Kebutuhan agar sarannya diterima atau disetujui
6
Pembahasan
Kebutuhan akan gagasan baru
Kebutuhan agar gagasannya dapat diterima
7
Perluasan tugas
Sumber daya waktu didayagunakan secara maksimal
Menghindari kebosanan atau kelelahan
8
Perkayaan tugas
Kebutuhan regenerasi merger
Penugasan-penugasan baru untuk promosi
9
Kebutuhan / kestabilan
Agar karyawan loyal pada organisasi
Mengetahui kontribusinya pada organisasi secara keseluruhan
10
Perkembangan
Memiliki SDM yang dapat menangani tugas-tugas baru
Kebutuhan akan pekerjaan yang menantang dan membangkitkan semangat

Dengan memperhatikan faktor-faktor perpaduan antara kebutuhan organisasi dan kepuasan kerja staf atau karyawan seperti tersebut di atas, maka hal ini akan memudahkan para manajer untuk memotivasi para staf atau karyawannya agar lebih baik dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
3.      Teori Motivasi
Teori motivasi dikelompokkan atas:[14]
a.       Teori Kepuasan (Content Theory)
b.      Teori Proses (Process Theory)
c.       Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
1)      Teori Kepuasan (Content Theory)
Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan dan mendorong semangat bekerja seseorang. Diantara teori kepuasan ini ialah:
(1)   Teori Motivasi Klasik
Teori motivasi klasik (Teori kebutuhan tunggal) ini dikemukakan oleh Frederic Winslow Taylor. Menurut teori ini motivasi para pekerja hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis saja. Kebutuhan biologis adalah kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang. Kebutuhan dan kepuasan biologis ini akan terpenuhi, jika gaji atau upah (uang atau barang) yang diberikan cukup besar. Jadi jika gaji atau upah karyawan dinaikkan maka semangat bekerja mereka akan meningkat.
(2)   Teori Hirarki Kebutuhan
Teori ini dikemukakan oleh A.H Maslow, merupakan kelanjutan dari Human Science Theory Elton Mayo yang menyatakan bahwa kebutuhan dan kepuasan seseorang itu jamak yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa material dan nonmaterial.[15]
Dasar teori hirarki kebutuhan:
·         Manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan; ia selalu menginginkan lebih banyak. Keinginan ini terus menerus, baru berhenti jika akhir hayatnya tiba.
·         Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya; hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang menjadi alat motivasi.
·         Kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat (Hierarchy) sebagai berikut:

     
Kelima jenis kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan adalah sebagai berikut:[16]
1.      Kebutuhan fisik (physiological needs) yaitu kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk dapat mempertahankan diri sebagai makhluk fisik seperti kebutuhan untuk makanan, pakaian, dan kebutuhan rawagi lainnya;
2.      Kebutuhan keamanan (safety needs) yaitu kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan rasa aman dari ancaman-ancaman dari luar yang mungkin terjadi seperti keamanan dari ancaman orang lain, ancaman bahwa suatu saat tidak dapat bekerja karena faktor usia, pemutusan hubungan kerja (PHK) atau faktor lainnya;
3.      Kebutuhan sosial (social needs) yaitu kebutuhan ini ditandai dengan keinginan seseorang menjadi bagian atau anggota dari kelompok tertentu, keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, dan keinginan membantu orang lain;
4.      Kebutuhan pengakuan/penghargaan (esteem needs) yaitu kebutuhan yang berkaitan tidak hanya menjadi bagian dari orang lain (masyarakat), tetapi lebih jauh dari itu, yaitu diakui /dihormati/ dihargai orang lain karena kemampuannya atau kekuatannya. Kebutuhan ini ditandai dengan penciptaan simbol-simbol, yang dengan simbol itu kehidupannya dirasa lebih berharga. Dengan simbol-simbol seperti merek sepatu, merek jam dan lainnya merasa bahwa statusnya meningkat dan dirinya sendiri disegani dan dihormati orang; dan
5.      Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs) yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan aktualisasi/penyaluran diri dalam arti kemampuan/minat/potensi diri dalam bentuk nyata dalam kehidupannya merupakan kebutuhan tingkat tertinggi dari teori Maslow, seperti ikut seminar, loka karya yang sebenarnya keikutsertaannya itu bukan didorong oleh ingin dapat pekerjaan, tetapi sesuatu yang berasal dari dorongan ingin memperlihatkan bahwa ia ingin mengembangkan kapasitas prestasinya yang optimal.
Maslow menyatakan bahwa kelima kebutuhan tersebut berlaku secara hierarkis, artinya pemenuhannya berawal dari tingkatan yang paling bawah, yaitu kebutuhan fisik, hingga tingkatan yang paling tinggi, yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan yang hierarkinya lebih tinggi cenderung tidak akan memotivasi tenega kerja sekiranya kebutuhan pada hierarki yang lebih bawah belum terpenuhi.
(3)   Teori dua faktor
Teori yang dipelopori oleh Frederick Herzberg ini merupakan teori yang berhubungan langsung dengan kepuasan kerja. Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang. Kondisi pertama adalah faktor motivator (motivator factors) atau faktor pemuas. Menurut Herzberg faktor motivator merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan (intrinsik) yang mencakup (1) kepuasan kerja itu sendiri (the work it self), (2) prestasi yang diraih (achievement), (3) peluang untuk maju (advancement), (4) pengakuan orang lain (recognition), (5) kemungkinan pengembangan karir (possibility of growth), dan (6) tanggung jawab (responsible).
Faktor kedua adalah faktor pemelihara (maintenance factor) atau hygiene factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan. Faktor ini merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi kehidupan para pegawai, karena faktor maintenance ini sebagai faktor yang besar tingkat ketidakpuasannya yang bila tidak dipenuhi sebagaimana mestinya. Faktor ini dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik yang meliputi antara lain, (1) konpensasi, (2) kondisi kerja, (3) rasa aman dan selamat, (4) supervisi, (5) hubungan antar manusia, (6) status, dan (7) kebijaksanaan perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut, jelas bahwa upaya meningkatkan motivasi kerja dapat dilakukan dengan memasukkan unsur-unsur yang memotivasi ke dalam suatu pekerjaan seperti membuat pekerjaan menantang, memberi tanggung jawab yang besar pada pekerja.
2)      Teori Proses Motivasi (Process Theory)
Pada teori proses pada dasarnya berusaha menjawab pertanyaan, bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan manajer.
(1)   Teori Harapan (Expectancy theory)
Teori ini dikemukakan oleh Victor H.Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil peekerjaan itu. Berapa besar ia yakin perusahaan akan memberikan pemuasan bagi keinginannya sebagai imbalan. Jika keyakinan yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh kepuasannya maka ia akan bekerja keras pula, dan sebaliknya.
(2)   Teori Keadilan ( Equity Theory)
Ego manusia selalu mendambakan keadilan dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatif sama. Bagaimana perilaku bawahan dinilai oleh atasan akan mempengaruhi semangat kerja mereka.[17]
Keadilan merupakan gaya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak adil terhadap semua bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara objektif (baik atau salah), bukan atas suka atau tidak suka. Pemberian kompensasi atau hukuman harus berdasarkan atas penilaian yang objektif dan adil. Jika prinsip keadilan ini diterapkan dengan baik oleh pimpinan maka semangat kerja bawahan cenderung akan meningkat.
3)      Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya promosi tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Bonus kelompok tergantung pada tingkat produksi kelompok itu. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku itu.
Teori pengukuhan terdiri dari dua jenis:
(1)   Pengukuhan positif, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
(2)   Pengukuhan negative, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negative dihilangkan secara bersyarat.[18]
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Apabila suatu pengukuhan positif dihilangkan, maka diberikan hukuman dengan penghilangan. Misalnya keterlambatan karyawan menyebabkan kehilangan sejumlah uang dari upahnya. Apabila suatu pengukuhan negative diterapkan, maka diberikan hukuman dengan penerapan. Misalnya ditegur oleh atasan karena menjalankan tugas dengan jelek.
Sifat imbalan dan hukuman dan bagaimana kedua hal itu dilaksanakan sangat mempengaruhi perilaku karyawan. Manajer perlu sekali mengatur waktu secara tepat dalam penggunaan imbalan dan hukuman dalam organisasi.
C.    Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaannya.[19] Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja, atasan, peraturan dan kebijakan organisasi, standar kinerja, kondisi kerja dan sebagainya. Kepuasan kerja menurut Susilo Martoyo (1992:115), pada dasarnya merupakan salah satu aspek psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya,ia akan merasa puas dengan adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapannya dengan pekerjaan yang ia hadapi. Kepuasan sebenarnya merupakan keadaan yang sifatnya subyektif yang merupakan hasil kesimpulan yang didasarkan pada suatu perbandingan mengenai apa yang diterima pegawai dari pekerjaannya dibandingkan dengan yang diharapkan, diinginkan, dan dipikirkannya sebagai hal yang pantas atau berhak atasnya. Sementara setiap karyawan/ pegawai secara subyektif menentukan bagaimana pekerjaan itu memuaskan.[20]
Kepuasan kerja dapat terlihat pada sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya juga lingkungan pekerjaannya.Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu, sebaliknya seseorang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap negatif terhadap kerja itu. (Robbins, 1996 : 179).
Kepuasan ada 2 macam. Pertama, bila apa yang diterima sama dengan apa yang diinginkan. Kedua, bila apa yang diterima sesuai dengan apa yang patut diterima atau yang patut dijadikan hak berdasarkan perjanjian kerja.[21]
Dalam buku “Personel: The Human Problems of Managemen” karangan George Strauss dan Leonard R. Sayles, New Delhi, 1980, yang dikutip dalam Susilo Martoyo, mangatakan bahwa kepuasan kerja penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan selanjutnya akan dapat berakibat frustasi, semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil dan sebagainya.
Kepuasan bekerja dalam islam mengajarkan bahwa bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu indentitas manusia, sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai “hamba Allah” yang mengelola seluruh alam sebagai bentuk dari cara dirinya mensyukuri kenikmatan dari Allah Rabbul “Alamin. (Toto Asmara, 1995 hal 2)
Al Qur’an menjelaskan dalam Surat Al Ar’aaf ayat 176 yang artinya :
”Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.“
Ayat diatas menjelaskan apabila bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi diri untuk menyatakan keimanan dalam bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu melawan fitrah dirinya sendiri, menurunkan derajat identitas dirinya sebagai manusia, untuk kemudian runtuh dalam kedudukan yang lebih hina dari binatang.
Hubungan motivasi dengan kepuasan kerja
Seorang pimpinan, baik secara individual maupun sebagai kelompok, tidak mungkin dapat bekerja sendirian. Pimpinan membutuhkan sekelompok orang lain, yang dengan istilah populer dikenal sebagai bawahan, yang digerakkan sedemikian rupa sehingga para bawahan itu memberikan pengabdian dan sumbangsihnya kepada organisasi, terutama dalam cara bekerja yang efisien, efektif, ekonomis dan produktif.
Dari kenyataan, maka pemberian motivasi dikatakan penting, karena pimpinan atau manajer itu tidak sama dengan karyawan, karena seorang pimpinan tidak dapat melakukan pekerjaan sendiri. Keberhasilan organisasi amat ditentukan oleh hasil kerja yang dilakukan orang lain (bawahan). Untuk melaksanakan tugas sebagai seorang manajer ia harus membagi-bagi tugas dan pekerjaan tersebut kepada seluruh pagawai yang ada dalam unit kerjanya sesuai hierarkhi. Seorang pimpinan harus mampu menciptakan suasana yang kondusif, memberikan cukup perhatian, memberikan penghargaan terhadap prestasi kerja, menjalin komunikasi yang baik dengan seluruh pegawai.
Untuk menciptakan kondisi demikian, diperlukan adanya usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas dan kepuasan kerja bagi setiap pegawai. Ini dimungkinkan bila terwujudnya peningkatan motivasi kerja pegawai secara optimal. Sebab bagaimanapun juga tujuan organisasi/perusahaan, salah satunya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan kerja pegawai.

BAB II
STUDI KASUS
(Studi kasus pada PT. PUSRI Pemasaran Pupuk Daerah (PPD) Jawa Tengah)
PT. PUSRI adalah salah satu produsen pupuk yang terbesar di Indonesia yang memanfaatkan sumber daya manusia. Berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan, bahwa kinerja karyawan yang ada di PT. PUSRI mengalami penurunan yang dapat dilihat dari semakin meningkatnya absensi karyawan yang merupakan salah satu indikator menurunnya kinerja karyawan.
Pada tahun 2000 terlihat bahwa tingkat absensi karyawan sejak Maret mengalami peningkatan, hal ini tidak mengalami perubahan yang lebih baik ketika menginjak tahun 2001. Pada awal tahun 2000 prosentase absensi berkisar 10 % namun menginjak akhir tahun 2000 sampai awal tahun 2001, mengalami peningkatan sampai 40 %. Dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kinerja karyawan dicerminkan dengan peningkatan absensi karyawan, yang pada akhirnya berpengaruh pada produktifitas karyawan. Produktifitas pemasaran menunjukkan terjadinya penurunan target pemasaran, hal ini dapat diindikasikan sebagai efek adanya peningkatan absensi karyawan.
Tabel
Tahun
Rencana
Realisasi
Prosentase
1999
915.950
736.502
80
2000
830.420
626.094
75
Januari 2001
39.055
81.806
209
Sumber : bagian pemasaran PT.PUSRI (PPD) Jawa Tengah
Catatan : terjadinya kenaikan di Bulan Januari 2001 sebesar 209 % diakibatkan musim penghujan yang merupakan musim tanam bagi para petani.
Dapat dilihat bahwa terdapat kecenderungan peningkatan absensi dan penurunan realisasi pemasaran. Meningkatnya absensi di indikasikan dengan indikator kinerja karyawan, bahwa kinerja karyawan di indikasikan dengan produktivitas karyawan.
Melihat fenomena tersebut menunjukkan pentingnya motivasi untuk meningkatkan produktivitas kerja dan kepuasan hasil kerja bagi karyawan dan perusahaan.
A.    Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan
Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan dilihat dari indicator-indikator pembentuk kepuasan kerja yaitu tantangan kerja, imbalan dan penghargaan yang sewajarnya, kondisi kerja dilingkungan perusahaan, rekan kerja yang mendukung dan kesesuaian kerja dengan kepribadian karyawan.
Sistem reward akan mendorong kepuasan kerja sedangkan kepuasan kerja akan mampu mempengaruhi kinerja karyawan apabila reward diberikan secara terbuka, adil dan wajar. Selain itu menyatakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu kepuasan kerja, kebutuhan berprestasi dan motivasi. Secara keseluruhan, tiga hal yang paling utama diinginkan oleh karyawan adalah gaji yang baik, keamanan kerja dan kesempatan untuk berkembang.
B.     Motivasi terhadap kinerja karyawan
Motivasi memberikan pengaruh pada kinerja karyawan, dilihat dari indicator motivasi yang terdiri dari prestasi, pengaruh pengendalian, ketergantungan, dan hubungann personal. Prestai merupakan faktor yang paling dominan kemudian hubungan interpersonal, ketergantungan, pengendalian dan pengaruh.
Karyawan yang memiliki motivasi tinggi akan memiliki tingkat kinerja yang signifikan dibandingkan dengan karyawan yang tidak memiliki motivasi. Atasan yang hendak meningkatkan produktifitas bawahannya seharusnya melibatkan aktifitas yang secara langsung meningkatkan motivasi bawahan.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Motivasi merupakan keinginan, hasrat motor penggerak dalam diri manusia, motivasi berhubungan dengan faktor psikologi manusia yang mencerminkan antara sikap, kebutuhan, dan kepuasan yang terjadi pada diri manusia sedangkan daya dorong yang diluar diri seseorang ditimbulkan oleh pimpinan. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerjasama secara produktif sehingga dapat mencapai dan mewujudkan tujuan perusahaan yang telah ditentukan. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung prilaku manusia supaya mau bekerja sama secara giat sehingga mencapai hasil yang optimal. Suatu perusahaan dapat berkembang dengan baik dan mampu mencapai tujuannya, karena didasari oleh motivasi.
B.     Saran
Dalam rangka peningkatan kinerja SDM dengan motivasi, peningkatan kemampuan pengetahuan dan keterampilan pegawai perlu ditingkatkan dengan pengadaan studi lanjut ataupun diikut-sertakan pada pelatihan-pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
Selain itu, Dalam rangka pemenuhan kebutuhan fisiologis seyogyanya mengupayakan peningkatan secara kualitas dan kuantitas reward berdasarkan pencapaian kinerja pegawai.


Daftar Pustaka
Arsyad, Azhar. 2003. Pokok-Pokok Manajemen, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hasibuan, S.P. Malayu. 2011. Manajemen: Dasar, Pengertian, Dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara.
Wexley & Gary A. Yuki, N. Kenneth. 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Wijayanto, Dian. 2012. Pengantar Manajemen, Jakarta: Gramedia Building.
Early Maghfiroh Innayati, Jurnal MD Vol. H No. 1 Juli-Desember 2009:Motivasi pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Islam.
Afnan Nur Haefa, Motivasi dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, http://afnannurhaefa.blogspot.co.id/2012/10/motivasi-dalam-manajemen-dalam-sumber.html, Diakses pada tanggal 09 September 2015.
Anonim, Motivasi dalam Membangun Kinerja MSDM, http://msdm2011nd.blogspot.co.id/2011/08/motivasi-dalam-membangun-kinerja-msdm.html, Diakses pada tanggal 10 September 2015.
Mas Sugeng, Pengertian Kepuasan Kerja, http://skripsi-manajemen.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-kepuasan-kerja.html, Diakses pada tanggal 10 September 2015.
Erwiza. PE, Integrasi dan Kepuasan Kerja, http://erwiza3c.blogspot.com/2014/01/manajemen-sumber-daya-manusia.html, Diakses pada tanggal 09 September 2015.



[1] Erwiza. PE, Integrasi dan Kepuasan Kerja, http://erwiza3c.blogspot.com/2014/01/manajemen-sumber-daya-manusia.html, Diakses pada tanggal 09 September 2015.
[2] Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian, Dan Masalah, (Jakarta:Bumi Aksara, 2001), hal, 216.
[3] Kenneth N. Wexley & Gary A. Yuki, Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), hal, 98.
[4] Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian, Dan Masalah, (Jakarta:Bumi Aksara, 2001), hal, 216.
[5] Dian Wijayanto, Pengantar Manajemen, ( Jakarta : Gramedia Building, 2012), hal, 147.
[6] Afnan Nur Haefa, Motivasi dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, http://afnannurhaefa.blogspot.co.id/2012/10/motivasi-dalam-manajemen-dalam-sumber.html, Diakses pada tanggal 09 September 2015.
[7] Anonim, Motivasi dalam Membangun Kinerja MSDM, http://msdm2011nd.blogspot.co.id/2011/08/motivasi-dalam-membangun-kinerja-msdm.html, Diakses pada tanggal 10 September 2015.
[8] Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian, Dan Masalah, (Jakarta:Bumi Aksara, 2001), hal, 221-222.
[9] Ibid., 222.
[10] Early Maghfiroh Innayati, Jurnal MD Vol. H No. 1 Juli-Desember 2009:Motivasi pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Islam, hal, 66-67.
[11] Ibid.,
[12] Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian, Dan Masalah, (Jakarta:Bumi Aksara, 2001), hal, 223.
[13] Early Maghfiroh Innayati, Jurnal MD Vol. H No. 1 Juli-Desember 2009:Motivasi pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Islam, hal, 68-69.
[14] Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian, Dan Masalah, (Jakarta:Bumi Aksara, 2001), hal, 223.
[15] Ibid., 224.
[16] Anonim, Motivasi dalam Membangun Kinerja MSDM, http://msdm2011nd.blogspot.co.id/2011/08/motivasi-dalam-membangun-kinerja-msdm.html, Diakses pada tanggal 10 September 2015.
[17] Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian, Dan Masalah, (Jakarta:Bumi Aksara, 2001), hal, 238.
[18] Ibid.,239.
[19] Kenneth N. Wexley & Gary A. Yuki, Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), hal, 129.
[20] Mas Sugeng, Pengertian Kepuasan Kerja, http://skripsi-manajemen.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-kepuasan-kerja.html, Diakses pada tanggal 10 September 2015.
[21] Azhar Arsyad, Pokok-Pokok Manajemen, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal, 82.