Minggu, 15 September 2013

Proses Masuknya Agama Hindu-Budha dan Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia



Agama dan kebudayaan Hindu-Budha lahir dan berkembang di India. Dari India, agama dan kebudayaan Hindu-Budha kemudian berkembang ke Asia selatan, Asia timur, Asia Tenggara, dan akhirnya masuk ke Indonesia. Sejak zaman prasejarah penduduk Indonesia dikenal sebagai pelaut ulung yang sanggup mengarungi lautan lepas. Pada permulaan tarikh Masehi telah terjalin hubungan dagang antara Indonesia dan India, yang pada akhirnya berkembang ke hubungan agama dan budaya.
Perkembangan agama dan budaya Hindu-Budha di Indonesia mewarnai kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan politik masyarakat Indonesia. Salah satunya system pemerintahan yang berubah menjadi kerajaan yang dalam perkembangannya, ada dua corak kerajaan yaitu kerajaan yang bercorak Hindu dan kerajaan yang bercorak Budha.

A.      Proses Masuk dan Berkembangnya Agama Hindu-Budha
Pada sekitar abad ke-2 sampai dengan 5 masehi, diperkirakan telah masuk agama dan kebudayaan Budha ke Indonesia. Kemudian disusul penganut Hindu ke Indonesia pada abad ke-5 Masehi. Agama dan budaya Hindu-Budha dibawa ke Indonesia oleh para pedagang dan pendeta dari India dan Cina yang masuk ke Indonesia mengikuti dua jalur.
1.         Melalui jalur laut
Para penyebar agama dan budaya Hindu-Budha yang menggunakan jalur laut datang ke Indonesia mengikuti rombongan kapal-kapal para pedagang yang biasa  beraktivitas pada jalur India-Cina. Rute perjalanan para penyebar agama dan budaya Hindu-Budha, yaitu dari India menuju Myanmar, Thailand. Semenanjung Malaya, kemudian ke Nusantara. Sementara itu, dari Semenanjung Malaya ada yang terus ke Kamboja, Vietnam, Cina, Korea dan Jepang. Di antara mereka ada yang langsung dari India menuju Indonesia dengan memanfaatkan bertiupnya angina muson barat.
2.         Melalui jalur darat
Para penyebar agama dan budaya Hindu-Budha yang menggunakan jalur darat mengikuti para pedagang melalui Jalan Sutra, dari India ke Tibet terus ke utara sampai dengan Cina, Korea, dan Jepang. Ada juga yang melakukan perjalanan dari India Utara menuju Bangladesh, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya kemudian berlayar menuju Indonesia.
Agama dan kebudayaan Hindu-Budha masuk ke Indonesia melalui kontak perdagangan. Pada awalnya, orang-orang India bersikap aktif dalam perdagangan tersebut. Hal ini menurut Claudius Ptolomeus (Yunani) didorong oleh kekayaan Indonesia akan emas, perak, cengkih, dan lada yang menarik para pedagang mancanegara. Hubungan perdagangan ini telah berlangsung sejak sekitar abad ke-5 M.
Khusus mengenai penyebaran hinduisme sebagai agama dijelaskan malalui banyak teori.
a.         Teori Brahmana
Teori ini dikemukakan oleh Van Leur yang berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh pendeta. Teori ini memiliki kelemahan, yaitu di India ada peraturan bahwa Brahmana tidak boleh keluar dari negerinya. Jadi, tidak mungkin mereka dapat menyiarkan  agama ke Indonesia.
b.         Teori Ksatria
Teori ini dikemukakan oleh Majumdar, Moekrji dan Nehru. Mereka berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh Prajurit yang mengadakan ekspansi. Oleh sebab itu, teori ini sering pula disebut teori kolonisasi. Kelemahan teori ini adalah tidak ada bukti sejarah yang menunjukkan bahwa Indonesia pernah ditaklukkan India.
c.         Teori Waisya
Teori ini dikemukaakan oleh Krom yang mengatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang, mengingat bahwa sejak tahun 500 SM, nusantara telah menjadi jalur operdagangan antara India dan Cina. Dalam perlalanan perdagangan inilah diperkirakan para pedagang India itu singgah di Indonesia dan menyebarkan agama Hindu.
d.        Teori Sudra
Teori ini dikemukakan oleh banyak orang. Intinya adalah bahwa agama Hindu dibawa oleh kaum Sudra yang datang di Nusantara untuk memperbaiki nasib.

e.         Teori Nasional
Teori ini dikemukan  oleh FDK Bosch yang mengatakan bahwa pernah bangsa Indonesia dalam proses penghinduan sangat aktif setelah dinobatkan sebagi Hindu. Pendapat FDK Bosch sesuai dengan pendiriannya berpangkal pada sifat unsur-unsur budaya India dalam budaya Indonesia. Ia berpendapat bahwa golongan cendekiawan yang dapat menyampaikan kepada bangsa Indonesia disebut Clerk dan proses yang terjadi  antara budaya Indonesia-India disebut penyuburan. Para Brahmana di Indonesia melaksanakan beberapa hal dalam rangka penghinduan tersebut sebagi berikut :
a.    Abhiseka, yaitu upacara penobatan raja
b.   Vratyastoma, yaitu upacara pencucian diri (pemberian kasta)
c.    Kulapanjika, yaitu memberikan silsilah raja
d.   Castra, yaitu cara membuat mantra
f.          Teori arus balik
Menurut teori ini, bangsa Indonesia tidak hanya menerima pengetahuan agama dari orang-orang asing yang datang. Mereka juga aktif mencari ilmu agama di negeri orang dan menyebarkannya setelah kembali ke kampung halamannya.

B.       Perkembangan Kehidupan Kerajaan Hindu-Budha
Di Indonesia Masuknya agama Hindu dan Budha membawa pengaruh besar bagi perubahan politik, ekonomi, social dan budaya di Indonesia. Di bidang politik masuknya hindu dan budha mendorong munculnya kerajaan-kerajaan yang bercorak hindu dan budha. Dan akhirnya perkembangan kehidupan kerajaan-kerajaan Hindhu dan Budha itu berkembang di Indonesia. Kerajaan-kerajaan itu antara lain :

1.         Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu yang pertama kali berdiri di Indonesia setelah berkembangnya pengaruh dari India. Hal ini berdasarkan prasasti Yupa yang di temukan di daerah di kutai sejak tahun 400 M di Kalimantan timur. Ditemukan prasasti yang dipahatkan pada tiang batu (Yupa) sebanyak 7 buah berhuruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta, di Kutai. Letak Kerajaan Kutai adalah di Kalimantan Timur daerah Muara Kaman di tepi sungai Mahakam. Semua prasastinya tertulis pada Yupa yang berfungsi sebagai tiang untuk menambatkan hewan yang akan dikorbankan. Dalam Yupa Kutai itu dapat kita ketahui tentang:
a.       Berisi silsilah :
Kundungga berputera Aswawarman yang seperti dewa matahari. Aswawarman berputera tiga – seperti api tiga. Dari ketiga putra tersebut, Mulawarman raja yang baik, kuat dan kuasa. Sang Mulawarman telah mengadakan kenduri (selamatan), mengadakan korban, maka didirikanlah tugu oleh para Brahmana.
b.      Tempat sedekah :
Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka telah memberi sedekah 20.000 ekor lembu kepada para Brahmana di tempat tanah yang sangat suci “Waprakecvara”.
c.       Macam-macam sedekah yang lain seperti :
Wijen, malai bunga, lampu dan lain-lain. Dari berita prasasti-prasasti tersebut dapat diketahui bagaimanakah keadaan sosial, ekonomi dan pemerintahan di Kutai. Dan raja yang terkenal adalah Raja Mulawarman yang mana dia disebut sebagai raja yang terbesar di Kutai, sebab menaklukkan raja-raja sekitarnya.
d.      Kondisi sosial Budaya :
Bila dilihat dari letak kerajaan yang berada di dekat sungai maka diperkirakan masyarakat kutai hidup dari bercocok tanam dan juga bertenak. Masyarakat sudah mengenal hidup gotong royong dan bermasyarakat. Hal ini dapat dilihat adanya upacara keagamaan di tempat suci Waprakiswara dan pembuatan tugu peringatan seperti yupa.
e.       Keruntuhan Kerajaan Kutai:
Runtuhnya kerajaan kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.

2.         Kerajaan Tarumanegara
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu. Kerajaan Tarumanegara dibangun Raja Dirajaguru Jayasingawarman tahun 358 M, yang memerintah hingga tahun 382 M. Jayasingawarman berasal dari Ceylan (Srilangka siki) India, yang pindah ke Nusantara karena bangsanya kalah dalam perang. Makam Raja dirajaguru Jayasingawarman ada disekitar kali Gomatri (wilayah Bekasi).
Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salaknegara. Berdasarkan berita Fa Hien yang pernah singgah di Ye-Po-Ti pada abad V, diketahui bahwa terdapat banyak penganut agama Hindu, sedangkan orang budha sedikit. Agama Hindu yang berkembang di Taruma adalah Hindu Brahmana, pendapat ini didasarkan adanya pemberian 1000 ekor lembu dari Purnawarman kepada para Brahmana. Kondisi sosial-budaya Masyarakat Tarumanegara hidup dari bercocok tanam hal ini dapat diketahui dari isi prasasti yang menyebut tentang usaha Purnawarman dalam penggalian sungai Gomati untuk keperluan irigasi.
Dari sumber sejarah tersebut dapat disimpulkan, bahwa :
a. Kerajaan Taruma diperkirakan berdiri abad 5 M, terletak ditepi sungai Cisadane/Citarum Bogor, Jawa Barat.
b. Kerajaan Taruma diperintah raja Sri Purnawarman
c. Agama yang dianut kerajaan, yaitu Hindu
d. Raja purnawarman seorang yang gagah dan berani dalam perang, juga memperhatikan kehidupan rakyat yang ditunjukkan dalam prasasti tugu yaitu melakukan penggalian saluran sungai Gomati pada sungai Candrabanga 6.112 tombak (11 Km ) selesai dalam waktu 21 hari, setelah selesai diadakan selamatan memberi korban 1000 sapi pada Brahmana, dan peninggalan kerajaan Tarumanegara hanya berupa prasasti.
Runtuhnya kerajaan Tarumanegara Tidak diketahui secara persis sebab-sebab keruntuhan kerajaan Tarumanegara, namun pada abad ke-7 Tarumanegara ditaklukkan Sriwijaya yang dapat diketahui dalam prasasti Kota Kapur (Sriwijaya) yang menyebutkan bahwa Sriwijaya terpaksa berperang atau menghukum bumi Jawa ( Tarumanegara ) karena tidak taat kepada Sriwijaya.

3.         Kerajaan Holling / Kalingga
Kerajaan Holling / Kalingga terletak di Jawa Tengah bagian utara (diantara purwodadi hingga Blora dan lasem). Nama Kaling berasal dari Kalinga, nama sebuah kerajaan di India Selatan. Sumbernya adalah berita Cina yang menyebutkan bahwa kotanya dikelilingi dengan pagar kayu, Rajanya beristana di rumah yang bertingkat, yang ditutup dengan atap, Orang-orangnya sudah pandai tulis-menulis dan mengenal juga ilmu perbintangan. Yang sangat tampak bagi orang Cina ialah orang Kaling (Jawa), kalau makan tidak memakai sendok atau garpu, melainkan dengan jarinya saja. Minuman kerasnya yang dibikin ialah air yang disadap dari tandan bunga kelapa (tuak). Sumber Sejarah mengatakan bahwa :
a. Berita catatan Cina (dinasti Tang ), bahwa abad ke 7 M di Jawa Tengah telah berdiri kerajaan Kaling(Kalingga), pernah megirim utusan ke Cina.
b. Dalam catatan I-tsing (664) disebutkan bahwa pendeta Cina Hwining mnegunjungi kerajaan Holing dan berusaha menerjemahkan kitab Budha Hinayana yang dibantu oleh pendeta Budha Yanabadra.
c. Prasasti belum ditemukan Berdasarkan sumber-sumber mengenai kerajaan Kaling tersebut, dapat diketahui bagaimana keadaan :
1). Pemerintahan dan Kehidupan Masyarakat Dalam berita Cina disebut adanya raja atau Ratu Sima, yang memerintah pada tahun 674 M. Beliau terkenal sebagai raja yang tegas, jujur dan bijaksana. Hukum dilaksanakan dengan tegas, hal ini terbukti pada saat raja Tache ingin menguji kejujuran rakyat Kaling. Diletakkanlah suatu pundi-pundi yang berisi uang dinar di suatu jalan. Sampai tiga tahun lamanya tidak ada yang berani mengambil.
2). Keadaan sosial dan ekonomi kerajaan Kaling Mata pencaharian penduduknya sebagian besar bertani, karena wilayah Kaling dikatakan subur untuk pertanian. Perekonomian, sudah banyak penduduk yang melakukan perdagangan apalagi disebutkan ada hubungan dengan Cina.

4. Kerajaan Kanjuruhan
Letak Kerajaan Kanjuruhan adalah di Jawa Timur, dekat dengan kota Malang sekarang. Sumber Sejarah mengatakan bahwa Kerajaan Kanjuruhan ini tertulis dalam prasasti Dinoyo, yang ditemukan di sebelah barat laut Malang, Jawa Timur. Angka tahunnya tertulis dengan Candrasengkala yang berbunyi : NAYAMA VAYU RASA = 682 Caka = 760 M. Dari prasasti ini dapat disimpulkan :
a.  Kerajaan Kanjuruhan terletak di Kajuron, Malang - Jawa Timur, berdiri pada abad 8.
b.   Raja pertama bernama Dewa Simha, putranya bernama Liswa  setelah dilantik menjadi Raja bergelar Gajayana melalui upacara abhiseka. Liswa ini mempunyai putri yang bernama Utteyana yang kawin dengan Janania.
c. Gajayana memuja Sang Agastya ( Hindu Syiwa). Gajayana mendirikan tempat pemujaan untuk Dewa Agastya. Bangunan tersebut sekarang bernama candi Badut. Disebutkan pula, semula arca yang terbuat dari kayu cendana, kemudian diganti dengan batu hitam. Peresmiannya dilakukan pada tahun 760.
d. Peninggalan budaya pada masa Kerajaan Kanjuruhan adalah: Candi Badut didesa Kajuron.

5. Kerajaan Mataram Lama (Dinasti Sanjaya)
Pada Prasasti Canggal yang ditandai dengan Candrasengkala Cruti Indria Rasa = 654 C = 732 M. Ditemukan di desa Canggal, daerah Kedu dekat desa Sleman, daerah Yogya. Prasasti ini berbahasa Sanskerta dan hurufnya Pallawa. Isinya asal-usul Sanjaya dan pembangunan lingga di bukit Stirangga. Letak ibu kota kerajaan secara tepat belum dapat dipastikan, ada yang menyebut Medang di Poh Pitu, Ri Medang ri Bhumi Mataram. Diketahui dari Prasasti Canggal (732) , Prasasti Balitung (907), Prasasti Argopuro (836), Prasasti Perot (850) dan peninggalan sejarah berupa candi Hindu. Dari sumber sejarah diatas dapat disimpulkan :
a.         Kerajaan Mataram terletak di Jawa Tengah, dikelilingi gunung (Serayu, Prau, Sindoro, Sumbing, Ungaran, Merbabu, Sewu) didaerahnya dialiri Sungai Bogowonto, Progo, Elo, Bengawan Solo)
b.        Raja-raja yang memerintah, berdasarkan Prasasti Matyasih ditemukan silsilah raja diantaranya : Sanjaya, Panangkaran, Panunggalan, Warak, Garung, Pikatan, Kayuwangi, Watuhumalang, Watukaradyah Balitung. Sesudah raja Balitung memerintah masih ada beberapa nama lagi seperti Daksa memerintah 910 –119, Tulodong : 919 – 921 dan Wawa : 921 – 927. Sesudah Wawa wafat digantikan Mpu Sindok menantu Wawa yang memindahkan kerajaannya ke Jawa Timur dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Icana pada tahun 928 M

6. Kerajaan Mataram Lama (Dinasti Syailendra)
Pada Prasasti Kalasan (776), Prasasti Klurak (782) Prasasti Karang Tengah (824) Prasasti Ratu Boko (860) Prasasti Jatiningrat (856) dan peninggalan sejarah berupa candi Budha. Dari sumber sejarah dapat disimpulkan :
a.       Terletak antara daerah Bangelen dan Yogyakarta. Pada pemerintahan Balaputradewa letaknya di gunung selatan berdasar bukti peninggalan Ratu Boko.
b.       Raja-raja yang memerintah Banu, Wisnu, Indra, Samarathungga, Pramodhawardani.
c.       Pada masa Pramodhawardani terjadi persatuan antara dinasti Sanjaya dengan Dinasti Syailendra dimana Pramodhawardabi menikah dengan Rakai Pikatan. Pada masa Perkembangan Politik kerajaan Mataram Lama Mataram didirikan oleh raja Sanjaya mencapai puncak kejayaan pada masa raja Diah Balitung, adapun faktor yang mendukung adalah:
1). Wilayah terletak didaerah yang subur
2). Raja-raja yang cakap dan bijaksana sehingga dapat menjadi panutan rakyat.
3). Hubungan yang harmonis antara raja dengan kaum Brahmana
4). Adanya toleransi yang tinggi antara agama Hindu dan Budha
5). Raja-raja mampu menjalin hubungan diplomatik yang baik dengan kerajaan-kerajaan yang ada disekitarnya seperti ( Sriwijaya, Siam India, Cina) Pada masa raja Wawa mataram oleh Mpu Sindok (menantu Wawa) dipindah ke Jawa Timur: sebabnya adalah :
a. Keadaan jawa Tengah yang kurang menguntungkan karena tidak memiliki pelabuhan yang baik
b. Sering terjadi bencana alam terutama meletusnya gunung Merapi
c. Terancam oleh kerajaan Sriwijaya.
Peninggalan Budaya kerajaan Mataram Lama (dinasti Syailendra), adalah : Bangunan candi bercorak Hindu seperti, Candi Komplek Dieng, Candi Gedong Songo, Prambanan, Sambi sari dan Ratu Boko. Bangunan yang bercorak Budha seperti CandiMendut, Pawon, Bororbudur, Kalasan, candi Sari dan candi Sewu.

7. Kerajaan Sriwijaya
Pada mulanya letak Sriwijaya tidak di Palembang, melainkan di Muara takus atau minanga Tamwan, yaitu daerah pertemuan antara sungai Kampar Kanan dan Kampar kiri. Pendapat ini diperkuat dengan pendapat I-Tsing yang mengatakan bahwa daerah Sriwijaya dilalui garis Khatulistiwa. Daerah yang dimaksud adalah pertemuan antara sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri atau Muara Takus. Baru setelah berhasil meluaskan wilayah ibukota Sriwijaya pindah ke Palembang.
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang terkuat di pulau Sumatera dan termasuk salah satu kerajaan yang berpengaruh di Nusantara karena luasnya daerah kekuasaan kerajaan Sriwijaya mulai dari Kamboja, Tahiland Selatan, semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa juga pesisir Kalimantan. Nama Sriwijaya sendiri di ambil dari Bahasa sansekerta Sri berati Gemilang dan Wijaya Berarti Kejayaan, maka makna dari nama Sriwijaya adalah kejayaan yang gemilang. Tidak ada yang tahu dengan pasti kapan awal berkembangnya dan kapan pula berakhirnya kerajaan Sriwijaya namun diperkirakan pada abad ke-7 M kerajaan Sriwijaya telah berdiri. Ada pula Prasasti yang ditemukan didalam negeri yakni: prasasti Kedukan Bukit (688), Kota Kapur (686), Karang Berahi (686), Talang Tuo, Telaga Batu, Palas Pasemah. Ada juga Prasasti Luar negeri, yaitu : Prasasti Ligor, Prasasti Nalanda.
Dari sumber sejarah diatas tersebut dapat disimpulkan, bahwa :
a.       Kerajaan Sriwijaya pernah berpusat di Minangkabau (Riau daratan) kemudian pindah ke Jambi dan Palembang.
b.      Raja-raja yang memerintah : Dapunta Hyang sebagai pendiri.
Faktor pendukung Sriwijaya menjadi kerajaan besar yait
1. Letaknya strategis, dijalur perdagangan antara India-Cina
2. Runtuhnya kerajaan Funan
3. Majunya aktifitas pelayaran dan perdagangan
4. Memiliki armada / angkatan laut yang kuat
5. Melayani distribusi keberbagai wilayah Nusantara
Kehancuran Sriwijaya disebabkan oleh :
a. Bandar Sriwijaya semakin lama letaknya semakin jauh dengan pantai
b. Adanya Ekspedisi Pamalayu dari Singasari.
c. Serangan Kubilai Khan.
d. Persaingan dengan Islam.
e. Harga barang-barang di Sriwijaya dan bea cukai di Sriwijaya semakin mahal.
f.  Akibat serangan majapahit 1377 M. 

8. Kerajaan Medang Kamulan (Mataram)
Kerajaan Mataram di Jawa Timur ini sering disebut kerajaan Medang. Mpu Sindok merupakan penguasa baru di Jawa Timur dan mendirikan wangsa Icyana. Keturunan Mpu Sindok sampai Airlangga tertulis di Prasasti Calcuta (1042 M) yang dikeluarkan oleh Airlangga. Isinya antara lain :
a. Menguraikan silsilah Airlangga.
b. Peristiwa penyerangan raja Wora-Wari.
c. Pelarian Airlangga ke hutan Wonogiri.
d. Pendirian pertapaan di Pucangan.
e. Airlangga berperang melawan raja Wengker.
Mpu Sindok memerintah dari tahun 928 – 949 M. Selang kemudian, muncul Raja Dharmawangsa yang memerintah tahun 991 – 1016 M. Raja Dharmawangsa bermaksud menyerang Sriwijaya, tapi belum berhasil. Pemerintahannya diakhiri dengan peristiwa Pralaya yaitu penyerangan Raja Wora-Wari di mana istana Raja Dharmawangsa hancur. Pengganti Dharmawangsa adalah Airlangga yang berhasil membangun kembali kerajaan Medang di Jawa Timur, sehingga Airlangga terkenal sebagai raja yang bijaksana, digambarkan sebagai Dewa Wisnu. Dan hasil sastranya yang terkenal adalah Buku Arjunawiwaha karangan Mpu Kanwa yang pada akhirnya cerita tersebut dimana pemerintahan Airlangga membagi dua kerajaannya yaitu menjadi Jenggala dan Kediri. Dua kerajaan ini yang bertahan untuk tetap hidup adalah kerajaan Kediri. Airlangga wafat pada tahun 1049 M.
Dapat diketahui dari beberapa prasasti yang dibuat Empu Sindok seperti Prasasti Pucangan, Anjukladang (limus) dan Prasasti Calcuta dan lain-lain.
Dari sumber tersebut dapat disimpulkan :
a. Kerajaan Medang terletak di Tambelang – Jombang kemudian dipindahkan ke Watu Galuh diantara gunung Semeru dan Gunung Wilis-Jawa Timur
b. Pendiri kerajaan yaitu Empu Sindok dengan Wangsa Isyana
c. Raja-raja yang memerintah : Mpu Sindok bersama permaisurinya Pu Kbi (929-948), Sri Isyana Tunggawijaya + Lokapala (948-968), Sri Makuta wangsa Wardana (968-992), Teguh Darmawangsa (992-1017), Airlangga (1019-1049).
d. Peninggalan Budaya pada masa kerajaan Medang saat itu adalah Seni Sastra seperti Kitab Sang Hyang Kama Hayanikan ( Jaman Empu Sindo), Kitab Arjuna Wiwaha – Empu Kanwa (zaman Erlangga), Kitab Calon Arang (jaman Erlangga). Seni bangunan dan arsitektur seperti : Candi Songgoriti, Pertitan Belahan, Petirtan Jolotundo. 

9. Kerajaan Kediri
Pembagian Kerajaan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). Seperti telah disebutkan dalam pembahasan terdahulu, begitu Raja Airlangga wafat, terjadilah peperangan antara kedua bersaudara tersebut. Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha. Raja Kediri salah satunya adalah Mapanji Garasakan yang memerintah tidak lama. dia digantikan Raja Mapanji Alanjung (1052 – 1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri Maharaja Samarotsaha.
Pertempuran yang terus menerus antara Jenggala dan Panjalu menyebabkan selama 60 tahun tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan tersebut hingga munculnya nama Raja Bameswara (1116 – 1135 M) dari Kediri. Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri sehingga kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Raja Bameswara menggunakan lencana kerajaan berupa tengkorak bertaring di atas bulan sabit yang biasa disebut Candrakapala.Setelah Bameswara turun takhta, ia digantikan Jayabaya yang dalam masa pemerintahannya itu berhasil mengalahkan Jenggala.
Berturut-turut raja-raja Kediri sejak Jayabaya sebagai berikut:
 1) Raja Jayabaya (1135 M – 1159 M) Raja Jayabaya menggunakan lencana kerajaan berupa lencana Narasingha. Kemenangannya atas peperangan melawan Jenggala diperingatinya dengan memerintahkan Mpu Sedah menggubah kakawin Bharatayudha. Karena Mpu Sedah tidak sanggup menyelesaikan kakawin tersebut, Mpu Panuluh melanjutkan dan menyelesaikannya pada tahun 1157 M. Pada masa pemerintahannya ini, Kediri mencapai puncak kejayaan.
2) Raja Sarweswara (1159 – 1169 M) Pengganti Jayabaya adalah Raja Sarweswara. Tidak banyak yang diketahui mengenai raja ini sebab terbatasnya peninggalan yang ditemukan. Ia memakai lencana kerajaan berupa Ganesha.
3) Raja Kameswara (1182 – 1185 M) Selama beberapa waktu, tidak ada berita yang jelas mengenai raja Kediri hingga munculnya Kameswara. Pada masa pemerintahannya ini ditulis kitab Kakawin Smaradahana oleh Mpu Darmaja yang berisi pemujaan terhadap raja, serta kitab Lubdaka dan Wretasancaya yang ditulis oleh Mpu Tan Alung. Kitab Lubdaka bercerita tentang seorang pemburu yang akhirnya masuk surga dan Wretasancaya berisi petunjuk mempelajari tembang Jawa Kuno.
4) Raja Kertajaya (1185 – 1222 M) Pada masa pemerintahan Kertajaya, terjadi pertentangan antara para brahmana dan Raja Kertajaya. Hal ini terjadi karena para brahmana menolak menyembah raja yang menganggap dirinya sebagai dewa. Para brahmana lalu meminta perlindungan pada Ken Arok. Kesempatan ini digunakan Ken Arok untuk memberontak terhadap Kertajaya. Pada tahun 1222 M terjadi pertempuran hebat di Ganter dan Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya.

10. Kerajaan Singasari
Singasari adalah nama dari sebuah daerah yang terletak di sebelah timur Gunung Kawi di hulu sungai Brantas. Saat ini daerah tersebut termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Malang di Propinsi Jawa Timur. Pada abad ke-13, Singasari hanya merupakan sebuah desa kecil yang tidak berarti. Keadaan ini lambat laun berubah bertepatan dengan munculnya seorang pemuda bernama Ken Arok dari desa Pangkur, yang berhasil merebut daerah tersebut dari wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri yang saat itu diperintah oleh Raja Kertajaya pada tahun 1222 Masehi. Sejak saat itu ia mendirikan kerajaan yang berpusat di desa Kutaraja serta mengambil nama gelar kebangsawanan sebagai Raja Sang Amurwabhumi. Baru kemudian pada tahun 1254 Masehi, wilayah tersebut diganti nama dengan nama Singasari oleh cucunya yang bergelar Jaya Wisnuwardhana.
Singasari menjadi kota kerajaan yang menguasai wilayah Jawa bagian Timur dari tahun 1222 sampai 1292 Masehi. Kerajaan Singasari memiliki keterkaitan dengan kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Nararya Sanggramawijaya pada tahun 1293 Masehi. Sanggramawijaya atau yang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai Raden Wijaya adalah cucu dari Narasingamurti dan menantu dari Raja Kertanegara. Kertanegara adalah raja Singasari terakhir yang meninggal terbunuh dalam peperangan melawan tentara pemberontak yang mengatas namakan Kerajaan Kediri di bawah pimpinan Jayakatwang. Raden Wijaya secara resmi menjadi raja Majapahit setelah berhasil mengalahkan tentara Jayakatwang yang telah merebut Singasari. Raden Wijaya melakukannya dengan bantuan tentara Tartar dari China yang awalnya datang ke Jawa untuk tujuan menaklukkan Singasari yang ternyata sudah terlebih dahulu diruntuhkan oleh Jayakatwang.
Selama perkembangan kerajaan Singasari diperintah oleh beberapa raja. Pertama adalah Ken Arok yang berhasil menjadi raja pertama Singasari. Setelah membunuh Tunggul Ametung (Akuwu di Tumapel) Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya Raja Kediri di pertempuran Ganter 1222. Istri Tunggul Ametung yang bernama Ken Dedes, dipersunting Ken Arok, menurut ramalan Ken Dedes akan menurunkan raja-raja besar. Setelah Ken Arok meninggal karena dibunuh Anusapati (anak tirinya), maka Anusapati menggantikan sebagai raja.Tohjaya anak Ken Arok dengan Ken Umang membalas dendam dengan membunuh Anusapati. Tohjaya hanya beberapa bulan saja memerintah karena terjadi pemberontakan dan Tohjaya terbunuh. Ronggowuni dan Mahisa Campaka, sebagai raja dan patih yang memerintah di Singasari lebih kurang selama 20 tahun. Pemerintahannya stabil. Putra Ronggowuni yang bernama Kertanegara, menggantikan ayahnya menjadi raja Singasari. Singasari mencapai puncak kejayaan di bawah pemerintahan raja Kertanegara.
Struktur Pemerintahan Singasari sudah lengkap, yaitu pada pemerintahan Kertanegara raja sebagai penguasa tertinggi. Kemudian didampingi dewan penasehat. Di bawahnya masih terdapat pegawai-pegawai yang mengawasi berbagai bidang. Bidang agama, pertahanan dan sebagainya. Kehidupan Agama, Singasari masa pemerintahan raja Kertanegara, agama Hindu dan Budha sama-sama berkembang. Kertanegara sendiri memeluk Ciwa-Budha, terjadi sinkretisme antara agama Hindu-Budha. Kertanegara menganut aliran Tantrayana. Dengan politik perluasan daerah yang dicanangkan Kertanegara, banyak tentara yang dikirim keluar daerah.
Beradasarkan berita tersebut dapat disimpulkan,
a.       Lokasi Singasari terletak disebelah utara Malang, dibangun oleh Ken Arok setelah mengalahkan Kediri tahun 1222, Raja-raja Singasari setelah Ken Arok (Sri Rajasa) berturut-turut adalah Anusopati, Tohjoyo, Wisnuwardana/Ranggawuni, Kertanegara (raja terbesar sekaligus raja terakhir Singasari), kehancuran Singasari akibat serangan Raja Jayakatwang (Kedisri).
b.      Pararaton atau disebut juga Katuturanira Ken Arok, isinya menceritakan riwayat Ken Arok dari lahir sampai menjadi raja dan urutan raja-raja yang memerintah di Singasari.
c.       Negarakertagama ditulis oleh Prapanca yang merupakan seorang pujangga kraton Majapahit pada tahun 1365 : isinya : Pandangan filsafat, keindahan kraton Majapahit, perjalanan suci Hayam Wuruk ke tempat percandian leluhurnya antara lain ke Singasari. Memuat riwayat Ken Arok juga.
Kertanegara terkenal dengan gagasannya untuk menyatukan seluruh kerajaan-kerajaan di Nusantara di bawah payung kekuasaan Singasari. Cita-cita ini dikenal sebagai Wawasan Nusantara I. Untuk melaksanakan cita-citanya Kertanegara melakukan :
a.    Perluasan daerah dan hubungan dengan luar negeri.
b.   Pengiriman expedisi ke Sumatra yang terkenal dengan ekspedisi Pamalayu 1275 M.
c.    Kertanegara mengadakan kerjasama dengan Campa untuk bersama-sama menghadapi Ku Bilai Khan dari Cina, yang dianggap sebagai ancaman oleh Kertanegara.
Kertanegara sebagai raja terakhir dan terbesar dari kerajaan Singasari, diabadikan di beberapa tempat. Terkenal Arca Kertanegara yang bernama Joko Dolog di Surabaya. Wafatnya Kertanegara mengakhiri riwayat kerajaan Singasari sehingga Kehidupan budaya dan arsitektur berkembang , peninggalannya berupa candi, seprti: candi Kidal, Jago, Singasari, arca dewi Prajnaparamitha (Perwujudan kendedes) dan Arca Joko Dolok (perwujudan Kertanegara).

11. Kerajaan Majapahit
Penguasa Majapahit paling utama ialah Hayam Wuruk, yang memerintah dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya, keraton Majapahit diperkirakan telah dipindahkan ke Trowulan (sekarang masuk wilayah Mojokerto). Gajah Mada, seorang patih dan bupati Majapahit dari 1331 ke 1364, memperluas kekuasaan kekaisaran ke pulau sekitarnya. Pada tahun 1377, yaitu beberapa tahun sesudah kematian Gajah Mada, angkatan laut Majapahit menduduki Palembang, menaklukkan daerah terakhir kerajaan Sriwijaya.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi hampir seluas wilayah Indonesia modern, termasuk daerah-daerah Sumatra di bagian barat dan di bagian timur Maluku serta sebagian Papua (Wanin), dan beberapa negara Asia Tenggara. Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke China.Pada masa ini daerah Malang tidak lagi menjadi pusat kekuasaan karena diduga telah pindah ke daerah Nganjuk. Menurut para ahli di Malang ditempatkan seorang penguasa yang disebut Raja pula. Dalam Negara Kertagama dikisahkan Hayam Wuruk sebagai Raja Majapahit melakukan ziarah ke makam leluhurnya (yang berada disekitar daerah Malang), salah satunya di dekat makam Ken Arok. Ini menunjukkan bahwa walaupun bukan pusat pemerintahan namun Malang adalah kawasan yang disucikan karena merupakan tanah makam para leluhur yang dipuja sebagai Dewa.
Beberapa prasasti dan arca peninggalan Majapahit dikawasan puncak Gunung Semeru dan juga di Gunung Arjuna menunjukkan bahwa kawasan Gunung tersebut adalah tempat bersemayam para Dewa dan hanya keturunan Raja yang boleh menginjakkan kaki di wilayah tersebut. Bisa disimpulkan bahwa berbagai peninggalan tersebut merupakan rangkaian yang saling berhubungan walaupun terpisah oleh masa yang berbeda sepanjang 7 abad. Namun, sepeninggal Gajah Mada yang wafat pada tahun 1364, Hayam Wuruk tidak berhasil mendapatkan penggantinya yang setara. Kerajaan Majapahit pun mulai mengalami kemunduran. Kondisi Majapahit berada di ambang kehancuran ketika Hayam Wuruk juga wafat pada tahun 1389. Sepeninggalnya, Majapahit sering dilanda perang saudara dan satu per satu daerah kekuasaan Majapahit pun melepaskan diri. Seiring dengan itu, muncul kerajaan-kerajaan Islam di pesisir. Pada tahun 1526, Kerajaan Majapahit runtuh setelah diserbu oleh pasukan Islam dari Demak di bawah pimpinan Raden Patah.

C.      Penyebab Runtuhya Kerajaan Hindu-Budha Di Indonesia
Perkembangan pengaruh agama Hindu-Budha cukup besar, karena dapat mempengaruhi seluruh sektor kehidupan masyarakat . Kurang lebih pengaruh hindu budha di Indonesia selama 1000 tahun atau 10 abad. Ini semua bisa dilihat dengan munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Budha dari Kerajaan Kutai sampai yang terakhir yaitu Majapahit. Penyebab runtuhnya kerajaan bercorak Hindu-Budha antara lain :
1. Terdesaknya kerajaan-kerajaan sebagai akibat munculnya kerajaan yang lebih besar dan lebih kuat.
2. Tidak ada peralihan kepemimpinan atau kaderisasi seperti yang terjadi pada zaman Majapahit.
3. Berlangsungnya perang saudara yang justru melemahkan kekuasaan kerajaan, seperti yang terjadi pada Kerajaan Syailendra dan Majapahit.
4. Banyak daerah yang melepaskan diri akibat lemahnya pengawasan pemerintah pusat dan raja-raja bawahanmembangun sebuah kerajaan yang merdeka serta tidak terikat lagi oleh pemerintah pusat.
5. Kemunduran ekonomi perdagangan. Akibat kelemahan pemerintah pusat, masalah perekonomian dan perdagangan diambil ailh oleh para pedagang melayu dan Islam.
6. Tersiarnya agama dan budaya islam yang mudah diterima para adipati di daerah pesisir. Hal ini membuat mereka merasa tidak terikat lagi dengan pemerintahan kerajaan pusat seperti pada masa kekuasaan kerajaan majapahit.
Setelah kerajaan hindu budha runtuh, tapi kebudayaan hindu-budha tidak hilang begitu saja hal ini bisa dilihat masyarakat jawa masih melakukan upacara sesaji ke sawah, punden dan upacara persembahan kepada penguasa laut kidul dan lain sebagainya. Dan tradisi hindu budha masih kental dan sepenuhnya dilakukan di Bali. Orang-orang Bali ini adalah pindahan orang-orang Majapahit dan masih memegang teguh kepercayaannya. Tetapi tidak seluruh pulau Indonesia marasakan kebudayaan Hindu-Budha. Padahal ada dua kerajaan nasional yaitu Sriwijaya dan Majapahit menguasai seluruh daerah Indonesia tetapi mereka hanya menguasai politik dan ekonominya saja dan tidak menyebar luaskan agamanya. Jadi pada waktu daerah tersebut melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan itu akan kembali kepada kebisaan yang lama. Adapun Pulau Indonesia yang tidak terjamah kebudayaan Hindu-Budha yaitu Pulau Sulawesi, Maluku , Irian dan kepulaluan Nusa Tenggara Timur.









0 komentar:

Posting Komentar