Minggu, 15 September 2013

Teori-Teori Manajemen dengan 3 Kelompok Perspektif




BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Sesungguhnya bukti adanya manajemen telah lama ada jauh sebelum Indonesia Merdeka. Salah satu bukti betapa manajemen telah ada adalah dengan adanya bukti Piramida di Mesir, tembok besar Cina, Ka’bah di Makkah dan masih banyak contoh lainnya yang membuktikan adanya kegiatan manajemen (dalam bentuk bagaimanapun kegiatan manajemen tersebut) yang dilakukan sehingga bangunan-bangunan megah tersebut bisa berdiri kokoh hingga sekarang.
Kesemua bukti tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya manajemen bukan merupakan ilmu baru, bahkan dalam konsep yang paling tradisional sekalipun, telah dikenal dan dijalankan oleh orang-orang terdahulu.
Secara umum makalah ini berisi tentang proses perkembangan Manajemen dari waktu kewaktu serta tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya dan kontribusi-kontribusi yang diberikan oleh masing-masing tokoh.

B.  Rumusan Masalah
1. Bagaimana Teori-Teori yang dikemukakan oleh kelompok pemikir dalam ilmu manajemen?
2. Apa yang termasuk dalam isu seputar perkembangan ilmu manajemen?

C.  Tujuan
1. Mengetahui dan memahami berbagai pemikiran atau teori-teori manajemen dari waktu ke waktu.
2. Mengetahui berbagai isu seputar perkembangan ilmu manajemen.






BAB II
PEMBAHASAN
 


A.  Kelompok Pertama: Perspektif Manajemen Klasik
Merupakan perkembangan awal teori manajemen, dengan tokoh-tokohnya:
a.       Robert Owen (1771-1858)
Seorang manajer beberapa pabrik pemintalan kapas di New Lanark Skotlandia. Mengemukakan bahwa melalui perbaikan kondisi karyawanlah yang akan menaikkan produksi dan keuntungan (laba).[1] Ia menekankan pada pentingnya unsur manusia dalam produksi. Dia membuat perbaikan-perbaikan dalam kondisi kerja, seperti pengurangan hari kerja standar, pembatasan anak-anak dibawah umur yang bekerja, dll. Selain itu owen juga mengembangkan prosedur kerja yang memungkinkan untuk meningkatkan  produktivitas.
b.    Charles Babbage (1972-1871)
Seorang ahli matematika dari Inggris adalah orang yang pertama kali berbicara mengenai pentingnya efisiensi dalam proses produksi. Ia juga sebagai penganjur prinsip pembagian kerja melalui spesialisasi.[2]
1.     Manajemen Ilmiah
            Menurut mazhab ini, penyelesaian masalah, pengambilan keputusan, memimpin/mengatur, dan lain sebagainya dilakukan berdasarkan metode-metode ilmiah.[3] Penerapan mazhab ini relative lebih baik, karena didasarkan atas hasil analisis ilmiah dari data, informasi, situasi, dan kondisi yang dihadapi saat ini.
Frederick W. Taylor (1856-1915) merupakan “Bapak Manajemen Ilmiah”. Dia menuangkan gagasannya dalam judul makalah “Shop Management”. “The Principle of Scientific Management”, dan “Testimony Before the Special House Committee ” yang dirangkum dalam bukunya Scientific Management.
Empat prinsipnya:[4]
1.      Pengembangan metode-metode ilmiah dalam manajemen
2.      Seleksi ilmiah untuk karyawan
3.      Pendidikan dan pengembangan ilmiah para karyawan
4.      Kerjasama yang baik antara manajemen dan tenaga kerja.
     Diantara kontribusi yang pernah diberikan Taylor adalah apa yang dinamakan dengan Time and Motion Studies atau studi mengenai penetapan standard kerja yang didasarkan pada penghitungan waktu. Ide ini dirumuskan pada saat Taylor bekerja di Midvale Steel Company   di Philadelpia. Ide ini berangkat dari kenyataan bahwa para pekerja di perusahaan bekerja di bawah standard dari apa yang sebenarnya mampu mereka kerjakan. Secara ringkas, apa yang diperkenalkan oleh Taylor adalah sebagaimana tertera dalam gambar berikut:
       Taylor menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan sebuah perusahaan, misalnya meningkatkan profit perusahaan, maka produktivitas perlu ditingkatkan. Produktivitas dapat diukur dari tingkat output dan prestasi kerja. Produktivitas yang baik tercapai manakala prestasi kerja yang dihasilkan oleh pekerja dapat menghasilkan output produk sesuai dengan yang ditargetkan, baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas yang memenuhi standard produk yang telah ditetapkan.
   Untuk dapat meningkatkan prestasi kerja, bagi Taylor, perlu diberikan upah insentif agar motivasi pekerja menjadi tinggi sehingga tingkat output menjadi meningkat. Upah insentif bagi Taylor dinamakan sebagai upah intensif diferensial (piecework pay system), yaitu upah yang diberikan kepada pekerja secara berbeda ditentukan berdasarkan kemampuan pekerja dalam memenuhi standard yang telah ditetapkan. Bagi mereka yang mampu memenuhi standard maka diberikan upah yang lebih baik, sedangkan bagi mereka yang tidak mampu memenuhi standard maka diberikan upah yang diberikan di bawah mereka yang mampu memenuhi standard. Pendekatan ini dilakukan agar produktivitas meningkat sehingga terjadi peningkatan produksi sekaligus efisiensi, yang pada akhirnya akan memberikan kemungkinan peningkatan profit.
         Selain Taylor, dikenal juga seorang bernama Henry L. Gantt (1861-1919) yang memperkenalkan 4 gagasan untuk peningkatan kegiatan manajemen, yaitu:
1.      Kerja sama yang saling menguntungkan antara tenaga kerja dan pimpinan.
2.      Seleksi ilmiah tenaga kerja atau karyawan.
3.      Sistem insentif untuk merangsang produktivitas karyawan dan organisasi.
4.      Penggunaan instruksi-instruksi kerja yang terperinci.
Gantt juga memperkenalkan apa yang dinamakan sebagai “Bagan Gantt” (Chart Gantt) yang kemudian banyak dikenal sebagai sebuah bagan scheduling atau kita kenal dengan  time scheduling (penjadwalan kerja). Bagan Gantt ini dibuat untuk kegiatan perencanaan, koordinasi, dan pengawasan produksi. Sekalipun bagan ini telah berumur sangat panjang, akan tetapi dalam banyak kegiatan masih relevan untuk dipergunakan, karena pada dasarnya setiap pekerjaan memerlukan perencanaan pengerjaan dan waktu.
Ciri-Ciri Pokok Manajemen Ilmiah:[5]
1.      Metode ilmiah yang diterapkan terhadap problem-problem produksi.
2.      Studi tentang waktu.
3.      Studi tentang gerakan.
4.      Organisasi fungsional.
2.     Manajemen Administrasi
 Berbeda dengan kelompok manajemen ilmiah yang memiliki pandangan bahwa peningkatan produktivitas suatu organisasi dapat dicapai ketika produktivitas individu ditingkatkan, kelompok manajemen administrasi melihat bahwa perubahan produktivitas tersebut harus dilakukan secara menyeluruh dalam sebuah organisasi. Perubahan produktivitas pekerja secara individual, menurut kelompok ini, tak akan berarti apa-apa jika faktor-faktor lain dalam organisasi secara keseluruhan tidak juga diperhatikan dan dilakukan perubahan. Di antara contributor kelompok ini adalah Henry Fayol (1841-1925), Lyndall Urwick (1891-1983), dan Max Weber (1864-1920).
Henry Fayol, seorang industrialis Perancis, sesungguhnya merupakan contributor utama dalam kelompok ini. Menariknya, dia tidak dikenal oleh para pebisnis dan praktisi manajemen selama hidupnya hingga bukunya yang berjudul General and Industrial Management diterjemahkan ke bahasa inggris pada tahun 1930. Berdasarkan pengalamannya, manajemen sangat memerlukan proses pengarahan yang dilakukan secara sistematis di antara pekerja dan manajer agar produktivitas organisasi secara keseluruhan meningkat.
Selain kontribusinya tersebut, Fayol juga termasuk tokoh pertama yang memperkenalkan kegiatan-kegiatan operasional dari sebuah perusahaan, yaitu kegiatan teknis, kegiatan komersil, kegiatan keuangan, kegiatan keamanan, kegiatan akuntansi, dan kegiatan manajerial. Adapun kegiatan manajerial yang dimaksud adalah kegiatan yang terdiri dari fungsi-fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pemberian perintah, pengoordinasian, serta pengawasan dan pengendalian. Fayol meyakini bahwa keseluruhan fungsi manajemen ini merupakan inti dari kegiatan manajemen.
 Selain Fayol, Lyndall Urwick juga menekankan pentingnya fungsi-fungsi manajemen dalam kegiatan organisasi. Setelah menyelesaikan kariernya sebagai kepala angkatan bersenjata di Inggris, Urwick lebih dikenal sebagai ahli dan konsultan manajemen. Dia melakukan integrasi atau penggabungan teori manajemen ilmiah sebagaimana dikenalkan oleh Taylor dan pasangan Gilberth dengan apa yang telah dikenalkan oleh Fayol. Di antara kontribusinya adalah lahirnya semacam panduan atau guidelines bagi pelaksanaan  fungsi-fungsi manajemen dalam organisasi. Namun kemudian, Urwick lebih dikenal sebagai seseorang yang mampu menggabungkan teori-teori dari kelompok-kelompok manajemen terdahulu daripada kontribusinya mengenai fungsi-fungsi manajemen dalam organisasi.
Sekalipun Max Weber hidup sezaman dengan Fayol dan Urwick, namun kontribusinya dalam teori manajemen baru dikenali setelah tahun 1947, di mana karyanya diterjemahkan ke bahasa inggris pada tahun tersebut. Weber, seorang ahli sosiologi dari German, memberikan kontribusi mengenai pentingnya birokrasi dan prosedur dalam kegiatan manajemen. Birokrasi dan prosedur merupakan salah satu kegiatan manajemen yang harus dilakukan agar keseluruhan organisasi bisa dijalankan dengan lancer dan mencapai tujuannya.
Kesimpulan Mengenai Perspektif Manajemen Klasik
Perspektif manajemen klasik yang terdiri dari kelompok manajemen ilmiah dan manajemen administrasi telah memberikan kontribusi berharga bagi dunia manajemen, dan memberikan dasar-dasar bagi pengembangan teori manajemen selanjutnya.
Diantara kontribusi yang berharga adalah mengenai spesialisasi pekerjaan, studi mengenai masa dan beban kerja, serta metode ilmiah mengenai kegiatan manajemen yang secara ringkas terepresentasikan melalui apa yang kita kenal sebagai fungsi-fungsi manajemen. Prosedur dan birokrasi juga termasuk kontribusi berharga dari kelompok manajemen klasik ini.
Akan tetapi harus diakui bahwa salah satu kelemahan perspektif dari kelompok ini adalah bahwa mereka kurang memerhatikan aspek kemanusiaan sebagai salah satu aspek penting dalam organisasi. Aspek manusia yang tidak hanya dilihat dari faktor pemberian upah atau insentif, akan tetapi dari karakteristik kemanusiaan secara lebih menyeluruh, di mana manusia memiliki kebutuhan, motif, tujuan, dan perilaku yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.


B.  Kelompok Kedua: Perspektif Manajemen Perilaku (Teori Neo Klasik)
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, salah satu kelemahan perspektif manajemen klasik adalah belum masuknya faktor manusia sebagai faktor penting dalam manajemen dan organisasi. Berbeda dengan perspektif manajemen klasik, perspektif manajemen perilaku (behavioral management perspective) justru menekankan pada pentingnya manajemen dalam memerhatikan perilaku dan kebiasaan individu manusia yang terdapat dalam sebuah organisasi dan pentingnya pula manajemen melakukan perubahan perilaku dan kebiasaan manusia yang ada dalam organisasi agar organisasi dapat berjalan dengan baik.
Perspektif manajemen perilaku banyak dipengaruhi oleh konsep-konsep psikologi yang diaplikasikan dalam sebuah industri. Tidak heran, diantara kontributornya adalah seorang psikolog Jerman yang bernama Hugo Munstberg (1863-1916). Munstberg juga dikenal sebagai the father of industrial psychology.[6] Munstberg menyatakan bahwa para psikolog bisa memberikan kontribusi yang sangat berharga dalam sebuah kegiatan bisnis atau industri dalam hal seleksi pekerja dan upaya-upaya yang dapat memotivasi kerja. Kegiatan pemotivasian pekerja sangatlah diperlukan agar perilaku dan kebiasaan para pekerja yang berbeda-beda dalam pelaksanaannya dapat diperhatikan namun sekaligus diarahkan kepada pencapaian tujuan organisasi. Kegagalan pemberian motivasi bagi para pekerja akan menyebabkan perbedaan yang ada pada pekerja dari sisi perilaku dan kebiasaan mendorong ke arah kegagalan organisasi dalam mencapai tujuannya daripada semestinya.
Selain Munstberg, Mary Parker Follet termasuk kontributor utama dalam perspektif manajemen perilaku.7 Definisinya mengenai manajemen, seni dalam menyelesaikan suatu pekerjaan melalui orang lain, menunjukkan bahwa tugas manajemen tidak hanya melakukan kegiatan sistematis dalam rangka pencapaian tujuan, tetapi merupakan juga seni dalam memahami perilaku orang lain sehingga dapat diarahkan kepada pencapaian tujuan.
The Howthorne Studies
Salah satu kontribusi berharga dalam dunia manajemen adalah apa yang telah dihasilkan oleh studi yang dilakukan di perusahaan Western Electric di Howthorne antara tahun 1927 hingga 1932 yang disponsori oleh perusahaan besar General Electric dan dilakukan oleh Elton Mayo dan rekan-rekannya. Studi ini terdiri dari dua eksperimen. Eksperimen pertama dilakukan bagi kelompok pekerja yang memperoleh manipulasi atas penerangan di tempat kerjanya. Sedangkan eksperimen kedua dilakukan bagi kelompok pekerja yang memasang telepon di bank-bank di mana dijanjikan bahwa jika para pekerja memasang sambungan telepon lebih banyak maka akan diberikan insentif lebih.
Kedua eksperimen ini menyimpulkan bahwa ternyata pemberian insentif dan juga nyala lampu atau penerangan tidak menentukan produktivitas pekerja, akan tetapi adanya perlakuan yang sama oleh manajer serta perhatian khusus lah yang akan menentukan produktivitas para pekerja. Tentunya tidak berarti bahwa mereka tidak membutuhkan insentif atau penerangan secukupnya dalam bekerja, akan tetapi perhatian dan penerimaan sosial rupanya lebih menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku mereka dalam bekerja daripada faktor insentif dan faktor individu.

Teori Relasi Manusia (Abraham Maslow)
Teori relasi manusia merupakan pengembangan dari eksperimen Howthorne studies. Teori relasi manusia berargumentasi bahwa pada dasarnya manusia selalu melakukan respons terhadap konteks sosial dimanapun dia berada. Salah satu kontributor teori relasi manusia ini adalah seorang yang bernama Abraham Maslow. Dia menyatakan bahwa perilaku manusia dimotivasi oleh keragaman kebutuhan yang dihadapinya. Keragaman kebutuhan ini direpresentasikannya melalui apa yang dinamakan dengan Hierarki Kebutuhan.
Menurut Maslow ada lima tingkatan kebutuhan yaitu kebutuhan fisik (physical needs), kebutuhan keamanan (safety and security needs), kebutuhan sosial (social/belongingness needs), kebutuhan penghargaan (esteem needs), dan kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs).
Maslow menyatakan bahwa kelima kebutuhan tersebut berlaku secara hierarkis, artinya pemenuhannya berawal dari tingkatan yang paling bawah, yaitu kebutuhan fisik, hingga tingkatan yang paling tinggi, yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan yang hierarkinya lebih tinggi cenderung tidak akan memotivasi tenega kerja sekiranya kebutuhan pada hierarki yang lebih bawah belum terpenuhi.
Selain Maslow, Douglas McGregor memberikan kontribusi berharga mengenai dinamika dalam relasi manusia. McGregor memperkenalkan kepada kita bahwa pada dasarnya manusia dapat diklasifikasikan menjadi tipe X dan tipe Y. Mereka yang bertipe X cenderung bersifat pasif, malas, tidak mau bekerja kecuali kalau disuruh, kurang inisiatif, dan kurang menyukai tantangan, serta akan berdisiplin jika diawasi. Untuk yang dikategorikan tipe X ini, pendekatan manajemen yang harus dilakukan adalah yang terkait dengan pengawasan dan pengarahan yang menyeluruh dan terus-menerus. Adapun klasifikasi yang kedua adalah tipe Y di mana mereka yang bertipe Y memiliki karakteristik proaktif, menyukai tantangan dan pekerjaan, memiliki banyak ide dan inisiatif, serta berdisiplin adalah bagian dari tantangan prestasi yang ingin dicapainya. Untuk mereka yang berkategori Y ini, pendekatan manajemen lebih kepada pemberian delegasi dan kepercayaan daripada pengawasan terus-menerus dan menyeluruh.

C.  Kelompok Ketiga: Perspektif Manajemen Kuantitatif
Kelompok ketiga dalam melakukan pendekatan studi manajemen adalah perspektif manajemen kuantitatif, yaitu perspektif yang mulai tumbuh dan berkembang setelah perang dunia kedua. Diantara dua perspektif yang muncul dalam kelompok manajemen kuantitatif ini adalah perspektif manajemen sains dan manajemen operasi.
Perspektif Manajemen Sains
Penggunaan istilah manajemen sains ini agak mirip dengan manajemen saintifik atau ilmiah yang diperkenalkan oleh Taylor. Akan tetapi, perlu dicatat perbedaannya bahwa perspektif manajemen sains di sini lebih menekankan pada penggunaan model matematika dalam penyelesaian seluruh kegiatan dan persoalan manajemen. Sebuah model matematika pada dasarnya merupakan representasi dari sebuah sistem, proses, dan hubungan antar subsistem dalam sistem tersebut. Sehingga bisa disimpulkan bahwa perspektif ini mencoba menjelaskan realitas dalam kegiatan manajemen organisasi melalui model.
Perspektif Manajemen Operasi
Berbeda dengan perspektif manajemen sains, pendekatan manajemen operasi merupakan salah satu bentuk aplikasi manajemen sains yang lebih memfokuskan pada kegiatan tertentu dalam kegiatan manajemen secara operasional. Manajemen operasi membantu manajemen agar dapat melakukan kegiatan produksi secara lebih efektif dan efisien.
Teori Manajemen Kontemporer
Apa yang dihasilkan pada beberapa waktu lalu telah memberikan kontribusi berharga bagi perkembangan dunia manajemen, terutama aplikasinya dalam organisasi. Pada dasarnya, ketiga kelompok pemikiran tersebut tidak sepenuhnya kontradiksi satu sama lain, namun pada dasarnya justru dengan kelebihan dan kekurangan serta keterbatasannya dapat saling melengkapi satu sama lain.
Sebagai tambahan, ilmu manajemen berkembang hingga kini (kontemporer) yang pengembangannya terjadi dalam berbagai bentuk dan konsep manajemen. Secara garis besar, pengembangannya ini dapat terbagi menjadi dua, yaitu perspektif sistem dalam manajemen dan perspektif kontingensi dalam manajemen.
Perspektif Sistem dalam Manajemen
Perspektif sistem merupakan salah satu konsep penting dalam ilmu manajemen kontemporer. Sistem didefinisikan sebagai kesatuan elemen-elemen dalam organisasi yang memiliki fungsinya masing-masing, terintegrasi satu sama lain secara menyeluruh dan melalui sebuah proses diarahkan untuk pencapaian suatu tujuan. Perspektif manajemen sistem pada dasarnya berupaya untuk mewujudkan tujuan organisasi berupa output yang bermanfaat bagi lingkungan dengan melakukan proses transformasi dari faktor input yang juga diperoleh dari lingkungan. Adapun yang termasuk dalam subsistem- subsistem atau elemen-elemennya adalah dari mulai sumber daya manusia, bahan baku, informasi, uang (input), dan kemudian sistem administrasi, sistem operasi, teknologi, dan sistem kontrol (proses transformasi) dan barang atau jasa, output informasi, maupun tanggapan apakah apa yang dihasilkan oleh organisasi sesuai dengan permintaan atau keinginan mereka.
Perspektif Kontingensi dalam Manajemen
Salah satu perspektif dalam manajemen yang juga cukup populer saat ini adalah perspektif kontingensi. Pendekatan seperti klasik, perilaku dan kuantitatif dalam manajemen dapat dikatakan sebagai perspektif yang universal dalam manajemen karena memberikan semacam “jalan yang tepat dan umum” (one best and general way) untuk melakukan kegiatan manajemen. Pendekatan kontingensi justru merupakan kebalikannya. Pendekatan kontingensi memandang bahwa dikarenakan karakteristik organisasi berbeda dengan yang lainnya, maka pendekatan manajemen yang harus diberikan juga secara otomatis akan berbeda. Dari sisi kepemimpinan misalnya, dapat dikatakan bahwa pendekatan demokratis cukup baik untuk digunakan dalam sebuah organisasi, karena pendekatan demokratis memberikan kesempatan kepada semua orang dalam organisasi untuk dapat memberikan pandangannya dan terlibat aktif dalam memberikan masukan bagi kemajuan organisasi.

D.  Berbagai Isu Kontemporer Seputar Perkembangan Ilmu Manajemen
Sebagaimana diterangkan di muka, berbagai pendekatan dalam manajemen hingga sekarang ini terus bermunculan. Apakah pendekatan tersebut merupakan sebuah rekonstruksi atas teori manajemen yang terdahulu maupun tawaran pendekatan baru dalam ilmu manajemen. Di antara berbagai isu seputar ilmu manajemen adalah diantaranya mengenai konsep Downsizing, Diversity Management, Teknologi Informasi, Globalisasi, Etika dan Tanggung Jawab Sosial, Management for Quality, hingga Ekonomi Jasa (Service Economy). Berikut akan diperkenalkan konsep dasar dari berbagai isu tersebut.
DOWNSIZING. Konsep dasar Downsizing adalah bahwa organisasi berusaha untuk meningkatkan efisiensi dengan melakukan pengecilan bentuk organisasinya melalui diantaranya pengurangan jumlah pekerjanya atau jumlah anggotanya.
DIVERSITY MANAGEMENT. Konsep dasar Diversity Management atau mengelola perbedaan adalah bagaimana manajemen dalam organisasi mampu mengelola berbagai perbedaan yang terdapat dalam organisasi atau perusahaannya. Perbedaan tersebut dapatdisebabkan oleh adanya perbedaan etnis, agama, karakter dan sifat, motivasi, hingga perbedaan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bagian yang ada di dalam organisasi.
INFORMATION TECHNOLOGY. Perkembangan yang sangat pesat diseputar teknologi informasi memunculkan berbagai media informasi dan komunikasi seperti internet dan lain sebagainya yang memunculkan perkembangan terbaru mengenai cara orang-orang dan organisasi berinteraksi. Perkembangan ini memberikan tantangan baru bagi para praktisi manajemen untuk dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan diseputar teknologi informasi ini.
GLOBALISASI. Globalisasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses atau situasi di mana berbagai pihak di seluruh dunia dapat semakin mudah melakukan interaksi tanpa harus dibatasi lagi dengan batas-batas regional atau geografis sebuah negara misalnya. Perkembangan globalisasi ini memberikan peluang sekaligus tantangan bagi para teoritisi dan praktisi manajemen untuk dapat menyesuaikan secara cepat bagaimana mengaplikasikan konsep-konsep manajemen dalam situasi seperti itu.
ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL. Isu-isu seputar korupsi, kerusakan lingkungan, penipuan konsumen, dan lain sebagainya menjadi isu utama dalam hal etika dan tanggung jawab sosial dari sebuah organisasi. Sebuah organisasi yang berharap dapat terus diterima dan beradaptasi dengan lingkungannya maka tidak dapat mengabaikan isu-isu tersebut jika ingin terus diterima oleh masyarakat.
MANAGING FOR QUALITY.   Teori dan praktik manajemen saat ini juga tidak dapat mengabaikan tercapainya kualitas. Kualitas akan menentukan kompetensi dan kemampuan untuk berkompetisi dengan yang lain, di samping kualitas juga akan menurunkan biaya dalam jangka panjang. Kualitas juga merupakan indikator tercapainya produktivitas.
SERVICE ECONOMY. Perkembangan saat ini semakin menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi khususnya tidak dapat lagi dilihat sebagai sebagai sebuah kegiatan dalam menghasilkan barang melalui kegiatan manufaktur. Kegiatan ekonomi saat ini juga merupakan kegiatan penyediaan jasa. Oleh karena itu harus dilakukan pendekatan agar penyediaan jasa dapat dilakukan secara efektif dan efisien.


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Pada dasarnya terdapat tiga kelompok besar dalam melihat teori dan praktik manajemen. Ketiga kelompok tersebut (Kelompok Manajemen Klasik, Manajemen Perilaku, Manajemen Kuantitatif) memiliki latar belakangnya masing-masing sekaligus kelebihan dan kekurangannya. Dalam prakteknya, para manajer tidak hanya mengikuti satu aliran atau mazhab tertentu, mereka biasanya menggunakan konsep-konsep atau kombinasi konsep-konsep yang dikembangkan oleh aneka macam mazhab manajemen.
Ada berbagai isu kontemporer yang terkait dengan dunia teori dan prakrik manajemen. Berbagai isu tersebut meliputi isu seputar DOWNSIZING, DIVERSITY MANAGEMENT, INFORMATION TECHNOLOGY, GLOBALISASI, ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAl, MANAGING FOR QUALITY, dan SERVICE ECONOMY.
B.  Saran
     Teori-Teori Manajemen ini hendaknya dipelajari dengan sungguh- sungguh agar pengaplikasiannya dalam kehidupan nyata menjadi maksimal serta bisa juga dijadikan referensi.
     Cukup kiranya bahasan kami tentang materi ini, kami sadar sepenuhnya makalah ini masih jauh dari sempurna. Mohon kiranya saudara pembaca memberikan masukan demi adanya perbaikan di tugas kami selanjutnya. Akhir kata kami sampaikan terima kasih.





Daftar Pustaka
Diana, Irine Sari Wijayanti. 2008. Manajemen. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press.
Dr. Winardi, S.E. Pengantar Ilmu Manajemen (Suatu Pendekatan Sistem). Bandung: Nova.
Hasibuan, Malayu. 2001. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara.
Tisnawati , Ernie  Sule & Kurniawan Saefullah. 2005. Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Handoko, Hani. 2012. Manajemen. Jogjakarta: BPFE.


[1] Irine Diana Sari Wijayanti, SE., MM, Manajemen, Jogjakarta: Mitra Cendikia Press, hal.  43.
[2] Ernie Tisnawati  Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 29.
[3] Drs. H. Malayu S. P. Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 23.
[4] Irine Diana Sari Wijayanti, SE., MM, Manajemen, Jogjakarta: Mitra Cendikia Press, hal.  44.
[5] Dikutip didasarkan pandangan: N. Paul Loomba, Management-A Quantitative Perspective, Mac Millan Publishing oleh DR. Winardi, S. E., dalam Pengantar Ilmu Manajemen (Suatu Pendekatan Sistem), Bandung: Nova, hal. 49.
[6] Tisnawati  Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal, 38.

1 komentar: