BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Manusia sebagai Makhluk yang Berbudaya
Manusia disebut sebagai makhluk peradaban yang berbudaya
tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk
menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya
sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha
menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang
gelar manusia berbudaya.
Manusia juga akan mulai berpikir tentang
bagaimana caranya menggunakan hewan atau binatang untuk lebih memudahkan kerja
manusia dan menambah hasil usahannya dalam kaitannya untuk pemenuhan kebutuhan
hidup sehari-hari. Manusia sangat mempunyai hasrat yang tinggi apabila
dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain. Hasrat untuk selalu menambah hasil
usahanya guna mempermudah lagi perjuangan hidupnya menimbulkan perekonomian
dalam lingkungan kerja sama yang teratur. Hasrat disertai rasa keindahan
menimbulkan kesenian. Hasrat akan mengatur kedudukannya dalam alam sekitarnya,
dalam menghadapai tenaga-tenaga alam yang beraneka ragam bentuknya dan gaib,
menimbulkan kepercayaan dan keagamaan. Hasrat manusia yang selalu ingin tahu
tentang segala sesuatu disekitarnya menimbulkan ilmu pengetahuan.
Ada hakekatnya kebudayaan mempunyai dua segi,
bagian yang tidak dapat dilepaskan hubungannya satu sama lain yaitu segi
kebendaan dan segi kerohanian. Segi kebendaan yaitu meliputi segala benda
buatan manusia sebagai perwujudan dari akalnya, serta bisa diraba. Segi
kerohanian terdiri atas alam pikiran dan kumpulan perasaan yang tersusun
teratur. Keduanya tidak bisa diraba.
2.2 Pengertian Manusia dan Budaya
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda
dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran.
Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homosapiens (Bahasa Latin
yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari
golongan mamaliayang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian,
mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalamagama,
dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup;
dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam
antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya,
organisasi mereka dalam masyarakatmajemuk serta perkembangan teknologinya, dan
terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk
dukungan satu sama lain serta pertolongan.
A. Manusia sebagai makhluk raga dan jiwa
Atas dasar tinjauan manusia sebagai makhluk
monodualisme, maka pendidikan akan menyelaraskan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
baik yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan jasmaniah maupun kebutuhan rohaniah
dipenuhinya secara selaras dan seimbang. Selaras dan seimbang dalam arti
kebutuhan-kebutuhan jasmaniah/hewaniah dipenuhi dengan
pertimbangan-pertimbangan benar dan salah, indah dan tidak indah, baik dan
buruk. Dengan demikian pemenuhan kebutuhan ini dilaksanakan atas dasar
pertimbangan-pertimbangan tersebut sehingga diharapkan orang dapat terpenuhi
kebutuhan jasmaniahnya tanpa meninggalkan pertimbangan-pertimbangan baik atau
buruknya dalam memperoleh sesuatu untuk kepentingan jasmaniah tersebut
B. Manusia sebagai makhluk
individu dan sosial
Sebagai makhluk individu dan sosial manusia
hendaknya saling menghargai dan menghormati, saling memenuhi kebutuhannya.
Dalam hal ini individu hendaknya diperlakukan oleh kelompok sebagaimana dia
memperlakukan kelompoknya.
Pendidikan akan memberikan petunjuk/pengarahan
agar di dalam hidup manusia perlu dipenuhi kebutuhan individunya tanpa
mengabaikan kebutuhan orang lain. Sebaliknya kebutuhan kelompok dipenuhi tanpa
menelantarkan dirinya sendiri. Di samping itu di dalam hubungannya dengan orang
lain (kelompok) individu adalah punya hak dan tanggung jawab yang harus diakui
oleh kelompoknya demikian juga kelompok yang punya hak dan tanggung jawab yang
harus diakui oleh individu. Jadi kebutuhan-kebutuhan itu ataupun
perlakuan-perlakuan itu terpenuhi secara selaras dan seimbang baik individu
maupun kelompoknya.
C. Ditinjau dari monodualisme pribadi berdiri
sendiri dan makhluk ciptaan Tuhan
Pendidikan akan menyadarkan kepada manusia
bahwa apa-apa yang direncanakan ataupun yang dicita-citakan tidak sepenuhnya
berkat usaha manusia itu sendiri tetapi Tuhan ikut menentukannya. Dengan
demikian maka pendidikan akan mendorong manusia dalam berusaha untuk mencapai
sesuatu yang disertai dengan permohonan kepada Tuhan. Jadi manusia harus taqwa
pada Tuhan.
Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa
manusia merupakan suatu kesatuan dari tujuh unsur/ dimensi yang merupakan
kesatuan yang saling terkait dan bekerja sama dalam mencapai tujuan (hidup).
Ketujuh unsur tersebut dapat dirunut sebagai berikut: Manusia sebagai makhluk
yang berdimensi raga dan berdimensi jiwa. Jiwa terdiri dari tiga hal, yaitu
cipta, rasa, dan karsa. Manusia sebagai makhluk yang berdimensi individu dan
berdimensi sosial. Manusia sebagai makhluk yang berdimensi pribadi dan makhluk
Tuhan. Ketujuh dimensi tersebut disebut sebagai dimensi hakekat manusia.
Kebudayaan selalu dimiliki oleh setiap
masyarakat, hanya saja ada suatu masyarakat yang lebih baik perkembangan
kebudayaannya dari pada masyarakat lainnya untuk memenuhi segala kebutuhan
masyarakatnya. Pengertian kebudayaan banyak sekali dikemukakan oleh para ahli.
Salah satunya dikemukakan oleh Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, yang
merumuskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil dari karya, rasa dan cipta
masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan,
yang diperlukan manusia untuk menguasa alam sekitarnya, agar kekuatan serta
hasilnya dapat diabdikan untuk kepntingan masyarakat.
Atas dasar itulah para ahli mengemukakan adanya
unsur kebudayaan yang umumnya dibagi menjadi 7 unsur, yaitu :
1. Unsur religius;
2. Sistem kemasyarakatan;
3. Sistem peralatan;
4. Sistem mata pencaharian hidup;
5. Sitem bahasa;
6. Sistem pengetahuan;
7. Kesenian.
Berdasarkan unsur diatas, maka kebudayaan
paling sedikit memiliki 3 wujud, antara lain:
1. Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide,
gagasan, norma, peraturan dan sejenisnya. Ini merupakan wujud ideal kebudayaan.
Sifatnya abstrak, lokasinya dalam pikiran masyarakat dimana kebudayaan itu hidup.
2. Kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas
kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3. Kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia.
2.3 Perwujudan di
Masyarakat sebagai Makhluk yang Berbudaya
Menurut JJ. Hogman dalam bukunya “The World of
Man” membagi budaya dalam tiga wujud yaitu: ideas, activities, dan artifacts.
Sedangkan Koencaraningrat, dalam buku “Pengantar Antropologi” menggolongkan
wujud budaya menjadi:
· Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya
· Sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat
· Sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Berdasarkan bentuknya, budaya dapat dibagi
menjadi 2 yaitu budaya yang bersifat abstrak dan budaya yang bersifat konkret
atau nyata:
Budaya yang bersifat abstrak adalah budaya yang
tidak dapat dilihat secara kasat mata karena bearada dalam pemikiran manusia.
Contohnya yaitu ide, gagasan, cita-cita dan lain sebagainya.
Budaya yang bersifat konkret adalah budaya yang
berpola dari tindakan atau peraturan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat
yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan atau diphoto. Koencaraningrat
menyebutkan sifat budaya dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri atas: perilaku,
bahasa dan materi.
· Perilaku
Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkah
laku dalam situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam masyarakat harus
mengikuti pola-pola perilaku (pattern of behavior) masyarakatnya
· Bahasa
Bahasa adalah sebuah sistem simbol-simbol yang
dibunyikan dengan suara (vokal) dan ditangkap dengan telinga (auditory). Ada
pula yang berpendapat bahwa bahasa adalah suatu perjanjian tidak tertulis yang
telah kita tandatangani dan berlaku seumur hidup. Dengan bahasa, manusia dapat berkomunikasi
satu sama lain sehingga manusia dapat saling bertukar pikiran sehingga hasil
dari pertukaran tersebut adalah budaya yang semakin kaya dan kebudayaan yang
berkembang dan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman.
· Materi
Budaya materi adalah hasil dari aktivitas atau
perbuatan manusia. Bentuk materi misalnya pakaian, perumahan, kesenian,
alat-alat rumah tangga, senjata, alat produksi, dan alat transportasi.
Substansi utama budaya adalah sistem
pengetahuan, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan. Tiga
unsur yang terpenting adalah sistem pengetahuan, nilai, dan pandangan hidup.
2.4 Manusia sebagai
makhluk sosial dan individu
Manusia sebagai
makhluk individu artinya manusia sebagai makhluk hidup atau makhluk individu
maksudnya tiap manusia berhak atas milik pribadinya sendiri dan bisa
disesuaikan dengan lingkungan sekitar. Manusia individu adalah subyek yang mengalami kondisi manusia. Ini
diikatkan dengan lingkungannya melalui indera mereka dan dengan
masyarakat melalui kepribadian mereka, jenis
kelamin mereka serta status sosial. Selama kehidupannya, ia berhasil melalui tahap bayi, kanak-kanak, remaja, kematangan dan usia
lanjut. Deklarasi universal untuk hak asasi
diadakan untuk melindungi hak masing-masing individu. Manusia juga sebagai
mahkluk individu memiliki pemikiran-pemikiran tentang apa yang menurutnya baik
dan sesuai dengan tindakan-tindakan yang akan diambil. Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia
membutuhkan orang lain dan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk
bersosialisasi.
Bersosialisasi
disini berarti membutuhkan lingkungan sosial sebagai salah satu habitatnya
maksudnya tiap manusia saling membutuhkan satu sama lainnya untuk
bersosialisasi dan berinteraksi. Manusia pun berlaku sebagai makhluk
sosial yang saling berhubungan dan keterkaitannya dengan lingkungan dan tempat
tinggalnya.Manusia bertindak sosial dengan cara memanfaatkan alam dan lingkungan
untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya demi
kelangsungan hidup sejenisnya.
Begitu pula
dalam peranan manusia sebagai mahluk
individu dan sosial. Individu dalam
hal ini adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang
khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta
pola tingkahlaku spesifik tentang dirinya. Akan tetapi dalam banyak hal banyak
pula persamaan disamping hal-hal yang spesifik tentang dirinya dengan orang
lain. Disini jelas bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya
memiliki peranan khas didalam lingkungan sosaialnya, melainkan juga mempunyai
kepribadian, serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Persepsi terhadap
individu atau hasil pengamatan manusia dengan segala maknanya merupakan suatu
keutuhan ciptaan Tuhan yang mempunyai tiga aspek yang melekat pada dirinya,
yaitu aspek organik jasmaniah, aspek psikis rohaniah, dan aspek sosial. Apabila
terjadi kegoncangan pada salah satu aspek, maka akan membawa akibat pada aspek
yang lainnya.
Manusia
mempunyai pengaruh penting dalam kelangsungan ekosistem serta habitat manusia
itu sendiri, tindakan-tindakan yang diambil atau kebijakan-kebijakan tentang
hubungan dengan lingkungan akan berpengaruh bagi lingkungan dan manusia itu
sendiri.
Kemampuan kita
untuk menyadari hal tersebut akan menentukan bagaimana hubungan kita sebagai
manusia dan lingkungan kita. Hal ini memerlukan pembiasaan diri yang dapat
membuat kita menyadari hubungan manusia dengan lingkungan. Manusia memiliki
tugas untuk menjaga lingkungan demi menjaga kelansungan hidup manusia itu
sendiri dimasa akan datang.
Manusia
dikatakan makhluk sosial apabila kita tidak bisa hidup sendiri dan selalu
membutuhkan pertolongan dari orang lain. Menurut Mead, pengembangan diri
manusia berlangsung beberapa tahap, yaitu
• Play stage (bermain)
• Game stage (bertanding)
• Significant
other (bersama orang dekat)
• Generalized
other (bersama masyarakat secara umum)
Sedangkan agen-agen dari tahap-tahap tersebut
meliputi:
• Keluarga
• Teman sebaya
• Sekolah
• Media masa
2.5 Manusia sebagai Makhluk Integrasi
Sosial
Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah
jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah
unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan.
Suatu integrasi sosial di perlukan agar
masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa
tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme
struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut :
1. Suatu
masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di
antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan
yang bersifat fundamental (mendasar).
2. Masyarakat
terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari
berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang
terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera
dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota
masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Penganut konflik berpendapat bahwa masyarakat
terintegtrasi atas paksaan dan karena adanya saling ketergantungan di antara
berbagai kelompok.
Integrasi sosial akan terbentuk apabila
sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial,
nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
Faktor-Faktor Pendorong
A. Faktor Infernal :
* kesadaran
diri sebagai makhluk sosial
*
tuntutan kebutuhan
* jiwa
dan semangat gotong royong
B. Faktor External :
-
tuntutan perkembangan zaman
-
persamaan kebudayaan
-
terbukanya kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan bersama
- persaman
visi, misi, dan tujuan
- sikap
toleransi
-
adanya kosensus nilai
- adanya
tantangan dari luar
Syarat Berhasilnya Integrasi Sosial
- Untuk meningkatkan Integrasi Sosial,
Maka pada diri masing-masing harus mengendalikan perbedaan/konflik yang ada
pada suatu kekuatan bangsa dan bukan sebaliknya.
- Tiap warga masyarakat merasa saling dapat
mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya.
2.6 Manusia sebagai Makhluk Sosial Persektif dalam Integrasi Sosial
Kerap kali kita menemukan kasus perang antar
suku-etnis, ataupun pembantaian atas nama agama, hal ini sebenarnya disebabkan
oleh kurangnya rasa toleransi serta berkembanganya sikap entosentrisme, yaitu
melakukan pembenaran atas diri sendiri dan menganggap suku, etnis, atau agama
lain sebagai hal yang rendah. Ini sesungguhnya yang amat salah. Hal tersebut
tentunya akan menjauhkan kita dari proses integrasi sosial yang kita idamkan.
Sebuah sikap multikultural akan menjaga kita
untuk tetap hidup dengan harmoni yang senantiasa terjaga. Sikap saling
menghargai ini tentunya akan menjaga sebuah hubungan sosial contohnya pada Kota
Jakarta yang notabene kota dengan berbagai macam suku, etnis, dan agama, ke
arah kehidupan madani. Dan oleh karena sikap multikulturalisme itulah integrasi
sosial terwujud. Kesempurnaan hubungan sosial yang dibalut oleh rasa saling
menghargai.
Dari sebuah integrasi sosial, tentunya hal ini
akan membentuk sebuah inetgrasi nasional yang impelemntasinya akan menjaga
keutuhan NKRI. Integrasi dalam masyarakat yang telah tertata dan terjaga
tentunya akan membuat sebuah kehidupan bernegara akan mengalami tingkat yang
sempurna dalam proses kehiudpan sosial-budaya serta bidang lainya. Dan sebuah
akhir kata, dimana saya dapat berpesan agar tiap-tiap indiidu masyarakat dapat
menjaga keutuhan NKRI, dengan memulai sikap multikultural yang tak lagi
melakukan pelecehan yang berbau SARA. Karena sebuah proses kehancuran bangsa
dimulai ketika rakyatnya tak lagi merasa bersatu dibawah naungan negara
tersebut.
BAB III
STUDI KASUS
1.1 Manusia dan Peradapan
A. Kekerasan terhadap perempuan
Berdasarkan
studi kasus yang dilakukan oleh Komisi Nasional Anti kekerasan Terhadap
Perempuan (Komnas Perempuan) pada tahun 2006, kasus kekerasan terhadap
perempuan di Indonesia setiap tahunnya tercatat mengalami peningkatan yang
cukup tajam. Pada tahun 2005 kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak
20.391, naik 45 persen dari tahun 2004 sebanyak 14.020. Sebelumnya, tahun 2003
sebanyak 5.934 kasus, dan tahun 2002 sebanyak 5.163 kasus.
Dari
total 20.391 kasus yang terjadi pada tahun 2005, 82 persen di antaranya
merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Dari berbagai kasus tersebut,
kekerasan terhadap perempuan tidak mengenal latar belakang umur, pekerjaan, dan
jenis pendidikan. Korban kekerasan yang berusia 25 hingga 40 tahun dengan
jumlah kasus 4.506. Pendidikan tinggi SLTA dengan 2.649 kasus. Sedangkan yang
paling banyak menimpa ibu rumah tangga, yakni 9.298 kasus atau 45 persen dari
seluruh kasus.
Yang
paling menyedihkan, pelaku tindak kekerasan terhadap perempuan ini kebanyakan
dilakukan oleh orangorang terdekat korban. Di antaranya adalah suami, mantan
suami, pacar, mantan pacar, kakak ipar, adik ipar, mertua, paman, teman dekat
ibu, suami tidak sah, dan lain-lain.
Kasus
KDRT merupakan ibarat sebuah fenomena gunung es. Artinya, kasus yang terjadi
belum bisa mewakili kasus yang sebenarnya. Disinyalir, masih banyak kasus KDRT
yang belum terungkap ke permukaan karena berbagai faktor tertentu. Mulai dari
faktor takut terhadap pelaku, malu bila aib keluarganya diketahui publik,
budaya permisif yang cenderung memaafkan pelaku. Hal inilah yang oleh-Kristi
Poerwawandari (2006) dari Yayasan Pulih dan juga Ketua Program Studi Kajian
Wanita Universitas Indonesia (UI) mengakibatkan sulit untuk melacak data
sebenarnya.
Akar
Problematika
Kasus
Kekerasan terhadap perempuan merupakan persoalan serius yang disebabkan oleh
berbagai hal yang berkait erat satu sama lainnya. Musdah Mulia dalam Muslimah
Reformis (Mizan, 2004) berpendapat tentang akar masalah kekerasan terhadap
perempuan. Pertama, ketimpangan gender. Laki-laki dianggap sebagai makhluk
superior, lebih cakap dan lebih hebat dari pada perempuan yang dianggap makhluk
inferior, lemah, kelas dua. Ketidakseimbangan relasi kekuasaan inilah yang
menyebabkan perempuan kerap tidak berdaya dihadapan laki-laki.
Kedua,
penegakan hukum yang lemah. Meskipun berbagai peraturan telah dibuat, salah
satu contohnya adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT), namun dalam praktiknya belum bisa menekan angka kekerasan
dalam rumah tangga. UU KDRT memiliki
kelemahan di tingkat pelaksanaan karena kurang adanya sosialisi ke seluruh
lapisan masyarakat bawah.
Ketiga,
dominasi nilai-nilai patriarkhi. Konstruk budaya masyarakat melalui sistem
sosial, ekonomi, dan politik yang berlaku secara alamiah dan didukung dengan
penilaian agama dan hukum adat yang memberikan otoritas lebih kepada laki-laki
daripada perempuan mengakibatkan perempuan terpinggirkan dan menjadi objek
kekerasan kaum laki-laki.
1.2 Solusi Permasalahan
Solusi yang dapat kita ambil sekali lagi yaitu, kekerasan dalam
rumah tangga merupakan persoalan kompleks yang diakibatkan ketimpangan gender,
hukum yang lemah dan budaya patriarkhi. Untuk mengatasinya butuh kesepakatan
dan kesadaran bersama dari seluruh elemen masyarakat, kaum intelektual,
praktisi, akademisi, budayawan dan agamawan agar menempatkan kasus KDRT sebagai
musuh bersama. Butuh kesepakatan bahwa kekerasan apa pun bentuknya, termasuk
KDRT merupakan kejahatan hak asasi manusia yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip kemanusiaan dan ketuhanan.
Semoga dalam momentum hari wanita internasional ini dapat
memberikan penyadaran bagi kita bersama untuk selalu menyuarakan hak-hak kaum
wanita tanpa memandang suku, agama, ras, dan aliran. Sudah saatnya mereka kita
diberikan posisi yang setara, adil dan manusiawi sehingga mereka benar-benar
bebas dari belenggu kekerasan.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di
atas, maka penulis
memberikan kesimpulan sebagai berikut:
Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya dalam
peradabannya adalah Manusia yang diciptakan untuk menjalankan kewajiban dan
tanggung jawabnya sebagai makhluk Tuhan. Manusia harus menguasai segala sesuatu
yang berhubungan dengan kepemimpinannya di muka bumi disamping tanggung jawab
dan etika moral harus dimiliki, menciptakan nilai kebaikan, kebenaran, keadilan
dan tanggung jawab agar bermakna bagi kemanusiaan dan lingkungan sekitarnya.
Selain mampunyai sebagaimanaa makhluk hidup
lainnya, manusia juga mempunyai akal yang dapat memperhitungkan tindakannya
melalui proses belajar yang terus-menerus. Secara istilah manusia dapat
diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah
kelompok atau seorang individu.
Kualitas manusia pada suatu negara akan
menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut, begitu pula
pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Karena
kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu bangsa.
Pada dasarnyaHakekat hidup manusia yang bisa
kami simpulkan
Manusia dalam kehidupan memiliki tiga fungsi, yaitu:
Manusia dalam kehidupan memiliki tiga fungsi, yaitu:
1. sebagai makhluk Tuhan
2. sebagai makhluk individu
3. sebagai makhluk sosial dan budaya
Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial.
1. Manusia sebagai makhluk individu
Manusia sebagai makhluk individu apabila
unsur-unsur tersebut tidak terbagi atau dapat dikatakan tetap berada dalam satu
kesatuan yang utuh.
2. Manusia sebagai makhluk sosial
Manusia dikatakan makhluk sosial apabila kita
tidak bisa hidup sendiri dan selalu membutuhkan pertolongan dari orang lain.
Menurut Mead, pengembangan diri manusia berlangsung beberapa tahap, yaitu:
• Play stage (bermain)
• Game stage (bertanding)
• Significant other (bersama orang dekat)
• Generalized other (bersama masyarakat secara
umum)
Sedangkan agen-agen dari tahap-tahap tersebut
meliputi:
• Keluarga
• Teman sebaya
• Sekolah
• Media masa
4.2
Saran
Berdasarkan
kesimpulan di atas ada beberapa saran yang dapat diberikan menyangkut dengan
topik Manusia dan peradapannya dalam Manusia Sebagai Makhluk yang Berbudaya
maupun sebagai makhluk sosial,individu,integrasi dan prespektif , antara lain:
a. Sebagai manusia yang diberikan akal dan
kemampuan berpikir oleh Tuhan, seharusnya kita bisa memanfaatkan dan
melestarikan budaya-budaya yang ada di negara kita.
b. Sebagai negara yang paling kaya akan budayanya,
kita harus menjaga budaya-budaya yang sudah ada di Indonesia, jangan sampai di
klaim oleh negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
Soyomukti, Nurani. 2012. Pengantar
Sosiologi
Sjafri. 2002. Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia
http://febrinarhm.blogspot.com/2012/06/manusia-sebagai-makhluk-berbudaya.h Manusia
Sebagai Makhluk Budaya
http://manusiabudaya.blogspot.com/2012/03/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan.html