PEMBAHASAN
2.1 Ragam Bahasa
Ragam
bahasa adalah variasi bahasa yang terjadi karena pemakaian bahasa. Ragam bahasa
dapat dibedakan berdasarkan media pengantar dan situasi pemakaiannya.
Berdasarkan media pengantarnya, ragam bahasa dapat dibagi atas dua macam, yaitu
ragam lisan dan ragam tulis. Serta berdasarkan situasi pemakaiannya, ragam
bahasa dapat dibagi atas tiga macam, yaitu ragam formal, ragam semi formal, dan
ragam non formal.
Jumlah ragam bahasa ada lima,
yaitu:
1.
Ragam Lisan
2.
Ragam Tulis
3.
Ragam Formal
4.
Ragam Semi Formal
5.
Ragam Nonformal
Jika
ada nama atau istilah yang lain berhubungan dengan variasi bahasa, sebaiknya
tidak dilekatkan dengan istilah ragam bahasa, agar tidak terjadi kerancuan.
Istilah ragam sastra, ragam jurnalistik, ragam ilmiah, dan lain-lain yang
sebelum ini kita pakai, mulai saat ini sebaiknya diganti menjadi laras sastra,
laras jurnalistik, laras ilmiah dan aneka laras yang lainnya. Dan perlu
diketahui, ragam bahasa itu berbeda dengan laras bahasa. Oleh sebab itu tidak
boleh menyamakan antara ragam bahasa dengan laras bahasa.
Dalam
praktik pemakaiannya, para penutur bahasa tentulah dapat merasakan perbedaan
antara ragam lisan dan ragam tulis. Perbedaan itu dapat dilihat sebagai
berikut.
1. Ragam lisan menghendaki adanya lawan
bicara yang siap mendengar apa yang
diucapkan oleh seseorang, sedangkan ragam tulis tidak selalu memerlukan “lawan
bicara” yang siap membaca apa yang dituliskan oleh seseorang.
2. Di dalam ragam lisan, unsur-unsur fungsi
gramatikal seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan tidak selalu
dinyatakan dengan kata-kata, melainkan bisa dengan bantuan gerak tubuh, mimik
muka, atau dengan menunjuk benda. Akan tetapi di dalam ragam tulis, fungsi
gramatikal harus dinyatakan secara eksplisit atau divisualisasikan agar
orang-orang yang membaca suatu tulisan, misal daalm majalah, surat kabar atau
buku-buku dapat memahami maksud penulisannya.
3. Ragam lisan terikat pada ruang, waktu,
situasi dan kondisi; sedangkan ragam tulis tidak.
4. Di dalam ragam lisan makna dipengaruhi
oleh tinggi rendah dan panjang pendeknya nada suaara, sedangkan dalam ragam
tulis ditentukan oleh pemakaian tanda baca.
Uraian
diatas tidak di maksudkan untuk mengatakan bahwa ragam lisan lebih unggul dari
ragam tulis atau sebagainya,tatapi hanya sekedar mengingatkan bahwa antara
bahwa ragam lisan dan ragam tulis terdapat perbedaan dan di sarankan bagi orang
yang ingin menguasai bahasa secara maksimal sebagai alat komunikasi hendaknya
menguasai keduanya.
Jika seseorang hanya menguasai satu
ragam lisan saja atau tulis saja
sebenarnya kemampuan berkomunikasinya kurang lengkap.Menggunakan satu jenis komunikasi saja ternyata tidak
cukup. Alangkah idealnya jika di satu sisi seseorang terampil berbicara,
berceramah, berdiskusi; dan di sisi lain iya terampil pula menulis surat,
menulis makalah, dan menulis artikel.Jadi, berkomunikasi secara lisan dan tulis sama pentingnya karena
keduanya saling melengkapi.Di bawah ini membuat argumen yang menyatakan pernyataan tersebut.
2.2 Keunggulan Berkomunikasi
Secara Lisan dan Tulis
1. Keunggulan komunikasi lisan atau ragam
lisan
a.Berlaku
cepat
b.Sering
berlangsung tanpa alat bantu
c.kesalahan
dapat langsung di koreksi
e.Dapat
di bantu dengan gerak tubuh dan mimik muka.
2.
Keunggulan komunikasi tulis atau ragam tulis
a. Mempunyai bukti
b. Dasar hukumnya kuat
c. Dapat disajikan lebih matang atau bersih
d. Lebih sulit dimanipulasi.
2.3 Kelemahan
Berkomunikasi Secara Lisan dan Tulis
1.Kelemahan komunikasi lisan atau ragam lisan
a. Tidak selalu mempunyai bukti atau
autentik
b. Dasar hukumnya lemah
c. Sulit disajikan secara matang/bersih
d. Mudah dimanipulasi
2. Kelemahan komunikasi tulis atau ragam
tulis
a. Berlangsung lambat
b. Selalu memakai alat bantu
c. Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi
d. Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh
dan mimik muka
Saat
ini masyarakat dan lingkungan kita masih kurang menyadari perlunya ketrampilan
menggunakan ragam lisan dan tulis secara berimbang. Dan yang sudah cukup baik
adalah pemahaman tentang perbedaan ragam lisan dan ragam tulis, karena hal-hal
konstranstif yang telah dideskripsikan di atas, dan secara tidak sadar, mau
tidak mau mereka alami dalam praktik pemakaian.
Dan
di tengah masyarakat, pemakaian ragam formal, semiformal dan nonformal tampak
campur aduk. Sebenarnya, sebagai penutur bahasa Indonesia perbedaan ketiga
ragam itulah yang sangat perlu dipahami, karena setiap hari kita memakai salah
satu bahkan ketiga ragam tersebut. Yang menjadi masalah saat ini adalah banyak
penutur yang masih bisa ragam nonformal merasa dirinya sudah mampu memakai
ragam formal. Selain itu, banyak penutur yang belum bisa membedakan secara
tegas antara ragam semiformal dan ragam formal.
Untuk
pegangan sekaligus sebagai patokan dalam berbahasa, di bawah ini ada beberapa
contoh sederhana yang memperlihatkan pemakaian kata ganti dan sapaan; imbuhan
dan partikel penegas; serta pilihan kata tertentu jika akan menggunakan ragam
formal, semiformal dan nonformal. Dan pemakaian bahasa di bawah ini dari bahasa
Jawa dan bahasa Betawi hanyalah sebatas contoh.
2.4
Pemakaian Kata Ganti dan Sapaan; Imbuhan dan Partikel Penegas; Serta Pilihan
Kata Tertentu dalam Ragam Formal, Semiformal dan Nonformal.
Ragam
|
Kata
Ganti dan Sapaan
|
Imbuhan
dan Partikel Penegas
|
Pilihan
Kata Tertentu
|
Formal
|
saya-Anda
saya-Bapak
saya-Ibu
saya-Saudara
|
...sudah
menerima...
...sudah
membaca... betulkan
mengobrol
minum
kopi
|
beri
tahu(kan)
sudah
tidak
begitu
seperti
itu
sebentar
saja
laki-laki/pria
perempuan/wanita
|
Semiformal
|
aku-bung
aku-kamu
aku-mas/dik
aku/mbak
|
...sudah
terima...
...sudah
baca...
betulin/bikin
betul
ngobrol
ngopi
lho,
kok
sih,
deh
|
kasih
tahu
sudah
tidak
gitu
kayak
gitu
sebentar
saja
orang
laki-laki/anak laki
orang
perempuan/anak perempuan
|
Nonformal
|
gue-Bang/Mbak
gue-lu(elu)
gue-Neng
gue-Situ
|
...udah
terima...
...udah
baca...
betulin
ngobrol
ngopi
lho,kok
sih,deh
|
bilang(in)/omong(in)
udah
nggak
gitu
kek
gitu
entar/bentar
aja
cowok
cewek
|
Para
penutur bahasa Indonesia hendaknya mengetahui kapan menggunakan salah satu
ragam dengan tepat. Ragam nonformal dapat dipakai jika penutur dan komunikannya
berasal dari etnik yang sama, atau dengan sesama teman. Jika penutur melihat
mitranya sebagai orang biasa yang tidak perlu “dihormati” dan pendidikan atau
status sosial mitranya juga tidak tinggi, ragam nonformal tidak dipakai. Pilihan
ragam akan beralih ke ragam semi formal atau ragam formal jika para penutur dan
mitranya multietnik, situasinya resmi, status sosial komunikan tinggi dan topik
pembicaraan serius. Jadi penetapan ragam bahasa yang dipakai bergantung pada
situasi, topik pembicaraan, serta bentuk hubungan antarpelaku dalam
berkomunikasi.
Banyak
pertanyaan mengapa kita harus mempelajari bahasa Indonesia? Bukankah kita sudah
pandai bahasa Indonesia seperti tampak sehari-hari? Apakah belajar bahasa
Indonesia tidak membuang-buang waktu?
Pertanyan
tersebut dapat dijawab dengan, kita sebagai orang Indonesia sudah tentu terampil dalam berbahasa
Indonesia dengan lisan maupun tulis. Buktinya, kita sangat lancar dalam
mengobrol dengan tetangga; bersenda gurau dengan teman; atau berbelanja di
warung kecil; menulis surat kepada teman kita; menulis buku harian; surat pada
pacar, dan sebagainya. Lalu kapan seseorang mengalami kesulitan memakai bahasa?
Dalam
berbahasa lisan kesulitan dapat muncul misalnya pada saat seseorang ditunjuk menjadi
ketua panitia dari suatu kegiatan yang menuntut dirinya harus memimpin rapat
dengan serius; menyampaikan kata sambutan dan berpidato; atau ketika harus
mempresentasikan suatu progam. Dan biasanya orang yang seperti itu akan
bertanya ke kana dan kiri untuk minta diajari kata-kata apa saja yang harus
diucapkan dan bagaimana caranya agar bahasanyaa nanti terdengar bagus oleh audience.
Sedang
dalam berbahasa tulis kesulitannya terasa saat waktu seseorang harus menulis
surat kepada pejabat pemerintah atau kepada suatu organisasi, misalnya menulis
surat permohonan atau pada saat seseorang diminta menulis makalah atau menyusun
proposal. Setelah mengalami hal-hal yang seperti itulah baru mereka menjadi
ribut meminta bantuan kesana kemari karena bahasa yang tadinya terasa enteng
sewaktu menulis surat pada teman, ternyata tidak cocok untuk menulis surat
resmi, makalah dan proposal.
Kondisi
tersebut biasanya terjadi karena kondisi yang sudah berbeda. Bahasa yang kita
pakai dalam keseharian pun didominasi oleh ragam nonformal dan ragam
semiformal. Kedua ragam ini hanya cocok dipakai untuk situasi yang tidak
resmi,semisal ketika mengobrol (lisan) dan menulis catatan harian (tulis).
Bahasa seperti itu tidak baku/tidak standar, tidak berlaku umum, dan serasa
tidak terpelajar. Ragam nonformal tidak bisa digunakan untuk berdiskusi ilmiah,
berbicara dalam rapat yang resmi, presentasi sesuatu, menulis surat resmi,
menulis laporan dan lain sebagainya.
2.5 Pemakaian Ragam
Bahasa nonformal dan Ragam Formal
Ragam Nonformal Lisan
|
Ragam Formal Lisan
|
Dipakai
untuk
berbicara sehari-hari
di rumah
bergunjing
bercerita
mengobrol
|
Dipakai
untuk
berceramah
berpidato
berdiskusi
mempresentasikan sesuatu
|
Ragam Nonformal Tulis
|
Ragam Formal Lisan
|
menulis surat kepada kerabat
menulis surat kepada teman
menulis surat kepada pacar
menulis catatan harian
|
menulis surat resmi
menulis makalah, artikel
menulis proposal
menulis laporan foormal
|
Uraian
di atas dapat dianggap sebagai salah satu jawaban atas pertanyaan mengapa kita
harus atau masih perlu mempelajari bahasa Indonesia. Karena sebagian besar
masyarakat hanya mengetahui ragam nonformal. Sebenarnya mereka perlu
meningkatkan ketrampilan berbahasa dengan mempelajari ragam formal karena
kegiatan berkomunikasi tidak mungkin terus-menerus berlangsung dalam situasi
yang tidak resmi. Dalam era globalisasi ini menuntut agar para pelakunya mampu
memakai ragam formal karena aktifitas masyarakat modern umumnya didominasi oleh
kegiatan yang bersifat resmi.
Belajar
bahasa Indonesia sangatlah penting, karena bahasa sendiri bersifat dinamis dan
terus berkembang. Perkembangan bahasa Indonnesia yang masih mencari bentuk menuju
pembakuan yang mantap, berlangsung sangat cepat.
0 komentar:
Posting Komentar