Minggu, 03 November 2013

Sumber-sumber Pengetahuan dan dalam Perspektif Islam



BAB II
PEMBAHASAN
A.       Macam- Macam Sumber Pengetahuan

Manusia berusaha mencari pengetahuan dan kebenaran, yang dapat diperolehnya dengan melalui beberapa sumber. Ada beberapa pendapat tentang sumber pegetahuan antara lain sebagai berikut[1]:

1.             Empirisme
Aliran ini menganggap bahwa penegtahuan diperoleh melalui pengalaman empiris. Dalam hal ini, harus ada tiga hal, yaitu yang mengetahui (objek), dan cara mengetahui pengalaman. Tokoh yang terkenal dari aliran ini antara lain Johon Locke (1632-1704), George Barkeley(1685-1753), dan David Hume
Secara etimologis, empirisme berasal dari kata bahasa inggris empiricism dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa yunani (emperia) dan dari kata experietia yang berarti berpengalaman dalam, berkenalan dengan, dan terampil untuk. Jadi empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parisal didasarkan pada pengalaman yang menggunakan indra.Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa devinisi megenai empirisme diantaranya adalah doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman, pandangan, bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman, indrawi adalah salah satunya sumber pengetahuan. Bukan akal
Menurut aliran ini, mustahil kita dapat mencari pengetahuan mutlak dan mencakup semua segi, apalagi jika di dekat kita terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk meningkatkan penegtahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih lambat, lebih dapat diandalkan. Kum empiris cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistem pengetahuan yang mempunyai peluang besar untuk benar meskipun kepastian mutlak tidak akan pernad dapat dijamin
Usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak, dan pasti telah berlangsung secara terus menerus. Namun, terdapat sebuah tradisi epistemologi yang kuat untuk mendasarkan diri kepada pengalaman manusia yang meninggalkan cita- cita untuk mendapatkan pengetahuan yang mutlakdan pasti. Salah satunya adalah empirisme. Kaum empirisme berpandangan bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh melalui pengalaman. David Hume, misalnya, mengatakan bahwa tidak ada atupun ada dalam pikiran yang tidak terlebih dahulu terdapat pada data-data indrawi[2]
David Hume, mengatakan bahwa tidak ada satu pun ada dalam pikiran yang tidak terlebih dahulu terdapat pada data-data indrawi. David Hume melakukan perbedaan antara kesan dan ide. Kesan merupakan pengindraan langsung atas realitas lahiriah, sementara ide adalah ingatan atas kesan-kesan. Menurutnya, kesan selalu muncul lebih dahulu, sementara ide sebagai pengalaman langsung tidak dapat diragukan. Dengan kata lain, karena ide merupakan ingatan atas kesan-kesan, isi pikiran manusia tergantung kepada aktivitas indranya
David Hume lebih menekankan pada pengalaman spontan kita menyangkut dunia, menurutnya tidak ada filosof yang akan dapat membawa kita balik kepengalaman sehari-hari atau menawarkan pada kita aturan-aturan prilaku yang berbeda dari yang kita dapatkan melalui perenungan tentang kehidupan sehari-hari
Emipirisme juga sering disebut sebagai “ilmu bukti”, yang sering juga memakai istilah menyusun segala bukti. Bahan atau bukti yang dipergunakan oleh kaum ahli pengetahuan empirisme diperoleh dengan jalan pengamatan. Jalan pengamatan ini banyak mendapatkan hasil kaena dengan jalan praktik si penyelidik dapat memindhkan barang dari satu tempat ketempat lain dan mencampurkan dari berbagai benda dan kenyataan sesuai dengan keinginannya. Sedangkan dalam pengamatan, penyelidik Cuma pasif, berdiam diri dan mengamati saja. Si pengamat Cuma bisa mengamati hidup dan sifatnya masing-masing tumbuhan atau hewan di masing-masing tempatnya
Di era itu empirisme mengalami perkembangan yang pesat seiring denagn munculnya berbagai macam ilmu dan teknologi di bidang teknik, mesin, kedokteran. Varian mengatakan bahwa empirisme adalah yanng menganggap bahwa pengetahuan dapat dilacak sampai pengalaman indrawi, dan apa yang tidak dapat dilacak dengan cara seperti itu dianggap bukan pengetahuan. Ini adalah sejenis empirisme radikal atau yang layak di sebut aliran sensasionalisme.
Menurut John Locke (1932-1704) yang dilahirkan di Wrington, dekat Bristol, Inggris. Di samping sebagai seorang ahli hukum, ia juga menyukai filsafat dan teologi, mendalami ilmu kedokteran dan penelitian kimia. Dalam penelitiannya ia memakai istilah sensation dan reflection. Sensation adalah suatu yang dapat berhubungan dengan dunia luar,tetapi manusia tidak dapat mengerti dan meraihnya.sementara itu, reflection adalah pengenalan intuitif yang memberikan pengetahuan kepada manusia,yang sifatnya lebih baik dari sensation. Tiap-tiap pengetahuan yang diperoleh manusia terdiri dari sensation  dan reflection. Walaupun demikian manusia harus mendahulukan sensation. Mengapa itu demikian? Karena jiwa manusia di saat dilahirkan putih bersih pada waktu sejak lahir. Tidak ada sesuatu dalam jiwa yang dibawa sejak lahir, melainkan pengalaman yang membentuk jiwa seseorang
Menurut Thomas Hobbes (1588-1679)  ia adalah seorang ahli pikir inggris yang lahir di Malmesbury pada usia 15 ia pergi ke oxford untuk belajar logika skolastik dan fisika, ang ternyata gagal, karena ia tidak berminat sebab gurunya beraliran Areistotelian. Sumbengan yang besar sebar ahli pikir adalah suatu sistem materialistis yang benar, termasuk juga perikehidupan organis dan rohania. Dalam bidang kenegaraan ia mengemukakan teori kontarak sosial. Dalam tulisannya, ia telah menyususn suatu sistem pemikiran yang berpangkal pada dasar-dasar empirisme, di samping juga menerima metode dalam ilmu alam yang matematis.

Pendapatnya adalah bahwa ilmu filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya umum. Menurutnya filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang akibat-akibat atau tentang gejala-gejala yang diperoleh dari sebabnya. Segala yang ada ditentukan oleh sebab, sedangkan prosesnya sesuai dengan hukum ilmu pasti atau ilmu alam
Namanya sangat terkenal karena teorinya tentang kontrak sosial, yaitu  manusia mempnyai kecenderungan untuk mempertahankan diri. Apabila setiap orang mempuyai kecenderungan diri maka pertentangan tidak dapat dihindari. Perang akan membuat kehidupan menjadi sengsara dan buruk. Bagimana manusia dapat menghindarinnya, maka diperlukan akal sehat, agar setiap orang mau melepaskan haknya untuk berbuat sekehendaknya sendiri. Untuk itu, mereka harus bersatu membuat perjanjian untuk menaati terhadap penguasa. Dan orang-orang dipersatukan itu namanya adalah Commonwealth.[3]

2.                       Rasionlisme
Rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-650) yang disebut sebagai bapak filsafat modern.ia ahli dalam ilmu alam,ilmu hokum,dan ilmu kedokteran.ia menyatakan,bahwa ilmu pengetahuan harus satu,tanpa bandingannya,harus disusun oleh satu orang,sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum.yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang yang jelas dan terpilah-pilah.ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu pasti karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara mengenal secara dinamis.
Rene Descartes yang mendirikan aliran Rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat di percaya adalah akal. Hanya pengetahuan yang diperoleh lewat akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode deduktif, seperti yang dicontohkan dalam ilmu pasti.
Latar belakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (skolastik), yang pernah diterima,tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Apa yang ditanam Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga masih dipengaruhi oleh khayalan-khayalan.
Descartes menginginkan cara yang baru dalam berpikir, maka diperlukan titk tolak pemikiran pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan, Cogito ergo su (saya berpkir maka saya ada).jelasnya, bertolak dari keraguan untuk mendapatkan kepastian[4]. Dan menurut Descartes, spinoza,leibniz menyatakan bahwa rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika. Rasionalisme ada dua macam: dalam bidang agama, dan dalam bidang falsafat. Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan outoritas, dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme[5].

3.         Intuisi
Banyak kalangan yang menyebut bahwa intuisi dapat menjadi sumber pengetahuan. Dengan intuisi, manusia memperoloeh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui proses penalaran tertentu. Henry Bergeson, misalnya menganggap intusi merupakan hasil evaluasi pemikiran yang tinggi, tetapi bersifat personal.
Intuisi sebagai sumber pengetahuan biasanya dihadapkan pada fakta bahwa kita perlu pikiran kritis dan bukan berfikir sesaat untuk mendapatkan pengetahuan. Penganjur “berfikir”  seperti gladwell tampaknya hanya membedakan dan memperkokoh intuisi sebagai kekuatan mental. Dia mengatakan bahwa intuisi sebagai sebuah sumber potensial dari dasar perbuatan baik yang tidak terkekang dan sangat bermanfaat. Dia mengatakan apa yang akan terjadi kalau kita menganggapi serius insting kita.
Tentu banya kyang menganggap bahwa mempercayakan intuisi semata akan membahayakan, apalagi untuk menghasilkan pengetahuan yang berkaitan dengan pembutan keputusan –keputusan dan kebijakan yang penting. Cara kita membuat keputusan yang tepat dan menghasilakan kerja yang baik adalah teknik mental yang tak seragam yang melibatkan emosi, observasi, intuisi, dan nalar kritis. Emosi dan intuisi hanyalah bagian mdahnya saja, bagian otomatis.skill observasi, dan nalar keritis adalah bagian yang sulit, bagian yang didapatkan kemudian, latar belakang yang penting bagi semua itu adalah dasar pengetahuan yang kuat. Semakin besar dasarnya, semakin mungkin seseorang memahami dan menguasai berbagai macap konsep, model, dan cara untuk menginterpretasi dunia. Semakin besar dasar tersebut, semakin mungkin semua bagian cocok bersama-sama. Namun sama seperti intuisi yang dimiliki semua manusia, kamampuan berfikir dan menalar secara kritis juga dimiliki oleh semua manusia.
Pandangan tentang pentingnya intuisi dan pentingnya “ kesan pertama” sebagai sumber pengetahuan mendapatkan legitimasi dari generasi filsafat pospodernis akademis dara para aktivis yang dengan giat berusaha mempreteli setiap sisi dari alam dan masyarakat kedalam berbagai asumsi yang “ nyeleneh” tidak sesuai. Yang bernuansa ragu padanalar rasional dan kritis. Mereka menganggap bahwa pikiran rasional itu reduksionis dan selalu di curigai bersesuaian dengan pandangan yang mapan. Kepercayaan yang sempit tersebut membuat mereka tak percaya pada hal yang ilmiah, yang objektif. Mereka mengagukan subjektivitas sebagai seumber pengetahuan, yaitu yang mengagunggkan intuisi,insting, dan emosi[6]
Dan ada juga yang berpendapat bawasanya intuisi itu merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang berpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahn tersebut, tanpa melalui proses berpikir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia sudah sampai di situ. Jawaban atas permasalahan yang sedang dipikirkannya muncul dibenaknya bagikan kebenaran yang membukakan pintu. Atau juga bisa intuisi ini bekerja dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas permasalahan ditemukan tidak ada waktu orang tersebut secara sadar.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tdak dapat diandalkan. Pengetahuan intuisi dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi anlisis selanjutnya dalam menentukan benar dan tidaknya pernyataan yang dikemukakan kebenarannya[7]

4.         Wahyu
Suber pengetahuan yang disebut “ wahyu” identik dengan agama atau kepercayaan yang sifatnya mistis. Ia merupakan pengetahuan yang bersumber dari tuhan melalui hambanya yang terpilih untuk menyampaikan nabi dan rosul. Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah penegetahuan. Baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia.[8]
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang di utusnya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat trasendental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akherat nanti. Pengetahuan ini didasarkan pada kepercayaan kepada tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai perantara dan kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara penyampaian, merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini. Kepercayaan adalah titik tolak dalam agama. Suatu pernyataan harus dipercaya dahulu utuk dapat diterima, pernyataan ini bisa saja selanjutnya dikaji dengan metode lain. Secara rasional bisa dikaji umpamanya apakah pernyataan-pernyataaan yang terkandung didalamnya bersifat konsisten atau tidak. Dipihak lain secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan tersebut atau tidak. Singkatnya agama dimulai dengan rasa percaya, dan lewat pengajian selanjutnya kepercayaan itu bisa meningkat atau menurun. Pengetahuan lain seperti ilmu perumpamaannya. Ilmu dimulai dengan rasa tidak percaya, dan setelah melalui proses pengkajian ilmiah, kita bisa diyakinkan atau tetap pada pendiria semula.

B.       Sumber Ilmu Perspektif Islam
Memperhatikan kajian teoritis di atas, diskusi tentang sumber ilmu pengetahuan tampaknya dipusatkan pada pertanyaan: Apa sebenarnya yang memberi manusia pengetahuan? Rasiokah, empirikkah, atau fenomenologikah? Berikut penulis akan menjelaskan kajian tentang sumber ilmu menurut Islam. Namun, sebelum menjawab pertanyaan ini, terlebih dahulu akan dijelaskan bagaimana pandangan Islam tentang fakultas manusia yang memberi manusia ilmu pengetahuan.
1. Alat Mendapatkan Ilmu
a)             Rasio (العقل)  
Dalam al-Qur`an dijumpai 49  kali kosa kata yang berakar kata a-q-l (عقل) dalam berbagai bentuk. Misalnya: عقلوا – تعقلون- نعقل – يعقل – يعقلون  Sebarannya sebagai berikut: kata عقلوه (‘aqaluh) dijumpai dalam 1 ayat, kata تعقلون (ta’qilun) 24 ayat, نعقل (na’qil) 1 ayat, يعقتها (ya’qiluha) 1 ayat, dan يعقلون (ya’qilun) 22 ayat. Makna kosa kata itu dalam arti paham dan mengerti Sebagai contoh dapat dilihat pada ayat-ayat berikut:
افتطمعون ان يؤمنوا لكم وقد كان فريق منهم يسمعون كلام الله ثم يحرفونه من بعد ما عقلوه وهم يعلمون ()
“Maka apakah kamu (muslimin) sangat mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, padahal mereka mengetahuinya? (Al-Baqarah/2: 75).
افلم يسيروا فى الارض فتكون لهم قلوب يعقلون بها او اذان يسمعون بها فانها لا تعمى الابصار ولكن تعمى القلوب التي فى الصدور()
“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Al-Hajj/22: 46)
كذلك يبين الله لكم ايته لعلكم تعقلون ()
“Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu mengerti. (Al-Baqarah/2: 242
وقالوا لو كنا نسمع او نعقل ما كنا في اصحب السعير ()
“Dan mereka berkata, “Sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala. (Al-Mulk/67: 10).
وتلك الامثال نضربها للناس وما يعقلها الا العالمون ()
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tidak ada yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu. (Al-Ankabut/29: 43).
Dalam Lisan al-‘Arab dijelaskan bahwa al-‘aql berarti al-hijr (menahan) dan al-āqil adalah orang yang menahan diri (yahbis) dan mengekang hawa nafsu. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa al-‘aql mengandung arti kebijaksanaan (al-nuhā), lawan dari lemah pikiran (al-humq). Al-‘aql juga mengandung arti al-qalb (kalbu). Lebih lanjut disebutkan bahwa kata ‘aqala mengandung arti memahami.
Menurut Harun Nasution, kata ‘aqala kelihatannya bermakna mengikat dan menahan. Orang yang āqil di zaman Jahiliyah, yang dikenal dengan hammiyah atau darahnya  panas, adalah orang yang dapat menahan amarahnya dan oleh karenanya dapat mengambil sikap dan tindakan yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
Dari keseluruhan kosa kata yang berakar pada a-q-l dapat disimpulkan bahwa al-‘aql adalah fakultas manusia yang berfungsi untuk mengerti atau memahami sesuatu. Al-‘aql (rasio) dalam ayat-ayat di atas tidak dibicarakan dalam konteks sumber ilmu tetapi dalam konteks alat yang darinya manusia memperoleh ilmu. Baharuddin mengatakan bahwa dari keseluruhan ayat-ayat al-Qur`an yang memiliki akar kata a-q-l, tidak satu pun ayat yang menyebut akal sebagai kata benda, semuanya dalam bentuk kata kerja (fi’il). Baharuddin melanjutkan:
Hal ini menunjukkan bahwa ‘aql bukanlah suatu substansi (jauhar) yang bereksistensi, melainkan aktivitas dari suatu substansi. Jika dipahami demikian, akan mengandung suatu pertanyaan, yaitu substansi apakah yang berakal itu? Pertanyaan itu dapat dikembalikan kepada Al-Qur`an. Dalam ayat lain dijelaskan bahwa substansi yang mampu ber-‘aql itu adalah qalb. Firman Allah menjelaskan:
 افلم يسيروا في الارض فتكون لهم قلوب يعقلون بها
“Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi? Mereka mempunyai kalbu yang mereka ber-‘aql dengannya…”
b)   Indera
Dalam Al-Qur`an alat-alat indera yang beraktifitas dan berfungsi bagi manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah al-sam’ dan al-absar. Kata al-sam’ dan berbagai kata jadiannya disebut 185 kali, sedangkan kata al-sam’ sendiri dijumpai 12 kali dalam Al-Qur`an. Kata al-absar dan berbagai kata jadiannya disebut 148 kali. Sementara kata al-absar disebut 18 kali. Di antara ayat-ayat yang mengandung kosa kata al-sam’ sebagai berikut:
قل من يرزقكم من السماء والارض امن يملك السمع و الابصار ومن يخرج الحي من الميت و يخرج الميت من الحي ومن يدبر الامر  فسيقولون الله فقل افلا تتقون
“Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab, “Allah.” Maka katakanlah, “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (Yunus/10: 131).”
والله اخرجكم من بطون امهتكم لا تعلمون شيئا وجعل لكم السمع والابصار والافئدة لعلكم تشكرون
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur. (An-Nahl/16: 78).” 

و هو الذي انشئا لكم السمع و الابصار والافئدة قليلا ما تشكرون

“Dan Dialah yang telah menciptakan bagimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, tetapi sedikit sekali kamu bersyukur. (Al-Mu`minun/23: 78).”
ثم سوه ونفخ فيه من روحه وجعل لكم السمع والابصار والافئدة قليلا ما تشكرون
“Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ruh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur. (As-Sajdah/32: 9).”
Di antara ayat yang mengandung kosa kata al-absar sebagai berikut:
قد كان لكم اية في فئتين التقتا فئة تقاتل في سبيل الله واخرى كافرة يرونهم مثليهم راءي العين والله يؤيد بنصره من يشاء ان في ذلك لعبرة لاولى الابصار ()
“Sesungguhnya, telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang berhadap-hadapan. Satu golongan berperang di jalan Allah dan yang lain (golongan) kafir yang melihat dengan mata kepala, bahwa mereka (golongan muslim) dua kali lipat mereka. Allah menguatkan dengan pertolongan-Nya bagi siapa yang Dia kehendaki. Sungguh pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan. (Ali Imran/3: 13).”
لا تدركه الابصار وهو يدرك الابصار وهو اللطيف الخبير ()
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus, Maha Teliti. (Al-An’am/6: 103).”
افلم يسيروا في الارض فتكون لهم قلوب يعقلون بها او اذان يسمعون بها فانها لا تعمى الابصار ولكن تعمى القلوب اللتي في الصدور ()
“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Al-Hajj/22: 46)"
Berdasarkan penelusuran terhadap ayat-ayat Al-Qur`an yang memiliki kosa kata al-sam’ dan al-absar dapat dijelaskan bahwa kemampuan mendengar karena manusia diberikan alat berupa telinga (uzun) dan kemampuan melihat karena manusia diberikan alat berupa mata (‘ain). Mata, yang memiliki kemampuan melihat, bisa saja tidak memberi manusia pengetahuan, oleh karena qalbu-nya tidak paham (buta). Sesuatu yang jelas terlihat bahwa bagi Al-Qur`an, al-sam’ dan al-basr adalah aktifitas.
c. Hati (Fuad)
Kata fu`ad dan yang seakar kata dengannya tersebar dalam 16 ayat. Semuanya dalam bentuk kata benda, yakni al-fu`ad dan al-af`idah. Mahmud Yunus mengartikannya sebagai hati atau akal. Kedua kata ini seakar dengan fā`idah (jamak: fawā`id) artinya faedah atau guna. Makna yang dapat ditarik dari penggunaan Al-Qur’an terhadap kata al-fu`ad dan al-af`idah adalah bahwa al-fu`ad memiliki fungsi akal (memahami, mengerti), sama dengan al-qalb. Dalam surat Yusuf/12: 120 disebutkan:
و كلا نقص عليك من انباء الرسل ما نثبت به فؤادك وجاءك في هذه الحق و موعظة و ذكرى للمؤمنين ()
“Dan semua kisah-kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu; dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat dan peringatan bagi orang yang beriman.”

Secara tekstual, Allah menceritakan, yang bermakna Nabi Saw mendengarkan kisah-kisah Rasul terdahulu. Lalu dengan kisah-kisah itu menjadi kuat ­fu`ad (hati) Nabi. Dengan al-fu’ad itu berarti Nabi mendapatkan makna atau hikmah sejarah.
Dalam ayat lain disebutkan:
و اصبح فؤاد ام موسى فرغا ان كادت لتبدي به لولا ان ربطنا على قلبها لتكون من المؤمنين ()
“Dan hati ibu Musa menjadi kosong. Sungguh hampir saja dia menyatakan (rahasia tentang Musa), seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, agar dia termasuk orang-orang yang beriman (kepada janji Allah)”.
Makna al-fuad dalam ayat terakhir juga sama dengan makna al-fuad pada ayat sebelumnya. Makna yang sama juga dinyatakan oleh Allah ketika menjelaskan bahwa hati Nabi Saw tidak mendustakan apa yang ia lihat oleh beliau ketika Jibril mendekat kepadanya untuk menyampaikan wahyu.(An-Najm/53: 1-19). Berdasarkan ayat-ayat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa al-fu`ad merupakan sentral dan pengendali bagi aktifitas al-‘aql dan al-qalb dalam menetapkan pengetahuan yang benar, baik dan berguna bagi manusia.
Secara umum, bagi Al-Qur`an indera dalam dan luar manusia seperti al-‘aql, al-qalb, al-fu’ad, al-sam’, al-absar adalah alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dan obyek pengetahuan adalah ayat-ayat Allah baik yang qauliyah/tanziliyah maupun yang kauniyah. Berbeda sekali dengan perspektif Barat yang memandang bahwa akal dan indera sebagai fakultas yang memberi manusia pengetahuan. Hemat penulis, Barat berpandangan demikian karena hirarki pengetahuan mereka hanya berhenti pada tataran empirikal. Asumsi-asumsi teologis-metafisik telah terputus dari epistemologi keilmuan Barat, sejalan dengan pandangan humanis mereka yang sekular-ateistik.


[1] Nurani Soyomukti, Penagantar Filsafat Ilmu, hal 155
[2] Ibid 156-157
[3] Asmoro  Achmadi, Filsafat Umum, hal 116-118
[4] Asmoro Achmadi, filsafat Umum, hal 115-116
[5] Prof. DR. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, hal 127
[6] Nurani Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum, 160-162
[7] Jujun S. Suriasumantri, filsafat ilmu, sebuah pengantar populer, hal 53
[8] Nuranti Soyomukti, Pengantar filsafat Umum, hal 162

0 komentar:

Posting Komentar