BAB II
PEMBAHASAN
A.
Macam- Macam Sumber Pengetahuan
Manusia berusaha mencari pengetahuan dan kebenaran, yang dapat
diperolehnya dengan melalui beberapa sumber. Ada beberapa pendapat tentang
sumber pegetahuan antara lain sebagai berikut[1]:
1.
Empirisme
Aliran ini menganggap
bahwa penegtahuan diperoleh melalui pengalaman empiris. Dalam hal ini, harus
ada tiga hal, yaitu yang mengetahui (objek), dan cara mengetahui pengalaman.
Tokoh yang terkenal dari aliran ini antara lain Johon Locke (1632-1704), George
Barkeley(1685-1753), dan David Hume
Secara etimologis, empirisme berasal dari kata bahasa inggris
empiricism dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa yunani
(emperia) dan dari kata experietia yang berarti berpengalaman dalam, berkenalan
dengan, dan terampil untuk. Jadi empirisme adalah aliran dalam filsafat yang
berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parisal didasarkan pada
pengalaman yang menggunakan indra.Selanjutnya secara terminologis terdapat
beberapa devinisi megenai empirisme diantaranya adalah doktrin bahwa sumber
seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman, pandangan, bahwa semua ide
merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami,
pengalaman, indrawi adalah salah satunya sumber pengetahuan. Bukan akal
Menurut aliran ini, mustahil kita dapat mencari pengetahuan mutlak
dan mencakup semua segi, apalagi jika di dekat kita terdapat kekuatan yang
dapat dikuasai untuk meningkatkan penegtahuan manusia, yang meskipun bersifat
lebih lambat, lebih dapat diandalkan. Kum empiris cukup puas dengan
mengembangkan sebuah sistem pengetahuan yang mempunyai peluang besar untuk
benar meskipun kepastian mutlak tidak akan pernad dapat dijamin
Usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak,
dan pasti telah berlangsung secara terus menerus. Namun, terdapat sebuah
tradisi epistemologi yang kuat untuk mendasarkan diri kepada pengalaman manusia
yang meninggalkan cita- cita untuk mendapatkan pengetahuan yang mutlakdan
pasti. Salah satunya adalah empirisme. Kaum empirisme berpandangan bahwa
pengetahuan manusia dapat diperoleh melalui pengalaman. David Hume, misalnya,
mengatakan bahwa tidak ada atupun ada dalam pikiran yang tidak terlebih dahulu
terdapat pada data-data indrawi[2]
David Hume, mengatakan bahwa tidak ada satu pun ada dalam pikiran
yang tidak terlebih dahulu terdapat pada data-data indrawi. David Hume
melakukan perbedaan antara kesan dan ide. Kesan merupakan pengindraan langsung
atas realitas lahiriah, sementara ide adalah ingatan atas kesan-kesan. Menurutnya,
kesan selalu muncul lebih dahulu, sementara ide sebagai pengalaman langsung
tidak dapat diragukan. Dengan kata lain, karena ide merupakan ingatan atas
kesan-kesan, isi pikiran manusia tergantung kepada aktivitas indranya
David Hume lebih menekankan pada pengalaman spontan kita menyangkut
dunia, menurutnya tidak ada filosof yang akan dapat membawa kita balik
kepengalaman sehari-hari atau menawarkan pada kita aturan-aturan prilaku yang
berbeda dari yang kita dapatkan melalui perenungan tentang kehidupan sehari-hari
Emipirisme juga sering disebut sebagai “ilmu bukti”, yang sering
juga memakai istilah menyusun segala bukti. Bahan atau bukti yang dipergunakan
oleh kaum ahli pengetahuan empirisme diperoleh dengan jalan pengamatan. Jalan
pengamatan ini banyak mendapatkan hasil kaena dengan jalan praktik si
penyelidik dapat memindhkan barang dari satu tempat ketempat lain dan
mencampurkan dari berbagai benda dan kenyataan sesuai dengan keinginannya.
Sedangkan dalam pengamatan, penyelidik Cuma pasif, berdiam diri dan mengamati
saja. Si pengamat Cuma bisa mengamati hidup dan sifatnya masing-masing tumbuhan
atau hewan di masing-masing tempatnya
Di era itu empirisme mengalami perkembangan yang pesat seiring
denagn munculnya berbagai macam ilmu dan teknologi di bidang teknik, mesin,
kedokteran. Varian mengatakan bahwa empirisme adalah yanng menganggap bahwa
pengetahuan dapat dilacak sampai pengalaman indrawi, dan apa yang tidak dapat
dilacak dengan cara seperti itu dianggap bukan pengetahuan. Ini adalah sejenis
empirisme radikal atau yang layak di sebut aliran sensasionalisme.
Menurut John Locke (1932-1704) yang dilahirkan di Wrington, dekat
Bristol, Inggris. Di samping sebagai seorang ahli hukum, ia juga menyukai
filsafat dan teologi, mendalami ilmu kedokteran dan penelitian kimia. Dalam
penelitiannya ia memakai istilah sensation
dan reflection. Sensation adalah suatu yang dapat berhubungan dengan dunia
luar,tetapi manusia tidak dapat mengerti dan meraihnya.sementara itu, reflection adalah pengenalan intuitif
yang memberikan pengetahuan kepada manusia,yang sifatnya lebih baik dari sensation. Tiap-tiap pengetahuan yang
diperoleh manusia terdiri dari sensation dan reflection. Walaupun demikian manusia harus
mendahulukan sensation. Mengapa itu demikian? Karena jiwa manusia di saat
dilahirkan putih bersih pada waktu sejak lahir. Tidak ada sesuatu dalam jiwa
yang dibawa sejak lahir, melainkan pengalaman yang membentuk jiwa seseorang
Menurut Thomas Hobbes (1588-1679)
ia adalah seorang ahli pikir inggris yang lahir di Malmesbury pada usia
15 ia pergi ke oxford untuk belajar logika skolastik dan fisika, ang ternyata
gagal, karena ia tidak berminat sebab gurunya beraliran Areistotelian.
Sumbengan yang besar sebar ahli pikir adalah suatu sistem materialistis yang
benar, termasuk juga perikehidupan organis dan rohania. Dalam bidang kenegaraan
ia mengemukakan teori kontarak sosial. Dalam tulisannya, ia telah menyususn
suatu sistem pemikiran yang berpangkal pada dasar-dasar empirisme, di samping
juga menerima metode dalam ilmu alam yang matematis.
Pendapatnya adalah bahwa ilmu filsafat adalah suatu ilmu
pengetahuan yang sifatnya umum. Menurutnya filsafat adalah suatu ilmu
pengetahuan tentang akibat-akibat atau tentang gejala-gejala yang diperoleh
dari sebabnya. Segala yang ada ditentukan oleh sebab, sedangkan prosesnya
sesuai dengan hukum ilmu pasti atau ilmu alam
Namanya sangat terkenal karena teorinya tentang kontrak sosial,
yaitu manusia mempnyai kecenderungan
untuk mempertahankan diri. Apabila setiap orang mempuyai kecenderungan diri
maka pertentangan tidak dapat dihindari. Perang akan membuat kehidupan menjadi
sengsara dan buruk. Bagimana manusia dapat menghindarinnya, maka diperlukan
akal sehat, agar setiap orang mau melepaskan haknya untuk berbuat sekehendaknya
sendiri. Untuk itu, mereka harus bersatu membuat perjanjian untuk menaati
terhadap penguasa. Dan orang-orang dipersatukan itu namanya adalah
Commonwealth.[3]
2.
Rasionlisme
Rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-650) yang disebut
sebagai bapak filsafat modern.ia ahli dalam ilmu alam,ilmu hokum,dan ilmu
kedokteran.ia menyatakan,bahwa ilmu pengetahuan harus satu,tanpa
bandingannya,harus disusun oleh satu orang,sebagai bangunan yang berdiri
sendiri menurut satu metode yang umum.yang harus dipandang sebagai hal yang benar
adalah apa yang yang jelas dan terpilah-pilah.ilmu pengetahuan harus mengikuti
langkah ilmu pasti karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara mengenal secara
dinamis.
Rene Descartes yang mendirikan aliran Rasionalisme berpendapat
bahwa sumber pengetahuan yang dapat di percaya adalah akal. Hanya pengetahuan
yang diperoleh lewat akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu
pengetahuan ilmiah. Dengan akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode
deduktif, seperti yang dicontohkan dalam ilmu pasti.
Latar belakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk
membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (skolastik), yang pernah
diterima,tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan
yang dihadapi. Apa yang ditanam Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga masih
dipengaruhi oleh khayalan-khayalan.
Descartes menginginkan cara yang baru dalam berpikir, maka
diperlukan titk tolak pemikiran pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan,
Cogito ergo su (saya berpkir maka saya
ada).jelasnya, bertolak
dari keraguan untuk mendapatkan kepastian[4].
Dan menurut Descartes, spinoza,leibniz menyatakan bahwa rasionalisme adalah
paham filsafat yang mengatakan bahwa akal adalah alat terpenting dalam
memperoleh pengetahuan, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan
diperoleh dengan cara berfikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah
logika. Rasionalisme ada dua macam: dalam bidang agama, dan dalam bidang
falsafat. Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan outoritas, dalam bidang
filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme[5].
3.
Intuisi
Banyak kalangan yang menyebut bahwa intuisi dapat menjadi sumber
pengetahuan. Dengan intuisi, manusia memperoloeh pengetahuan secara tiba-tiba
tanpa melalui proses penalaran tertentu. Henry Bergeson, misalnya menganggap
intusi merupakan hasil evaluasi pemikiran yang tinggi, tetapi bersifat
personal.
Intuisi sebagai sumber pengetahuan biasanya dihadapkan pada fakta
bahwa kita perlu pikiran kritis dan bukan berfikir sesaat untuk mendapatkan
pengetahuan. Penganjur “berfikir”
seperti gladwell tampaknya hanya membedakan dan memperkokoh intuisi
sebagai kekuatan mental. Dia mengatakan bahwa intuisi sebagai sebuah sumber
potensial dari dasar perbuatan baik yang tidak terkekang dan sangat bermanfaat.
Dia mengatakan apa yang akan terjadi kalau kita menganggapi serius insting
kita.
Tentu banya kyang menganggap bahwa mempercayakan intuisi semata
akan membahayakan, apalagi untuk menghasilkan pengetahuan yang berkaitan dengan
pembutan keputusan –keputusan dan kebijakan yang penting. Cara kita membuat
keputusan yang tepat dan menghasilakan kerja yang baik adalah teknik mental
yang tak seragam yang melibatkan emosi, observasi, intuisi, dan nalar kritis.
Emosi dan intuisi hanyalah bagian mdahnya saja, bagian otomatis.skill
observasi, dan nalar keritis adalah bagian yang sulit, bagian yang didapatkan
kemudian, latar belakang yang penting bagi semua itu adalah dasar pengetahuan
yang kuat. Semakin besar dasarnya, semakin mungkin seseorang memahami dan menguasai
berbagai macap konsep, model, dan cara untuk menginterpretasi dunia. Semakin
besar dasar tersebut, semakin mungkin semua bagian cocok bersama-sama. Namun
sama seperti intuisi yang dimiliki semua manusia, kamampuan berfikir dan
menalar secara kritis juga dimiliki oleh semua manusia.
Pandangan tentang pentingnya intuisi dan pentingnya “ kesan
pertama” sebagai sumber pengetahuan mendapatkan legitimasi dari generasi
filsafat pospodernis akademis dara para aktivis yang dengan giat berusaha
mempreteli setiap sisi dari alam dan masyarakat kedalam berbagai asumsi yang “
nyeleneh” tidak sesuai. Yang bernuansa ragu padanalar rasional dan kritis.
Mereka menganggap bahwa pikiran rasional itu reduksionis dan selalu di curigai
bersesuaian dengan pandangan yang mapan. Kepercayaan yang sempit tersebut
membuat mereka tak percaya pada hal yang ilmiah, yang objektif. Mereka
mengagukan subjektivitas sebagai seumber pengetahuan, yaitu yang mengagunggkan
intuisi,insting, dan emosi[6]
Dan ada juga yang berpendapat bawasanya intuisi itu merupakan
pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang
yang berpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban
atas permasalahn tersebut, tanpa melalui proses berpikir yang berliku-liku tiba-tiba
saja dia sudah sampai di situ. Jawaban atas permasalahan yang sedang
dipikirkannya muncul dibenaknya bagikan kebenaran yang membukakan pintu. Atau
juga bisa intuisi ini bekerja dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar, artinya
jawaban atas permasalahan ditemukan tidak ada waktu orang tersebut secara
sadar.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar
untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tdak dapat
diandalkan. Pengetahuan intuisi dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi
anlisis selanjutnya dalam menentukan benar dan tidaknya pernyataan yang
dikemukakan kebenarannya[7]
4.
Wahyu
Suber pengetahuan yang disebut “ wahyu” identik dengan agama atau
kepercayaan yang sifatnya mistis. Ia merupakan pengetahuan yang bersumber dari
tuhan melalui hambanya yang terpilih untuk menyampaikan nabi dan rosul. Melalui
wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah penegetahuan. Baik yang
terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia.[8]
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan tuhan kepada manusia.
Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang di utusnya sepanjang zaman.
Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang
terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat
trasendental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di
akherat nanti. Pengetahuan ini didasarkan pada kepercayaan kepada tuhan yang
merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai perantara dan
kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara penyampaian, merupakan dasar dari
penyusunan pengetahuan ini. Kepercayaan adalah titik tolak dalam agama. Suatu
pernyataan harus dipercaya dahulu utuk dapat diterima, pernyataan ini bisa saja
selanjutnya dikaji dengan metode lain. Secara rasional bisa dikaji umpamanya
apakah pernyataan-pernyataaan yang terkandung didalamnya bersifat konsisten
atau tidak. Dipihak lain secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang
mendukung pernyataan tersebut atau tidak. Singkatnya agama dimulai dengan rasa
percaya, dan lewat pengajian selanjutnya kepercayaan itu bisa meningkat atau
menurun. Pengetahuan lain seperti ilmu perumpamaannya. Ilmu dimulai dengan rasa
tidak percaya, dan setelah melalui proses pengkajian ilmiah, kita bisa
diyakinkan atau tetap pada pendiria semula.
B.
Sumber
Ilmu Perspektif Islam
Memperhatikan kajian teoritis di
atas, diskusi tentang sumber ilmu pengetahuan tampaknya dipusatkan pada
pertanyaan: Apa sebenarnya yang memberi manusia pengetahuan? Rasiokah,
empirikkah, atau fenomenologikah? Berikut penulis akan menjelaskan kajian
tentang sumber ilmu menurut Islam. Namun, sebelum menjawab pertanyaan ini,
terlebih dahulu akan dijelaskan bagaimana pandangan Islam tentang fakultas
manusia yang memberi manusia ilmu pengetahuan.
1. Alat Mendapatkan Ilmu
a)
Rasio (العقل)
Dalam al-Qur`an dijumpai 49
kali kosa kata yang berakar kata a-q-l (عقل) dalam berbagai bentuk. Misalnya: عقلوا – تعقلون- نعقل – يعقل – يعقلون Sebarannya sebagai berikut: kata عقلوه (‘aqaluh) dijumpai dalam 1 ayat,
kata تعقلون (ta’qilun)
24 ayat, نعقل (na’qil) 1
ayat, يعقتها (ya’qiluha)
1 ayat, dan يعقلون (ya’qilun)
22 ayat. Makna kosa kata itu dalam arti paham dan mengerti Sebagai contoh dapat dilihat pada ayat-ayat
berikut:
افتطمعون ان يؤمنوا لكم وقد كان فريق
منهم يسمعون كلام الله ثم يحرفونه من بعد ما عقلوه وهم يعلمون ()
“Maka apakah kamu (muslimin) sangat mengharapkan mereka akan
percaya kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu
mereka mengubahnya setelah memahaminya, padahal mereka mengetahuinya? (Al-Baqarah/2: 75).
افلم يسيروا فى الارض فتكون لهم قلوب
يعقلون بها او اذان يسمعون بها فانها لا تعمى الابصار ولكن تعمى القلوب التي فى
الصدور()
“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati
(akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan
mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Al-Hajj/22: 46)
كذلك يبين الله لكم ايته لعلكم تعقلون
()
“Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya agar
kamu mengerti.
(Al-Baqarah/2: 242
وقالوا لو كنا نسمع او نعقل ما كنا في
اصحب السعير ()
“Dan mereka berkata, “Sekiranya (dahulu) kami mendengarkan
atau memikirkan (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka
yang menyala-nyala.
(Al-Mulk/67: 10).
وتلك الامثال نضربها للناس وما يعقلها
الا العالمون ()
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan
tidak ada yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu. (Al-Ankabut/29: 43).
Dalam Lisan al-‘Arab dijelaskan
bahwa al-‘aql berarti al-hijr (menahan) dan al-āqil adalah
orang yang menahan diri (yahbis) dan mengekang hawa nafsu. Selanjutnya
dijelaskan pula bahwa al-‘aql mengandung arti kebijaksanaan (al-nuhā),
lawan dari lemah pikiran (al-humq). Al-‘aql juga mengandung arti al-qalb
(kalbu). Lebih lanjut disebutkan bahwa kata ‘aqala mengandung arti
memahami.
Menurut Harun Nasution, kata ‘aqala
kelihatannya bermakna mengikat dan menahan. Orang yang āqil di zaman
Jahiliyah, yang dikenal dengan hammiyah atau darahnya panas,
adalah orang yang dapat menahan amarahnya dan oleh karenanya dapat mengambil
sikap dan tindakan yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah yang
dihadapinya.
Dari keseluruhan kosa kata yang
berakar pada a-q-l dapat disimpulkan bahwa al-‘aql adalah
fakultas manusia yang berfungsi untuk mengerti atau memahami sesuatu. Al-‘aql
(rasio) dalam ayat-ayat di atas tidak dibicarakan dalam konteks sumber ilmu
tetapi dalam konteks alat yang darinya manusia memperoleh ilmu. Baharuddin
mengatakan bahwa dari keseluruhan ayat-ayat al-Qur`an yang memiliki akar kata a-q-l,
tidak satu pun ayat yang menyebut akal sebagai kata benda, semuanya dalam
bentuk kata kerja (fi’il). Baharuddin melanjutkan:
Hal ini menunjukkan bahwa ‘aql bukanlah
suatu substansi (jauhar) yang bereksistensi, melainkan aktivitas dari
suatu substansi. Jika dipahami demikian, akan mengandung suatu pertanyaan,
yaitu substansi apakah yang berakal itu? Pertanyaan itu dapat dikembalikan
kepada Al-Qur`an. Dalam ayat lain dijelaskan bahwa substansi yang mampu ber-‘aql
itu adalah qalb. Firman Allah menjelaskan:
افلم يسيروا
في الارض فتكون لهم قلوب يعقلون بها
“Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi? Mereka mempunyai
kalbu yang mereka ber-‘aql dengannya…”
b)
Indera
Dalam Al-Qur`an alat-alat indera
yang beraktifitas dan berfungsi bagi manusia dalam memperoleh pengetahuan
adalah al-sam’ dan al-absar. Kata al-sam’ dan berbagai
kata jadiannya disebut 185 kali, sedangkan kata al-sam’ sendiri dijumpai
12 kali dalam Al-Qur`an. Kata al-absar dan berbagai kata jadiannya
disebut 148 kali. Sementara kata al-absar disebut 18 kali. Di antara
ayat-ayat yang mengandung kosa kata al-sam’ sebagai berikut:
قل من يرزقكم من السماء والارض امن
يملك السمع و الابصار ومن يخرج الحي من الميت و يخرج الميت من الحي ومن يدبر
الامر فسيقولون الله فقل افلا تتقون
“Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang memberi rezki
kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan)
pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari
yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang
mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab, “Allah.” Maka katakanlah,
“Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (Yunus/10: 131).”
والله اخرجكم من بطون امهتكم لا تعلمون
شيئا وجعل لكم السمع والابصار والافئدة لعلكم تشكرون
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan
hati nurani, agar kamu bersyukur. (An-Nahl/16: 78).”
و هو الذي انشئا لكم السمع و الابصار
والافئدة قليلا ما تشكرون
“Dan
Dialah yang telah menciptakan bagimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani,
tetapi sedikit sekali kamu bersyukur. (Al-Mu`minun/23: 78).”
ثم سوه ونفخ فيه من روحه وجعل لكم
السمع والابصار والافئدة قليلا ما تشكرون
“Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ruh
(ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan,
dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur. (As-Sajdah/32: 9).”
Di antara ayat yang mengandung kosa kata al-absar
sebagai berikut:
قد كان لكم اية في فئتين التقتا فئة
تقاتل في سبيل الله واخرى كافرة يرونهم مثليهم راءي العين والله يؤيد بنصره من
يشاء ان في ذلك لعبرة لاولى الابصار ()
“Sesungguhnya, telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan
yang berhadap-hadapan. Satu golongan berperang di jalan Allah dan yang lain
(golongan) kafir yang melihat dengan mata kepala, bahwa mereka (golongan
muslim) dua kali lipat mereka. Allah menguatkan dengan pertolongan-Nya bagi
siapa yang Dia kehendaki. Sungguh pada yang demikian itu terdapat pelajaran
bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan. (Ali Imran/3: 13).”
لا تدركه الابصار وهو يدرك الابصار
وهو اللطيف الخبير ()
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia
melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus, Maha Teliti. (Al-An’am/6: 103).”
افلم يسيروا في الارض فتكون لهم قلوب
يعقلون بها او اذان يسمعون بها فانها لا تعمى الابصار ولكن تعمى القلوب اللتي في
الصدور ()
“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati
(akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan
mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Al-Hajj/22: 46)"
Berdasarkan penelusuran terhadap
ayat-ayat Al-Qur`an yang memiliki kosa kata al-sam’ dan al-absar
dapat dijelaskan bahwa kemampuan mendengar karena manusia diberikan alat berupa
telinga (uzun) dan kemampuan melihat karena manusia diberikan alat
berupa mata (‘ain). Mata, yang memiliki kemampuan melihat, bisa saja
tidak memberi manusia pengetahuan, oleh karena qalbu-nya tidak paham
(buta). Sesuatu yang jelas terlihat bahwa bagi Al-Qur`an, al-sam’ dan al-basr
adalah aktifitas.
c. Hati (Fuad)
Kata fu`ad dan yang seakar
kata dengannya tersebar dalam 16 ayat. Semuanya dalam bentuk kata benda, yakni al-fu`ad
dan al-af`idah. Mahmud Yunus mengartikannya sebagai hati atau akal.
Kedua kata ini seakar dengan fā`idah (jamak: fawā`id) artinya
faedah atau guna. Makna yang dapat ditarik dari penggunaan Al-Qur’an terhadap
kata al-fu`ad dan al-af`idah adalah bahwa al-fu`ad
memiliki fungsi akal (memahami, mengerti), sama dengan al-qalb. Dalam
surat Yusuf/12: 120 disebutkan:
و كلا نقص عليك من انباء الرسل ما
نثبت به فؤادك وجاءك في هذه الحق و موعظة و ذكرى للمؤمنين ()
“Dan semua kisah-kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu
(Muhammad),
agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu; dan di dalamnya telah diberikan
kepadamu (segala) kebenaran, nasihat dan peringatan bagi orang yang beriman.”
Secara tekstual, Allah menceritakan,
yang bermakna Nabi Saw mendengarkan kisah-kisah Rasul terdahulu. Lalu dengan
kisah-kisah itu menjadi kuat fu`ad (hati) Nabi. Dengan al-fu’ad
itu berarti Nabi mendapatkan makna atau hikmah sejarah.
Dalam ayat lain disebutkan:
و اصبح فؤاد ام موسى فرغا ان كادت
لتبدي به لولا ان ربطنا على قلبها لتكون من المؤمنين ()
“Dan hati ibu Musa menjadi kosong. Sungguh hampir saja dia
menyatakan (rahasia tentang Musa), seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, agar
dia termasuk orang-orang yang beriman (kepada janji Allah)”.
Makna al-fuad dalam ayat
terakhir juga sama dengan makna al-fuad pada ayat sebelumnya. Makna yang
sama juga dinyatakan oleh Allah ketika menjelaskan bahwa hati Nabi Saw tidak
mendustakan apa yang ia lihat oleh beliau ketika Jibril mendekat kepadanya
untuk menyampaikan wahyu.(An-Najm/53: 1-19). Berdasarkan ayat-ayat di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa al-fu`ad merupakan sentral dan pengendali
bagi aktifitas al-‘aql dan al-qalb dalam menetapkan pengetahuan
yang benar, baik dan berguna bagi manusia.
Secara umum, bagi Al-Qur`an indera
dalam dan luar manusia seperti al-‘aql, al-qalb, al-fu’ad, al-sam’, al-absar
adalah alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dan obyek pengetahuan adalah
ayat-ayat Allah baik yang qauliyah/tanziliyah maupun yang kauniyah. Berbeda
sekali dengan perspektif Barat yang memandang bahwa akal dan indera sebagai
fakultas yang memberi manusia pengetahuan. Hemat penulis, Barat berpandangan
demikian karena hirarki pengetahuan mereka hanya berhenti pada tataran
empirikal. Asumsi-asumsi teologis-metafisik telah terputus dari epistemologi keilmuan
Barat, sejalan dengan pandangan humanis mereka yang sekular-ateistik.
0 komentar:
Posting Komentar