BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak manusia dilahirkan di dunia ini, secara
sadar maupun tidak, sesungguhnya ia telah belajar dan berkenalan dengan
hubungan-hubungan social yaitu hubungan antara manusia dalam masyarakat.
Hubungan sosial out dimulai dari hubungan antara anak dengan orang tua kemudian
meluas hingga ketetangga ( Abdul Syari, 1995:12).
Dalam hubungan sosial tersebut terjadilah
proses pengenalan dan proses pengenalan tersebut mencakup berbagai budaya,
nilai, norma dan tanggung jawab manusia, sehingga dapat tercipta corak
kehidupan masyarakat yang berbeda-beda dengan masalah yang berbeda pula.
Sosiologi ini dicetuskan oleh Aguste Comte maka
dari itu dia dikenal sebagai bapak sosiologi, ia lahir di Montpellier tahun
1798. ia merupakan seorang penulis kebanyakan konsep, prinsip dan metode yang
sekarang dipakai dalam sosiologi berasal dari Comte. Comte membagikan sosiologi
atas statika social dan dinamika social dan sosiologi mempunyai cirri-ciri
sebagai berikut:
1.
Bersifat
empiris yaitu didsarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak
bersifat spekulatif.
2.
Bersifat
teoritis yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dan hasil observasi.
3.
Bersifat
kumulatif yaitu teori-teori sosiologi dibentuk berdasarkan teori yang ada
kemudian diperbaiki, diperluas dan diperhalus.
4.
Bersifat
nenotis yaitu tidak mempersoalkan baik buruk suatu fakta tertentu tetapi untuk
menjelaskan fakta tersebut.
Comte mengatakan bahwa tiap-tiap cabang ilmu
pengetahuan manusia mesti melalui tiga tahapan perkembangan teori secara
berturut-turut yaitu keagamaan atau khayalan, metafisika atau abstrak dan
saintifik atau positif ( Soekadijo, 1989:4 ).
Setelah selesai perang dunia II, perkembangan masyarakat berubah secara drastis
dimana masyarakat dunia mengingnkan adanya perubahan dalam menyahuti
perkembangan dan kebutuhan baru terhadap penyesuaian perilaku lembaga
pendidikan. Oleh karena itu disiplin sosiologi pendidikan yang sempat tenggelam
dimunculkan kembali sebagai bagian dari ilmu-ilmu penting dilembaga pendidikan
( Muhyi Batu bara, 2004:5 ).
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah perkembangan sosiologi klasik, modern serta islam
?
2.
Apa saja aliran-aliran dalam sosiologi ?
C.
Tujuan penelitian
1. Untuk
mengetahui sejarah perkembangan sosiologi klasik, modern serta islam
2. Untuk
mengetahui aliran-aliran dalam sosiologi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Menurut berger dan berger pemikiran
sosiologi berkembang manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal yang
hal yang selama ini dianggap sebagai hal yang memang seharusnya demikian ,
benar, nyata menghadapi apa yang oleh berger dan berger disebut threats to the
taken for granted the world (lihat berger dan berger, 1981: 30). Manakala hal
yang selama ini menjadi pegangan manusia mengalami krisi, maka mulailah orang
melakukan renungan sosiologi.
Menurut marx perkembangan pembagian
kerja dalam kapitalisme menumbuhkan kelas berbeda: kelas yang terdiri atas
orang yang menguasai alat produksi, yang dinamakan kaum bourgeoisie, yang
mengksploitasikelas yang terdiri atas produksi, yaitu kaum proletar. Menurut
marx pada suatu saat kaum proletar akan menyadari kepentingan bersama mereka
sehingga bersatu dan memberontak, dan dalam konflik yang kemudian berlangsung
yang dinamakan perjuangan kelas, kaum bourgeoisie akan dikalahkan. Marx
meramalkan kaum proleter akan mendirikan masyarakat tanpa kelas.
L. Laeyendecker pun mengaitkan kelahiran sosiologi dengan
serangkaian perubahan berjangka panjang melanda Eropa Barat di Abad
pertengahan. Proses perubahan jangka panjang yang diidentifikasi laeyendecker
ialah:
1.
tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15,
2.
perubahan di bidang social dan politik
3.
perubahan berkenaan dengan reformasi martin luther,
4.
meningkatnya individualisme,
5.
lahirnya ilmu pengetahuan modern,
6.
berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri
Nama “sosiologi” memang merupakan
hasil ciptaan comte suatu gabungan antara kata romawi socius dan kata yunani
logos. Coser (1977) mengisahkan bahwa comte semula bermaksud memberikan nama
social physics bagi ilmu yang akan diciptakannya itu, namun kemudian
mengurungkan niatnya karena istilah tersebut telah digunakan oleh seorang tokoh
lain.
A.
Perkembangan Sosiologi
1.
Perkembangan Sosiologi Klasik
a.
Sebab munculnya sosiologi
Menurut berger dan berger pemikiran sosiologi
berkembang manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal yang hal yang
selama ini dianggap sebagai hal yang memang seharusnya demikian , benar, nyata
menghadapi apa yang oleh berger dan berger disebut threats to the taken for
granted the world (lihat berger dan berger, 1981: 30). Manakala hal yang selama
ini menjadi pegangan manusia mengalami krisi, maka mulailah orang melakukan
renungan sosiologi.[1]
Salah satu hal yang menurut berger
dianggap sebaga ancaman ialah diintegrasi kesatuan masyarakat abad pertengahan,
khususnya disintegrasi dalam agama kristen.
L. Laeyendecker pun mengaitkan kelahiran sosiologi dengan
serangkaian perubahan berjangka panjang melanda Eropa Barat di Abad
pertengahan. Proses perubahan jangka panjang yang diidentifikasi laeyendecker
ialah:
1)
tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15,
2)
perubahan di bidang social dan politik,
3)
perubahan berkenaan dengan reformasi martin luther,
4)
meningkatnya individualisme,
5)
lahirnya ilmu pengetahuan modern,
6)
berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri.[2]
Berbagai proses perubahan social
berjangka panjang yang dijabarkan
laenyendecker dan ritzer itulah “ancaman terhadap tatanan social” (threats to
the taken-for-granted world) yang telah begitu menggoncang masyarakat dan
seakan membanngunkannya setelah terlena beberapa abad. Factor ini merupakan
penyebab utama mengapa pemikiran sosiologi mulai berkembang secara serentak di
beberapa negara di Eropa-Inggris, Prancis, Jerman-dalam kurun waktu yang hampir
bersamaan, yaitu pada akhir abad kedelapan belas dan awal abad kesembilan
belas.
b.
Para Perintis Sosiologi
1)
Auguste Comte (1798-1857)
Dalam sosiologi, tokoh yang sering
di anggap sebagai bapak ialah Auguste Comte, seorang ahli filsafat dari
prancis. Namun mengenai hal ini pun tidak ada kesepakatan ; Reiss, Jr. (1968),
misalnya, berpendapat bahwa comte lebih tepat dianggap sebagai godfather (wali)
dari pada progenitor (leluhur) sosiologi karena sumbangan comte terbatas pada
pemberian nama dan suatu filsafat yang membantu perkembangan sosiologi.
Nama “sosiologi” memang merupakan
hasil ciptaan comte suatu gabungan antara kata romawi socius dan kata yunani
logos. Coser (1977) mengisahkan bahwa comte semula bermaksud memberikan nama
social physics bagi ilmu yang akan diciptakannya itu, namun kemudian
mengurungkan niatnya karena istilah tersebut telah digunakan oleh seorang tokoh
lain.
Salah satu sumbangan penting lain
bagi sosiologi, sebagaimana telah diungkapkan reiss ialah suatu filsafat yang
mendorong perkembangan sosiologi.
Pemikiran ini diutarakan comte dalam bukunya “hukum kemajuan manusia”
atau “hukum jenjang tiga” menurut pandangan ini, sejarah manusia akan melewati
tiga jenjang yang mendaki: jenjang teologi, jenjang matefisika, dan jenjang
positif.
Karena memperkenalkan metode positif
ini, maka comte dianggap sebagai perintis positivism. Ciri metode positif ialah
bahwa objek yang dikaji harus berupa fakta, dan bahwa kajian harus bermanfaat
serta mengarah ke kepastian dan kecermatan. Saran yang menurut comte dapat
digunakan untuk melakukan kajian ialah (1) pengamatan, (2) perbandingan, (3)
eksperimen, atau (4) metode historis.[3]
Comte berpendapat bahwa sosiologi
harus menggunakan metode positif karena, dalam pandangannya, sosiologi
merupakan ilmu yang sama ilmiahnya dengan ilmu pengetahuan alam yang
mendahuluinya. Menurut hematnya kagiatan kajian sosiologi yang tidak
menggunakan metode pengamatan, perbandingan eksperimen atau historis bukanlah
kajian ilmiah melainkan hanya renungan
atau khayalan belaka.
Sumbangan pikiran penting lain yang
diberikan comte ialah pembagian sosiologi kedalam bagian besar : statistika
social (kajian terhadap tatanan social) dan dinamika social (kajian terhadap
kemajuan dan perubahan sosial). Statika mewakili stabilitas, sedangkan dinamika
mewakili perubahan. Dengan memakai analogi dari biologi, comte menyatakan bahwa
hubungan antara statika social dengan dinamika social dapat disamakan dengan
hubungan antara anatomi dan fisiologi.
2)
Karl marx (1818-1883)
Karl marx lahir di Trier, Jerman
pada tahun 1818 dari keluarga kalangan rohaniwan yahudi. Marx lebih dikenal
sebagai tokoh sejarah ekonomi, ahli filsafat , dan aktivis yang mengembangkan
teori tentang sosialisme yang kemudian dikenal dengan Marxisme dari pada
seorang perintis sosiologi.
Sumbangan marx bagi sosiologi
terletak pada teorinya mengenai social. Menurut marx perkembangan pembagian
kerja dalam kapitalisme menumbuhkan kelas berbeda: kelas yang terdiri atas
orang yang menguasai alat produksi, yang dinamakan kaum bourgeoisie, yang
mengksploitasikelas yang terdiri atas produksi, yaitu kaum proletar. Menurut
marx pada suatu saat kaum proletar akan menyadari kepentingan bersama mereka
sehingga bersatu dan memberontak, dan dalam konflik yang kemudian berlangsung
yang dinamakan perjuangan kelas, kaum bourgeoisie akan dikalahkan. Marx
meramalkan kaum proleter akan mendirikan masyarakat tanpa kelas.[4]
Meskipun ramalan marx tidak pernah
terwujud namun pemikiran marx mengenai stratifikasi social dan konflik tetap
berpengaruh terhadap sejumlah besar ahli sosiologi. Sebagaimana halnya dengan
para tokoh sosiologi lainnya, sebagaimana kita lihat, pemikiran marx diarahkan
pada perubahan social besar yang melanda eropa barat sebagai dampak
perkembangan pembagian kerja, khususnya yang terkait dengan kapitalisme.
3)
Emile Durkhiem
Buku The Divison of Labor in Society (1968) merupakan suatu
upaya durkhiem untuk mengkaji suatu gejala yang sedang melanda masyarakat :
pembagian kerja. Dukhiem mengemukakan dahwa dibidang perekonomian seperti
dibidang industri modern terjadi penggunaan mesin serta konsentrasi modal dan
tenaga kerja yang mengakibatkan pembagian kerja dalam bentuk spesialisasi dan
pemisahan okupasi yang semakin rinci. Gejala pembagian kerja tersebut dijumpai
pula di bidang perniagaan dan pertanian, dan tidak terbatas pada bidang ekonomi
saja tapi melanda pula di bidang-bidang kehidupan lain: hukum, politik,
kesenian, dan bahkan juga keluarga.
Nama “sosiologi” memang merupakan
hasil ciptaan comte suatu gabungan antara kata romawi socius dan kata yunani
logos. Coser (1977) mengisahkan bahwa comte semula bermaksud memberikan nama
social physics bagi ilmu yang akan diciptakannya itu, namun kemudian
mengurungkan niatnya karena istilah tersebut telah digunakan oleh seorang tokoh
lain.[5]
Pada masyarakat seperti ini belum
tardapat pembagian kerja yang berarti: apa yang dapat dilakukan oleh seorang
anggota masyarakat boiasanya bisa dilakukan pula oleh orang lain. Dengan
demikian tidak terdapat kesalingtergantungan antara kelompok berbeda, karena
masing-masing kelmompok dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan masing-masing
kelompok pun terpisah satu dengan yang lain.
Lambat laun pembagian kerja dalam
masyarakatvproses yang sekarang dinamakan diferensiasi, spesialisasi semakin
berkembang sehingga solidaritas mekanik berubah menjadi solidaritas organik.
Pada masyarakat dengan solidaritas organic masing-masing anggota masyarakat
tidak lagi dapat memenuhi kebutuhannya sendiri melainkan ditandai oleh
kesalingtergantungan yang besar dengan orang atau kelompok lain. Solidaritas
organic merupakan suatu sisitem terpadu yang terdiri atas bagian yang saling
tergantung laksana bagian suatu organisme biologi. Berbeda dengan solidaritas
mekanik yang didasarkan hati nurani kolektif maka solidaritas organic
didasarkan pada hukum dan akal.
Durkhiem menawarkan definisi
sosiologi, bidang yang harus dipelari sosiologi yaitu fakta social “fakta yang
berisikan cara bertindak, berpikir dan yang mengendalikan individu trsebut”.
Untuk memperjelas definisi ini durkhiem mengemukakan bahwa fakta social adalah
“setiap cara bertindak , yang telah baku atau tidak, yang dapat melakukan
pemaksaan dari luar terhadap individu”.. fakta social tersebut mengendalikan
dan dapat memaksa individu, karena bilamana individu melanggarnya ia terkena
sanksi.[6]
Buku suicide (1968) merupakan upaya
durkhiem untuk menerapkan metode yang elah dirintisnya untuk menjelaskan factor
social yang mejadi penyebab terjadinya fakta social yang kongkret, yaitu bunuh
diri.
Kalau comte dan ahli sosiologi lain
yang mengikutinya membagi sosiologi menjadi statistika social dan dinamika
social, maka dalam majalah L’annee sociologique Durkhiem dan
kawan-kawannya memperkenalkan pembagian-pembagian lain. Berdasarkan pokok
bahasannya, sosiologi mereka klasifikan menjadi bagian yang terdiri atas
sosiologi umum, sosiologi agama , sosiologi ekonomi, morfologi social, dan
sejmlah pokok bahasan yang ,mencakup sosiologi estetika, teknologi, bahasa, dan
perang.
4)
Max Weber (1864-1920)
Weber merupakan seorang ilmuan yang
snagat produktif dan menulis sejumlah buku dan makalah. Salah satu bukunya yang
terkenal ialah The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1904). Dalam
buku ini ia mengemukakan tesisnya yang terkenal mengenai keterkaitan antara
etika protestan dengan munculnya kapitalisme di eropa barat. Menurut Weber
muncul dari berkembangnya kapitalisme di eropa barat berlangsung secara
bersamaan dengan berkembangan sekte kalvinisme dalam agama protestan. Argument
weber adalah sebagai berikut: ajarkan kalvnisme mengharuskan umatnya untuk
menjadikan dunia tempat yang makmur, sesuatu yang hanya dapat dicapai dengan
kerja keras. Karena umat kalvinis bekerja keras, antara lain dengan harapan
bahwa kemakmuran merupakan tanda baik yang mereka harapan dapat menuntun mereka
kea rah surga, maka mereka pun menjadi makmur.
Namun keuntungan yang mereka peroleh
melalui kerja keras ini tidak dapat digunakan untuk berfoya-foya atau bentuk
konsumsi berlebihan lain, karena ajaran kalvinisme mewajibkan hidup sederhana
dan melarang segala bentuk kemewahan dan foya-foya. Sebagai akibat yang tidak
direncanakan dari perangkat ajaran kalvinisme ini, maka para penganut agama ini
menjadi semakin makmur karena keuntungan yang mereka peroleh dari hasil usaha
tidak dikonsumsikan melainkan ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Melalui
cara inilah, menurut weber kapitalisme di eropa barat berkembang.
Sumbangan weber yang tidak kalah
pentingnya ialah kajiannya mengenai konsep dasar sosiologi. Dalam urian ini
weber menyebutkan pula bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami
tindakan social. Ini tampak dari definisi berikut ini “sociology … is a science
which attempts the interpretive understanding of social action in order thereby
to arrive at a causal explanation of its course and effect (Weber, 1964:88).[7]
Arti penting tulisan ini ialah bahwa
dikemudian hari tulisan ini menjadi acuan bagi dikembangkannya teori sosiologi
yang membahas interaksi social. Namun yang perlu dikemukakan disini ialah bahwa
pendekatan sosiologi yang diusulkan weber dalam tulisan ini ternyata tidak
menjadi tuntunan baginya untuk melihat masyarakat.
Dari uraian ini Nampak bahwa salah
satu sumbangan weber bagi sosiologi di samping sumbangan pemikirannya berupa
usaha menjelaskan proses perubahan jangka panjang yang melanda Eropa Barat
ialah usahanya untuk mendefinisikan dan menjabarkan pokok bahasan sosiologi.
2.
Perkembangan sosiologi modern
Sosiologi
modern tumbuh pesat di benua Amerika tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada.
Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi
muncul pertama kalinya).
Pada
permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara.
Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota
industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak
sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.
Perubahan
masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai
pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi yang lama di Eropa tidak relevan
lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi
masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.
Berkebalikan
dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih
sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat
dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan
fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara
menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research)
dalam sosiologi, dan dalam sosiologi modern ini lebih memunculkan rincian
tentang teori-teori dalam konteks lebih luas.
a. Teori
Sosiologi Modern
Manusia
adalah masyarakat dalam bentuk miniatur. Ketika dia berkomunikasi dengan dirinya
sendiri, dia bisa menjadi subyek dan sekaligus obyek. Dalam komunikasi itu
pula, manusia berpikir, menunjuk segala sesuatu, menginterpretasikan situasi,
dan berkomunikasi dengan dirinya sendiri dengan cara-cara berbeda.
Berpikir
berarti berbicara kepada diri sendiri, sama seperti cara kita berbicara dengan
orang lain. Percakapan dengan diri sendiri sebagian besar dilakukan dengan
diam. Tanpa diri sendiri, manusia tidak akan mampu berkomunikasi dengan orang
lain, sebab hanya dengan itu, maka komunikasi efektif dengan orang lain bisa
terjadi.
1)
Kekuatan
sosial yang berperan dalam perkembangan teori sosiologi
Semua bidang
intelektual dibentuk setingan sosialnya. Hal ini terutama berlaku untuk
sosiologi, yang tak hanya berasal dari kondisi sosialnya, tetapi juga
menjadikan lingkungan sosialnya sebagai basis masalah pokoknya.beberapa
pemusatan terhadap kondisi sosial terpenting di abad 19 dan awal abad 20
yang sangat signifikan dalam perkembangan sosiologi modern.
Revolusi
politik, industri dan kemunculan kaum kapitalis. Revolusi ini dihantarkan oleh revolusi perancis 1789 dan
revolusi yang belangsung sepnjang abad 19 merupakan faktor yang paling besar
perannya dalam perkembangan sosiologi.[8]
Akibat revolusi ini terjadi perubahan yang dahsyat pada masyarakat terutama
masalah dampak negatifnya yang mengundang keperihatinanan dari para ilmuan,
olehkarena itu para pemikir mencoba untuk menemukan tatanan baru dalam
masyarakt yang telah berubah oleh revolusi politik. Perhatian ini menjadi salah
satu perhatian utama teoritis sosiologi klasik terutama Comte dan Durkhem.
Kemudian
revolusi politik dan revolusi industri melanda eropa pada abad 19 dan 20
merupakan factor yang meunculkan teori sosiologi.[9]
Dalam revolusi ini banyak merubah pola masyarakat dari corak pertanian menjadi
industri karena mereka mendapatkan tawaran dari pihak industri. Birokrasi
ekonomi muncul dalam skala besar yang memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh
indusri dan sistem ekonomi kapitalis. Akibat dari sistem kapitalis ini adanya
pihak-pihak lain yang diuntungkan sehingga menyebabkan terjadinya benrok antara
kaum industri dan kaum kapitalis dan reaksi penentang ini di ikutu dengan
ladakan gaerakan buruh dan berbagai radikal lain yang bertujuan untuk
menghancurkan sistem kapitalis.
Sosialisme adalah
sebuah istilah yang bertujuan unutk menghancurkan serta menanggulangi ekses
industi dan kapitalis terutama Marx. Disamping itu juga Weber dan Durkhem
menentang sosialisme seperti kata Marx, karena menurut mereka daripada
melakukan reformasi social dalam system kapitalisme lebih melakukan revolusi
social.
Finanisme Dimana
perempuan disubordinasikan hamper dimana saja mereka mengakui dan memprotes
situasi itu dalam berbagai bentuk, mereka menuntut mobilisasi masif untuk hak
pilih perempuan dan reformasi undang-undang dan kewarganegaraan dan
industrialdi awal abad 20 di amerika Srikat. Hal ini sangat mempengaruhi
perkembangan sosiologi khususnya pada sejumlah karya perempuan, dimna
karya-karya mereka sering kali terdesak kepinggiran dan disubordinasikan, atau
di remehkan oleh lelaki yang menyusun sosiologi sebagai basis kekuatan
professional.
Urbanisasi Akibat
revolusi industri banyak sekali orang di pedesaan bepindah kelingkungan urban
hal ini dikarenakan adanya lapangan pekerjaan yang diciptakan industri di
kawasan urban. Akibat dari migrasi ini menimbulkan berbagai persoalan seperti
kepadatan yang berlebihan, kebusingan, kepadatan lalu lintas dll, hal ini
menarik perhatian sosiologi awal terutama Weber dan george Sammel.
Perubahan
keagamaan, urbaniskanasi membawa pengaruh besar terhadap religius karena mereka
ingin meningkatkan taraf hidup manusia, mereka ingin orang seperti comte
sosiologi ditransformasikan kedalam agama. Menurut yang lainnya terori
sosiologi mereka mengandung nilai kegamaan yang tak mungkin keliru.
Pertumbuhan
ilmu pengetahuan, ketika sosiologi dibangun, minat terhadap ilmu pengetahuan
(science) memberikan prestasi yang cukup besar. Diantaranya yang sukses adalah
bidang fisika, biologi, dan kimia sehingga mendapat terhormat dalam masyarakat.
Para sosiologi awal terutama Comte dan Durkhem semula telah berkecimpung dalam
sains itu dan banyak menginginkan agar sosiologi dapat meniru kesuksesan,
tetapi hal menjadi bahan perdebatan karena sains berpendapat bahwa cirri-ciri
kehidupan social yang sangat berbeda dengan cirri-ciri objek studi sains yang
akan menimbulkan kesukaran apabila mencontoh studi sains secara utuh.[10]
2) Kekuatan intelektual dan kemunculan teori sosiologi
Dalam hal
ini adalah tentang kekuatan intelektual yang beperan sentral dalam membentuk
teori sosiologi. Berbagai kekuatan intelektual yang menentukan perkembangan
teori sosiologi akan dibahas dalam konteks nasional karena dalam kehidupan
nasional itulah pengaruhnya terutama dirasakan.
a) Abad
pencerahan
Pencerahan
adlah sebuah periode perkembangan intelektual dan pembahasan pemikiran filsafat
yang luar biasa. Sejumlah gagasan dan keyakinan lama kebanyakan berkaitan
dengan kehidupan social dibuang dan diganti selama periode pencerahan. Pemikir
yang paling terkemuka adalah Charle Montesqueu (1689-1755) dan Jean Jacques
Rousseu. Pemikir yang berhubugan dengan pencerahan terutama dipengaruhi dua
arus, yakni sains dan filsafat. Msa era pencerahan lebih menekankan pada reaksi
konservatifis dan romantis terhadap pertumbuhan teori sosiologi.
b) Reksi
konservatif terhadap pencerahan
Sosiologi
perancis bersifat rasional, empiris, ilmiah, dan berorientasi perubahan, tetap
tidak sebelum dibentuk oleh seperangkat gagasan yang dikembankan sebagai reaksi
dari pencerahan. Ideology menentang premis moderenisasi dapat menemukan
sentiment antimodernisasi dalam kritik pencerahan. Bentuk oposisi paling
ekstrim terhadap gagasan pencerahan berasal dari pilosofi kontra revosioner
katolik perancis seperti tampak pad aide-ide Louis de Bonald (1754-1840) dan Joseph
de Maistre (1753-1821). Zeltin telah menguraikan 10 proposisi yang muncul dari
reaksi konservatif dan menyediakan basis bagi perkembangan teori sosiologi
perancis klasik.
Ø sebagian
pemikiran pencerahan cendrung menekankan pada individu, sedangkan reksi
konservatif mengarahkan perhatian pada sosiologi umum dan menekankan pada
masyarakat dan fenomena.
Ø masyarakat
adalah unit analisi terpenting masyarakat dipandang lebih penting ketimbang
individu.
Ø individu
bahkan tidak dilihat sebagai unsur yang paling mendalammasyarakat, karena
masyarakat terdiri dari komponen seperti pern, posisi, hubungan dll.
Ø bagian-bagian
masyarakat dianggap saling berhubungan dan saling ketergantungan.
Ø perubahan
dipandang bukan hanya sebagai ancaman terhadap masyarakat dan terhadap komponennya,
tetapi juga terhadap invidu dan masyarakat.
Ø kecendrungan
umum adalah melihat berbagai komponen masyarakat berskala luas sebagai komponen
yang berguna, baik bagi masyarakat maupuan bagi individu yang menjadi
anggotannya.
Ø unit-unit
kecil seperti kelompok keluarga, tetangga, keompok kagamaan dan mata
pencaharian dipandang penting bagi individu yang menjadi anggotannya.
Ø ada
kecendrungan memandang berbagai perubahan social modern seperti
industrialisasi, urbanisasi dan birokrasi dapat menimbulkan kekacauan tatanan.
Ø sementara
kebanyakan perubahan menakutkan itu mengarah pada kehidupan masyarakat yang
lebih rasional.
Ø pemikir
konservatif mendukung keberadaan system hirarkis dalam masyarakat.[11]
3. sejarah Perkembangan Sosiologi Islam
Ibnu
Khaldun mencetus pemikiran baru apabila menyatakan sistem sosial manusia
berubah mengikut kemampuannya berfikir, keadaan muka bumi persekitaran mereka,
pengaruh iklim, makanan, emosi serta jiwa manusia itu sendiri.[12]
Beliau
juga berpendapat institusi masyarakat berkembang mengikut tahapnya dengan
tertib bermula dengan tahap primitif, pemilikan, diikuti tahap peradaban dan
kemakmuran sebelum tahap kemunduran. Pandangan Ibnu
Khaldun dikagumi tokoh sejarah berketurunan Yahudi, Prof Emeritus Dr Bernerd
Lewis yang menyifatkan tokoh ilmuwan itu sebagai ahli sejarah Arab yang hebat
pada zaman pertengahan.
Felo
Amat Utama Akademik Institut Antarabangsa Pemikiran dan Ketamadunan (Istac),
Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM), Muhammad Uthman El-Muhammady
pula melihat pendekatan Ibnu Khaldun secara sejagat.Dilahirkan di Tunisia,
keluarga Ibnu Khaldun sebenarnya berasal dari wilayah Seville, Sepanyol, ketika
dalam pemerintahan Islam.
Ketika
zaman kanak-kanak, beliau mempelajari al-Quran dari pada orang tuanya sebelum
melanjutkan pengajian ke peringkat tinggi sambil dibantu sejarawan dan ulama
Tunisia serta Sepanyol.Pada 1375, beliau berhijrah ke Granada, Sepanyol kerana
mahu melarikan diri daripada kerajaan di Afrika Utara. Bagaimanapun, keadaan politik Granada tidak
stabil, lantas mendorong beliau untuk merantau ke Aljazair (bahagian utara
Semenanjung Tanah Arab). Di sini, beliau tinggal di kampung kecil iaitu Qalat
Ibnu Salama.
Di
situ juga beliau menghasilkan beberapa karya terkenal termasuk al Ibar Wa Diwan
al-Mubtad Wa al-Khabar. Kitab ini mengandungi enam jilid dan paling terkenal,
kitab Mukaddimah. Sehingga kini
kitab itu menjadi rujukan umat Islam, khususnya dalam ilmu kajian sosial,
politik, falsafah dan sejarah. Kitab
Mukaddimah menghuraikan beberapa peristiwa dalam kehidupan masyarakat, proses
pembentukan negara, faktor kemajuan serta kemunduran, selain menerangkan
beberapa perkara yang berkaitan bidang perniagaan, perindustrian dan pertanian.
Karya
Ibnu Khaldun yang menakjubkan itu membolehkan beliau digelar sebagai
Prolegomena atau pengenalan kepada pelbagai ilmu perkembangan kehidupan manusia
di kalangan ilmuwan Barat. Pada itu, Ibnu
Khaldun mengutarakan pandangannya bagi memperbaiki kesilapan dalam kehidupan
menjadikan karya beliau seumpama ensiklopedia yang mengisahkan pelbagai perkara
dalam kehidupan sosial manusia. Kajian yang
dilakukan Ibnu Khaldun bukan hanya mencakupi kisah kehidupan masyarakat ketika
itu, malah merangkumi sejarah umat terdahulu.
Selain
sebagai ilmuwan dalam bidang sosial, Ibnu Khaldun, mampu mentadbir dengan baik
apabila dilantik sebagai kadi ketika menetap di Mesir. Kebijaksanaannya mendorong Sultan Burquq iaitu
Sultan Mesir ketika itu memberi gelaran Waliyuddin kepada Ibnu Khaldun.
Ibnu
Khaldun juga memajukan konsep ekonomi, perdagangan, kebebasan dan terkenal
kerana hasil kerjanya dalam bidang sosiologi, astronomi, numerologi, kimia
serta sejarah. Beliau
membangunkan idea bahawa tugas kerajaan hanya terhad kepada mempertahankan
rakyatnya daripada keganasan, melindungi harta persendirian, menghalang
penipuan dalam perdagangan dan menguruskan penghasilan uang. Pemerintah juga melaksanakan kepemimpinan
politik bijaksana dengan perpaduan sosial dan kuasa tanpa paksaan.
Dari
segi ekonomi, Ibn Khaldun memajukan teori nilai dan hubung kaitnya dengan
tenaga buruh, memperkenalkan pembahagian tenaga kerja, menyokong pasaran
terbuka, menyedari kesan dinamik permintaan dan bekalan ke atas harga dan
keuntungan. Beliau turut
menyokong perdagangan bebas dengan orang asing, dan percaya kepada kebebasan
memilih bagi membenarkan rakyat bekerja keras untuk diri mereka sendiri. Wacana atau pemikiran Ibnu Khaldun turut
diterjemah ke dalam kehidupan masyarakat moden yang mahu mengimbangi
pembangunan fizikal dan spiritual seperti Malaysia yang sedang menuju status
negara maju.
Secara
teorinya, ilmu itu dikaitkan dengan soal manusia dalam masyarakat dan ahli
sosiologi berharap ilmu berkenan dapat menjalinkan perpaduan serta membentuk
penawar kepada krisis moral yang dihadapi masyarakat hari ini. Istilah sosiologi walaupun dicipta tokoh
kelahiran Perancis abad ke-19, Aguste Comte, kajian mengenai kehidupan sosial
manusia sudah dihurai oleh Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqaddimah, 500 tahun
lebih awal, pada usianya 36 tahun.[13]
B.
Aliran-aliran
Sosiologi
1.
Struktur
Fungsional
Durkheim
mengemukakan bahwa ikatan solidaritas mekanik yang dijumpai pada masyarakat
yang masih sederhana, laksana kohesi antara orang hidup. Pernyataan seperti ini
mencerminkan penganutan analogi organic , aggapan mengenai adanya persamaan tertentu
antara organisme biologis dengan masyarakat. Analogi organic merupakan suatu
cara memandang masyarakat yang banyak kta jumpai dikalangan penganut teori
fungsionalisme. Gambaran yang disajikan Dahrendrof mengenai pokok teori
fungsionalisme adalah setiap masyarakat merupakan suatu struktur unsure yang
relative gigih dan stabil, mempunyai struktur unsure yang terintegrasi denga
baik, setiap unsure dalam masyarakat mempunayai fungsi, memberikan sumbangan
pada terpeliharanya masyarakat sebagai suatu sistem ,dan setiap struktur sosial
yang berfungsi didasarkan pada consensus mengenai nilai dikalangan para
anggotanya.
Auguste comte teori yang dikenal
dengan berbagai nama seperi teori struktur fungsi, fungsionalisme dan
fungsionalisme structural merupakan teori yang tertua danhingga kini paling
luas pengaruhnya. Tokoh awal teori ini ialah bapak sosiologi Auguste Comte.
Sumbangan utama Comte bagi sosiologi yaitu positivisme, pembagian antara
statika sosisal dan dinamika sosial, dan organism menampilkan keterkaitan.Turner
mengemukakan bahwa Comte merupaka perintis pendekatan positivism yang memakia
metode ilmiah uneuk mengumpulkan data empiris.
Untuk mendukung
pandanganya bahwa sosiologi merupakan suatu ilmu, Comte meminjam alih konsep
dari ilmu- ilmu biologi. Oleh sebab itu Tuerner menamakan pendekatan Comte
pendekatan organicism. Dengan menggunakan analogi organism individu untuk
menjelaskan masyarkat , Comte menyamkan struktur keluarga dengan struktur
unsure atau sel , kelas atau kasta dengan jaringan,dan kota atau komun dengan organ. Kajian terhadap organism
sosial ini merupakan studi terhadap statika sosial.
Herbert spencer, positivism dan
organisisme kita jumpai lagi dalam karya ahli sosiologi dari Inggris yaitu
Herbert spencer. Spencer pun melakukan perbandingan antara organism individu
dan organism sosial dan mengamati bahwa sebagaimana halnya dengan organism
biologis, masyarkat pun berkembang secara evalusioner dari bentuk sederhana ke
bentuk kompleks. Dalam proses peningkatan kompleksitas dan deferensiasi ini,
menurut spencer terjadi pula diferensiasi fungsi terjadinya perubahan struktur
disertai dengan perubahan pada fungsi.
Studi sruktur dan fungsi masyarakat
merupakan sebuah masalah sosiologi yang telah menembus karya-karya para pelopor
ilmu sosiologi dan para ahli teori kontemporer. Pendekatan ini memiliki
asal_usul sosiologi dalam karya
penemuannya, yaitu Auguste Comte. Menurut Comte, sosiologi adalah studi tentang
strata social(struktur) dan dinamika social (proses/fungsi). Di dalam membahas
struktur masyarakat, Comte menerima premis bahwa “masyarakat adalah laksana
organisme hidup”,akan tetepi dia tidak benar-benar berusaha untuk mengembangkan
tesis ini. Adalah Herbert Spencer, seorang ahli sosiologi inggris dari
pertengahan abad ke-19, yang membahas berbagai perbedaan dan kesamaan yang
khusus antara system biologis dan system social.
Spencer menegaskan bahwa apa yang
diketengahkannya itu hanyalah merupakan sebuah model atau analogi yang
seharusnya tidak diterima begitu saja. Di dalam system organisme bagian-bagian
tersebut saling terkait dalam suatu hubungan yang sangat dekat seperti itu
tidak begitu jelas terlihat, dengan bagian-bagian yang kadang-kadang sangat
terpisah. Asumsi dasar sosiologi dari pemikiran kaum fungsionalis bermula dari
Comte dan dilanjutkan dalam karya Spencer, ialah bahwa masyarakat dapat dilihat
sebagai suatu system yang terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung
satu sama lain.
Lahirnya fungsionalisme structural
sebagai suatu perspektif yang “berbeda” dalam sosiologi memperoleh dorongan
yang sangat besar lewat karya-karya klasik seorang ahli sosiolog Perancis,
yaitu Emile Durkeim sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas
tersendiri. Keseluruhan tersebut
memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi
oleh bagian-bagian yang menjadi anggotangya agar dalam keadaan normal, tetap
langgeng.bilamana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi dipenuhi maka akan
berkembang suatu keadaan yang bersifat”potologis” sebagai contoh dalam masyarakat
modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang haris dipenuhi. Bilamana
kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi yang keras, maka bagian ini akan
mempengaruhi bagian lain dari system itu dan akhirnya system sebagai
keseluruhan. Suatu depresi yang parah dapat menghancurkan sitem
politik,mengubah system keluarga dan meyebabkan perubahan dalam stuktur agama.[14]
Emile Durkheim .
Durkheim merupakan tokoh sosiologi klasik yang secara rinci membahas konsep
fungsi dan menggunakanya dalam analisis terhadap berbagai pokok pembahasnya.
Dalam bukunya The division of labour in society misalnya selain membahas secara
rinci konsep fungsi dukheim juga membahas fugsi pembagian kerja dalam
masyarakat. Dalam bukunya the rules of the sociological method mengemukakan
bahwa fakta sosial dapat dijelaskan dengan mempelajari fungsinya. Menurut
Durkheim mencari fungsi suatu fakta sosial berarti “ determine whether there is
a correspondence between the fact under consideration and the general needs of
the social organism” contoh yang diberikan Durkheim ialah hukuman, fungsi
hukuman dalam masyarakat adalah untuk tetap memelihara intensitas sentiment
kolektif yang ditimbulkan oleh kejahatan. Tanpa adanya hukuman bagi kejahatan
sentiment tersebut, menurut Durkheim akan segera lenyap.[15] tokoh fungsionalisme
modern, yaitu:
·
Talcot person
Merupakan tokoh sosiologimodern yang
mengembangkan analisis fungsional dan secara sangat rinci menggunakannya dalam
karya – karyanya. Karya pertamanya yang memakai analisi fungsional adalah buku
The social system. Dalam karya berikutnya person secara rinci menguraikan
fungsi berbagai struktur bagi dipertahankanya sitem sosial. Karya pandangan
peson yang terkenal ialah kajian mengenai fungsi struktur bagi dipecahkannya
empat masalah : adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, pemeliharaan pola, dan
pengendalian ketegangan.[16]
·
Robert k. merton
Merupakan tokoh
sosiologi modern yang melakukan rincian lebih lanjut dalam analisis fungsional
dan memperkenalkan konsep fungsi, disfungsi, fungsi laten, dan fungsi manifest.
Pemahaman mengenai berbagai konsep ini perlu, karena menurut merton para tokoh
fungsionalisme sebelumnya hanya menitiberatkan perhatian mereka pada konsep
fungsi saja dan mengabaikan konsep disfungsi dan konsep fumgsi laten.
Model analisa
fungsional Merton merupakan hasil perkembangan pengetahuannya yang menyeluruh
tentang ahli-ahli teori klasik. Dia menggunakan penulis-penulis besar seperti
Max Weber,William I. Thomas dan E. Durkheim sebagai dasar karyanya.Karya awal
Merton sangat dipengaruhi oleh Weber, seperti yang terlihat dalam disertasi
doktoralnya yang menganalisa perkembangan ilmu pada abat ke-17 di Inggris. Di
sini Merton meneliti hubungan antara protestanisme dan perkembangan ilmu, yang
dalam banyak hal sama dengan karya klasik Weber ketika ia menunjukkan kolerasi
antara Etika Protestan dan perkembangan kapitalisme.
Merton telah
menghabiskan karir sosiologisnya dalam mempersiapkan dasar struktur fungsional
untuk karya-karya sosiologis yang lebih awal dan dalam mengajukan model atau
paradigma bagi analisa structural. Dia menolak postulat-postulat fungsionalisme
yang masih mentah, yang menyebarkan paham “kesatuan masyarakat yang
fungsional”, “fungsionalisme universal”, dan “indispensability”. Merton
mengetengahkan konsep disfungsi, serta fungsi manifes dan laten, yang
dirangkainya ke dalam suatu paradigma fungsionalis. Walaupun kedudukan model
ini berada di atas postulat-postulat fungsionalisme yang lebih awal,tetapi
kelemahanya masih tetap ada. Masyarakat dilihat sebagai keseluruhan yang lebih
besar dan berbeda dengan bagian-bagiannya. Individu dilihat dalam kedudukan
abstrak,sebagai pemilik status dan peranan yang merupakan struktur. Konsep
abstrak ini memperbesar tuduhan bahwa paradigma tersebut mustahil untuk diuji.
Merton memulai
analisa fungsionalnya dengan menunjukkan perbendaharaan yang tidak tepat serta
beberapa asumsi atau postulat kabur yang terkandung dalam teori fungsionalisme.
Merton mengeluh terhadap kenyataan bahwa “sebuah istilah terlalu sering
digunakan untuk melambangkan konsep-konsep yang berbeda-beda, seperti halnya
dengan konsep yang sama yang digunakan symbol dari istilah-istilah yang
berbeda” (Merton 1976: 74). Konsep-konsep sosiologi seharusnya memiliki
batasan-batasan yang jelas bilamana
mereka harus berfungsi sebagai bangunan dasar dari proposisi-proposisi
yang dapat diuji. Lebih daripada itu, proposisi-proposisi harus dinyatakan
dengan jelas tanpa berwayuh arti. Model Merton mencoba membuat batasan beberapa
konsep analitis dasar bagi analisa fungsional dan menjelaskan beberapa
ketidakpastian arti yang terdapat di dalam postulat-postulat kaum fungsional.[17]
2. Struktur
Konflik
Gambaran Dahrendrof mengenai asumsi
– asumsi utama teori konflik adalah setiap masyarakat tunduk pada proses
perubahan, perubahan ada dimana – mana, disensus dan konflik terdapat dimana –
mana, setiap unsure masyarakat memberikan sumbangan pada disintegrasi dan
perubahan masyarakat, setiap masyarakat didasarkan pada paksaan beberapa orang
anggota terhadap anggota lain.[18]
·
Tokoh awal : Karl Marx
Teori kelas. Sumbangan marx pada
sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas. Marx berpendapat bahwa sejarah
masyarakat hingga kini adalah sejarah perjuangan kelas. Dengan adanya
kapitalisme terjadi pemisahan tajam antara mereka yang menguasai alat
produksidan mereka yang hanya mempunyai tenaga. Pengembangan kapitalisme
memperuncing kontradiksi antara kedua katagori sosial sehingga pada akhirnya
terjadi konflik diantara kedua kelas. Menurut lamaran marx kaum proletar akan
memenangkan perjuangan kelas ini dan akanmenciptakan masyarakat tanpa kelas dan
tanpa Negara. Dalam kerangka teori marx cara produksi yang terdepat dalam
masyarakat merupakan faktor yang menentukan struktur masyarakat tersebut.
Pandangan ini dituangkan dalam kosepnya mengenai struktur supra selalu
ditentukan oleh struktur infra. Konsep penting lain yang dikembangkan oleh mark
adalah kosep aliansi. Mark melihat bahwa sejarah manusia memperlihatkan
peningkatan penguasaan manusia terhadap lam serta peningkatan aliensi manusia.
·
Tokoh awal : Max Weber
Karya weber sering dikaitkan dengan
teori sosiologi yang berbeda. Uraian weber mengenai tindakan sosial sebagai
pokok perhatian sosiologi dijadiakan dasar bagi penegmbangan teori
interaksionisme simbolik. Weber pun dianggap tokoh yang memberi sumbangan
terhadap fungsionalisme awal namun weber dianggap pula sebagai penganut teori
konflik.
·
Tokoh Modern : Ralf Dahrendrof
Dalam tulisanya mengenai kelas dan
konflik kelas dalam masyarakat industry Ralf dahendrof menolak beberapa
diantara pandangan Marx. Ia mengamati bahwa, berbeda dengan pandangan Marx,
perubahan sosial tidak hanya datang dari dalam tetapi dapat juga dari luar
masyarakat., bahwa perubahan dari dalam masyarakat tidak selalu disebabakan
konflik sosial, dan disamping konflik kelas terdapat pula konflik sosial yang
berbentuk lain. Bahwa konflik tidak selalu menghasilkan revolusi, bahwa
perubahan sosial dapat terjadi tanpa revolusi. Menurut teori konflik dahrendrof
masyarakat terdiri atas organisasi – osrganisasi yang didasarkan pada kekuasaan
( domonasi satu pihak atas pihak lain atas dasar paksaan ) atau wewenang ( domonasi yang diterima dan
diakui oleh pihak yang didominasi ) yang
dinamakanya imperatively coordinated associations ( asosiasi yang didominasi
secara paksa). Karena ke[entingan kedua pihak dalam asosiasi- asosiasi tersebut
berbeda, pihak penguasa berkepentingan untuk mmpertahankan kekuasaan, sedangkan
pihak yang dikuasai berkepentingan untuk mempertahankan kekuasaan. Maka dalam asosiasi akan terjadi polarisasi
dan konflik antar dua kelompok. Keberhasilan kelompok yang dikuasai untuk
memrebut kekuasaan dalam asosiasi akan menghasilkan perubahan sosial. Dengan
demikian konflik menurut dahrndrof, merupakan sumber terjadinya perubahan
sosial.
·
Tokoh modern : Lewis coser
Coser tekenal karena pandangan
konfliknya mem[unyai fungsi positif bagi masyarakat. Ia mengembangkan sejumlah
proposisi mengenai fungsi konflik atas dasar asas yang ditegakkan oleh tokoh
teori konflik lain,georg simmel. Menurut definisi kerja Coser, konflik adalah
perjuangan mengenai nilai serta tuntutan atas status, kekuasaan dan sumber daya
yang bersifat langka dengan maksud menetralakan, mencederai atau melenyapkan
lawan. Kajian Coser terbatas pada fungsi positif dari konflik, yaitu dampak
akibat peningkatan dalam adaptasi hubungan sosial atau kelompok tertentu.
3.
Interaksi
Simbolik
Meskipun
diantara para penganut teori interaksionisme symbol terdapat perbadaan
pandangan, namun Turner mencatat bahwa mereka sepakat mengenai beberapa hal.
Pertama, terdpat kesepakatan bahea manusia merupakan makhluk yang mamapu
menciptakan dan menggunakan symbol. Kedua, manusia memakai symbol untuk saling
berkomunikasi. Ketiga, manusia berkomunikasi melalui pengambilan peran.
Keempat, masyarakat tercipta, bertahan, dan berubah berdasarkan kemampuan
manusia untuk berpikir,mendefinisikan, renungan, dan melakukan evaluasi.[19]
a.
Interaksionisme Simbolik Klasik
Teori yang mengkhususkan pada interaksi sosial
mula- mula bersumber pada pemikiran para tokoh sosiologi klasik dari eropa
seprti Georg simmel dan Max Weber.
·
Georg Simmel
Lahir tahun
1858 di pusat kota Berlin, ayahnya seorang pedagang Yahudi kaya. Simmel
menerima gelar doctor dari Universitas Berlin tahun 1881 dan mulai mengajar di
sana tahun 1885. Selama lima belas tahun dia tetap sebagai dosen-privat
(privatdozent, yakni dosen yang tidak dibayar yang gajinya berdasarkan
pembayaran mahasiswa). Kemudian dia menerima gelar “Profesor Luar Biasa”,
tetapi hanya merupakan kehormatan belaka tanpa kompensasi uang. Simmel akhirnya
meninggalkan Universitas Berlin tahun 1914, untuk menerima posisi sebagai profesor
penuh pada Universitas Strasbourg, namun malang kehidupan akademisnya segera
terhenti karena pecah perang.
Berpandanagn bahwa muncul dan berkembangnya kepribadian seseorang
tergantung pada jaringan hubunagn sosial yang dimilikinya yaitu pada keanggotaan
kelompoknya. Karya atau pemikiran-pemikiran Simmel
terpengaruh dari beberapa tokoh. Dalam karyanya On Social Differentiation,
Simmel terpengaruh dari model evolusi Spencer. Pembedaan Simmel antara bentuk
dan isi terpengaruh pada Filsafat Kant, yaitu seorang ahli filsafat dari
Jerman. Pemikiran dialektis yang dikemukakan Simmel merupakan pengaruh analisa
dialektik dari Hegel. Teori-teori Simmel yaitu:
1) Pemikiran Dialektis.
Yaitu suatu
pemikiran dimana individu memiliki hubungan yang bersifat dualistis. Disatu
pihak dia merupakan anggota masyarakat dan disosialisasikan di dalam masyarakat
tersebut, tetapi pada waktu yang sama dia juga menentang masyarakat itu
sendiri. Pemikiran Dialektik merupakan salah satu teori Simmel yang paling
terkenal.
2) Interaksi Sosial.
Simmel mencoba
membedakan bentuk dan isi dari interaksi. Bentuk yang dibedakan dari isinya
disebut Sosiabilita. Selain sosiabilita, Simmel juga membedakan tentang
Superordinasi dan Subordinasi.
Tiga wilayah
masalah dalam sosiologi menurut Simmel yaitu:
a)
Sosiologi
murni, tentang variabel-variabel sosialisasi dan interaksi.
b)
Sosiologi umum
yang membahas produk sosial dan cultural.
c)
Sosiologi
filosofis.[20]
·
Max Weber
Weber memperkenalkan interaksionisme dengan
menyatakan bahwa sosiologi ialah ilmu yang berusaha memahami tindakan sosial
dan dengan mendefinisi dan membahas konsep dasar yang menyangkut interaksi
speri tindakan , tindakan sosial dan tindakan nonsosial serta hubungan sosial.
Sumbangan penting yang lain bagi teori sosiologi terletak pada konsep pemahaman
dan konsep makna subyektif individu. Pemahaman terhadap tindakan sosial
dilakukan dengan meneliti makna subyektif yang diberikan individu terhadap
tindakanya, karena manusia bertindak ats dasar makna yang duberikannyapada
tindakan tersebut.
Weber adalah seorang sosiolog yang ahli
kebudayaan, ahli politik, hukum, bahkan ekonomi. Weber merupakan anak tertua
dari tujuh bersaudara, lahir pada tanggal 21 April 1864 di Erfurt Jerman. Ia
meninggal dunia pada 14 Juni 1920 ketika mengerjakan karya terpentingnya yakni
Economy and Society. Dari sekian banyak karyanya yang termasyur antara lain:
Wirtschaft und Gessellschaft; Gesammelte Aufsatze zur Wissenschaftlehre.
Karyanya yang paling fenomenal yakni Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism. Teori yang
dikemukakan oleh Weber adalah kelas dan status, kekuasaan, dan
rasionalitas.
2)
Tindakan Sosial
Beliau menganggap sosiologi adalah suatu ilmu
yang berusaha memahami tindakan-tindakan sosial dengan menguraikannya dengan
menerangkan sebab-sebab tindakan tersebut. Weber memisahkan empat tindakan
sosial di dalam sosiologinya, yaitu apa yang disebutnya dengan:
a)
Rasional
instrumental (zweck rational) yakni tindakan sosial yang menyandarkan diri pada
pertimbangan-pertimbangan manusia yang rasional ketika menanggapi lingkungan
eksternalnya.
b)
Rasional
berorientasi nilai (wert rational) yakni suatu tindakan sosial yang
menyandarkan diri pada suatu nilai-nilai absolut tertentu.
c)
Afektif/
affectual: yaitu suatu tindakan sosial yang timbul karena doronan atau motivasi
yang sifatnya emosional.
d)
Tradisional
yaitu tindakan yang didorong dan berorientasi kepada tradisi masa lampau.[21]
3)
Teori Kekuasaan
dan Wewenang
Kekuasaan
menurut weber adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak meskipun sebenarnya
mendapat tentangan atau tantangan dari orang lain. Tiga jenis legitimasi atau
wewenang menurut Weber:
a)
Wewenang
tradisional
Berlandas pada
kepercayaan yang mapan terhadap kekudusan, tradisi zaman, serta legitimasi
status berdasarkan otoritas.
b)
Wewenang
kharismatik
Mutu luar biasa
yang dimiliki seseorang dan tidak dimiliki oleh orang lain.
c)
Wewenang
rasional – legal
Berdasar pada
komitmen terhadap seperangkat aturan yang diundangkan secara resmi dan diatur
secara impersonal (resmi dan umum).
4)
Etika Protestan
dan Spirit Kapitalisme
Dimana weber
meneliti berbagai agama yang ada di dunia dan menemukan sebuah kesamaan dimana
keluarga atau negara yang mayoritas memeluk agama Protestan memiliki konsep
hidup hemat dan cenderung menjadi lebih kaya dari pada negara yang mayoritas
memiliki agama lain. Di awal periode kapitalisme, agen terpenting adalah
orang protestan. Dan ini diteliti oleh Max Weber khususnya dalam
penggerak kapitalisme, yang salah satunya adalah keyakinan agama mereka yang
mengahsilkan motivasi aktivitas pro kapitalis yang berorientasi pada kehidupan
duniawi.
4. Pandangan Islam
Al Qur’anul Karim adalah Firman Allah SWT yang diturunkan melalui
Malaikat Jibril as kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an sendiri di turunkan oleh
Allah SWT untuk mengatur kehidupan umat manusia. Di dalam Al-Qur’an termuat
hukum-hukum yang mengatur bagaimana manusia menjalani hidup dalam bermasyarakat
dengan baik. Hukum dalam ajaran Agama Islam dikenal dengan istilah Syariat,
yang berarti peraturan atau hukum-hukum yang diturunkan Allah, melalui RasulNya
yang mulia,untuk umat manusia, agar manusia keluar dari kegelapan menuju jalan
terang, dan mendapat petunjuk kepada jalan yang lurus.
Jika Syariat yang dimaksud ditujukan bagi Umat Islam ini menunjuk kepada
peraturan atau hukum-hukum yang diturunkan Allah, melalui Rasul Muhammad SAW,
baik berupa Al Qur’an maupun Sunnah Nabi yang berupa
perkataan, perbuatan, ketetapan Nabi Muhammad SAW. Jadi jelas bahwa Al
Qur’an memuat aspek-aspek hukum bagi ketentraman kehidupan makhluk Allah
terutama manusia. Bahkan 90 % dari ayat-ayat Al Qur’an adalah yang
berkaitan atau mengatur interaksi antara manusia dengan sesamanya dan mahkluk
lainnya, sedangkan 10 % saja yang berkaitan antara manusia dengan Allah SWT.[22]
Sosiologi sebagai ilmu social juga dalam perkembangannya tidak jauh
berbeda atau sama sekali tidak berbeda dengan apa yang di sampaikan dalam
Al-Qur’an. Semua itu bisa di lihat dari pengertian sosiologi dimana Ilmu
sosiologi memiliki pengertian bahwa sosiologi adalah ilmu yang berkaitan dengan
kemasyarakatan atau objek studinya adalah masyarakat itu sendiri. Yang di
dalamnya mengkaji tentang manusia dan mengatur bagaimana seseorang seharusnya
bersikap dalam kehidupan bermasyarakat agar tercipta kehidupan bermasyarakat
yang harmonis.
Ayat
tentang Etika Dalam Berbicara Kepada Masyarakat
إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا
بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Artinya:
“Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (
Q.S AL-ASHR:3 ).[23]
Alat
komunikasi paling utama dalam pergaulan adalah berbicara, dengan bicara kita
dapat menyampaikan sesuatu, sebaliknya kita juga dapat mengetahui keinginan
orang lain. Berbicara bisa mendatangkan banyak orang (teman) dan bisa pula
mendatangkan musuh, maka dari itu kita harus pandai-pandai menjaga cara
berbicara kita dengan baik. Agama Islam mengajarkan agar kita berbicara sopan supaya
tidak berakibat merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Mulut dapat kita
gunakan sebagai nasehat akan kebenaran hindarilah cara bicara yang bisa
menimbulkan perselisihan karena perselisihan itu kehendak setan yang ditujukan
untuk mengadu domba, fitnah, isu dan gosip.
Orang-orang
non muslim yang tidak memerangi umat Islam disebut sebagai kufur dzimmy.
Orang-orang yang termasuk kufur dzimmy adalah orang-orang yang tidak membenci
Islam, tidak memerangi, tidak membuat kerusakan atau kekacauan, serta tidak
menghalagi dakwah Islam. Adapun agama keyakinan kufur dzimmi diserahkan kepada
mereka sendiri, orang Islam dilarang menganggu keyakinan mereka. Kalau mereka
hidup di negara Islam mereka berhak dilindungi pemerintah Islam sebagaimana
perlindungan terhadap kaum Muslimin.
Etika
berhubungan dengan orang yang berbeda keyakinan saja, Islam mengajarkan agar
berbuat baik dan adil. Lebih lebih jika hubungan itu dengan umat intern umat
Islam. kerukunan antar umat Islam ini harus berdasarkan atas semangat ukhuwah
Islamiyah (persaudaraan sesama muslim). Adanya perbedaan antar umat Islam itu
rahmat asalkan perbedaan itu tidak membawa kepada perpecahan dan permusuhan.
Hadits tentang
toleransi
عَن اَبِي هُرَيرَة
قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم خَمْسٌ مِنْ حَقِ اْلمُسْلِم عَلى
اْلمُسْلِمْ رَدُ التَحِيَةِ وَاِجَابَةُ الدَعْوَةِ وَشُهُودُ الجَنَازَةِ
وَعِيَادَةِ المَرِيضِ وَتَشْمِيَتُ الغَاظِسِ اِدَا حَمِدَاللهُ .
Artinya :
“Dari Abu Hurairah
ra, Rasulullah saw bersabda : Ada lima kewajiban orang Islam terhadap
orang,menjawab salam,dan memenuhi undangan,dan melayat jenazah,dan menengok
orang sakit,dan mendoakan orang yang bersin”.( HR.Ibnu Majah )
Dalam hadis di atas
Rasullah Saw memberi pelajaran kepada orang-orang islam tentang kewajiban dan
haknya dalam pergaulan sehari-hari. Hak dan kewajiban itu antara lain:
1. Kewajiban membalas
salam.Apabila ada orang islam yang memberi salam atau mengucapkan salam, yaitu
“assalamu’alaikum” maka orang islam lainnya berkewajiban membalas atau menjawab
salam itu. Memberi salam adalah sunah.
2. Kewajiban memenuhi
Undangan.Orang islam apabila diundang oleh orang islam lainnya, wajib memenuhi
atau menghadirinya, terutama adalah undangan pernikahan atau walimatul ursy.
3. Kewajiban Melayat
orang islam yang meninggal.Apabila ada orang islam yang meninggal dunia, maka
orang islam lainnya berkewajiban melayatnya. Hukumnya adalah wajib kifayah.
4. Kewajiban mendoakan
orang islam yang bersin.Apabila ada oarng islam bersin lalu ia mengucapkan
“alhamdulilah” maka orang islam yang mendengarkannya berkewajiban mendoakannya
dengan mengucapkan doa” Yarhakumullah”.[24]
Perintah yang di
pesankan dalam hadis tersebut tampak sangat manusiawi dan sesuai dengan hukum
sosial. Sebagaimana diakui dalam sosiologi bahwa pada kehidupan masyarakat
apapun dan dimana pun beradanya sangat memerlukan adanya perilaku yang seimbang
diantara anggotanya. Oleh karena itu apa yang di anjurkan hadis tersebut
merupakan tata aturan/hukum sosial kemasyarakatan yang sangat indah dan
manusiawi. Lebih dari itu etika sosial tadi hukumnya bukan hanya mengandung
nilai-nilai budaya luhur, tetapi juga mengandung nilai peribadatan, karena
dalam praktiknya banyak mengandung doa guna membesarkan hati, menggembirakan,
menentramkan, menghibur orang yang bersangkutan.
Hadits tentang Etika Dalam Berbicara Kepada Masyarakat
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ
فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْلِيَصْمُت
Artinya:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka berbicaralah
dengan baik atau diam”.( HR Bukhari no:6018)
Lidah memang daging
tak bertulang, namun apa yang keluar darinya tak akan bisa diambil atau
dikembalikan lagi. Baik itu perkataan baik ataupun buruk bila telah
terlontarkan dari lidah, tak akan ada yang dapat mengambilnya kembali. Hadits
di atas secara tegas memperingatkan kepada para ummat muslim agar berbicara
dengan hal-hal yang baik saja dan sejauh mungkin meninggalkan perkataan buruk
dengan cara diam. Bila berbicara adalah perak, maka diam itu emas.
BAB IV
PENUTUP
A.
Analisis
dan Kesimpulan
Menurut berger
dan berger pemikiran sosiologi berkembang manakala masyarakat menghadapi
ancaman terhadap hal yang hal yang selama ini dianggap sebagai hal yang memang
seharusnya demikian , benar, nyata menghadapi apa yang oleh berger dan berger
disebut threats to the taken for granted the world (lihat berger dan berger,
1981: 30). Manakala hal yang selama ini menjadi pegangan manusia mengalami
krisi, maka mulailah orang melakukan renungan sosiologi.
L. Laeyendecker pun mengaitkan kelahiran sosiologi dengan
serangkaian perubahan berjangka panjang melanda Eropa Barat di Abad
pertengahan. Proses perubahan jangka panjang yang diidentifikasi laeyendecker
ialah:
1.
tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15,
2.
perubahan di bidang social dan politik
3.
perubahan berkenaan dengan reformasi martin luther,
4.
meningkatnya individualisme,
5.
lahirnya ilmu pengetahuan modern,
6.
berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri
Aliran-aliran sosiologi antara lain:
1.
Struktur
Fungsional
2.
Struktur Konflik
3.
Interaksi
Simbolik
4.
Pandangan Islam
DAFTAR PUSTAKA
Upe,
Ambo, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2010.
Maarif, Ahmad Syafii, Ibn Khaldun Dalam
Pandangan Penulis Barat dan Timur, Jakarta: Gema Insani Press.
Kahmad, Danang, Sosiologi Agama, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009.
Shadily,
Hassan, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1993.
Sunarto,Kumanto,Pengantar sosiologi, Jakarta: fakultas
ekonomi Universitas Indonesia.2004
Poloma Margaret M, Sosiologi Kontemporer, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007.
Ibid.
[1]
Kumanto Sunarto.Pengantar sosiologi.Jakarta.fakultas ekonomi Universitas
Indonesia.2004. hlm 213
[2]
Ibid.hlm.221
[3]
Hassan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1993. Hal 163
[4]
Hassan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1993. Hal 164
[5]
Hassan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1993. Hal 164
[6]
Ambo Upe, S.Sos, M.Si, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2010. Hal 211
[7]
Kumanto Sunarto.Pengantar sosiologi.Jakarta.fakultas ekonomi Universitas
Indonesia.2004. hlm 216
[8] M.
Poloma Margaret.2007 Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007. Hal 263
[9] M.
Poloma Margaret.2007 Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007. Hal 263
[10]
Ambo Upe, S.Sos, M.Si, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2010. Hal 231
[11]
Ambo Upe, S.Sos, M.Si, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2010. Hal 232
[12] Dr.
H. Danang Kahmad, M.Si, Sosiologi Agama, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
Hal 27
[13] Dr.
H. Danang Kahmad, M.Si, Sosiologi Agama, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
Hal 28
[14]M.
Poloma Margaret.2007 Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007. Hal 287
[15]
Ibid.hlm 216-217
[16] M.
Poloma Margaret.2007 Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007. Hal 286
[17]M.
Poloma Margaret.2007 Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007. Hal 361
[18]
Kumanto Sunarto.Pengantar sosiologi.Jakarta.fakultas ekonomi Universitas
Indonesia, 2004. Hal 237
[19]
Ibid.hlm.221
[20] M.
Poloma Margaret.2007 Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007. Hal 363
[21] M.
Poloma Margaret.2007 Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007. Hal 364
[22] Dr.
H. Danang Kahmad, M.Si, Sosiologi Agama, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
Hal 39
[23] Ahmad Syafii
Maarif. Ibn Khaldun Dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur. Jakarta: Gema
Insani Press, 1996. Hal 203