Minggu, 29 Desember 2013

Hubungan Agama dengan Ekonomi





A.      PENDAHULUAN

1.        Latar Belakang
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puja dan puji syukur milik Allah Subhanahu Wata’ala, Semoga Allah selalu menunjukkan kita pada jalan kebaikan dan kebenaran. Sholawat serta salam semoga dapat senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shollallohu’alaihi Wasallam, beserta keluarga dan sahabatnya, Allahuma Amin. Kami yakin tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, makalah ini belum dapat terselesaikan. Oleh karena itu, kami dari kelompok 9 mengucapkan banyak terima kasih kepada BapakDr. H.Zulfi Mubaroq M.Agselaku pembimbing mata kuliah Sosiologi Agama, teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami.
Makalah Sosiologi Agama yang berjudul Hubungan Agama dan Ekonomi ini berisi tentang kajian agama dan ekonomi serta sistem – sistem ekonomi.Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Sosiologi Agama dan perlu kita pahami seluk beluknya oleh para mahasiswa. Setelah membaca makalah ini di harapkan kita semua bisa mengetahui dan mendalami lebih lanjut untuk menganalisis seluruh kegiatan Ekonomi perspektif Islam.
Isiglobal makalah ini adalah pengertian secara pokok dari sosiologi agama, perhatian masyarakat terhadap hubungan sosiologi agama dan ekonomi, serta macam-macam sistem dalam ekonomi.

2.        Tujuan
1.      Unsur unsure agama adalah ?
2.      Apa pengertian Ekonomi secara Etimologi dan Terminologi ?
3.      Unsur unsure ekonomi adalah ?
4.      Bagainama hubungan agama dengan ekonomi ?


3.        Rumusan masalah
1.      Memahami unsure-unsure Agama.
2.      Mengetahui pengertian Ekonomi secara Etimologi dan Terminologi.
3.      Memahami unsure-unsure Ekonomi.
4.      Mengetahui hubungan Agama dan Ekonomi.

B.       PEMBAHASAN
1        Unsur Unsur Agama
a)      Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan lagi
b)      Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.
c)      Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan-Nya, dan hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan ajaran agama
d)     Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami oleh penganut-penganut secara pribadi.
e)      Umat beragama, yakni penganut masing-masing agama


2  Pengertian konomi
a)      Pengertian Ekonomi Secara Etimologi
Ekonomi adalah pengetahuan tentang peristiwa dan persoalan yang berkaitan dengan upaya manusia secara perorangan atau pribadi, atau kelompok, keluarga, suku bangsa, organisasi, negara dalam memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas yang dihadapkan pada sumber daya pemuas yang terbatas. Secara etomologi istilah ekonomi dari bahasa Yunani “oikonomia” yang terdiri dari kata “oikos” berarti rumah tangga dan “nomos” berarti aturan. Kata “oikonomia” mengandung arti aturan yang berlaku untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam suatu rumah tangga. Dalam bahasa Arab ekonomi sepadan dengan kata “Istishad” yang artinya umat yang pertengahan, atau bisa diartikan menggunakan rezeki atau sumber daya yang ada di sekitar kita. Pengetahuan ekonomi merupakan usaha untuk mendapatkan dan mengatur harta baik material maupun nonmaterial untuk memenuhu kebutuhan hidup manusia baik secara individu maupun kolektif yang menyangkut perolehan, pendistribusian maupun penggunaannya.[1]
Dalam tinjauan pengartian sacara bahasa (etimologi),istilah “ekonomi” berasal dari bahasa yunani, yaitu oikosnamos atau oikonamia yang berarti “manajemen urusan rumah tangga”, khususnya penyediaan  dan administrasi pendapatan.[2] Namun, sejak perolehan maupun penggunaan kekayaan sumber daya secara fundamental perlu diadakan efisiensi, termasuk pekerja dan produksinya maka dalam bahasa modern, istilah ekonomi tersebut menunjuk kepada prinsip usaha maupun metode untuk mencapai tujuan dengan alat-alat sesedikit mungkin.[3]
b)     Pengertian Ekonomi Secara Terminologi
Adapun dari sisi pengertian secara istilah (terminologi), ilmu ekonomi akan dijelaskan sebagai berikut: pertama, menurut Albert L. Meyers, ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempersoalkan kebutuhan dan pemuasan kebutuhan manusia.[4]Kata kunci dari definisi ini adalah kebutuhan dan pemuasan kebutuhan.Kebutuhan adalah suatu keperluan manusia terhadap barang dan jasa yang sifat dan jenisnya sangat bermacam-macam dalam jumlah yang tidak terbatas.Pemuasan kebutuhan adalah memiliki ciri- ciri terbatas. Aspek yang kedua ini menimbulkan masalah ekonomi, yaitu adanya suatu kenyataan yang senjang (gap), karena kebutuhan manusia terhadap barang dan jasa jumlahnya tidak terbatas, sedangkan di lain pihak barang dan jasa sebagai alat pemuas kebutuhan, sifatnya langka atau terbatas sehingga masalah yang timbul adalah kekecewaan atau ketidakpastian.[5]Kedua, menurut J.L. Meij mengemukakan bahwa ilmu ekonomi ialah ilmu tentang usaha manusia mencapai kemakmuran, karena manusia itu termasuk makhluk ekonomi (homo economicus).[6]Ketiga, Samuelson dan Nordhaus berpendapat bahwa ilmu ekonomi merupakan studi tentang prilaku orang dan masyarakat dalam memilih cara menggunakan sumber daya yang langka dan memiliki beberapa penggunaan alternatif penggunaan dalam rangka memproduksi berbagai komoditi, kemudian menyalurkannya, baik saat ini maupun di masa depan kepada individu dan kelompok yang ada dalam masyarakat.[7] Pada hakikat ilmu ekonomi berkaitan dengan perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam mencapai kemakmuran dengan proses operasional, produksi dan distribusi komoditi dalam masyarakat.
Al-Assal dan Ahmad Abdul Karim (1999:10-11) mengemukakan definisi sebagai berikut:[8]
a)         Adan Smith mengemukakan bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu kekayaan atau ilmu yang khusus mempelajari sarana-sarana kekayaan suatu bangsa dengan memusatkan perhatian secara khusus terhadap sebab-sebab matrial dan kemakmuran, seperti hasil industri, pertanian, jasa dan sebagainya.
b)        Marshall; ia berpendapat bahwa ekonomi adalah ilmu yang mempelajari usaha individu dalam kaitannya dengan berbagai pekerjaan yang dilakukan sehari-hari, ilmu ekonomi membahas bagian kehidupan manusia yang berhubungan dengan bagaimana ia memperoleh pendapatan dan bagaimana pula manusia mempergunakan pendapatan itu.
c)         Ruenez; berpendapat bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam menghadapi kehidupannya dengan sarana-sarana yang terbatas yang mempunyai berbagai macam fungsi.

c)      Pengertian Ekonomi Islam
Ada banyak pendapat di seputar pengertian Ekonomi Islam. Dawam Rahardjo memilih istilah ekonomi Islam dalam tiga kemungkinan pemaknaan. Pertama, yang dimaksud ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang berdasarkan nilai atau ajaran Islam. Kedua, yang dimaksud ekonomi Islam adalah sistem. Sistem menyangkut pengaturan, yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu cara atau metode tertentu. Sedangkan pilihan ketiga adalah ekonomi Islam dalam pengertian perekonomian umat Islam. Berkaitan dengan tulisan ini istilah ekonomi mencakup ketiganya dengan penekanan pada ekonomi Islam sebagai konsep dan sistem ekonomi. Ketiga wilayah tersebut, yaitu teori, sistem, dan kegiatan ekonomi umat Islam merupakan tiga pilar yang harus membentuk sebuah sinergi.[9]
3        Unsur unsure Ekonomi

a.         Sistem-sistem Ekonomi
sistem ekonomi adalah perangkat atau alat-alat yang digunakan untuk menjawab secara tuntas masalah apa, bagaimana, dan untuk siapa barang diproduksi. Efektif atau tidaknya jawaban yang diberikan sangat tergantung kepada sistem ekonomi yang dipilih. Secar umum, terdapat empat sistem ekonomi.[10]
1)   Sistem ekonomi tradisional
Sistem ekonomi tradisional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
(a) Tidak adanya pemisah yang tegas antara rumah tangga produksi dan rumah tangga konsumsi sehingga bisa dianggap masih dalam satu kesatuan.
(b) Teknologi yang digunakan masih sangat sederhana.
(c) Tidak terdapat pembagian kerja, jikapun ada masih sangat sederhana.
(d)Tidak ada hubungan dengan dunia luar sehingga masyarakatnya sangat statis.
2)        Sistem ekonomi komando atau terpusat
Sistem ekonomi terpusat memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Kegiatan ekonomi (produksi, konsumsi, dan distribusi) diatur oleh pemerintah.
(a) Kebebasan individu dalam berusaha tidak ada.
(b) Kebebasan individu-individu dalam memiliki kekayaan pribadi tidak ada.
(c) Kepemilikan alat produksi sepenuhnya pada pemerintah.
(d)Kegiatan ekonomi tidak melibatkan masyarakat atau swasta.
3)        Sistem ekonomi pasar
Sistem ekonomi pasar memiliki beberapa ciri utama sebagai berikut :
(a) Kegiatan ekonomi sepenuhnya diserahkan dan dilaksanakan oleh swasta atau masyarakat.
(b) Kebebasan msyarakat untuk memiliki alat-alat produksi dan berusaha diakui.
(c) Hak milik perorangan diakui.
(d)Keikutsertaan pemerintah dalam bidang ekonomi dilakukan tidak secara langsung dan hanya terbatas pada pembuatan peraturan dan kebijakan ekonomi.
(e) Kebebasan masyarakat untuk berenovasi dan berimprovisasi diakui dan dihormati.
(f)  Kegiatan yang dilaksanakanbersifat profit oriented.
4)        Sistem ekonomi campuran
Dalam sistem perekonomian haruslah kita sadari bahwa pada saat ini tidak ada satupun negara yang secara tegas menganut satu diantara tiga sistem ekonomi tersebut. China yang berfaham komunis dan sangat besar kemungkinannya menerapkan sistem ekonomi komando, maupun Amerika Serikat yang menjadi kiblat dari ekonomi pasar, tidak secara tegas menyatakan bahwa sistem ekonomi yang mereka pakai adalah sistem ekonomi komando atau sistem ekonomi pasar. Kecenderungannya saat ini adalah adanya sistem ekonomi campuran (mixed ekonomy), yaitu mengambil sebagian unsur-unsur pasar yang tradisional, dan komando. Hal ini disadari kesadaran saling ketergantungan antar Negara dan adanya pengaruh ekonomi global.
Dalam sistem ekonomi campuran, mekanisme harga dan pasar bebas yang dianut oleh sistem ekonomi bebas dapat berdampingan dengan adanya perencanaan dari pusat seperti yang dianut oleh sistem ekonomi komando. Satu hal yang harus dipahami, bahwa pada sistem ekonomi campuran terdapat peranan pemerintah untuk mengendalikan pasar yang bertujuan agar ekonomi tak lepas sama sekali dan menguntungkan para pemilik modal yang besar sehingga membentuk monopoli.
a)         Ekonomi dan Agama Pada Zaman Keemasan Islam
Pada zaman keemasan Islam (the Golden Age of Islam), yaitu pada abad ke-7 sampai ke 14, ekonomi dan agama itu bersatu. Sampai akhir tahun 1700-an di Barat pun demikian, ekonomi berkait dengan agama. Ahli ekonomi Eropa adalah pendeta.Pada zaman pertengahan, ekonomi skolastik dikembangkan oleh ahli gereja, seperti Thomas Aquinas, Augustin, dan lain-lain.Namun karena adanya revolusi industri dan produksi massal, ahli ekonomi Barat mulai memisahkan kajian ekonomi dari agama.Keadaan ini merupakan gejala awal revolusi menentang kekuasaan gereja dan merupakan awal kajian ekonomi yang menjauhkan dari pemikiran ekonomi skolastik.
Sejak itu, sejarah berjalan terus sampai pada keadaan di mana pemikiran dan kajian ekonomi yang menentang agama mulai mendingin.
Para ekonom kontemporer mulai mencari lagi sampai mereka menyadari kembali betapa pentingnya kajian ekonomi yang berkarakter religius, bermoral, dan human.Ekonom Gunnar Myrdal dalam bukunya Asian Drama, menyusun kembali ilmu ekonomi yang terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan, baik perorangan, masyarakat, maupun bangsa. Kemudian muncul juga kajian ekonomi baru dengan pendekatan humanistis dari Eugene Lovell dalam bukunya yang terkenal Humanomics dan dari E.F Schumacher yaitu Small is Beautifull, Economics as if People Material.
Keduanya menyadari bahwa menghilangkan hubungan kajian ekonomi dengan nilai-nilai moral humanis merupakan suatu kekeliruan dan tidak bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan manusia dan alam semesta. Kesadaran ini tumbuh setelah semua menyaksikan hasil model pembangunan sosial-ekonomi yang berasaskan model liberal-kapitalistis dan teori pertumbuhan neoklasikal serta model marxist dan neomarxist yang mengutamakan materialistis hedonisme berupa kemiskinan ditengah kemakmuran, konsumerisme, budaya permissive, dan rupa-rupa bentuk pop-hedonisme, gaya hidup yang sekuler dan sinkretis, serta keadaan lainnya yang bertentangan dengan nilai kemanusian dan nilai agama.
Kajian ekonomi pada abad ini (the age of reason) tidak hanya bertolak dari asas kapitalisme dan asas marxisme, melainkan bertolak juga pada pemikiran ilmu ekonomi yang lebih terandalkan dalam menjaga keselamatan seluruh manusia dan alam semesta.Ekonomi yang memiliki nilai-nilai kebenaran (logis), kebaikan (etis), dan keindahan (estetis).Ekonomi yang dapat membebaskan manusia dari aksi penindasan, penekanan, kemiskinan, kemelaratan, dan segala bentuk keterbelakangan, serta dapat meluruskan aksi ekonomi dari karakter yang tidak manusiawi, yaitu ketidakadilan, kerakusan, dan ketimpangan.Ekonomi yang secara historis-empiris telah terbuktikan keunggulannya di bumi ini tidak bebas atau tidak dapat membebaskan diri dari pengadilan nilai, yaitu nilai yang bersumber dari agama (volue committed), dialah ekonomi Syariah.
Islam adalah agama wahyu yang merupakan sumber dan pedoman tingkah laku bagi manusia yang dirisalahkan sejak manusia pertama, yaitu Nabi Adam a.s dan disempurnakan melalui nabi-nabi Allah sampai kepada nabi terakhir Muhammad saw. Tingkah laku ekonomi merupakan bagian dari tingkah laku manusia.Oleh karena itu, ilmu dan aktivitas ekonomi haruslah berada dalam Islam.Keunikan pendekatan Islam terletak pada sistem nilai yang mewarnai tingkah laku ekonomi.Ilmu ekonomi merupakan bagian dari ilmu agama Islam. Karena itu, ekonomi tidak mungkin dapat dipisahkan dari suprasistemnya yang digali dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad saw. Dengan demikian, ilmu ekonomi harus berasaskan iman, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya:
”Celakalah (siksalah) untuk orang-orang yang menipu.Bila mereka menimbang dari manusia untuk dirinya, mereka sempurnakan (penuhkan).Dan, bila mereka menimbang untuk orang lain, mereka kurangkan. Tiadakah mereka menyangka bahwa mereka akan dibangkitkan? Pada hari yang besar (kiamat)?Yaitu pada hari manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.” (Al-Muthaffifin 1-6)
Dalam tarikh Islam, Nabi Syu’aib a.s disebut sebagai Nabi Ilmu Ekonomi yang mendasarkan ekonomi kepada iman (tauhid) terhadap adanya Allah dan Hari Pengadilan sebagaimana firman Allah yang artinya:
”Telah kami utus ke negeri Madyan seorang saudaranya, Syu’aib, ia berkata, ”hai kaumku, sembahlah Allah, tidak ada bagimu Tuhan selain daripada-Nya; dan janganlah kamu mengurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam kebaikan dan aku takut terhadap kamu akan siksaan hari yang meliputi kamu. Hai kaumku, sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan keadilan dan janganlah kamu kurangkan hak orang sedikit juga dan jangan pula berbuat bencana di muka bumi sebagai perusak.Rezeki Allah yang tinggal (selain dari yang haram) lebih baik bagimu, jika kamu orang yang beriman, dan aku bukanlah orang yang memeliharamu. Mereka berkata, ”Hai Syu’aib, apakah sembahyangmu menyuruh supaya kamu meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami, atau supaya kami jangan berbuat pada harta-harta kami apa yang kami sukai? Sesungguhnya engkau penyantun lagi cerdik.” (Hud: 84-87)
Kajian tingkah laku ekonomi manusia merupakan ibadah kepada Allah.Kekayaan ekonomi adalah suatu alat untuk memenuhi hajat dan kepuasan hidup dalam rangka meningkatkan kemampuannya agar dapat mengabdi lebih baik kepa Allah.Mencari dan menimba kekayaan atau pendapatan yang lebih baik untuk dinikmatinya tidaklah dikutuk Allah sepanjang diakui sebagai karunia dan amanat Allah.Adapun yang terkutuk adalah apabila kekayaan itu dijadikan sesembahan yang utama dalam hidupnya.Iman dan takwa kepada Allah memberi corak pada dunia ekonomi dengan segala aspeknya.Corak ini menampilkan arah dan model pembangunan yang menyatukan pembangunan ekonomi dengan pembangunan agama sebagai sumber nilai (central/core value).Dengan demikian, kegiatan-kegiatan ekonomi seperti produksi, distribusi, dan konsumsi harus menggunakan pertimbangan nilai agama dan bukan oleh determinisme mekanistis ekonomi lainnya seperti pada kapitalisme dan marxisme.
Islam sejak risalah Muhammad saw sampai kepada suatu zaman yang disebut the Golden Age of Islam, lalu ke zaman pembekuan dan kegelapan (the Dark Age) merupakan pengalam empiris dan sebagai batu ujian bagi pemikir muslim era globalisasi untuk membangkitkan kembali Islam yang akan mewarnai abad ekonomi modern dewasa ini, baik di tingkat nasional, regional maupun global. Pertemuan para ahli ekonomi muslim sedunia dalam International Conference for Islamic Aconomics yang pertama di Mekah tahun 1976 telah mendorong gairah untuk menggali nilai Islam bagi ekonomi bangsa sedunia di tengah-tengah krisis kehidupan akibat sistem ekonomi kapitalis-individualistis dan marxis-sosialistis. Konsep ekonomi Islam mampu mengentas kehidupan manusia dari ancaman pertarungan, perpecahan akibat persaingan, kegelisahan dan kesirnaan akibat kerakusan, dan ancaman-ancaman keselamatan, keamanan serta ketentraman hidup manusia, kepada kehidupan yang damai dan sejahtera.[11]

4        Hubungan Agama dan Ekonomi
a)      Kajian Sosial Agama dengan Ekonomi
Kajian sosial tentang agama dan perkembangan ekonomi menggunakan dua pendekatan: pertama, kepercayaan sekte atau golongan agama dan pada karakteristik moral, serta motivasi yang ditimbulkannya. Kedua, perubahan-perubahan sosial dan ekonomi yang mempengaruhi suatu kelompok dan gerakan keagamaan yang muncul sebagai reaksi terhadap perubahan. Walaupun demikian, kedua pendapat tersebut saling menyempurnakan antara satu sisi dengan sisi yang lain.[12]
Analisis yang menarik tentang hubungan agama dengan pengembangan ekonomi oleh H. Palanca, dapat dijadikan kajian dalam upaya mencoba memahami peran yang dijalankan agama di dalam masyarakat. Dengan cara pandang positivistik, tidak ada cara untuk memaksakan etika agama agar tidak dipatuhi oleh pemeluknya. Di samping itu di sebagian besar di dunia, dengan menurunnya peran agama dalam masyarakat dewasa ini, kita tidak mungkin dapat berharap suatu etika agama memainkan peranan, seperti pada masa pertengahan dan zaman reformasi.Agama dapat disebut sebagai suatu faktor, bukan penyebab pertumbuhan ekonomi.Hubungan agama dengan pembangunan ekonomi bukanlah hubungan kuasalitas, namun hubungan timbal balik.Agama merupakan salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi dan kemajuan masyarakat. Di pihak lain, agama juga tidak statis melainkan berubah mengikuti pertukaran waktu dan perubahan zaman, serta oleh perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Kondisi sosial dan ekonomi ikut mempengaruhi keberadaan agama.[13]
Di dalam masyarakat tradisional, agama berfungsi untuk mendorong manusia untuk terlibat dalam peran-peran dan tingkah laku ekonomi, karena agama dapat mengurangi rasa cemas dan takut.Studi yang dilakukan oleh Malinowski di kalangan masyarakat Trobriand, ditemukan bahwa masyarakat tersebut selalumengadakan upacara ritual sebelum melakukan kegiatan mencari ikan di laut.[14]
Agama juga berfungsi menciptakan norma-norma sosial yang mempengaruhi ekonomi.Studi yang dilakukan max Weber tentang “Etika Protestan” menemukan bahwa agama Protestan ternyata memberikan sumbangan tidak kecil terhadap upaya menciptakan jiwa kewirausahaan (spirit of enterprenuership).Ajaran agama tersebut menganjurkan kepada pemeluknya agar selalu bekerja keras, tahan cobaan, dan hidup hemat. Menurt Weber, menjadikan mereka tidak konsumtif, namun selalu berusaha menginvestasikan sumber dana yang dimilikinya untuk berusaha tiada henti dan putus asa.[15]
Sikap rakus yang tidak terbatas karena belum memperoleh keuntungan, tidaklah identik sedikitpun dengan kapitalisme dan malahan bukan semangatnya.Kapitalisme bahkan mungkin identik dengan pengendalian dan pengekangan, atau setidak-tidaknya identik dengan suatu watak rasional, dari suatu keinginan-keinginan rasional.Akan tetapi kapitalisme secara pasti identi dengan pencarian keuntungan (profit) dan keuntungan yang dapat diperbaharui untuk selamanya dengan usaha-usaha kapitalis yang rasional dan dilakukan secara terus-menerus. Karena memang demikian seharusnya dalam suatu tatanan masyarakat kapitalis secara keseluruhan, suatu usaha kapitalis individual yang tidak memanfaatkan kesempatan yang ada untuk mengambil keuntungan, pasti akan mengalami malapetaka, yaitu kehancuran.[16]
Pandangan Weber tentang hal ini, adlah bahwa penolakan terhadap tradisi, atau perubahan yang cepat dalam metode dan evaluasi terhadap kegiatan ekonomi, tidak akan mungkin terjadi tanpa dorongan moral dan agama. Namun, dia juga mengajukan bukti bahwa tetap terjadi perbedaan dalam cara yang ditempuh oleh berbagai kelompok keagamaan untuk ikut ambil bagian dalam kapitalisme yang mapan pada masanya sendiri.[17]
Sedangkan di dalam masyarakat modern, peran agama terhadap kegiatan ekonomi relative berkurang.Ekonomi umumnya menekankan pentingnya rasionalitas dan sekularisme, seringkali menyebabkan harus berbenturan kepentingan dengan agama yang menekankan kepercayaan kepada hal-hal yang supranatural.Dengan demikian, keberadaan (existence) agama relative terpisah dari ekonomi.[18]
Perbedaan yang tajam, tampak pada jika agama dihubungkan dengan lembaga-lembaga yang melaksanakan aktivitas ekonomi.Dalam tindakan ekonomi (produksi dan pertukaran komoditi), nilai-nilai yang kurang tinggi dipraktikkan dan hubungan personal yang kurang dikembangkan.Apalagi nilai-nilai yang dilibatkan bersifat boros (consumatory atau instrumental), mereka hanya berhubungan dengan benda-benda yang dikonsumsi atau dipergunakan.Dengan demikian aktivitas ekonomi lebih bersifat secular atau profaneketimbang sacral. Pada akhirnya, nilai dan tata cara kehidupan ekonomi tampaknya berdasarkan atas asumsi-asumsi yang lebih mudah diuji dalam pengalaman empiris, lebih siap dijalani dan lebih mudah dipastikan sekarang atau nanti. Dalam hal ini, ekonomi dapat juga diarahkan kearah kebenaran karena jika dihubungkan dengan agama maka aktivitas ekonomi juga dapat menjadi sesuatu hal yang bersifat saktal.[19]
Pengaruh agama terhadap golongan masyarakatpun jika dilihat dari karakter masing-masing golongan pekerjaan tidak akan berbeda jauh dengan pengaruh agama terhadap ekonomi. Golongan masyarakat tersebut adalah sebagai berikut: pertama, golongan petani. Mereka adalah masyarakat yang terbelakang, di daerah trisolasi, system masyarakatnya sederhana. Di samping itu, terdapat sumber ketidakpastian, ketidakmampuan, mata pencaharian tergantung pada alam, serangan hama yang di luar kemampuan petani. Oleh karena itu, mereka mencari kekuatan di luar dirinya yang dianggap dapat mengatasinya persoalan itu.Misalnya, diadakannya upacara tolak balak dengan menyediakan sesajen untuk Dewi Sri.Hal ini menunjukkan pengaruh agama begitu kuat terhadap ekonomi golongan petani sehingga menyebabkan jiwa keagamaan mereka lebih dekat dengan alam.Kedua, golongan nelayan.Golongan ini tidak jauh karakternya dengan petani.Mata pencahariannya tergantung pada alam, musim, adanya badai, dan juga hal-hal yang di luar kemampuan mereka.Oleh karena itu, merekapun mengadakan upacara untuk penguasa laut, Nyi Roro Kidul.Ketiga, pengrajin dan pedagang kecil.Mata pencaharian mereka didasarkan atas landasan ekonomi yang memerlukan perhitungan rasional.Namun, dalam hal kelahiran, perkawinan dan kematian masih diliputi perasaan keagamaan yang kental, sehingga merekapun tetap mengadakan upacara keagamaan.Keempat, pedagang besar.Mata pencaharian mereka lebih berorientasi pada kehidupan duniawi, semakin besar penghasilan dan kekayaan yang diperoleh, maka semakin kecil kecenderungan mereka terhadap agama. Namun, mereka tetap melakukan sumbangan dana untuk kepentingan agama untuk mewakili perasaan keagamaannya. Kelima, karyawan.Golongan ini disebut juga golongan demokrat atau kalangan industri, karena sistem sosialnya bersifat modern.Mata pencahariannya berdasarkan penalaran dan efisiensi, sehingga kecenderungan rasa keagamaan mereka bersifat serba mencari untung dan enak, karena gaji telah diterima setiap bulan.
Dalam menghadapi masalah “kelangkaan” dalam arti kesejahteraan material (ekonomi)—berlawanan dengan penglihatan Karl Marx—Weber melihat bahwa agama memberikan saham yang tidak kecil serta amat positif. Sebagai contohnya ialah bahwa Protestantisme memberikan pengaruh kausal yang kuat kepada lahir dan berkembangnya kapitalisme modern.Pendapatnya itu dipaparkan dalam bukunya “The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism”. Di mana ia lebih jauh mengutarakan peran positif yang dimainkan agama dalam sejarah umat manusia. Dengan uraiannya itu ia jelas-jelas melawan pendapat yang berlaku pada waktu itu, antara lain dari Marx yang melihat agama hanya sebagai sulur yang tumbuh dari variable ekonomi dan yang tidak mempunyai makna kecuali yang negatif saja[20]
Di Indonesia, kenyataan menunjukkan bahwa pengembangan ekonomi Islam dimulai melalui pola kedua sehingga tidak heran jika pengembangan industri keuangan syariah tumbuh lebih cepat dibandingkan pengkajian teoritis dan konseptual dalam pembentukan sistem yang lebih komprehensif. Maka, wajar masih adanya keterbatasan sumber daya insani yang memilih pemahaman secara baik aspek ekonomi dan syariah. Hal ini menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam rangka pengembangan ekonomi Islam.[21]
Keterangan-keterangan ilmiah yang dihasilkan sosiologi agama tidak akan menyelesaikan segala kesulitan secara tuntas. Segi kesulitan yang bukan sosiologis harus dimintakan resep dari ilmu yang bersangkutan. Misalnya teknologi, ekonomi, demigrafi dlsb.
Jika yang dimaksud moralitas kehidupan itu merupakan wilayah ekonomi, maka moral ekonomi inilah yang perlu kita pikirkan secara kritis agar bisa menghasilkan moralitas yang bermakna bagi kehidupan. Kalau kita kaitkan dengan konteks Indonesia dewasa ini yang tengah mengacu pembangunan ekonomi tetapi justru masih banyak pelanggaran moral yang berakibat merugikan keuangan negara. Anehnya pelanggaran itu terus berkelanjutan dengan pelaku banyak dari kalangan intelektual dan borokrat yang seharusnya menjadi uswah bagi masyarakat.[22]
Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana seharusnya implikasi etika dalam ekonomi agar menjadi perilaku subjek pendukungnya, antara lain bisa kita lihat bagaimana pengaruh etika protestan terhadap semangat kapitalisme sebagaimana dijelaskan max Weber dalam karyanya the protestan Ethic and The Spirit of Capiralism: untuk dapat memahami hubungan antara ide-ide keagamaan yang bersifat fundamental dan Protestanisme asketis dengan maksimnya bagi perilaku ekonomi sehari-hari, maka perlu untuk memeriksa dengan teliti seluruh tulisan-tulisan semacam itu yang secara pasti berasal dari praktik-praktik ministerial (kependekatan).[23]
Maz Weber berpendapat bahwasanya para pemimpin bisnis dan pemilik modal maupun para karyawan perusahaan yang mempunyai kemampuan (skill) tinggi ataupun para staf terdidik baik secara teknis maupun komersial ternyata kebanyakan adalah orang Protestan.[24] Lain lagi dengan etika bisnis jepang yang filosofinya nampaknya banyak diwarnai ajaran agama mereka (Shinto). Perilaku masyarakat Jepang, tanpa kecuali dalam hubungannya dengan bisnis terbaca dari pemikiran:[25]
a)    Orang-orang jepang percaya bahwa keselarasan di permukaan dipertahankan dengan segala upaya:
b)   Di dalam situasi konflik, orang-orang Jepang berusaha untuk menghindari malu, bagi mereka sendiri dan seringkali juga bagi lawannya;
c)    Orang-orang Jepang enggan menghadapi orang lain dalam konflik terbuka;
d)   Rasa memiliki kewajiban merupakan pendorong yang kuat bagi tingkah laku orang-orang jepang;
e)    Kesamaan latar belakang dan kebiasaan yang saling dijaga, memungkinkan mereka saling memahami, hanya dengan melalui sedikit atau tanpa isyarat sekalipun;
Tidak diragukan lagi bahwa legalitas bisnis dibahas oleh Al- Qur’an. Eksposisi sintetik ajaran Al- Qur’an diharapkan akan membantu kita dalam menggambarkan prinsip-prinsip dasar dari etika bisnis Al- Qur’an. Ketaatan pada prinsip-prinsip ini akan memberikan jaminan keadilan dan keseimbangan yang dibutuhkan dalam bisnis dan akan menjaga aktivitas komersial pada koridor yang benar.[26]
Menurut Qardhawi poros risalah nubuwah Nabi Muhammad SAW adalah akhlak. Karena itu Islam telah mengimplikasikan antara mu’amalah dengan akhlak, seperti jujur, amanah, adil, ihsan, berbuat kebaikan, silaturahmi, dan sayang-menyayangi. Dikaitkan akhlak pada aspek hidup menyeluruh, sehingga tidak ada pemisahan antara ilmu dengan akhlak, antara politik dengan akhlak, antara ekonomi dengan akhlak, dan perang dengan akhlak, dan lain sebagainya. Dengan demikian, akhlak menjadi daging dan urat nadi kehidupan Islam[27] yang harus memandu segala aktivitas seorang Muslim.[28]
Jika kita berbicara tentang akhlak dalam ekonomi Islam, maka tampak secara jelas di hadapan kita empat nilai utama, yaitu: rubbaniyyah (ketuhanan),akhlak, kemanusian, dan pertengahan. Nilai-nilai ini memancarkan keunikan dalam ekonomi Islam yang tidak dimiliki oleh sistem ekonomi manapun di dunia. Nilai-nilai tersebut merupakan karakteristik syariat Islam yang kaffah, sempurna dalam segala dimensinya. Atas dasar karakteristik itu ekonomi Islam jelas berbeda dengan sistem ekonomi konvensional karena ia adalah sebuah sistem ekonomi alamiah, ekonomi humanistis, ekonomi moralistis, dan ekonomi moderat. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini mempunyai dampak terhadap seluruh aspek ekonomi, baik dalam masalah produksi, konsumsi, sirkulasi maupun distribusi. Semua itu terpola oleh nilai-nilai tersebut, karena jika tidak, niscaya ke-islam-an itu hanya sekedar simbol tanpa makna.[29]

b)      Bagan hubungan agama dan ekonomi

Skema Hubungan Agama Dan Ekonomi

Unsur- unsur agama
Unsur unsur ekonomi
Contoh

1.Keyakinan kepeda pencipta (keimanan/keyakinan)
1.Adanya kegiatan ekonomi ((jual beli)
Kosumsi
Prduksi
distribusi

Kejujuran dalam melaksanakan akad jual beli karena meyakini adanya sang pencipta(allah)

2.Symbol agama
2.Adanya system ekonomi
Ekonomi tradisional
Ekonomi komando/terpusat
Ekonomi pasar
Ekonomi campuran
Adanya persatuan seperti stiap golongn/setiap agama dengan memegang teguh masing2 pedoman agama

3.Praktik keagamaan
Tingkahlaku ekonomi
Keadilan
Menjaga nilai nilai agama seperti ahlakul karimah yang lebih condong dalam kejujuran, membayar kan sodakoh yang ada pada ekonomi yang disebut zakat mal

4.pengalaman keagaman
Nilai-nilai ekonomi
Logis (kebenaran)
Etis (kebakan)
Estetis (keindahan)
Memperaktekan ilmu yang ada pada agama pada kebenaran yang nyata

5.Umat beragama
Peran ekonomi
Saling menjaga antara agama dengan tidak membedakan agama lain sama2 menjalankan peran masing2(Qs al kafirun ayat 6 ) bagimu agamamu bagiku agamaku (saling toleransi)

5          ANALISIS dan DISKUSI
1.        Analisis
1.      Menurut analisis kami jika hubungan antara agama dan ekonomi secara terminologi dan epistimoogi itu sudah seperi layaknya biasanya yaitu bisa diliat dikamus dan sumber-sumber lainnya, tetapi yang perlu dianalisis dari pembahasan diatas yaitu pendapat dari Ellen H. Palanca, tentang kajian dalam upaya mencoba memahami peran yang dijalankan agama didalam masyarakat. Dari pernyataan Ellen kita bisa melihat bagaimana fungsi Hubungan antara agama dan Ekonomi.Misalnya tentang penurunan peran agama dalam masyarakat, yang memaksa kita menyatakan bahwa kita tidak mungkin dapat berharap suatu etika agama memainkan peranan agama, seperti masa pertengahan dan zaman reformasi.Yang menjadikan hubungan antara agama dengan pembangunan ekonomi adalah hubungan timbal balik bukanlah hubungan kausalitas.Sehingga menjadikan agama sebagai salah satu faktor mendorong pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi dan kemajuan masyarakat sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi.Kondisi sosial dan ekonomi ikut mempengaruhi keberadaan agama.
Kami sangat setuju sekali melihat perkembangan pola kehidupan dari type masyarakat yang berbeda:
Pertama Di dalam masyarakat traditional, agama berfungsi untuk mendorong manusia untuk terlibat dalam peran-peran dan tingkah laku ekonomi, karena agama dapat mengurangi rasa cemas dan takut.Agama juga berfungsi menciptakannorma-norma social yang mempengaruhi ekonomi.Studi yang dilakukan Max Webar tentang “Etika Protestan” menemukan bahwa agama protestan ternyata memberikan sumbngan tidak kecil terhadap upaya menciptakan kewirausahaan.
Kedua didalam masyarakat modern, peran agama terhadan kepercayaanap kegiatan ekonomi relative berkurang.Ekonmi umumnya menekan pentingnya rasionalitas dan sekularisme, seringkali menyebabkan harus berbenturan kepentingan dengan agama yang menekan hal-hal yang supranatural. Dengan demikian, keberadaan (existence)agama  relative terpisah dari ekonomi.
2.      Menurut analisis kami memang ketika dihadapkan dengan dua bentuk tipe masyarakat (tradisional dan modern) sangat relative untuk menilai bagaiman kontribusi agam bisa diterapkan dengan baik dan makismal, misalnya dari pernyataan diatas bahwa dalam masyarkat tradisional agama menjadi pendorong dan membuat norma-norma dalam perekonomian, akan tetapi ada pula masyarakat tradisional yang cenderung melanggar norma atau malah menjadi pemicu untuk melenceng dari agama dalam berekonomi. Bahkan berbanding terbalik ada masyarakat modern yang sangat menjaga nilai dan norma dalam berekonomi, inilah yang menjadi analsis penguatan kami bahwa memang sangat relative untuk menilai dan memutuskan pendapat.
3.      Kami sangat tertarik ketika membaca statement dari Emile Durkheim (1933) menyatakan bahwa semakin sejahtera ekonomi suatu bangsa semakin berkurang peranan agama. Saya tidak sependapat dengan hal  tersebut, Karena kalau kita hanya memandang sempit segalanya akan terasa sulit, melihat perkembangan perekonomian yang sejahtera menurut pendapat saya akan menjadikan agama sebagai tolak ukur atau landasan berfikir kita untuk tetap berjuang dijalan yang benar dan tanpa mengurangi nilai keagamaan, malah kalau perlu menjadi pendorong untuk selalu menekankan unsur dan nilai-nilai agama dalam ekonomi.
4.      Hubungan agama dan ekonimi memang sangat erat sekali agama adalah landasan untuk melakukan ekonomi dengan baik, agama tempat mengatasisipasi terjadinya kecurangan di dalam ekonomi yang sangat banyak sekali saat ini terjadi didunia yang nyata . agama harus menjadi landasan yang kuat bagi ekonomi.
2.        Diskusi

6          KESIMPULAN
Agama adalah suatu  tradisi atau kepercayaan yang dianut oleh manusia itu sendiri berdasarkan kepercayaan nenek moyang mereka. Di Indonesia ada bebrapa agama yang di anut oleh sebagian besar penduduknya, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu Keberagaman di Indonesia di tingkat individu memiliki ciri-ciri tersendiri melalui sikap, watak, kelakuan, tempramen dan hasrat. Sedangkan di tingkat sosial memiliki ciri-ciri keberagaman itu terjadi karena ada perbedaan suku bangsa, agama, budaya dan ekonomi daerah.

DAFTAR RUJUKAN
Mubaraq, Zulfi. 2010.  Sisiologi Agama. Malang: UIN Maliki Press.
Nawawi,Ismail. 2010.  Ekonomi Islam, Perspektif Teori, Sistem, dan Aspek Hukum, Surabaya: ITS Press.
Amalia, Euis. 2009. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Pers.
Hendropuspito. 1984, Sosiologi Agama, Yogyakarta: Kanisius.
Djakfar, Muhammad. 2007. Agama, Etika, dan Ekonomi, Malang: UIN Press.2007
Yusuf Qardhawi, 1995. Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Istiqhadil Islami, Kairo, Mesir: Maktabah Wahbah.









[1]Ismail Nawawi, Ekonomi Islam, Perspektif Teori, Sistem, dan Aspek Hukum, (Surabaya: ITS Press, 2007), 1.
[2] Zulfi Mubaraq, Sosologi Agama, (Malang: UIN Maliki Press,2010), 79. Lihat Komaruddin Sastradipoera, Sejarah Pemikiran Ekonomi: Suatau Pengantar Teori dan Kebijakan Ekonomi (Bandung: Kappa-Sigma, 2001), 4.
[3] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, (Malang: UIN Maliki Press,2010), 79. Lihat Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 366.
[4] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, (Malang: UIN Malang Press,2010), 79. Lihat Abdullah, Materi Pokok Pendidikan IPS (Jakarta: Depdikbud, 1992), 5.
[5] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, (Malang: UIN Maliki Press,2010), 80. Lihat Richard G. lipsey &Peter  O. steiner, Economics (New York: Harper & Row, 1981), 5.
[6] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, (Malang: UIN Maliki Press,2010), 80. Lihat Abdullah, Materi Pokok, 6. Lihat Adam Smith, The Wealth Nation  (New York: Random House, 1937).
[7] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, (Malang: UIN Maliki Press,2010), 80. Lihat Paul A. Samuelson dan William D. Nordhau, Ekonomi.Terjemahan (Jakarta: Erlangga, 1990), 5.
[8] Ismail Nawawi, Ekonomi Islam: Perspektif Teori, Sistem, dan Aspek Hukum, (Surabaya: ITS Press, 2008), 4-5.
[9]Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 111-112.
[10]Ismail Nawawi, Ekonomi Islam, Perspektif Teori, Sistem, dan Aspek Hukum, (Surabaya: ITS Press, 2007), 15-17.
[12]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, (Malang: UIN Maliki Press,2010), 81. Lihat Ishomuddin, Pengantar Sosiologi Agama (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia-UMM Press, 2002), 80.
[13]Ibid., 82-83.
[14]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, (Malang: UIN Maliki Press,2010), 81. Lihat J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Kencana, 2007), 299-300.
[15]Ibid., 299.
[16]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, (Malang: UIN Maliki Press,2010), 82. Lihat Max Weber, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme. Terjemahan (Surabaya: Pustaka Promethea, 29-30).
[17]Zulfi mubaraq, Sosiologi Agama, (Malang: UIN Maliki Press,2010), 83. Lihat Betty R. Scharf, Sosiologi Agama. Terjemahan (Jakarta: Kencana, 2004), 206.
[18]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, (Malang: UIN Maliki Press,2010), 83. Lihat Narwoko dan Suyanto, Sosiologi, 299-300.
[19]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, (Malang: UIN Maliki Press,2010), 83. Lihat Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama: Suatu Pengantar Awal (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), 218.
[20]D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1984), 70. Lihat O’ Dea, Op. Cit., hlm. 11.
[21]Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 114.
[22]Muhammad Djakfar, Agama, Etika, dan Ekonomi, (Malang: UIN Press, 2007), 17.
[23] Ibid., 19-20.
[24] Ibid., 21.
[25] Ibid., 21-22.
[26] Ibid., 25.
[27] Yusuf Qardhawi, Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Istiqhadil Islami, (Kairo, Mesir: Maktabah Wahbah, 1995), 4.
[28]Muhammad Djakfar, Agama, Etika, dan Ekonomi, (Malang: UIN Press, 2007), 26.
[29]Ibid., 26-27.

1 komentar: