This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 31 Oktober 2013

Sejarah Perkembangan Sosiologi Agama


A.      PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang
Alhamdulillah kami telah menyelesaikan makalah yang berjudul “Sejarah Perkembangan Sosiologi Agama”.Dimana di dalamnya dibahas mengenai sejarah perkembangan sosiologi agama. Penelitian ini dilakukan dengan paradigma interpretif dengan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi dokumen dan bentuk analisis berupa analisis isi (Content Analysis).
Pentingnya topik yang berjudul ‘Sejarah Perkembangan Sosiologi Agama ini antara lain untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan sosiologi klasik, modern serta Islam. Serta apa saja aliran-aliran dalam  ilmu sosiologi.
Bahwa isi global dari makalah ini adalah membahas tentang sejarah-sejarah perkembangan sosiologi agama, dimana tokoh-tokoh dalam perkembangan sosiologi terdiri dari beberapa aliran-aliran serta teori-teori dari beberapa tokoh. Serta membahas tentang sejarah perkembangan sosiologi klasik, modern, serta sosiologi Islam.
2.        Tujuan Pembahasan
a.       Ingin memahami pengertian sejarah menurut etimologi dan terminologi
b.      Ingin memahami sejarah perkembangan sosiologiagama, klasik, modern, serta Islam.
c.       Ingin memahami aliran- aliran dalam sosiologi.

3.        Rumusan Masalah
a.         Apa pengertian Sejarah secara etimologi dan terminologi ?
b.        Bagaimana sejarah perkembangan sosiologi agama, klasik, modern, serta Islam?
c.         Apa saja aliran–aliran dalam sosiologi?

B.   POKOK PEMBAHASAN
1.    Pengertian Sejarah secara Etimologi dan Terminologi
a.    Pengertian Secara Etimologi
Definisi Sejarah menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah asal-usul (keturunan) silsilah; kejadian danperistiwa yang benar-benar terjadi pada masalampau; pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benarterjadi di masa lampau; ilmu sejarah.[1]
Sejarah menurut kamus sosiologi sejarah adalah ilmu mengenai hal-hal yang terjadi pada masa lampau dalam hubungannya dengan masa kini dan faktor-faktor yang mempengaruhinya; kejadian-kejadian yang terjadi pada masa lampau.[2]
Sejarah adalah study of past events; description of past events; past events of experiences.[3]
b.        Pengertian Secara Terminologi
Sejarah adalah pengetahuan yang mencatat dan menguraikan secara kronologis peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau.[4]
Definisi sejarah menurut para tokoh sebagai berikut :
1)      Roeslan Abdulgani
Mengemukakan bahwa sejarah ialah ilmu yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau beserta kejadian-kejadiannya; dengan maksud untuk menilai secara kritis seluruh hasil penelitiannya, untuk dijadikan perbendaharaan-pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan masa sekarang serta arah progres masa depan.
Ilmu sejarah ibarat penglihatan tiga dimensi; pertama penglihatan ke masa silam, kedua ke masa sekarang, dan ketiga ke masa yang akan datang. Atau dengan kata lain, dalam penyelidikan masa silam tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan-kenyataan masa sekarang yang sedang dihadapi, dan sedikit banyak tidak dapat kita melepaskan diri dari perspektif masa depan.
2)      Moh. Yamin, SH
Memberikan pengertian sejarah ialah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan kenyataan.
3)      Thomas Carlyle
Memberikan pengertian  sejarah adalah peristiwa masa lampau yang mempelajari biografi orang-orang terkenal. Mereka, adalah penyelamat pada zamannya. Mereka merupakan orang-orang besar yang pernah dicatat sebagai peletak dasar sejarah.
4)      Herodotus
Ahli sejarah pertama dunia berkebangsaan Yunani, yang mendapat julukan: The Father of History atau Bapak Sejarah. Menurut Herodotus sejarah tidak berkembang ke arah depan dengan tujuan yang pasti, melainkan bergerak seperti garis lingkaran yang tinggi rendahnya diakibatkan oleh keadaan manusia.
5)      Ibnu Khaldun
Mendefinisikan sejarah sebagai catatan tentang masyarakat umat manusia atau peradaban dunia, tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada watak masyarakat itu.[5]

2.      Perkembangan Sosiologi

a.    Sejarah Perkembangan Sosiologi Agama

Sosiologi termasuk ilmu yang paling muda dari ilmu-ilmu sosial yang dikenal. Seperti ilmu yang lain, perkembangan sosiologi dibentuk oleh setting sosialnya dan sekaligus menjadikannya sebagai basis masalah pokok yang dikaji. Awal mula perkembangan sosiologi bisa dilacak pada saat terjadinya revolusi Perancis, dan revolusi industri yang terjadi sepanjang abad 19 yang menimbulkan kekhawatiran, kecemasan dan sekaligus perhatian dari pemikir di waktu itu tentang dampak yang ditimbulkan dari perubahan dahsyatdibidang politik dan ekonomi kapitalistik di masa itu.
Kelahiran sosiologi, lazimnya dihubungkan dengan seseorang ilmuwan Perancis bernama Auguste Comte (1798-1857), yang dengan kreatif telah menyusun sintesaberbagai macam aliran pemikiran, kemudian mengusulkan untuk mendirikan ilmu tentang masyarakat dengan dasar filsafat empris yang kuat. Ilmu tentang masyarakat itu pada awalnya Auguste Comte diberi nama “social physic” (fisika sosial), kemudian diubahnya sendiri dengan  “sociology” karena istilah fisika sosial tersebut dalam waktu yang bersamaan digunakan oleh seorang ahli statistik sosial Belgia bernama Adophe Quetelet.[6]
Sedangkan embrio minat mempelajari fenomena agama dalam masyarakat, mulai tumbuh sekitar pengetahuan abad ke–19 oleh sejumlah sarjana Barat terkenal seperti Edward B.Tylor (1832-1917), Herbert Spencer (1820-1903), Frederich H. Muller (1823-1917), James G. Fraser (1854-1941). Tokoh-tokoh ini lebih tertarik pada agama-agama primitif, namun kajian ilmiah tentang agama relatif  mulai sekitar tahun 1900. Sejak saat itu hingga menjelang munculnya buku-buku sosiologi agama, disebut juga dengan sosiologi agama klasik. Periode klasik ini terutama dikuasai oleh dua sosiologi yang terkenal, yaitu Emile Durkheim dari Perancis (1858-1917) dengan karyanya The Elementery From of Religius Life dan Max Weber dari Jerman (1864-1920) dengan karya monumentalnya,The Protestant Ethic and the Sprit of Capitalism dan Ancient Judaism. Dua sarjana ini lazim disebut sebagai pendiri Sosiologi Agama. Di kemudian hari, tulisan- tulisan mereka digolongkan oleh para ahli sosiologi ke dalam bagian soisologi umum berdasarkan data–data etnologi yang diperoleh dari bangsa-bangsa di luar Eropa, Durkheim menulis bukuyang menarik tentang bentuk- bentuk elementer kehidupan religius, sedangkan Weberjuga tidak kalah menariknya dengan menulis tentang agama di India dan di Cina, karena dari kedua sosiologi tersebut muncul berbagai gagasan penting yang dapat digunakan sebagai prinsip dasar dalam pengembangan ilmu-ilmu sosial.
Banyak ahli sepakat bahwa banyak faktor yang melatarbelakangi kelahiran sosiologi adalah karena adanya krisis-krisis yang terjadi dalam masyarakat. Misalnya, Laeyendecker  mengaitkan kelahiran sosiologi dengan serangkain perubahan dan krisis yang terjadi di Eropa Barat. Proses perubahan dan krisisyang diidentifikasikan Laeyendecker adalah tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke–15, perubahan-perubahan sosial di bidang politik, perubahan berkenaan dengan reformasi Martin Luther, meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan modern, berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, dan revolusi industri pada abad ke–18, serta terjadinya revolusi Perancis. Sosiologi itu disebut sosiologi “ilmu keranjang sampah” (dengan nada memuji), karena membahas ikhyal atau masalah yang lebih banyak terfokus pada problem kemasyarakatan yang timbul akibat krisis-krisissosial yang terjadi.
Ada pendapat lain, mengapa pengetahuan sosial tidak bisa digolongkan sebagai ilmu. Leonardus Laeyendecker menyebut ada tiga keterbatasan dari pengetahuan sosial, yakni:
1.    Karena pengetahuan sosial diperoleh orang dari lingkungan yang relatif terbatas
2.    Karena pengetahuan sosial diperoleh secara selektif menurut emosi-emosi dan karakteristik pribadi masing-masing orang, sehingga besar kemungkinan atau sekurang-kurangnya bukan tidak muncul
3.    Karena pengetahuan sosial acapkali diperoleh secara tidak sengaja, main-main, dan karenanya kurang dipikirkan secara mendalam dan tidak selalu ditinjau secara kritis.[7]
Sejak awal kelahirannya, sosiologi banyak dipengaruhi oleh filsafat sosial. Tetapi berbeda dengan filsafat sosial yang banyak dipengaruhi oleh ilmu alam dan memandang masyarakat sebagai “mekanisme” yang dikuasi hukum-hukum mekanis, sosiologi lebih menempatkan warga masyarakatsebagai individu yang relatif bebas. Para filsuf sosial, seperti Plato dan Aristoteles, umumnya berkeyakinan bahwa seluruh tertib dan keteraturan dunia dan masyarakat langsung berasal dari suatu tertib dan keteraturan yang adimanusiawi, abadi, tidak terubahkan dan ahistoris. Sementara sosiologi justru mempertanyakan keyakinan lama dari para filsuf itu, dan sebagai gantinya muncullah kepercayaan keyakinan baru yang dipandang lebih mencerminkan realitas sosial yang sebenarnya. Para ahli sosiologi telah menyadari bahwa bentuk dari kehidupan bersama, adalah ciptaan manusia itu sendiri. Bentuk-bentuk masyarakat, gejala pelapisan sosial, dan pola-pola interaksi yang berbeda, sekarang lebih dilihat sebagai hasil inisiatif atau hasil kesepakatan manusia itu sendiri.
Sosiologi mulai memperoleh bentuk dan diakui eksistensisnya sekitar abad ke–19, tidaklah berarti bahwa baru pada waktu itu orang memperoleh tentang bagaimana masyarakat dan interaksi sosial. Jauh sebelum Auguste Comte memproklamirkan kehadiran sosiologi, orang-orang telah memiliki pengetahuan tentang kehidupannya yang diperoleh dari pengalamannya. Namun karena belum dirumuskan dengan metode yang mantap pengetahuan mereka disebut pengetahuan sosial, bukan pengetahuan ilmiah. Kemudian Auguste Comte menulis buku-buku tentang berbagai pendekatan umum untuk mempelajari masyarakat. Dia berpendapat bahwa ilmu pengetahuan mempunyai urutan tertentu berdasarkan logika dan setiap penelitian dilakukan melalui tahap-tahap tertentu untuk mencapai tahap akhir, tahap ilmiah. Namun diberikan tatkala itu pada ilmu yang baru tersebut pada tahun 1839 adalah “sosiology” yang berasal dari bahasa latin socius yang berarti “kawan“ dan bahasa Yunani logos yang berarti “kata” atau “berbicara”, jadi sosiologi berarti “berbicara mengenai masyarakat.” 
Pada tahun 1842, lahirlah Sosiologi tatkala Auguste Comte menerbitkan jilid terakhir dari bukunya yang berjudul The Caurse of Positive Phylosophy. Buku tersebut ditulis dan diterbitkan antara tahun 1830-1842, yang merupakan karya utamanya dan mencerminkan suatu komitmen yang kuat terhadap metode ilmiah. Sosiologi sebagai suatu disiplin akademis yang mandiri, telah berusia kurang dari 200 tahun. Sekitar 400 tahun sebelumnya Auguste Comte mengembangkan perseptif sosiologinya di Perancis, Ibnu Kholdun telah merumuskan tentang model suku bangsa nomaden yang keras dan masyarakat yang halus bertipe menetap dalam suatu hubungan yang kontras. Model Kholdun mengenai tipe-tipe sosial dan perubahan sosial diwarnai oleh warisan khusus dari pengalaman dunia gurun pasir di arab. Tujuannya tidak hanya untuk memberikan suatu deskripsi historis mengenai masyarakat Arab, namun untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum atau hukum-hukum yang mengatur dinamika-dinamikamasyarakat dan proses-proses perubahan sosial secara keseluruhan.Kemudian Herbert Spencer mengembangkan pula suatu sistematika penelitian masyarakat dalam bukunya yang berjudul Principles of Sosiology”, sehingga kurang lebih setengah abad kemudian sosiologi menjadi berkembang pesat dan populer di Perancis, Jerman dan Amerika Serikat.[8]
Perkembangan sosiologi yang makin mantap terjadi tahun 1895, yakni pada saat Emile Durkheim menerbitkan bukunya yang berjudul “Rules of Sociological Method”.Pada saat ini diakui banyak pihak sebagai “Bapak Metodologi Sosiologi”, dan bahkan Reiss lebih setuju menyebutkanEmile Durkheim sebagai penyumbang utama kemunculan sosiologi. Pendiri sosiologi lainnya, Max Weber memiliki pendekatan yang berbeda dengan Durkheim. Menurut Weber, sebagai ilmu yang mencoba memahami masyarakat dan perubahan-peubahan yang terjadi di dalamnya, sosiologi tidak semestinnya berikut pada soal-soal pengukuran yang sifatnya kuantitatifyangsekedar mengkaji pengaruh faktor-faktor eksternalitas, tetapi sosiologi bergerak pada upaya memahami di tingkat makna dan mencoba mencari penjelasan pada faktor-faktor internal yang ada pada masyarakat itu sendiri.[9]
Memasuki abad ke-20, perkembangan sosiologi makin variatif. Dipelopori tokoh-tokoh ilmu sosial kontemporer, terutama Anthony Giddens, fokus minat sosiologi dewasa ini bergeser dari structures ke agency, dari masyarakat yang dipahami terutama sebagai seperangkat batasan eksternal yang membatasi bidang pilihan yang bersedia untuk anggota-anggota masyarakat tersebut, dan dalam beberapa hal menentukan perilaku mereka, menuju ke era baru; memahami latar belakang sosial sebagai kumpulan sumber daya yang diambil oleh aktor-aktor untuk mengejar kepentingan mereka sendiri.
Padaera tahun 2000-an ini, perkembangan sosiologi semakin mantap dan kehadirannya diakui banyak pihak, memberikan sumbangan yang sangat penting bagi usaha pembangunan dan kehidupan sehari-hari masyarakat. Bidang-bidang kajian sosiologi juga terus berkembang makin variatif dan menembus batas-batas disiplin ilmu lain. Horton dan Hunt, misalnya mencatat sejumlah bidang kajian sosiologi yang saat ini telah dikenal dan banyak dikembangkan. Di tahun-tahun berikut, seiring dengan perkembangan masyarakat yang semakin kompleks, bisa diramalkan bahwa perkembangan sosiologi juga akan makin beragam dan makin penting.

b.   Perkembangan Sosiologi Klasik
Menurut Berger dalam pemikiran sosiologi berkembang manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap halyang selama ini dianggap sebagai hal yang memang seharusnya demikian, benar, nyata, menghadapi apa yang oleh Berger dan Berger disebut threats to the taken for granted the world. Manakala hal yang selama ini menjadi pegangan manusia mengalami krisis, maka mulailah orang melakukan renungan sosiologi.[10]
Salah satu hal yang menurut Berger dianggap sebagai ancaman ialah disintegrasi kesatuan masyarakat abad pertengahan, khususnya disintegrasi dalam agama Kristen.
L. Laeyendecker  pun mengaitkan kelahiran sosiologi dengan serangkaian perubahan berjangka panjang melanda Eropa Barat di abad pertengahan. Proses perubahan jangka panjang yang diidentifikasi Laeyendecker ialah:
1)   tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15,
2)   perubahan di bidang sosial dan politik,
3)   perubahan berkenaan dengan reformasi Martin Luther,
4)   meningkatnya individualisme,
5)   lahirnya ilmu pengetahuan modern, dan
6)   berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri.[11]
Berbagai proses perubahan sosial berjangka panjang  yang dijabarkan Laenyendecker dan Ritzer itulah “ancaman terhadap tatanan sosial” (threats to the taken-for-granted world) yang telah begitu menggoncang masyarakat dan seakan membangunkannya setelah terlena beberapa abad. Faktor ini merupakan penyebab utama mengapa pemikiran sosiologi mulai berkembang secara serentak di beberapa negara di Eropa-Inggris, Perancis, dan Jerman dalam kurun waktu yang hampir bersamaan, yaitu pada akhir abad kedelapan belas dan awal abad kesembilan belas.
1.    Para Perintis Sosiologi
a.    Auguste Comte  (1798-1857)
Dalam sosiologi, tokoh yang sering di anggap sebagai bapak sosiologi ialah Auguste Comte,seorang ahli filsafat dari Perancis. Namun mengenai hal ini pun tidak ada kesepakatan; Reiss, Jr.(1968), misalnya, berpendapat bahwa Comte lebih tepat dianggap sebagai godfather (wali) dari pada progenitor (leluhur) sosiologi karena sumbangan Comte terbatas pada pemberian nama dan suatu filsafat yang membantu perkembangan sosiologi.
Nama “sosiologi” memang merupakan hasil ciptaan Comte, yaitu suatu gabungan antara kata romawi socius dan kata yunani logos.Coser (1977) mengisahkan bahwa Comte semula bermaksud memberikan nama social physics bagi ilmu yang akan diciptakannya itu, namun kemudian mengurungkan niatnya karena istilah tersebut telah digunakan oleh seorang tokoh lain.
Salah satu sumbangan penting lain bagi sosiologi, sebagaimana telah diungkapkan Reiss ialah suatu filsafat yang mendorong perkembangan sosiologi.  Pemikiran ini diutarakan Comte dalam bukunya “Hukum Kemajuan Manusia” atau “Hukum Jenjang Tiga”, menurut pandangan ini, sejarah manusia akan melewati tiga jenjang yang mendaki: jenjang teologi, jenjang matefisika, dan jenjang positif.
Karena memperkenalkan metode positif ini, maka Comte dianggap sebagai perintis positivisme. Ciri metode positif ialah bahwa objek yang dikaji harus berupa fakta, dan bahwa kajian harus bermanfaat serta mengarah ke kepastian dan kecermatan. Saran yang menurut Comte dapat digunakan untuk melakukan kajian ialah (1) pengamatan, (2) perbandingan, (3) eksperimen, atau (4) metode historis.[12]
Comte berpendapat bahwa sosiologi harus menggunakan metode positif karena dalam pandangannya, sosiologi merupakan ilmu yang sama ilmiahnya dengan ilmu pengetahuan alam yang mendahuluinya. Menurut hematnya kagiatan kajian sosiologi yang tidak menggunakan metode pengamatan, perbandingan eksperimen atau historis bukanlah kajian ilmiah melainkan hanya  renungan atau khayalan belaka.
Sumbangan pikiran penting lain yang diberikan Comte ialah pembagian sosiologi ke dalam bagian besar: statistika sosial (kajian terhadap tatanan sosial) dan dinamika sosial (kajian terhadap kemajuan dan perubahan sosial). Statika mewakili stabilitas, sedangkan dinamika mewakili perubahan. Dengan memakai analogi dari biologi, Comte menyatakan bahwa hubungan antara statika sosial dengan dinamika social dapat disamakan dengan hubungan antara anatomi dan fisiologi.
b.    Karl Marx (1818-1883)
Karl Marx lahir di Trier, Jerman pada tahun 1818, dari keluarga kalangan rohaniwan Yahudi. Marx lebih dikenal sebagai tokoh sejarah ekonomi, ahli filsafat, dan aktivis yang mengembangkan teori tentang sosialisme yang kemudian dikenal dengan Marxisme dari pada seorang perintis sosiologi.
Sumbangan Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai sosial. Menurut Marx perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme menumbuhkan kelas berbeda yaitu kelas yang terdiri atas orang yang menguasai alat produksi, yang dinamakan kaum bourgeoisie, yang mengksploitasikelas yang terdiri atas produksi, yaitu kaum proletar. Menurut Marx pada suatu saat kaum proletar akan menyadari kepentingan bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak, dan dalam konflik yang kemudian berlangsung yang dinamakan perjuangan kelas, kaum bourgeoisie akan dikalahkan. Marx meramalkan kaum proleter akan mendirikan masyarakat tanpa kelas.[13]
Meskipun ramalan Marx tidak pernah terwujud, namun pemikiran Marx mengenai stratifikasi sosial dan konflik tetap berpengaruh terhadap sejumlah besar ahli sosiologi. Sebagaimana halnya dengan para tokoh sosiologi lainnya sebagaimana kita lihat, pemikiran Marx diarahkan pada perubahan sosial besar yang melanda Eropa Barat sebagai dampak perkembangan pembagian kerja, khususnya yang terkait dengan kapitalisme.
c.    Herbert Spencer (1820-1903)
Herbert Spencer adalah seorang berkebangsaan Inggris yang menguraikan materi sosiologi secara terperincidan sistematis. Dalam pandangannya ia mengatakan bahwa objek kajian sosiologi adalah kehidupan keluarga, perilaku politik, tingkah laku antar-penganut umat beragama, kontrol sosial, dan kehidupan masyarakat industri yang di dalamnya terdapat asosiasi, masyarakat setempat, pembagian kerja (job division), pelapisan sosial (social stratification), sosiologi pengetahuan (sociological knowledge), dan ilmu pengetahuan (science).
Pada tahun 1876 Spencer mengemukakan teorinya yang dikenal dengan istilah teori evolusi sosial (social evolution), yang hingga saat ini masih banyak dianut para sosiolog dan mengalami banyak perkembangan. Dalam teoriini ia menganggap bahwa perubahan masyarakat itu ekuivalen dengan teori evolusi Darwin. Dalam evolusi sosial ia berpendapat bahwa perkembangan masyarakat akan selalu berubah secara linier dari tingkat peradaban yang primitif ke arah peradaban modern (industri) secara bertahap sebagaimana teori evolusi Darwin.

d.   Emile Durkheim (1858-1917)
Buku The Divison of  Labor in Society (1968) merupakan suatu upaya Durkheim untuk mengkaji suatu gejala yang sedang melanda masyarakat yaitu pembagian kerja. Dukheim mengemukakan bahwa dibidang perekonomian seperti dibidang industri modern terjadi penggunaan mesin serta konsentrasi modal dan tenaga kerja yang mengakibatkan pembagian kerja dalam bentuk spesialisasi dan pemisahan okupasi yang semakin rinci. Gejala pembagian kerja tersebut dijumpai pula di bidang perniagaan dan pertanian, dan tidak terbatas pada bidang ekonomi saja tapi melanda pula di bidang-bidang kehidupan lain, yaitu hukum, politik, kesenian, dan bahkan juga keluarga.
Nama “sosiologi” memang merupakan hasil ciptaan Comte, yaitu gabungan antara kataRomawi socius dan kata Yunani logos.Coser mengisahkan bahwa Comte semula bermaksud memberikan nama social physics bagi ilmu yang akan diciptakannya itu, namun kemudian mengurungkan niatnya karena istilah tersebut telah digunakan oleh seorang tokoh lain.[14]
Durkheim menawarkan definisi sosiologi, bidang yang harus dipelajari sosiologi yaitu fakta sosial “fakta yang berisikan cara bertindak, berpikir dan yang mengendalikan individu tersebut”. Untuk memperjelas definisi ini Durkhiem mengemukakan bahwa fakta sosial adalah “setiap cara bertindak, yang telah baku atau tidak, yang dapat melakukan pemaksaan dari luar terhadap individu”. Fakta sosial tersebut mengendalikan dan dapat memaksa individu, karena bilamana individu melanggarnya ia terkena sanksi.[15]
Buku Suicide (1968) merupakan upaya Durkhiem untuk menerapkan metode yang telah dirintisnya untuk menjelaskan faktor sosial yang menjadi penyebab terjadinya fakta sosial yang konkret, yaitu bunuh diri.
Jika Comte dan ahli sosiologi lain yang mengikutinya membagi sosiologi menjadi statistika sosial dan dinamika sosial, maka dalam majalah L’annee sociologique Durkheim dan kawan-kawannya memperkenalkan pembagian-pembagian lain. Berdasarkan pokok bahasannya, sosiologi mereka klasifikasikan menjadi bagian yang terdiri atas sosiologi umum, sosiologi agama, sosiologi ekonomi, morfologi sosial, dan sejumlah pokok bahasan yang mencakup sosiologi estetika, teknologi, bahasa, dan perang.
e.    Max Weber (1864-1920)
Weber merupakan seorang ilmuan yang sangat produktif dan menulis sejumlah buku dan makalah. Salah satu bukunya yang terkenal ialah The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1904). Dalam buku ini ia mengemukakan tesisnya yang terkenal mengenai keterkaitan antara etika protestan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Menurut Weber muncul dari berkembangnya kapitalisme di Eropa Barat berlangsung secara bersamaan dengan berkembangan sekte kalvinisme dalam agama protestan. Argument Weber adalah sebagai berikut: ajaran kalvinisme mengharuskan umatnya untuk menjadikan dunia tempat yang makmur, sesuatu yang hanya dapat dicapai dengan kerja keras. Karena umat kalvinis bekerja keras, antara lain dengan harapan bahwa kemakmuran merupakan tanda baik yang mereka harapan dapat menuntun mereka ke arah surga, maka mereka pun menjadi makmur.
Namun keuntungan yang mereka peroleh melalui kerja keras ini tidak dapat digunakan untuk berfoya-foya atau bentuk konsumsi berlebihan lain, karena ajaran kalvinisme mewajibkan hidup sederhana dan melarang segala bentuk kemewahan dan foya-foya. Sebagai akibat yang tidak direncanakan dari perangkat ajaran kalvinisme ini, maka para penganut agama ini menjadi semakin makmur karena keuntungan yang mereka peroleh dari hasil usaha tidak dikonsumsikan melainkan ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Melalui cara inilah menurut Weber kapitalisme di Eropa Barat berkembang.
Sumbangan Weber yang tidak kalah pentingnya ialah kajiannya mengenai konsep dasar sosiologi. Dalam uraian ini Weber menyebutkan pula bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial. Ini tampak dari definisi berikut ini “sociology … is a science which attempts the interpretive understanding of social action in order thereby to arrive at a causal explanation of its course and effect”.[16]
Arti penting tulisan ini ialah bahwa dikemudian hari tulisan ini menjadi acuan bagi dikembangkannya teori sosiologi yang membahas interaksi sosial. Namun yang perlu dikemukakan disini ialah bahwa pendekatan sosiologi yang diusulkan Weber dalam tulisan ini ternyata tidak menjadi tuntunan baginya untuk melihat masyarakat.
Dari uraian ini nampak bahwa salah satu sumbangan Weber bagi sosiologi di samping sumbangan pemikirannya berupa usaha menjelaskan proses perubahan jangka panjang yang melanda Eropa Barat ialah usahanya untuk mendefinisikan dan menjabarkan pokok bahasan sosiologi.
c.    Perkembangan Sosiologi Modern
Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada.Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologimuncul pertama kalinya).
Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.
Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi yang lama di Eropa tidak relevan lagi.Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu, maka lahirlah sosiologi modern.[17]
Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris).Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul.Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh.Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologidan dalam sosiologi modern ini lebih memunculkan rincian tentang teori-teori dalam konteks lebih luas.
Teori Sosiologi Modern
Manusia adalah masyarakat dalam bentuk miniatur.Ketika dia berkomunikasi dengan dirinya sendiri, dia bisa menjadi subyek dan sekaligus obyek.Dalam komunikasi itu pula, manusia berpikir, menunjuk segala sesuatu, menginterpretasikan situasi, dan berkomunikasi dengan dirinya sendiri dengan cara-cara berbeda.
Berpikir berarti berbicara kepada diri sendiri, sama seperti cara kita berbicara dengan orang lain. Percakapan dengan diri sendiri sebagian besar dilakukan dengan diam. Tanpa diri sendiri, manusia tidak akan mampu berkomunikasi dengan orang lain, sebab hanya dengan itu, maka komunikasi efektif dengan orang lain bisa terjadi.
1.    Kekuatan sosial yang berperan dalam perkembangan teori sosiologi
Semua bidang intelektual dibentuk setingan sosialnya.Hal ini terutamaberlaku untuk sosiologi, yang tak hanya berasal dari kondisi sosialnya, tetapi juga menjadikan lingkungan sosialnya sebagai basis masalah pokoknya. Beberapa pemusatan terhadap  kondisi sosial terpenting di abad 19 dan awal abad 20 yang sangat signifikan dalam perkembangan sosiologi modern.
Revolusi politik, industri dan kemunculan kaum kapitalis.Revolusi ini dihantarkan oleh revolusi Perancis 1789 dan revolusi yang belangsung sepanjang abad 19 merupakan faktor yang paling besar perannya dalam perkembangan sosiologi.[18]Akibat revolusi ini terjadi perubahan yang dahsyat pada masyarakat terutama masalah dampak negatifnya yang mengundang keperihatinan dari para ilmuan, olehkarena itu para pemikir mencoba untuk menemukan tatanan baru dalam masyarakat yang telah berubah oleh revolusi politik.Hal ini menjadi salah satu perhatian utama teoritis sosiologi klasik terutama Comte dan Durkheim.
Kemudian revolusi politik dan revolusi industri melanda Eropa pada abad 19 dan 20 dan merupakan faktor yang memunculkan teori sosiologi.[19]Dalam revolusi ini banyak merubah pola masyarakat dari corak pertanian menjadi industri karena mereka mendapatkan tawaran dari pihak industri.Birokrasi ekonomi muncul dalam skala besar yang memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh indusri dan sistem ekonomi kapitalis. Akibat dari sistem kapitalis ini adanya pihak-pihak lain yang diuntungkan sehingga menyebabkan terjadinya bentrok antara kaum industri dan kaum kapitalis dan reaksi penentang ini diikuti dengan ledakan gerakan buruh dan berbagai radikal lain yang bertujuan untuk menghancurkan sistem kapitalis.
Sosialisme adalah sebuah istilah yang bertujuan unutk menghancurkan serta menanggulangi akses industi dan kapitalis terutama Marx.Disamping itu juga Weber dan Durkheim menentang sosialisme seperti kata Marx, karena menurut mereka daripada melakukan reformasi sosial dalam sistem kapitalisme lebih baik melakukan revolusi sosial.
Finanisme dimana perempuan disub-ordinasikan hampir dimana saja mereka mengakui dan memprotes situasi itu dalam berbagai bentuk, mereka menuntut mobilisasi masif untuk hak pilih perempuan dan reformasi undang-undang dan kewarganegaraan dan industrialdi awal abad 20 di Amerika Serikat.Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan sosiologi khususnya pada sejumlah karya perempuan, dimana karya-karya mereka sering kali terdesak kepinggiran dan disub-ordinasikan, atau di remehkan oleh lelaki yang menyusun sosiologi sebagai basis kekuatan profesional.
Urbanisasi akibat revolusi industri banyak sekali orang di pedesaan berpindah kelingkungan urban hal ini dikarenakan adanya lapangan pekerjaan yang diciptakan industri di kawasan urban. Akibat dari migrasi ini menimbulkan berbagai persoalan seperti kepadatan yang berlebihan, kebisingan, kepadatan lalu lintas, dll, hal ini menarik perhatian sosiologi awal terutama Weber dan  George Sammel.[20]
Perubahan keagamaan, urbanisasi membawa pengaruh besar terhadap religius karena mereka ingin meningkatkan taraf hidup manusia, mereka ingin orang seperti Comte, sosiologi ditransformasikan kedalam agama.Menurut yang lainnya teori sosiologi mereka mengandung nilai kegamaan yang tak mungkin keliru.
Pertumbuhan ilmu pengetahuan, ketika sosiologi dibangun, minat terhadap ilmu pengetahuan (science) memberikan prestasi yang cukup besar.Diantaranya yang sukses adalah bidang fisika, biologi, dan kimia sehingga mendapat terhormat dalam masyarakat. Para sosiologi awal terutama Comte dan Durkheim semula telah berkecimpung dalam sains itu dan banyak menginginkan agar sosiologi dapat meniru kesuksesan, tetapi hal itu menjadi bahan perdebatan karena sains berpendapat bahwa ciri-ciri kehidupan sosial yang sangat berbeda dengan ciri-ciri objek studi sains yang akan menimbulkan kesukaran apabila mencontoh studi sains secara utuh.[21]
2.    Kekuatan intelektual dan kemunculan teori sosiologi
Dalam hal ini adalah tentang kekuatan intelektual yang berperan sentral dalam membentuk teori sosiologi. Berbagai kekuatan intelektual yang menentukan perkembangan teori sosiologi akan dibahas dalam konteks nasional karena dalam kehidupan nasional itulah pengaruhnya terutama dirasakan.
a.    Abad pencerahan
Pencerahan adalah sebuah periode perkembangan intelektual dan pembahasan pemikiran filsafat yang luar biasa.Sejumlah gagasan dan keyakinan lama kebanyakan berkaitan dengan kehidupan social dibuang dan diganti selama periode pencerahan.Pemikir yang paling terkemuka adalah Charle Montesqueu (1689-1755) dan Jean Jacques Rousseau.Pemikir yang berhubungan dengan pencerahan terutama dipengaruhi dua arus, yakni sains dan filsafat. Masa era pencerahan lebih menekankan pada reaksi konservatif  dan romantis terhadap pertumbuhan teori sosiologi.
b.    Reaksi konservatif terhadap pencerahan
Sosiologi Perancis bersifat rasional, empiris, ilmiah, dan berorientasi perubahan.Ideologi menentang premis modernisasi dapat menemukan sentimentanti-modernisasi dalam kritik pencerahan.Bentuk oposisi paling ekstrim terhadap gagasan pencerahan berasal dari filosofi kontra revosioner katolikPerancis seperti tampak padaide-ide Louis de Bonald (1754-1840) dan Joseph de Maistre (1753-1821). Zeltin telah menguraikan 10 proposisi yang muncul dari reaksi konservatif dan menyediakan basis bagi perkembangan teori sosiologi Perancis klasik, yaitu:
Ø Sebagian pemikiran pencerahan cenderung menekankan pada individu, sedangkan reaksi konservatif mengarahkan perhatian pada sosiologi umum dan menekankan pada masyarakat dan fenomena.
Ø Masyarakat adalah unit analisi terpenting masyarakat dipandang lebih penting daripada individu.
Ø Individu bahkan tidak dilihat sebagai unsur yang paling mendalam dalam masyarakat, karena masyarakat terdiri dari komponen sepertiposisi, hubungan, dll.
Ø Bagian-bagian masyarakat dianggap saling berhubungan dan saling ketergantungan.
Ø Perubahan dipandang bukan hanya sebagai ancaman terhadap masyarakat dan terhadap komponennya, tetapi juga terhadap invidu dan masyarakat.
Ø Kecenderungan umum adalah melihat berbagai komponen masyarakat berskala luas sebagai komponen yang berguna, baik bagi masyarakat maupuan bagi individu yang menjadi anggotanya.
Ø Unit-unit kecil seperti kelompok keluarga, tetangga, kelompok keagamaan dan mata pencaharian dipandang penting bagi individu yang menjadi anggotanya.
Ø Ada kecenderungan memandang berbagai perubahan sosial modern seperti industrialisasi, urbanisasi dan birokrasi dapat menimbulkan kekacauan tatanan.
Ø Sementara kebanyakan perubahan menakutkan itu mengarah pada kehidupan masyarakat yang lebih rasional.
Ø Pemikir konservatif mendukung keberadaan sistem hirarkis dalam masyarakat.[22]

d.   Perkembangan Sosiologi Islam
Ibnu Khaldun mencetus pemikiran baru yang menyatakan sistem sosial manusia berubah mengikut kemampuannya berfikir, keadaan muka bumi persekitaran mereka, pengaruh iklim, makanan, emosi serta jiwa manusia itu sendiri.[23]
Beliau juga berpendapat institusi masyarakat berkembang mengikut tahapnya dengan tertib bermula dengan tahap primitif, pemilikan, diikuti tahap peradaban dan kemakmuran sebelum tahap kemunduran.Pandangan Ibnu Khaldun dikagumi tokoh sejarah berketurunan Yahudi, Prof. Emeritus dan Dr. Bernerd Lewis yang menyifatkan tokoh ilmuwan itu sebagai ahli sejarah Arab yang hebat pada zaman pertengahan.
Felo Amat Utama Akademik Institut Antarabangsa Pemikiran dan Ketamadunan (Istac), Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM), Muhammad Uthman El-Muhammady juga melihat pendekatan Ibnu Khaldun secara sejagat. Beliau dilahirkan di Tunisia, keluarga Ibnu Khaldun sebenarnya berasal dari wilayah Seville, Spanyol, ketika dalam pemerintahan Islam.
Ketika zaman kanak-kanak, beliau mempelajari al-Quran dariorang tuanya sebelum melanjutkan pendidikan ke tingkat tinggi dengan dibantu sejarawan dan ulama Tunisia serta Spanyol.Pada 1375, beliau berhijrah ke Granada, Spanyol karena akan melarikan diri dari kerajaan di Afrika Utara.Bagaimanapun, keadaan politik Granada tidak stabil, lantas mendorong beliau untuk merantau ke Aljazair (bagian utara Semenanjung Tanah Arab). Di sana, beliau tinggal di kampung kecil yaitu Qalat Ibnu Salama.
Di sana juga beliau menghasilkan beberapa karya terkenal termasuk al Ibar Wa Diwan al-Mubtad Wa al-Khabar. Kitab ini mengandung enam jilid dan paling terkenal, kitab Mukaddimah.Sehingga kini kitab itu menjadi rujukan umat Islam, khususnya dalam ilmu kajian sosial, politik, falsafah dan sejarah.Kitab Mukaddimah menguraikan beberapa peristiwa dalam kehidupan masyarakat, proses pembentukan negara, faktor kemajuan serta kemunduran, selain menerangkan beberapa perkara yang berkaitan dengan bidang perniagaan, perindustrian dan pertanian.
Karya Ibnu Khaldun yang menakjubkan itu menjadikan beliau diberi gelar sebagai Prolegomena atau pengenalan kepada berbagai ilmu perkembangan kehidupan manusia di kalangan ilmuwan Barat.Saat itu, Ibnu Khaldun mengutarakan pandangannya untuk memperbaiki kesenjangan dalam kehidupan yang menjadikan karya beliau seperti ensiklopedia yang mengisahkan berbagai perkara dalam kehidupan sosial manusia.Kajian yang dilakukan Ibnu Khaldun bukan hanya mencakupi kisah kehidupan masyarakat ketika itu, bahkan merangkumi sejarah umat terdahulu.
Selain sebagai ilmuwan dalam bidang sosial, Ibnu Khaldunmampu mentadbir dengan baik saat dilantik sebagai kadi ketika menetap di Mesir.Kebijaksanaannya mendorong Sultan Burquq yaitu Sultan Mesir ketika itu memberi gelaran Waliyuddin kepada Ibnu Khaldun.[24]
Ibnu Khaldun juga memajukan konsep ekonomi, perdagangan, kebebasan dan terkenal karena hasil kerjanya dalam bidang sosiologi, astronomi, numerologi, kimia serta sejarah.Beliau membangunkan ide bahawa tugas kerajaan hanya kepada mempertahankan rakyatnya dari keganasan, melindungi harta, mencegah penipuan dalam perdagangan dan mengurus penghasilan uang.Pemerintah juga melaksanakan kepemimpinan politik bijaksana dengan perpaduan sosial dan kuasa tanpa paksaan.
Dari segi ekonomi, Ibnu Khaldun memajukan teori nilai dan hubung kaitnya dengan tenaga buruh, memperkenalkan pembagian tenaga kerja, menyokong pasar terbuka, menyadari kesan dinamik permintaan dan keuntungan.Beliau turut menyokong perdagangan bebas dengan orang asing, dan percaya kepada kebebasan memilih bagi membenarkan rakyat bekerja keras untuk diri mereka sendiri.Wacana atau pemikiran Ibnu Khaldun turut diterjemahkan ke dalam kehidupan masyarakat modern yang mau mengimbangi pembangunan fisik dan spiritual seperti Malaysia yang sedang menuju status negara maju.
Secara teorinya, ilmu itu dikaitkan dengan soal manusia dalam masyarakat dan ahli sosiologi berharap ilmu yang berkaitan dapat menjalin perpaduan serta membentuk penawar kepada krisis moral yang dihadapi masyarakat sekarang.Istilah sosiologi walaupun diciptakan tokoh kelahiran Perancis abad ke-19, Aguste Comte, kajian mengenai kehidupan sosial manusia sudah dihurai oleh Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqaddimah, 500 tahun lebih awal, pada usianya 36 tahun.[25]
e.    Perkembangan Sosiologi di Indonesia
Pada mulanya, belum pernah ada kajian-kajian tentang masyarakat yang terangkum dalam suatu konsep ilmu pengetahuan yang dinamakan sosiologi di Indonesia. Akan tetapi, konsep sosiologi ini secara tidak langsung dituangkan dalam berbagai ajaran dan karya pujangga Nusantara. Sebagai misal adalah ajaran “Wulang Reh” yang ditulis oleh Sri Paduka Mangkunegoro IV dari keraton Surakarta. Di dalamnya diajarkan tentang pola hubungan atau kelas yang berbeda. Hal yang sama juga ditemukan dalam ajaran Ki Hajar Dewantoro, sebagai peletak dasar-dasar  pendidikan nasional di Indonesia, tentang dasar-dasar kepemimpinan dan keluarga yang terangkum dalam konsep “ Ing ngarso sung tuladha, (di depan memberikan contoh yang baik), ing madya mangun karsa, (di tengah memberikan semangat), dan tut wuri handayani (di belakang memberikan dorongan atau kekuatan)”, secara tidak langsung merupakan peletak dasar konsep sosiologi.[26]
Selain itu, unsur–unsur sosiologis juga dapat ditemukan dalam karya-karya peneliti sebelum masa kemerdekaan seperti karya Snouck Hurgronje, J.van Falenhoven, Ter Har, Duyvendak, dan lain-lain, dan objek penulisannya adalah keadaan masyarakat Indonesia, akan tetapi deskripsi sosio kultural masyarakat Indonesia pada saat itu masih bersifat non sosiolois dan bukan sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwah deskripsi tentang keadaan sosio kultural masayarakat Indonesia tersebut sudah dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, tetapi konsep penelaahan ilmiah tersebut belum menjadi ilmu yang berdiri sendiri melainkan sebagai pembantu terhadap illmu-ilmu lainnya. Dengan demikian hanya bersifat komplementer.[27]
Sebelum perang dunia II, SEKOLAH TINGGI HUKUM di Jakarta adalah satu-satunya lembaga di Indonesia yang memberikan kuliah-kuliah sosiologi. Akan tetapi, pembelajaran sosiologi dalam lembaga pendidikan tinggi tersebut belum merupakan ilmu yang berdiri sendiri, melainkan hanya sebagai pelengkap bagi mata kuliah di bidang hukum. Para pengajarnya juga bukan dari orang-orang yang secara khusus membidangi bidang disiplin ilmu tersebut, sebab di Indonesia pada saat itu belum ada seorang sarjana yang khusus membidangi ilmu sosiologi. Sementara sosiologi yang diajarkan dalam kuliah tersebut juga masih berupa filsafat dan teori sosial.[28]
Bahkan pada tahun 1934-1935 mata kuliah sosiologi di lembaga pendidikan tersebut justru dihilangkan, sebab guru besar di mata kuliah hukum tersebut berpendapat bahwa pengetahuan tentang bentuk dan susunan masyarakat, serta prosesnya tidak diperlukan dalam pendidikan hukum. Dalam pandangan guru besar di bidang hukum pada saat itu hukum positif tidak lebih hanyalah peraturan-peraturan yang berlaku dengan sah pada suatu waktu dan suatu tempat tertentu sehingga yang terpenting dalam pembelajaran di bidang hukum adalah perumusan peraturan dan sistem untuk menafsirinya.[29]
Setelah Perang Dunia II tepatnya setelah proklamasi kemerdekaan, diproklamirkan untuk pertama kalinya oleh Prof.Mr Soenario Kolopaking yang memberikan kuliah sosiologi pada tahun 1948 di Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta yang kemudian dilebur dalam Universitas Negeri Gadjah Mada Yogyakarta. Di universitas tersebut sosiologi diajarkan sebagai ilmu pengetahuan dalam jurusan ilmu pemerintahan dalam negeri, hubungan luar negeri, dan publiksistik. Pada tahun 1950 ada beberapa orang yang memperdalam sosiologi di luar negeri bahkan diantaranya mempelajari ilmu ini secara khusus yang akhirnya mereka menjadi cikal bakal tumbuhnya sosiologi di negeri ini. Perkembangan dari beberapa ilmuwan sosial tersebut adalah diterbitkannnya buku sosiologi yang berjudul “Sosiologi Indonesia” yang ditulis dalam Bahasa Indonesia oleh Mr. Djody Gondo Kusumo yang memuat pengertian dasar sosiologi secara teoritis dan bersifat filsafat. Perkembangan selanjutnya yaitu revolusi fisik, sekitar tahun 1950 terbit untuk kedua kalinya buku sosiologi karya Barsono. Selanjutnya Hassan Shadily menulis sebuah buku yang berjudul “Sosiologi Masyarakat di Indonesia” yang memuat kajian-kajian sosiologi modern. Akhirnya referensi-referensi sosiologi baik dari karya anak negeri maupun buku impor yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia banyak berdatangan ke negeri ini.[30]
Dari paparan tersebut jelas bahwa perkembangan sosiologi di Indonesia pada mulanya hanya dianggap sebagai ilmu pelengkap saja. Akan tetapi dengan berdirinya perguruan tinggi di negeri ini, sosiologi memegang peranan yang sangat penting dalam menelaah masyarakat Indonesia yang sedang berkembang. Berangkat dari kepentingan untuk membangun suatu bangsa inilah, maka sosiologi menempati tempat yang penting dalam daftar kuliah beberapa perguruan tinggi. Bahkan ada beberapa perguruan tinggi di Indonesia yang pada saat ini membuka program jurusan sosiologi.[31]
3. Aliran-aliran Sosiologi
a. Struktural Fungsionalis
Aliran ini lahir di Amerika Latin dan menyebabkan terbentuknya teori-teori.Suatu teori pada hakikatnya merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan suatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris.[32]
Bagi seseorang yang mempelajari sosiologi maka teori-teori tersebut mempunyai beberapa kegunaan antara lain:
a.    Suatu teori atau beberapa teori merupakan ihtisar daripada hal-hal yang telah diketahui dan diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang dipelajari sosiologi.
b. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada seseorang yang memperdalam pengetahuannya di bidang sosiologi.
c. Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang dipelajari oleh sosiologi.[33]

b. Aliran Analitis
Aspek aliran ini lebih mengarah kepada masalah-masalah pembangunan yang praktis.Masalahnya mengenai tradisi penelitian yang berangkat dari perspektif makro (kehidupan manusia dalam masyarakat secara umum) yang melibatkan faktor-faktor keterangan pembangunan jangka panjang dan didasarkan atas gagasan dan paham ahli-ahli sosiologi klasik. Karena sosiologi mempelajari peristiwa kehidupan masyarakat secara menyeluruh, yaitu tidak hanya menyangkut struktur dan proses social secara obyektif, melainkan juga menyangkut berbagai kehidupan masyarakat, seperti perekonomian, hukum, kejahatan dan lain-lain.[34]

c.Aliran Modernisasi Internasional
Aliran ini pada tahun lima puluhan dan enam puluhan mengalami zaman perkembangannya dan sosiologi terapan yang ada hubungannya dengan itu, tidak mengenal spesialisasi regional, akan tetapi lebih memusatkan perhatiannya kepada tingkat mikro (mempelajari masyarakat secara khusus) dan mencari keterangan untuk proses-proses jangka pendek dan menengah. Menurut penelitian-penelitian yang dilakukan di desa-desa, di region, dan di perkampungan kota-kota di tingkat mikro.
Dalam penelitian tersebut terlihat perbedaan-perbadaan dalam mempelajari sosiologi pembangunan yaitu mengenai sampai seberapa jauh para peneliti itu melibatkan diri dengan masalah penerapan pengetahuan untuk keperluan menentukan kebijaksanaan pembangunan. Penelitian di tingkat mikro memang lebih cocok untuk diterapkan daripada kedua variasi lainnya.
Sosiologi pembangunan ini berasal dari struktural-fungsionalisme. Dari perubahan-perubahan sosial yang terjadi menimbulkan proses deferensisasi struktural. Diferensiasi adalah suatu proses di mana sebuah peranan atau organisasi pecah menjadi dua peranan dan organisasi atau lebih, yang berfungsi lebih efektif dalam keadaan historis yang telah berubah, seperti dalam pembagian kerja.
d. Aliran Positivistik atau Positivisme
Comte ialah pendiri sekaligus tokoh terpenting bagi positivistik.Positivistik disebut juga paham empirisisme-kritis, bahwa pengamatan dengan teori berjalan seiring. Bagi Comte pengamatan tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas dasar sebuah teori dan pengamatan juga tidak mungkin dilakukan secara terisolasi, dalam arti harus dikaitkan dengan suatu teori
Positivistik menurut Comte ialah sesuatu yang berguna untuk diketahui, lawan positivistik bukanlah suatu yang negatif melainkan spekulatif atau metafisika. Positivistik menganggap hukum ditentukan oleh pokok persoalannya. Dua tipe pokok positivistik dalam teori hukum ialah positivistik analitika, dan fungsional atau pragmatis.
Aliran-aliran pemikiran tersebut di atas selalu diidentikkan dengan karya dari penemu-penemu terkenalnya, yang merupakan suatu tanda kebanggaan akademik juga disisi lain selain sosiologi untuk dapat menarik pengikut-pengikut dan untuk dianggap sebagai penemu suatu aliran pemikiran baru.[35]

C.      ANALISIS DAN DISKUSI
1.    Analisis
a.      Pengertian Sejarah
a)      Menurut kelompok kami, definisi sejarah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah asal-usul (keturunan) silsilah; kejadian danperistiwa yang benar-benar terjadi pada masalampau; pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benarterjadi di masa lampau.
b)      Menurut kelompok kami, pengertian sejarah secara  terminologiadalah pengetahuan yang mencatat dan menguraikan secara kronologis peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
b.      Sejarah Perkembangan Sosiologi
a)      Menurut kelompok kami perkembangan sosiologi agama terjadi pada tahun 1895,yakni pada saat Emile Durkhim menerbitkan bukunya yang berjudul Rules of Sociological Method.Dan pada saat ini diakui banyak pihak sebagai “Bapak Metodologi Sosiologi”, dan bahkan Reiss lebih setuju menyebutkan  Emile Durkheim sebagai penyumbang utama kemunculan sosiologi. Memasuki abad ke-20, perkembangan sosiologi makin variatif. Pada era tahun 2000-an, perkembangan sosiologi semakin mantap dan kehadirannya diakui banyak pihak memberikan sumbangan yang sangat penting bagi usaha pembangunan dan kehidupan sehari-hari masyarakat.
b) Menurut kami perkembangan sosiologi klasikberkembangpada waktu masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal yang selama ini dianggap sebagai hal yang memang seharusnya demikian, benar, nyata, menghadapi apa yang oleh Berger dan Berger disebut threats to the taken for granted the world.Yaitu pada saat hal yang selama ini menjadi pegangan manusia mengalami krisis,maka mulailah orang melakukan renungan sosiologi.
c)    Menurut kami perkembangan sosiologi moderen bermula pada abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi dari gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.
d)    Menurut kami perkembangan sosiologi Islamdalam pandangan Ibnu Khaldun dikagumi tokoh sejarah berketurunan Yahudi, Prof. Emeritus dan Dr. Bernerd Lewis yang menyifatkan tokoh ilmuwan itu sebagai ahli sejarah Arab yang hebat pada zaman pertengahan.Felo Amat Utama Akademik Institut Antarabangsa Pemikiran dan Ketamadunan (Istac), Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM), Muhammad Uthman El-Muhammady pula melihat pendekatan Ibnu Khaldun secara sejagat. Beliau dilahirkan di Tunisia, keluarga Ibnu Khaldun sebenarnya berasal dari wilayah Seville, Spanyol, ketika dalam pemerintahan Islam.Karya Ibnu Khaldun yang menakjubkan itu menjadikan beliau diberi gelar sebagai Prolegomena atau pengenalan kepada berbagai ilmu perkembangan kehidupan manusia di kalangan ilmuwan Barat.
e) Menurut kami perkembangan sosiologi di Indonesia pada mulanya hanya dianggap sebagai ilmu pelengkap saja. Akan tetapi dengan berdirinya perguruan tinggi di negeri ini, sosiologi memegang peranan yang sangat penting dalam menelaah masyarakat Indonesia yang sedang berkembang. Berangkat dari kepentingan untuk membangun suatu bangsa inilah, maka sosiologi menempati tempat yang penting dalam daftar kuliah beberapa perguruan tinggi. Bahkan ada beberapa perguruan tinggi di Indonesia yang pada saat ini membuka program jurusan sosiologi.
c. Aliran Sosiologi
a)      Menurut kelompok kami struktural fungsionalis yaitu aliran yang menyebabkan terbentuknya teori-teori. Aliran ini lahir di Amerika latin dan menyebabkan terbentuknya teori-teori.Suatu teori pada hakikatnya merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu.
b)      Menurut kami aliran analitis yaitu aliran yang lebih mengarah kepada masalah-masalah pembangunan yang praktis yang melibatkan faktor-faktor keterangan pembangunan jangka panjang dan didasarkan atas gagasan dan paham ahli-ahli sosiologi klasik.
c)      Menurut kami aliran modernisasi internasional yaitu aliran yang tidak mengenal spesialisasi regional, akan tetapi lebih memusatkan perhatiannya kepada tingkat mikro (mempelajari masyarakat secara khusus) dan mencari keterangan untuk proses-proses jangka pendek dan menengah.
d)     Menurut kami aliran positivistik atau positivisme yaitu aliran yang menggunakan paham emperisisme-kritis, bahwa pengamatan dengan teori berjalan seiring. Pengamatan tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas dasar sebuah teori dan pengamatan juga tidak mungkin dilakukan secara terisolasi, dalam arti harus dikaitkan dengan suatu teori
2. Diskusi

D.      KESIMPULAN
Proses perkembangan sosiologi dibagi menjadi tiga perkembangan, antara lain, perkembangan sosiologi klasik, perkembangan sosiologi modern, serta perkembangan sosiologi Islam. Ketiga perkembangan sosiologi tersebut juga berpengaruh terhadap perkembangan sosiologi di Indonesia.Perkembangan sosiologi tidak terlepas dari campur tangan dan pemikiran perintis sosiologi yang mengerahkan seluruh akal, pikiran, dan tenaganya untuk pembaharuan sosiologi agar lebih baik lagi.
Di dalam sosiologi terdapat beberapa aliran yang mempengaruhi perkembangan sosiologi dan memiliki beberapa fungsi yang mendukung untuk perkembangan ilmu sosiologi.Aliran-aliran tersebut adalah aliran struktural fungsionalis, aliran analitis, aliran modernisasi internasional, dan aliran positivistik atau positivisme.

DAFTAR RUJUKAN
Kamus Elektronik Bahasa Indonesia.2008. jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Soerjono soekanto. Kamus Sosiologi. 1985. Jakatra : Rajawali.
Oxford Learner’s Pocket Dictionary.
Peter Salim dan Yenny Salim. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, edisi pertama. Jakarta : Modern English Press.
Kahmad, Danang.2009. Sosiologi Agama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Maarif, Ahmad Syafii.1996. Ibn Khaldun dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur.Jakarta: Gema Insani Press.
Mubaraq, Zulfi. Dr. H. M,Ag. 2010. Sosiologi Agama. Malang: UIN-MALIKI PRESS.
Poloma, Margaret M. 2007. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Setiadi, Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Shadily, Hassan. 1993. Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sunarto,Kumanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Upe, Ambo. 2010. Tradisi Aliran dalam Sosiologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sejarah Dan Aliran-Aliran Besar Dalam Sosiologi-BUSTAMI. Html, tanggal akses
7-09-2013 Pkl. 13.30




[1]Kamus Elektronik Bahasa Indonesia, 2008, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
[2]Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, 1985, Jakatra : Rajawali.
[3]Oxford Learner’s Pocket Dictionary, 4.
[4] Peter Salim dan Yenny Salim, 1991, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, edisi pertama. Jakarta : Modern English Press.
[6]Dr.H. Zulfi Mubaraq,M.Ag, Sosiologi Agama, Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010.
[7]Ibid.,11.
[8]Ibid., 13.
[9]Ibid.,13-14.
[10] Kumanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta:FakultasEkonomi Universitas Indonesia,2004), 213.
[11]Ibid.,221.
[12] Hassan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia (Jakarta:Rineka Cipta, 1993),163.
[13]Ibid., 164.
[14] Hassan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), 164.
[15] Ambo Upe, S.Sos, M.Si, Tradisi Aliran dalam Sosiologi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010),  211.
[16]Kumanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta:Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,2004),  216.
[17]M. Poloma Margaret, Sosiologi Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),  263.
[18]Ibid., 264.
[19]Ibid., 266.
[20]Daldjoeni, dalam Pontoh, 2009, 92.
[21] Ambo Upe, S.Sos, M.Si, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010),  231.
[22] Ambo Upe, S.Sos, M.Si, Tradisi Aliran dalam Sosiologi (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2010),  232.
[23] Dr. H. Danang Kahmad, M.Si, Sosiologi Agama (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 27.
[24]Dr. H. Danang Kahmad, M.Si, Sosiologi Agama (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009),  27.
[25]Ibid., 28.
[26]Kolip Setiadi. Pengantar Sosiologi.(Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2011), 15.
[27]Ibid, 16.
[28]Ibid., 16.
[29]Ibid., 16.
[30][30]Kolip Setiadi. Pengantar Sosiologi.(Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2011), 16-17.
[31] Soerjono Soekamto, Op.cit., 42.
[32]Ambo Upe, S.Sos, M.Si, Tradisi Aliran dalam Sosiologi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 324.
[33]M. Poloma Margaret, Sosiologi Kontemporer(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), 287.
[34]Ibid., 325-328.
[35]Ibid., 329.