A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Alhamdulillah kami telah menyelesaikan makalah yang berjudul
“Sejarah Perkembangan Sosiologi Agama”.Dimana di dalamnya dibahas mengenai sejarah
perkembangan sosiologi agama. Penelitian ini dilakukan dengan paradigma
interpretif dengan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi dokumen
dan bentuk analisis berupa analisis isi (Content Analysis).
Pentingnya
topik yang berjudul ‘Sejarah Perkembangan Sosiologi Agama’ ini
antara lain untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan sosiologi klasik,
modern serta Islam. Serta apa saja aliran-aliran dalam ilmu sosiologi.
Bahwa isi global dari makalah ini adalah membahas tentang
sejarah-sejarah perkembangan sosiologi agama, dimana tokoh-tokoh dalam
perkembangan sosiologi terdiri dari beberapa aliran-aliran serta teori-teori
dari beberapa tokoh. Serta membahas tentang sejarah perkembangan sosiologi
klasik, modern, serta sosiologi Islam.
2.
Tujuan Pembahasan
a.
Ingin memahami pengertian sejarah menurut etimologi dan terminologi
b.
Ingin memahami sejarah perkembangan sosiologiagama,
klasik, modern, serta Islam.
c.
Ingin memahami aliran- aliran dalam sosiologi.
3.
Rumusan Masalah
a.
Apa pengertian Sejarah secara etimologi dan terminologi ?
b.
Bagaimana sejarah perkembangan sosiologi agama,
klasik, modern, serta Islam?
c.
Apa saja aliran–aliran dalam sosiologi?
B. POKOK
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Sejarah secara Etimologi
dan Terminologi
a.
Pengertian Secara Etimologi
Definisi Sejarah menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah asal-usul (keturunan) silsilah; kejadian danperistiwa yang
benar-benar terjadi pada masalampau; pengetahuan atau uraian tentang peristiwa
dan kejadian yang benar-benarterjadi di masa lampau; ilmu sejarah.[1]
Sejarah menurut kamus sosiologi sejarah
adalah ilmu mengenai hal-hal yang terjadi pada masa lampau dalam hubungannya
dengan masa kini dan faktor-faktor yang mempengaruhinya; kejadian-kejadian yang
terjadi pada masa lampau.[2]
Sejarah adalah study of past events; description
of past events; past events of experiences.[3]
b.
Pengertian Secara Terminologi
Sejarah adalah pengetahuan yang mencatat
dan menguraikan secara kronologis peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian
yang benar-benar terjadi pada masa lampau.[4]
Definisi sejarah menurut para tokoh sebagai berikut :
1)
Roeslan Abdulgani
Mengemukakan bahwa sejarah ialah ilmu yang meneliti dan menyelidiki
secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa
lampau beserta kejadian-kejadiannya; dengan maksud untuk menilai secara kritis
seluruh hasil penelitiannya, untuk dijadikan perbendaharaan-pedoman bagi
penilaian dan penentuan keadaan masa sekarang serta arah progres masa depan.
Ilmu sejarah ibarat penglihatan tiga dimensi; pertama penglihatan ke masa silam, kedua ke masa sekarang, dan ketiga ke masa yang akan datang. Atau dengan kata lain, dalam penyelidikan masa silam tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan-kenyataan masa sekarang yang sedang dihadapi, dan sedikit banyak tidak dapat kita melepaskan diri dari perspektif masa depan.
Ilmu sejarah ibarat penglihatan tiga dimensi; pertama penglihatan ke masa silam, kedua ke masa sekarang, dan ketiga ke masa yang akan datang. Atau dengan kata lain, dalam penyelidikan masa silam tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan-kenyataan masa sekarang yang sedang dihadapi, dan sedikit banyak tidak dapat kita melepaskan diri dari perspektif masa depan.
2)
Moh. Yamin, SH
Memberikan pengertian sejarah ialah suatu ilmu pengetahuan yang
disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan
kenyataan.
3)
Thomas Carlyle
Memberikan pengertian sejarah adalah peristiwa masa lampau
yang mempelajari biografi orang-orang terkenal. Mereka, adalah penyelamat pada
zamannya. Mereka merupakan orang-orang besar yang pernah dicatat sebagai
peletak dasar sejarah.
4)
Herodotus
Ahli sejarah pertama dunia berkebangsaan Yunani, yang mendapat
julukan: The Father of History atau Bapak Sejarah. Menurut Herodotus sejarah
tidak berkembang ke arah depan dengan tujuan yang pasti, melainkan bergerak
seperti garis lingkaran yang tinggi rendahnya diakibatkan oleh keadaan manusia.
5)
Ibnu Khaldun
Mendefinisikan sejarah sebagai catatan tentang masyarakat umat
manusia atau peradaban dunia, tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada
watak masyarakat itu.[5]
2.
Perkembangan Sosiologi
a.
Sejarah Perkembangan Sosiologi Agama
Sosiologi termasuk
ilmu yang paling muda dari ilmu-ilmu sosial yang dikenal. Seperti ilmu yang
lain, perkembangan sosiologi dibentuk oleh setting sosialnya dan sekaligus
menjadikannya sebagai basis masalah pokok yang dikaji. Awal mula perkembangan
sosiologi bisa dilacak pada saat terjadinya revolusi Perancis, dan revolusi
industri yang terjadi sepanjang abad 19 yang menimbulkan kekhawatiran,
kecemasan dan sekaligus perhatian dari pemikir di waktu itu tentang dampak yang
ditimbulkan dari perubahan dahsyatdibidang politik dan ekonomi kapitalistik di
masa itu.
Kelahiran sosiologi, lazimnya dihubungkan dengan seseorang ilmuwan Perancis
bernama Auguste Comte
(1798-1857), yang dengan kreatif telah menyusun sintesaberbagai macam aliran
pemikiran, kemudian mengusulkan untuk mendirikan ilmu tentang masyarakat dengan
dasar filsafat empris yang kuat. Ilmu tentang masyarakat itu pada awalnya Auguste
Comte diberi nama “social physic” (fisika sosial), kemudian diubahnya sendiri
dengan “sociology” karena istilah fisika
sosial tersebut dalam waktu yang bersamaan digunakan oleh seorang ahli
statistik sosial Belgia bernama Adophe Quetelet.[6]
Sedangkan embrio minat mempelajari fenomena agama dalam masyarakat,
mulai tumbuh sekitar pengetahuan abad ke–19 oleh sejumlah sarjana Barat
terkenal seperti Edward B.Tylor (1832-1917), Herbert Spencer (1820-1903),
Frederich H. Muller (1823-1917), James G. Fraser (1854-1941). Tokoh-tokoh ini
lebih tertarik pada agama-agama primitif, namun kajian ilmiah tentang agama
relatif mulai sekitar tahun 1900. Sejak
saat itu hingga menjelang munculnya buku-buku sosiologi agama, disebut juga
dengan sosiologi agama klasik. Periode klasik ini terutama dikuasai oleh dua
sosiologi yang terkenal, yaitu Emile
Durkheim dari Perancis
(1858-1917) dengan karyanya The Elementery From of Religius Life dan Max
Weber dari Jerman
(1864-1920) dengan karya
monumentalnya,The Protestant
Ethic and the Sprit of Capitalism dan
Ancient Judaism. Dua sarjana ini lazim disebut sebagai pendiri Sosiologi
Agama. Di kemudian hari, tulisan- tulisan mereka digolongkan oleh para ahli sosiologi
ke dalam bagian soisologi umum berdasarkan data–data etnologi yang diperoleh
dari bangsa-bangsa di luar Eropa, Durkheim menulis bukuyang menarik tentang
bentuk- bentuk elementer kehidupan religius, sedangkan Weberjuga tidak kalah
menariknya dengan menulis tentang agama di India dan di Cina, karena dari kedua
sosiologi tersebut muncul berbagai gagasan penting yang dapat digunakan sebagai
prinsip dasar dalam pengembangan ilmu-ilmu sosial.
Banyak ahli sepakat bahwa banyak faktor yang melatarbelakangi
kelahiran sosiologi adalah karena adanya krisis-krisis yang terjadi dalam
masyarakat. Misalnya, Laeyendecker
mengaitkan kelahiran sosiologi dengan serangkain perubahan dan krisis
yang terjadi di Eropa Barat. Proses perubahan dan krisisyang diidentifikasikan
Laeyendecker adalah tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke–15,
perubahan-perubahan sosial di bidang politik, perubahan berkenaan dengan
reformasi Martin Luther, meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan
modern, berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, dan revolusi industri pada
abad ke–18, serta terjadinya revolusi Perancis.
Sosiologi itu disebut sosiologi “ilmu keranjang sampah” (dengan nada memuji),
karena membahas ikhyal atau masalah yang lebih banyak terfokus pada problem
kemasyarakatan yang timbul akibat krisis-krisissosial yang terjadi.
Ada pendapat lain, mengapa pengetahuan sosial tidak bisa
digolongkan sebagai ilmu. Leonardus Laeyendecker menyebut ada tiga keterbatasan
dari pengetahuan sosial, yakni:
1.
Karena pengetahuan sosial diperoleh orang dari lingkungan yang
relatif terbatas
2.
Karena pengetahuan sosial diperoleh secara selektif menurut
emosi-emosi dan karakteristik pribadi masing-masing orang, sehingga besar
kemungkinan atau sekurang-kurangnya bukan tidak muncul
3.
Karena pengetahuan sosial acapkali diperoleh secara
tidak sengaja, main-main, dan karenanya kurang dipikirkan secara mendalam dan
tidak selalu ditinjau secara kritis.[7]
Sejak awal kelahirannya, sosiologi banyak dipengaruhi oleh filsafat
sosial. Tetapi berbeda dengan filsafat sosial yang banyak dipengaruhi oleh ilmu
alam dan memandang masyarakat sebagai “mekanisme” yang dikuasi hukum-hukum
mekanis, sosiologi lebih menempatkan warga masyarakatsebagai individu yang relatif
bebas. Para filsuf sosial, seperti Plato
dan Aristoteles, umumnya berkeyakinan bahwa seluruh tertib dan keteraturan
dunia dan masyarakat langsung berasal dari suatu tertib dan keteraturan yang
adimanusiawi, abadi, tidak
terubahkan dan ahistoris. Sementara sosiologi justru mempertanyakan keyakinan
lama dari para filsuf itu, dan sebagai gantinya muncullah kepercayaan keyakinan
baru yang dipandang lebih mencerminkan realitas sosial yang sebenarnya. Para
ahli sosiologi telah menyadari bahwa bentuk dari kehidupan bersama, adalah
ciptaan manusia itu sendiri. Bentuk-bentuk
masyarakat, gejala pelapisan sosial, dan pola-pola interaksi yang berbeda,
sekarang lebih dilihat sebagai hasil inisiatif atau
hasil kesepakatan manusia itu sendiri.
Sosiologi mulai memperoleh bentuk dan diakui eksistensisnya
sekitar abad ke–19, tidaklah berarti bahwa baru pada waktu itu orang memperoleh
tentang bagaimana masyarakat dan interaksi
sosial. Jauh sebelum Auguste Comte memproklamirkan kehadiran sosiologi,
orang-orang telah memiliki pengetahuan tentang kehidupannya yang diperoleh dari
pengalamannya. Namun karena belum dirumuskan dengan metode yang mantap
pengetahuan mereka disebut pengetahuan sosial, bukan pengetahuan ilmiah.
Kemudian Auguste Comte menulis buku-buku tentang berbagai pendekatan umum untuk
mempelajari masyarakat. Dia berpendapat bahwa ilmu pengetahuan mempunyai urutan
tertentu berdasarkan logika dan setiap penelitian dilakukan melalui tahap-tahap
tertentu untuk mencapai tahap akhir, tahap ilmiah. Namun diberikan tatkala itu
pada ilmu yang baru tersebut pada tahun 1839 adalah “sosiology” yang berasal
dari bahasa latin socius yang berarti
“kawan“ dan bahasa Yunani logos yang
berarti “kata” atau “berbicara”, jadi sosiologi berarti “berbicara mengenai
masyarakat.”
Pada tahun 1842, lahirlah Sosiologi tatkala Auguste
Comte menerbitkan jilid terakhir dari bukunya yang berjudul The Caurse of Positive Phylosophy.
Buku tersebut ditulis dan diterbitkan antara tahun 1830-1842, yang merupakan
karya utamanya dan mencerminkan suatu komitmen yang kuat terhadap metode
ilmiah. Sosiologi sebagai suatu disiplin akademis yang mandiri, telah berusia
kurang dari 200 tahun. Sekitar 400 tahun sebelumnya Auguste Comte mengembangkan
perseptif sosiologinya di Perancis,
Ibnu Kholdun telah
merumuskan tentang model suku bangsa nomaden yang keras dan masyarakat yang
halus bertipe menetap dalam suatu hubungan yang kontras. Model Kholdun mengenai
tipe-tipe sosial dan perubahan sosial diwarnai oleh warisan khusus dari
pengalaman dunia gurun pasir di arab. Tujuannya tidak hanya untuk memberikan
suatu deskripsi historis mengenai masyarakat Arab,
namun untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum atau hukum-hukum yang mengatur
dinamika-dinamikamasyarakat
dan proses-proses perubahan sosial
secara keseluruhan.Kemudian Herbert
Spencer mengembangkan pula suatu sistematika penelitian masyarakat dalam
bukunya yang berjudul “Principles
of Sosiology”, sehingga
kurang lebih setengah abad
kemudian sosiologi menjadi berkembang pesat dan populer di Perancis,
Jerman dan Amerika
Serikat.[8]
Perkembangan sosiologi yang makin mantap terjadi tahun 1895, yakni
pada saat Emile Durkheim menerbitkan bukunya yang berjudul “Rules of
Sociological Method”.Pada saat ini diakui banyak pihak sebagai “Bapak
Metodologi Sosiologi”, dan bahkan Reiss lebih setuju menyebutkanEmile Durkheim
sebagai penyumbang utama kemunculan sosiologi. Pendiri sosiologi lainnya, Max
Weber memiliki pendekatan yang berbeda dengan Durkheim.
Menurut Weber, sebagai ilmu yang mencoba memahami masyarakat dan
perubahan-peubahan yang terjadi di dalamnya, sosiologi tidak semestinnya
berikut pada soal-soal pengukuran yang sifatnya kuantitatifyangsekedar mengkaji
pengaruh faktor-faktor eksternalitas, tetapi sosiologi bergerak pada upaya
memahami di tingkat makna dan mencoba mencari penjelasan pada faktor-faktor
internal yang ada pada masyarakat itu sendiri.[9]
Memasuki abad ke-20, perkembangan sosiologi makin variatif.
Dipelopori tokoh-tokoh ilmu sosial kontemporer,
terutama Anthony Giddens, fokus minat sosiologi dewasa ini bergeser dari structures
ke agency, dari masyarakat yang dipahami terutama sebagai
seperangkat batasan eksternal yang membatasi bidang pilihan yang bersedia untuk
anggota-anggota masyarakat tersebut, dan dalam beberapa hal menentukan perilaku
mereka, menuju ke era baru; memahami latar belakang
sosial sebagai kumpulan sumber daya yang diambil oleh aktor-aktor untuk
mengejar kepentingan mereka sendiri.
Padaera tahun 2000-an ini, perkembangan sosiologi semakin mantap
dan kehadirannya diakui banyak pihak,
memberikan sumbangan yang sangat penting bagi usaha pembangunan dan kehidupan
sehari-hari masyarakat. Bidang-bidang kajian sosiologi juga terus berkembang
makin variatif dan menembus batas-batas disiplin ilmu lain. Horton dan Hunt,
misalnya mencatat sejumlah bidang kajian sosiologi yang saat ini telah dikenal
dan banyak dikembangkan. Di tahun-tahun berikut, seiring dengan perkembangan
masyarakat yang semakin kompleks,
bisa diramalkan bahwa perkembangan sosiologi juga akan makin beragam dan makin
penting.
b.
Perkembangan Sosiologi Klasik
Menurut Berger dalam pemikiran
sosiologi berkembang manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap halyang
selama ini dianggap sebagai hal yang memang seharusnya demikian, benar, nyata,
menghadapi apa yang oleh Berger
dan Berger disebut threats to the taken for granted the world.
Manakala hal yang selama ini menjadi pegangan manusia mengalami krisis,
maka mulailah orang melakukan renungan sosiologi.[10]
Salah satu hal yang menurut Berger
dianggap sebagai ancaman ialah
disintegrasi kesatuan masyarakat abad pertengahan, khususnya
disintegrasi dalam agama Kristen.
L. Laeyendecker pun
mengaitkan kelahiran sosiologi dengan serangkaian perubahan berjangka panjang
melanda Eropa Barat di abad
pertengahan. Proses perubahan jangka panjang yang diidentifikasi Laeyendecker
ialah:
1)
tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15,
2)
perubahan di bidang sosial
dan politik,
3)
perubahan berkenaan dengan reformasi Martin
Luther,
4)
meningkatnya individualisme,
5)
lahirnya ilmu pengetahuan modern, dan
6)
berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri.[11]
Berbagai proses perubahan sosial
berjangka panjang yang dijabarkan
Laenyendecker dan Ritzer itulah
“ancaman terhadap tatanan sosial” (threats
to the taken-for-granted world) yang telah begitu menggoncang masyarakat
dan seakan membangunkannya setelah terlena beberapa abad. Faktor ini merupakan
penyebab utama mengapa pemikiran sosiologi mulai berkembang secara serentak di
beberapa negara di Eropa-Inggris, Perancis, dan Jerman dalam kurun waktu yang
hampir bersamaan, yaitu pada akhir abad kedelapan belas dan awal abad
kesembilan belas.
1.
Para Perintis Sosiologi
a.
Auguste Comte (1798-1857)
Dalam sosiologi, tokoh yang sering di anggap sebagai bapak sosiologi ialah Auguste Comte,seorang ahli filsafat dari Perancis. Namun
mengenai hal ini pun tidak ada kesepakatan; Reiss, Jr.(1968), misalnya,
berpendapat bahwa Comte lebih tepat dianggap sebagai godfather (wali) dari pada progenitor
(leluhur) sosiologi karena sumbangan Comte terbatas pada pemberian nama dan
suatu filsafat yang membantu perkembangan sosiologi.
Nama “sosiologi” memang merupakan hasil ciptaan Comte, yaitu suatu
gabungan antara kata romawi socius dan kata yunani logos.Coser
(1977) mengisahkan bahwa Comte semula bermaksud memberikan nama social physics
bagi ilmu yang akan diciptakannya itu, namun kemudian mengurungkan niatnya
karena istilah tersebut telah digunakan oleh seorang tokoh lain.
Salah satu sumbangan penting lain bagi sosiologi, sebagaimana telah
diungkapkan Reiss ialah
suatu filsafat yang mendorong perkembangan sosiologi. Pemikiran ini diutarakan Comte dalam bukunya
“Hukum Kemajuan Manusia” atau “Hukum Jenjang Tiga”, menurut pandangan ini,
sejarah manusia akan melewati tiga jenjang yang mendaki: jenjang teologi,
jenjang matefisika, dan jenjang positif.
Karena memperkenalkan metode positif ini, maka Comte dianggap
sebagai perintis positivisme.
Ciri metode positif ialah bahwa objek yang dikaji harus berupa fakta, dan bahwa
kajian harus bermanfaat serta mengarah ke kepastian dan kecermatan. Saran yang
menurut Comte dapat digunakan untuk melakukan kajian ialah (1) pengamatan, (2)
perbandingan, (3) eksperimen, atau (4) metode historis.[12]
Comte berpendapat bahwa sosiologi harus menggunakan metode positif
karena dalam pandangannya, sosiologi merupakan ilmu yang sama ilmiahnya dengan
ilmu pengetahuan alam yang mendahuluinya. Menurut hematnya kagiatan kajian
sosiologi yang tidak menggunakan metode pengamatan, perbandingan eksperimen
atau historis bukanlah kajian ilmiah melainkan hanya renungan atau khayalan belaka.
Sumbangan pikiran penting lain yang diberikan Comte ialah pembagian
sosiologi ke dalam bagian besar: statistika sosial (kajian terhadap tatanan
sosial) dan dinamika sosial (kajian terhadap kemajuan dan perubahan sosial).
Statika mewakili stabilitas, sedangkan dinamika mewakili perubahan. Dengan
memakai analogi dari biologi, Comte menyatakan bahwa hubungan antara statika sosial
dengan dinamika social dapat disamakan dengan hubungan antara anatomi dan
fisiologi.
b.
Karl Marx (1818-1883)
Karl Marx lahir di
Trier, Jerman pada tahun 1818, dari
keluarga kalangan rohaniwan Yahudi.
Marx lebih dikenal sebagai tokoh sejarah ekonomi, ahli filsafat, dan aktivis
yang mengembangkan teori tentang sosialisme yang kemudian dikenal dengan
Marxisme dari pada seorang perintis sosiologi.
Sumbangan Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai
sosial. Menurut Marx perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme menumbuhkan
kelas berbeda yaitu kelas yang terdiri atas orang yang menguasai alat produksi,
yang dinamakan kaum bourgeoisie, yang mengksploitasikelas yang terdiri atas
produksi, yaitu kaum proletar. Menurut Marx pada suatu saat kaum proletar akan
menyadari kepentingan bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak, dan
dalam konflik yang kemudian berlangsung yang dinamakan perjuangan kelas, kaum
bourgeoisie akan dikalahkan. Marx meramalkan kaum proleter akan mendirikan
masyarakat tanpa kelas.[13]
Meskipun ramalan Marx tidak pernah terwujud, namun pemikiran Marx
mengenai stratifikasi sosial dan konflik tetap berpengaruh terhadap sejumlah
besar ahli sosiologi. Sebagaimana halnya dengan para tokoh sosiologi lainnya
sebagaimana kita lihat, pemikiran Marx diarahkan pada perubahan sosial besar
yang melanda Eropa Barat sebagai dampak perkembangan pembagian kerja, khususnya
yang terkait dengan kapitalisme.
c.
Herbert Spencer (1820-1903)
Herbert Spencer adalah seorang berkebangsaan Inggris yang
menguraikan materi sosiologi secara terperincidan sistematis. Dalam
pandangannya ia mengatakan bahwa objek kajian sosiologi adalah kehidupan
keluarga, perilaku politik, tingkah laku antar-penganut umat beragama, kontrol
sosial, dan kehidupan masyarakat industri yang di dalamnya terdapat asosiasi,
masyarakat setempat, pembagian kerja (job division), pelapisan sosial (social
stratification), sosiologi pengetahuan (sociological knowledge), dan
ilmu pengetahuan (science).
Pada tahun 1876 Spencer mengemukakan teorinya yang dikenal dengan
istilah teori evolusi sosial (social evolution), yang hingga saat ini
masih banyak dianut para sosiolog dan mengalami banyak perkembangan. Dalam teoriini
ia menganggap bahwa perubahan masyarakat itu ekuivalen dengan teori evolusi
Darwin. Dalam evolusi sosial ia berpendapat bahwa perkembangan masyarakat akan
selalu berubah secara linier dari tingkat peradaban yang primitif ke arah
peradaban modern (industri) secara bertahap sebagaimana teori evolusi Darwin.
d.
Emile Durkheim (1858-1917)
Buku The Divison of Labor
in Society (1968) merupakan suatu upaya Durkheim untuk mengkaji suatu
gejala yang sedang melanda masyarakat yaitu pembagian kerja. Dukheim mengemukakan
bahwa dibidang perekonomian seperti dibidang industri modern terjadi penggunaan
mesin serta konsentrasi modal dan tenaga kerja yang mengakibatkan pembagian
kerja dalam bentuk spesialisasi dan pemisahan okupasi yang semakin rinci.
Gejala pembagian kerja tersebut dijumpai pula di bidang perniagaan dan
pertanian, dan tidak terbatas pada bidang ekonomi saja tapi melanda pula di
bidang-bidang kehidupan lain, yaitu hukum, politik, kesenian, dan bahkan juga
keluarga.
Nama “sosiologi” memang merupakan hasil ciptaan Comte, yaitu
gabungan antara kataRomawi socius dan
kata Yunani logos.Coser mengisahkan
bahwa Comte semula bermaksud memberikan nama social physics bagi ilmu yang akan
diciptakannya itu, namun kemudian mengurungkan niatnya karena istilah tersebut
telah digunakan oleh seorang tokoh lain.[14]
Durkheim menawarkan definisi sosiologi, bidang yang harus dipelajari
sosiologi yaitu fakta sosial “fakta yang berisikan cara bertindak, berpikir dan
yang mengendalikan individu tersebut”. Untuk memperjelas definisi ini Durkhiem
mengemukakan bahwa fakta sosial adalah “setiap cara bertindak, yang telah baku
atau tidak, yang dapat melakukan pemaksaan dari luar terhadap individu”. Fakta
sosial tersebut mengendalikan dan dapat memaksa individu, karena bilamana
individu melanggarnya ia terkena sanksi.[15]
Buku Suicide (1968) merupakan upaya Durkhiem untuk menerapkan
metode yang telah dirintisnya untuk menjelaskan faktor sosial yang menjadi
penyebab terjadinya fakta sosial yang konkret, yaitu bunuh diri.
Jika Comte dan ahli sosiologi lain yang mengikutinya membagi sosiologi
menjadi statistika sosial dan dinamika sosial, maka dalam majalah L’annee
sociologique Durkheim dan kawan-kawannya memperkenalkan pembagian-pembagian
lain. Berdasarkan pokok bahasannya, sosiologi mereka klasifikasikan menjadi
bagian yang terdiri atas sosiologi umum, sosiologi agama, sosiologi ekonomi,
morfologi sosial, dan sejumlah pokok bahasan yang mencakup sosiologi estetika,
teknologi, bahasa, dan perang.
e.
Max Weber (1864-1920)
Weber merupakan seorang ilmuan yang sangat produktif dan menulis
sejumlah buku dan makalah. Salah satu bukunya yang terkenal ialah The
Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1904). Dalam buku ini ia
mengemukakan tesisnya yang terkenal mengenai keterkaitan antara etika protestan
dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Menurut Weber muncul dari
berkembangnya kapitalisme di Eropa Barat berlangsung secara bersamaan dengan
berkembangan sekte kalvinisme dalam agama protestan. Argument Weber adalah
sebagai berikut: ajaran kalvinisme
mengharuskan umatnya untuk menjadikan dunia tempat yang makmur, sesuatu yang
hanya dapat dicapai dengan kerja keras. Karena umat kalvinis bekerja keras,
antara lain dengan harapan bahwa kemakmuran merupakan tanda baik yang mereka
harapan dapat menuntun mereka ke arah surga, maka mereka pun menjadi makmur.
Namun keuntungan yang mereka peroleh melalui kerja keras ini tidak
dapat digunakan untuk berfoya-foya atau bentuk konsumsi berlebihan lain, karena
ajaran kalvinisme mewajibkan hidup sederhana dan melarang segala bentuk
kemewahan dan foya-foya. Sebagai akibat yang tidak direncanakan dari perangkat
ajaran kalvinisme ini, maka para penganut agama ini menjadi semakin makmur
karena keuntungan yang mereka peroleh dari hasil usaha tidak dikonsumsikan melainkan
ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Melalui cara inilah menurut Weber
kapitalisme di Eropa Barat berkembang.
Sumbangan Weber yang tidak kalah pentingnya ialah kajiannya
mengenai konsep dasar sosiologi. Dalam uraian ini Weber menyebutkan pula bahwa
sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial. Ini tampak dari
definisi berikut ini “sociology … is a
science which attempts the interpretive understanding of social action in order
thereby to arrive at a causal explanation of its course and effect”.[16]
Arti penting tulisan ini ialah bahwa dikemudian hari tulisan ini
menjadi acuan bagi dikembangkannya teori sosiologi yang membahas interaksi sosial.
Namun yang perlu dikemukakan disini ialah bahwa pendekatan sosiologi yang
diusulkan Weber dalam tulisan ini ternyata tidak menjadi tuntunan baginya untuk
melihat masyarakat.
Dari uraian ini nampak bahwa salah satu sumbangan Weber bagi
sosiologi di samping sumbangan pemikirannya berupa usaha menjelaskan proses
perubahan jangka panjang yang melanda Eropa Barat ialah usahanya untuk
mendefinisikan dan menjabarkan pokok bahasan sosiologi.
c.
Perkembangan Sosiologi Modern
Sosiologi
modern tumbuh pesat di benua Amerika tepatnya di Amerika Serikat dan
Kanada.Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologimuncul pertama kalinya).
Pada
permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara.
Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota
industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak
sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.
Perubahan
masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai
pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi yang lama di Eropa tidak relevan
lagi.Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi
masyarakat pada saat itu, maka lahirlah sosiologi modern.[17]
Berkebalikan
dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih
sering disebut pendekatan empiris).Artinya, perubahan masyarakat dapat
dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul.Berdasarkan
fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara
menyeluruh.Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research)
dalam sosiologidan dalam sosiologi modern ini lebih memunculkan rincian tentang
teori-teori dalam konteks lebih luas.
Teori Sosiologi Modern
Manusia adalah masyarakat dalam
bentuk miniatur.Ketika dia berkomunikasi dengan dirinya sendiri, dia bisa
menjadi subyek dan sekaligus obyek.Dalam komunikasi itu pula, manusia berpikir,
menunjuk segala sesuatu, menginterpretasikan situasi, dan berkomunikasi dengan
dirinya sendiri dengan cara-cara berbeda.
Berpikir
berarti berbicara kepada diri sendiri, sama seperti cara kita berbicara dengan
orang lain. Percakapan dengan diri sendiri sebagian besar dilakukan dengan
diam. Tanpa diri sendiri, manusia tidak akan mampu berkomunikasi dengan orang
lain, sebab hanya dengan itu, maka komunikasi efektif dengan orang lain bisa terjadi.
1. Kekuatan sosial yang berperan dalam perkembangan teori sosiologi
Semua bidang intelektual dibentuk
setingan sosialnya.Hal ini terutamaberlaku untuk sosiologi, yang tak hanya
berasal dari kondisi sosialnya, tetapi juga menjadikan lingkungan sosialnya
sebagai basis masalah pokoknya. Beberapa pemusatan terhadap
kondisi sosial terpenting di abad 19 dan awal abad 20 yang sangat
signifikan dalam perkembangan sosiologi modern.
Revolusi
politik, industri dan kemunculan kaum kapitalis.Revolusi ini dihantarkan oleh revolusi Perancis 1789 dan revolusi
yang belangsung sepanjang abad 19 merupakan faktor yang paling besar perannya
dalam perkembangan sosiologi.[18]Akibat
revolusi ini terjadi perubahan yang dahsyat pada masyarakat terutama masalah
dampak negatifnya yang mengundang keperihatinan dari para ilmuan, olehkarena
itu para pemikir mencoba untuk menemukan tatanan baru dalam masyarakat yang telah berubah oleh revolusi
politik.Hal ini menjadi salah satu perhatian utama teoritis sosiologi klasik
terutama Comte dan Durkheim.
Kemudian
revolusi politik dan revolusi industri melanda Eropa pada abad 19 dan 20 dan
merupakan faktor yang memunculkan teori sosiologi.[19]Dalam
revolusi ini banyak merubah pola masyarakat dari corak pertanian menjadi
industri karena mereka mendapatkan tawaran dari pihak industri.Birokrasi
ekonomi muncul dalam skala besar yang memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh
indusri dan sistem ekonomi kapitalis. Akibat dari sistem kapitalis ini adanya
pihak-pihak lain yang diuntungkan sehingga menyebabkan terjadinya bentrok antara kaum industri dan kaum
kapitalis dan reaksi penentang ini diikuti dengan ledakan gerakan buruh dan berbagai radikal lain yang
bertujuan untuk menghancurkan sistem kapitalis.
Sosialisme
adalah sebuah istilah yang bertujuan unutk menghancurkan serta menanggulangi akses industi dan kapitalis terutama
Marx.Disamping itu juga Weber dan Durkheim menentang sosialisme seperti kata
Marx, karena menurut mereka daripada melakukan reformasi sosial dalam sistem kapitalisme lebih baik
melakukan revolusi sosial.
Finanisme dimana perempuan disub-ordinasikan hampir dimana saja mereka mengakui dan
memprotes situasi itu dalam berbagai bentuk, mereka menuntut mobilisasi masif
untuk hak pilih perempuan dan reformasi undang-undang dan kewarganegaraan dan
industrialdi awal abad 20 di Amerika Serikat.Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan
sosiologi khususnya pada sejumlah karya perempuan, dimana karya-karya mereka sering kali
terdesak kepinggiran dan disub-ordinasikan, atau di remehkan oleh lelaki yang
menyusun sosiologi sebagai basis kekuatan profesional.
Urbanisasi akibat revolusi industri banyak
sekali orang di pedesaan berpindah kelingkungan urban hal ini dikarenakan adanya
lapangan pekerjaan yang diciptakan industri di kawasan urban. Akibat dari
migrasi ini menimbulkan berbagai persoalan seperti kepadatan yang berlebihan,
kebisingan, kepadatan lalu lintas, dll, hal ini menarik perhatian sosiologi
awal terutama Weber dan George Sammel.[20]
Perubahan
keagamaan, urbanisasi membawa
pengaruh besar terhadap religius karena mereka ingin meningkatkan taraf hidup
manusia, mereka ingin orang seperti Comte, sosiologi ditransformasikan kedalam agama.Menurut
yang lainnya teori sosiologi mereka mengandung nilai kegamaan yang tak mungkin
keliru.
Pertumbuhan
ilmu pengetahuan, ketika sosiologi dibangun, minat terhadap ilmu pengetahuan (science)
memberikan prestasi yang cukup besar.Diantaranya yang sukses adalah bidang
fisika, biologi, dan kimia sehingga mendapat terhormat dalam masyarakat. Para
sosiologi awal terutama Comte dan Durkheim semula telah berkecimpung dalam sains itu dan banyak
menginginkan agar sosiologi dapat meniru kesuksesan, tetapi hal itu menjadi
bahan perdebatan karena sains berpendapat bahwa ciri-ciri kehidupan sosial yang sangat berbeda dengan ciri-ciri
objek studi sains yang akan menimbulkan kesukaran apabila mencontoh studi sains
secara utuh.[21]
2.
Kekuatan
intelektual dan kemunculan teori sosiologi
Dalam hal
ini adalah tentang kekuatan intelektual yang berperan sentral dalam membentuk teori
sosiologi. Berbagai kekuatan intelektual yang menentukan perkembangan teori
sosiologi akan dibahas dalam konteks nasional karena dalam kehidupan nasional
itulah pengaruhnya terutama dirasakan.
a. Abad
pencerahan
Pencerahan
adalah sebuah
periode perkembangan intelektual dan pembahasan pemikiran filsafat yang luar
biasa.Sejumlah gagasan dan keyakinan lama kebanyakan berkaitan dengan kehidupan
social dibuang dan diganti selama periode pencerahan.Pemikir yang paling
terkemuka adalah Charle Montesqueu (1689-1755) dan Jean Jacques Rousseau.Pemikir
yang berhubungan dengan
pencerahan terutama dipengaruhi dua arus, yakni sains dan filsafat. Masa era pencerahan lebih menekankan
pada reaksi konservatif dan romantis terhadap pertumbuhan teori
sosiologi.
b. Reaksi konservatif terhadap pencerahan
Sosiologi Perancis bersifat rasional, empiris,
ilmiah, dan berorientasi perubahan.Ideologi menentang premis modernisasi dapat
menemukan sentimentanti-modernisasi
dalam kritik pencerahan.Bentuk oposisi paling ekstrim terhadap gagasan
pencerahan berasal dari filosofi kontra revosioner katolikPerancis seperti tampak padaide-ide Louis de Bonald (1754-1840)
dan Joseph de Maistre (1753-1821). Zeltin telah menguraikan 10 proposisi yang
muncul dari reaksi konservatif dan menyediakan basis bagi perkembangan teori
sosiologi Perancis
klasik, yaitu:
Ø
Sebagian pemikiran pencerahan cenderung
menekankan pada individu, sedangkan reaksi konservatif mengarahkan perhatian pada sosiologi
umum dan menekankan pada masyarakat dan fenomena.
Ø
Masyarakat adalah unit analisi
terpenting masyarakat dipandang lebih penting daripada individu.
Ø
Individu bahkan tidak dilihat sebagai
unsur yang paling mendalam dalam masyarakat, karena masyarakat terdiri dari komponen
sepertiposisi, hubungan, dll.
Ø
Bagian-bagian masyarakat dianggap
saling berhubungan dan saling ketergantungan.
Ø
Perubahan dipandang bukan hanya
sebagai ancaman terhadap masyarakat dan terhadap komponennya, tetapi juga
terhadap invidu dan masyarakat.
Ø
Kecenderungan umum adalah melihat
berbagai komponen masyarakat berskala luas sebagai komponen yang berguna, baik
bagi masyarakat maupuan bagi individu yang menjadi anggotanya.
Ø
Unit-unit kecil seperti kelompok
keluarga, tetangga, kelompok keagamaan dan mata pencaharian
dipandang penting bagi individu yang menjadi anggotanya.
Ø
Ada kecenderungan memandang berbagai perubahan
sosial modern
seperti industrialisasi, urbanisasi dan birokrasi dapat menimbulkan kekacauan
tatanan.
Ø
Sementara kebanyakan perubahan
menakutkan itu mengarah pada kehidupan masyarakat yang lebih rasional.
d.
Perkembangan
Sosiologi Islam
Ibnu Khaldun
mencetus pemikiran baru yang menyatakan sistem sosial manusia berubah mengikut
kemampuannya berfikir, keadaan muka bumi persekitaran mereka, pengaruh iklim,
makanan, emosi serta jiwa manusia itu sendiri.[23]
Beliau juga
berpendapat institusi masyarakat berkembang mengikut tahapnya dengan tertib
bermula dengan tahap primitif, pemilikan, diikuti tahap peradaban dan
kemakmuran sebelum tahap kemunduran.Pandangan Ibnu Khaldun dikagumi tokoh
sejarah berketurunan Yahudi, Prof. Emeritus dan Dr. Bernerd Lewis yang
menyifatkan tokoh ilmuwan itu sebagai ahli sejarah Arab yang hebat pada zaman
pertengahan.
Felo Amat Utama
Akademik Institut Antarabangsa Pemikiran dan Ketamadunan (Istac), Universiti
Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM), Muhammad Uthman El-Muhammady juga melihat pendekatan Ibnu Khaldun secara sejagat.
Beliau dilahirkan di Tunisia, keluarga Ibnu Khaldun sebenarnya berasal dari wilayah
Seville, Spanyol, ketika dalam pemerintahan Islam.
Ketika zaman
kanak-kanak, beliau mempelajari al-Quran dariorang tuanya sebelum melanjutkan
pendidikan ke tingkat tinggi dengan dibantu sejarawan dan ulama Tunisia serta Spanyol.Pada
1375, beliau berhijrah ke Granada, Spanyol karena akan melarikan diri dari
kerajaan di Afrika Utara.Bagaimanapun, keadaan politik Granada tidak stabil,
lantas mendorong beliau untuk merantau ke Aljazair (bagian utara Semenanjung
Tanah Arab). Di sana, beliau
tinggal di kampung kecil yaitu Qalat Ibnu Salama.
Di sana juga beliau menghasilkan beberapa karya
terkenal termasuk al Ibar Wa Diwan
al-Mubtad Wa al-Khabar. Kitab ini mengandung enam jilid dan paling
terkenal, kitab Mukaddimah.Sehingga kini kitab itu menjadi rujukan umat Islam,
khususnya dalam ilmu kajian sosial, politik, falsafah dan sejarah.Kitab
Mukaddimah menguraikan beberapa peristiwa dalam kehidupan masyarakat, proses
pembentukan negara, faktor kemajuan serta kemunduran, selain menerangkan
beberapa perkara yang berkaitan dengan bidang perniagaan, perindustrian dan
pertanian.
Karya Ibnu
Khaldun yang menakjubkan itu menjadikan beliau diberi gelar sebagai Prolegomena
atau pengenalan kepada berbagai ilmu perkembangan kehidupan manusia di kalangan
ilmuwan Barat.Saat itu, Ibnu
Khaldun mengutarakan pandangannya untuk memperbaiki kesenjangan dalam kehidupan
yang menjadikan karya beliau seperti ensiklopedia yang mengisahkan berbagai
perkara dalam kehidupan sosial manusia.Kajian yang dilakukan Ibnu Khaldun bukan
hanya mencakupi kisah kehidupan masyarakat ketika itu, bahkan merangkumi
sejarah umat terdahulu.
Selain sebagai
ilmuwan dalam bidang sosial, Ibnu Khaldunmampu mentadbir dengan baik saat
dilantik sebagai kadi ketika menetap di Mesir.Kebijaksanaannya mendorong Sultan
Burquq yaitu Sultan Mesir ketika itu memberi gelaran Waliyuddin kepada Ibnu
Khaldun.[24]
Ibnu Khaldun
juga memajukan konsep ekonomi, perdagangan, kebebasan dan terkenal karena hasil
kerjanya dalam bidang sosiologi, astronomi, numerologi, kimia serta sejarah.Beliau
membangunkan ide bahawa tugas kerajaan hanya kepada mempertahankan rakyatnya
dari keganasan, melindungi harta, mencegah penipuan dalam perdagangan dan
mengurus penghasilan uang.Pemerintah juga melaksanakan kepemimpinan politik
bijaksana dengan perpaduan sosial dan kuasa tanpa paksaan.
Dari segi
ekonomi, Ibnu Khaldun memajukan teori nilai dan hubung kaitnya dengan tenaga
buruh, memperkenalkan pembagian tenaga kerja, menyokong pasar terbuka, menyadari
kesan dinamik permintaan dan keuntungan.Beliau turut menyokong perdagangan
bebas dengan orang asing, dan percaya kepada kebebasan memilih bagi membenarkan
rakyat bekerja keras untuk diri mereka sendiri.Wacana atau pemikiran Ibnu
Khaldun turut diterjemahkan ke dalam kehidupan masyarakat modern yang mau mengimbangi
pembangunan fisik dan spiritual seperti Malaysia yang sedang menuju status
negara maju.
Secara
teorinya, ilmu itu dikaitkan dengan soal manusia dalam masyarakat dan ahli
sosiologi berharap ilmu yang berkaitan dapat menjalin perpaduan serta membentuk
penawar kepada krisis moral yang dihadapi masyarakat sekarang.Istilah sosiologi
walaupun diciptakan tokoh kelahiran Perancis abad ke-19, Aguste Comte, kajian
mengenai kehidupan sosial manusia sudah dihurai oleh Ibnu Khaldun dalam
kitabnya Muqaddimah, 500 tahun lebih awal, pada usianya 36 tahun.[25]
e.
Perkembangan Sosiologi di Indonesia
Pada mulanya, belum pernah ada kajian-kajian tentang masyarakat
yang terangkum dalam suatu konsep ilmu pengetahuan yang dinamakan sosiologi di
Indonesia. Akan tetapi, konsep sosiologi ini secara tidak langsung dituangkan
dalam berbagai ajaran dan karya pujangga Nusantara. Sebagai misal adalah ajaran
“Wulang Reh” yang ditulis oleh Sri Paduka Mangkunegoro IV dari keraton
Surakarta. Di dalamnya diajarkan tentang pola hubungan atau kelas yang berbeda.
Hal yang sama juga ditemukan dalam ajaran Ki Hajar Dewantoro, sebagai peletak
dasar-dasar pendidikan nasional di
Indonesia, tentang dasar-dasar kepemimpinan dan keluarga yang terangkum dalam
konsep “ Ing ngarso sung tuladha, (di depan memberikan contoh yang baik), ing
madya mangun karsa, (di tengah memberikan semangat), dan tut wuri handayani (di
belakang memberikan dorongan atau kekuatan)”, secara tidak langsung merupakan
peletak dasar konsep sosiologi.[26]
Selain itu, unsur–unsur sosiologis juga dapat ditemukan dalam
karya-karya peneliti sebelum masa kemerdekaan seperti karya Snouck Hurgronje,
J.van Falenhoven, Ter Har, Duyvendak, dan lain-lain, dan objek penulisannya
adalah keadaan masyarakat Indonesia, akan tetapi deskripsi sosio kultural
masyarakat Indonesia pada saat itu masih bersifat non sosiolois dan bukan
sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwah deskripsi tentang keadaan sosio kultural masayarakat Indonesia tersebut
sudah dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, tetapi konsep penelaahan
ilmiah tersebut belum menjadi ilmu yang berdiri sendiri melainkan sebagai
pembantu terhadap illmu-ilmu lainnya. Dengan demikian hanya bersifat
komplementer.[27]
Sebelum perang dunia II, SEKOLAH TINGGI HUKUM di Jakarta adalah
satu-satunya lembaga di Indonesia
yang memberikan kuliah-kuliah sosiologi. Akan tetapi, pembelajaran sosiologi
dalam lembaga pendidikan tinggi tersebut belum merupakan ilmu yang berdiri sendiri,
melainkan hanya sebagai pelengkap bagi mata kuliah di bidang hukum. Para
pengajarnya juga bukan dari orang-orang yang secara khusus membidangi bidang
disiplin ilmu tersebut, sebab di Indonesia pada saat itu belum ada seorang
sarjana yang khusus membidangi ilmu sosiologi. Sementara sosiologi yang diajarkan
dalam kuliah tersebut juga masih berupa filsafat dan teori sosial.[28]
Bahkan pada tahun 1934-1935 mata kuliah sosiologi di lembaga
pendidikan tersebut justru dihilangkan, sebab guru besar di mata kuliah hukum
tersebut berpendapat bahwa pengetahuan tentang bentuk dan susunan masyarakat,
serta prosesnya tidak diperlukan dalam pendidikan hukum. Dalam pandangan guru
besar di bidang hukum pada saat itu hukum positif tidak lebih hanyalah
peraturan-peraturan yang berlaku dengan sah pada suatu waktu dan suatu tempat
tertentu sehingga yang terpenting dalam pembelajaran di bidang hukum adalah
perumusan peraturan dan sistem untuk menafsirinya.[29]
Setelah Perang Dunia II tepatnya setelah proklamasi kemerdekaan,
diproklamirkan untuk pertama kalinya oleh Prof.Mr Soenario Kolopaking yang
memberikan kuliah sosiologi pada tahun 1948 di Akademi Ilmu Politik di
Yogyakarta yang kemudian dilebur dalam Universitas Negeri Gadjah Mada
Yogyakarta. Di universitas tersebut sosiologi diajarkan sebagai ilmu
pengetahuan dalam jurusan ilmu pemerintahan dalam negeri, hubungan luar negeri,
dan publiksistik. Pada tahun 1950 ada beberapa orang yang memperdalam sosiologi
di luar negeri bahkan diantaranya mempelajari ilmu ini secara khusus yang akhirnya
mereka menjadi cikal bakal tumbuhnya sosiologi di negeri ini. Perkembangan dari
beberapa ilmuwan sosial tersebut adalah diterbitkannnya buku sosiologi yang
berjudul “Sosiologi Indonesia” yang ditulis dalam Bahasa Indonesia oleh Mr.
Djody Gondo Kusumo yang memuat pengertian dasar sosiologi secara teoritis dan
bersifat filsafat. Perkembangan selanjutnya yaitu revolusi fisik, sekitar tahun
1950 terbit untuk kedua
kalinya buku sosiologi karya Barsono. Selanjutnya Hassan Shadily menulis sebuah
buku yang berjudul “Sosiologi Masyarakat di Indonesia” yang memuat
kajian-kajian sosiologi modern. Akhirnya referensi-referensi sosiologi baik
dari karya anak negeri maupun buku impor yang kemudian diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia banyak berdatangan ke negeri ini.[30]
Dari paparan tersebut jelas bahwa perkembangan sosiologi di
Indonesia pada mulanya hanya dianggap sebagai ilmu pelengkap saja. Akan tetapi
dengan berdirinya perguruan tinggi di negeri ini, sosiologi memegang peranan
yang sangat penting dalam menelaah masyarakat Indonesia yang sedang berkembang.
Berangkat dari kepentingan untuk membangun suatu bangsa inilah, maka sosiologi
menempati tempat yang penting dalam daftar kuliah beberapa perguruan tinggi.
Bahkan ada beberapa perguruan tinggi di Indonesia yang pada saat ini membuka
program jurusan sosiologi.[31]
3. Aliran-aliran
Sosiologi
a. Struktural
Fungsionalis
Aliran ini lahir di Amerika Latin
dan menyebabkan terbentuknya teori-teori.Suatu teori pada hakikatnya merupakan
hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara
tertentu. Fakta tersebut merupakan suatu
yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris.[32]
Bagi
seseorang yang mempelajari sosiologi maka teori-teori tersebut mempunyai
beberapa kegunaan antara lain:
a.
Suatu teori
atau beberapa teori merupakan ihtisar daripada hal-hal yang telah diketahui dan
diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang dipelajari sosiologi.
b. Teori memberikan
petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada seseorang yang
memperdalam pengetahuannya di bidang sosiologi.
c. Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang
dipelajari oleh sosiologi.[33]
b. Aliran Analitis
Aspek aliran ini lebih mengarah
kepada masalah-masalah pembangunan yang praktis.Masalahnya mengenai tradisi
penelitian yang berangkat dari perspektif makro (kehidupan manusia dalam
masyarakat secara umum) yang melibatkan faktor-faktor keterangan pembangunan
jangka panjang dan didasarkan atas gagasan dan paham ahli-ahli sosiologi
klasik. Karena sosiologi mempelajari peristiwa kehidupan masyarakat secara
menyeluruh, yaitu tidak hanya menyangkut struktur dan proses social secara
obyektif, melainkan juga menyangkut berbagai kehidupan masyarakat, seperti
perekonomian, hukum, kejahatan dan lain-lain.[34]
c.Aliran Modernisasi Internasional
Aliran ini
pada tahun lima puluhan dan enam puluhan mengalami zaman perkembangannya dan
sosiologi terapan yang ada hubungannya dengan itu, tidak mengenal spesialisasi
regional, akan tetapi lebih memusatkan perhatiannya kepada tingkat mikro (mempelajari
masyarakat secara khusus) dan mencari keterangan untuk proses-proses jangka
pendek dan menengah. Menurut penelitian-penelitian yang dilakukan di desa-desa,
di region, dan di
perkampungan kota-kota di tingkat mikro.
Dalam penelitian tersebut terlihat
perbedaan-perbadaan dalam mempelajari sosiologi pembangunan yaitu mengenai
sampai seberapa jauh para peneliti itu melibatkan diri dengan masalah penerapan
pengetahuan untuk keperluan menentukan kebijaksanaan pembangunan. Penelitian di tingkat mikro memang lebih cocok untuk diterapkan daripada
kedua variasi lainnya.
Sosiologi
pembangunan ini berasal dari struktural-fungsionalisme. Dari
perubahan-perubahan sosial yang
terjadi menimbulkan proses deferensisasi struktural. Diferensiasi adalah suatu proses di mana sebuah peranan atau
organisasi pecah menjadi dua peranan dan organisasi atau lebih, yang berfungsi
lebih efektif dalam keadaan historis yang telah berubah, seperti dalam
pembagian kerja.
d. Aliran Positivistik atau Positivisme
Comte ialah
pendiri sekaligus tokoh terpenting bagi positivistik.Positivistik disebut juga
paham empirisisme-kritis, bahwa pengamatan dengan teori berjalan seiring. Bagi
Comte pengamatan tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas dasar
sebuah teori dan pengamatan juga tidak mungkin dilakukan secara terisolasi,
dalam arti harus dikaitkan dengan suatu teori
Positivistik menurut Comte ialah
sesuatu yang berguna untuk diketahui, lawan positivistik bukanlah suatu yang
negatif melainkan spekulatif atau metafisika. Positivistik menganggap hukum
ditentukan oleh pokok persoalannya. Dua tipe pokok positivistik dalam teori
hukum ialah positivistik analitika, dan fungsional atau pragmatis.
Aliran-aliran pemikiran tersebut di
atas selalu diidentikkan dengan karya dari penemu-penemu terkenalnya, yang merupakan
suatu tanda kebanggaan akademik juga disisi lain selain sosiologi untuk dapat
menarik pengikut-pengikut dan untuk dianggap sebagai penemu suatu aliran
pemikiran baru.[35]
C.
ANALISIS DAN
DISKUSI
1. Analisis
a.
Pengertian Sejarah
a)
Menurut kelompok kami, definisi sejarah menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah asal-usul
(keturunan) silsilah; kejadian danperistiwa yang benar-benar terjadi pada
masalampau; pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang
benar-benarterjadi di masa lampau.
b) Menurut kelompok kami, pengertian sejarah secara terminologiadalah pengetahuan yang mencatat dan
menguraikan secara kronologis peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang
benar-benar terjadi pada masa lampau.
b.
Sejarah Perkembangan Sosiologi
a)
Menurut kelompok kami perkembangan sosiologi agama terjadi pada
tahun 1895,yakni pada saat Emile Durkhim menerbitkan bukunya yang berjudul
Rules of Sociological Method.Dan pada saat ini diakui banyak pihak sebagai
“Bapak Metodologi Sosiologi”, dan bahkan Reiss lebih setuju menyebutkan Emile Durkheim sebagai penyumbang utama
kemunculan sosiologi. Memasuki abad ke-20, perkembangan sosiologi makin
variatif. Pada era tahun 2000-an, perkembangan sosiologi semakin mantap dan
kehadirannya diakui banyak pihak memberikan sumbangan yang sangat penting bagi
usaha pembangunan dan kehidupan sehari-hari masyarakat.
b) Menurut kami perkembangan sosiologi
klasikberkembangpada waktu
masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal yang selama ini dianggap sebagai hal
yang memang seharusnya demikian, benar, nyata,
menghadapi apa yang oleh Berger
dan Berger disebut threats to the taken for granted the world.Yaitu pada saat hal yang selama ini menjadi pegangan manusia mengalami krisis,maka
mulailah orang melakukan renungan sosiologi.
c) Menurut kami perkembangan sosiologi
moderen bermula pada abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika
Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota
industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi dari gejolak
sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.
d) Menurut kami
perkembangan sosiologi Islamdalam pandangan Ibnu
Khaldun dikagumi tokoh sejarah berketurunan Yahudi, Prof. Emeritus dan Dr.
Bernerd Lewis yang menyifatkan tokoh ilmuwan itu sebagai ahli sejarah Arab yang
hebat pada zaman pertengahan.Felo Amat Utama Akademik Institut Antarabangsa
Pemikiran dan Ketamadunan (Istac), Universiti Islam Antarabangsa Malaysia
(UIAM), Muhammad Uthman El-Muhammady pula melihat pendekatan Ibnu Khaldun
secara sejagat. Beliau dilahirkan di Tunisia, keluarga Ibnu Khaldun sebenarnya berasal
dari wilayah Seville, Spanyol, ketika dalam pemerintahan Islam.Karya Ibnu
Khaldun yang menakjubkan itu menjadikan beliau diberi gelar sebagai Prolegomena
atau pengenalan kepada berbagai ilmu perkembangan kehidupan manusia di kalangan
ilmuwan Barat.
e) Menurut kami perkembangan sosiologi di Indonesia pada mulanya hanya dianggap sebagai ilmu pelengkap saja. Akan
tetapi dengan berdirinya perguruan tinggi di negeri ini, sosiologi memegang
peranan yang sangat penting dalam menelaah masyarakat Indonesia yang sedang
berkembang. Berangkat dari kepentingan untuk membangun suatu bangsa inilah,
maka sosiologi menempati tempat yang penting dalam daftar kuliah beberapa
perguruan tinggi. Bahkan ada beberapa perguruan tinggi di Indonesia yang pada
saat ini membuka program jurusan sosiologi.
c. Aliran
Sosiologi
a)
Menurut kelompok kami struktural fungsionalis yaitu aliran yang menyebabkan
terbentuknya teori-teori. Aliran ini lahir di Amerika latin
dan menyebabkan terbentuknya teori-teori.Suatu teori pada hakikatnya merupakan
hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara
tertentu.
b)
Menurut kami
aliran analitis yaitu aliran yang lebih mengarah kepada masalah-masalah
pembangunan yang praktis yang melibatkan faktor-faktor keterangan pembangunan
jangka panjang dan didasarkan atas gagasan dan paham ahli-ahli sosiologi
klasik.
c)
Menurut kami aliran modernisasi internasional yaitu aliran yang tidak
mengenal spesialisasi regional, akan tetapi lebih memusatkan perhatiannya
kepada tingkat mikro (mempelajari masyarakat secara khusus) dan mencari
keterangan untuk proses-proses jangka pendek dan menengah.
d)
Menurut kami aliran positivistik atau positivisme yaitu aliran yang
menggunakan paham emperisisme-kritis, bahwa pengamatan dengan teori berjalan
seiring. Pengamatan tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas
dasar sebuah teori dan pengamatan juga tidak mungkin dilakukan secara
terisolasi, dalam arti harus dikaitkan dengan suatu teori
2. Diskusi
D.
KESIMPULAN
Proses
perkembangan sosiologi dibagi menjadi tiga perkembangan, antara lain,
perkembangan sosiologi klasik, perkembangan sosiologi modern, serta
perkembangan sosiologi Islam. Ketiga perkembangan sosiologi tersebut juga
berpengaruh terhadap perkembangan sosiologi di Indonesia.Perkembangan sosiologi
tidak terlepas dari campur tangan dan pemikiran perintis sosiologi yang
mengerahkan seluruh akal, pikiran, dan tenaganya untuk pembaharuan sosiologi
agar lebih baik lagi.
Di dalam sosiologi terdapat beberapa aliran yang
mempengaruhi perkembangan sosiologi dan memiliki beberapa fungsi yang mendukung
untuk perkembangan ilmu sosiologi.Aliran-aliran tersebut adalah aliran
struktural fungsionalis, aliran analitis, aliran modernisasi internasional, dan aliran positivistik atau positivisme.
DAFTAR
RUJUKAN
Kamus Elektronik Bahasa Indonesia.2008. jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional.
Soerjono soekanto. Kamus Sosiologi. 1985. Jakatra :
Rajawali.
Oxford Learner’s Pocket Dictionary.
Peter Salim dan Yenny Salim. 1991. Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer, edisi pertama. Jakarta : Modern English Press.
Kahmad, Danang.2009. Sosiologi Agama. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Maarif, Ahmad Syafii.1996. Ibn Khaldun dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur.Jakarta: Gema Insani Press.
Mubaraq, Zulfi. Dr. H. M,Ag. 2010. Sosiologi Agama. Malang:
UIN-MALIKI PRESS.
Poloma, Margaret M. 2007. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Setiadi, Kolip. 2011. Pengantar
Sosiologi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Shadily,
Hassan. 1993. Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Sunarto,Kumanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Upe, Ambo. 2010. Tradisi Aliran dalam Sosiologi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Sejarah
Dan Aliran-Aliran Besar Dalam Sosiologi-BUSTAMI. Html, tanggal akses
7-09-2013
Pkl. 13.30
http://ridwanaz.com/umum/sejarah/pengertian-sejarah-pengertian-sejarah-menurut-beberapa-tokoh/ tanggal 7-09-2013. Pkl.13.30
[1]Kamus Elektronik
Bahasa Indonesia, 2008, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
[2]Soerjono Soekanto,
Kamus Sosiologi, 1985, Jakatra : Rajawali.
[3]Oxford
Learner’s Pocket Dictionary, 4.
[4] Peter Salim
dan Yenny Salim, 1991, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, edisi pertama.
Jakarta : Modern English Press.
[6]Dr.H. Zulfi Mubaraq,M.Ag,
Sosiologi Agama, Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010.
[7]Ibid.,11.
[8]Ibid., 13.
[9]Ibid.,13-14.
[10] Kumanto
Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta:FakultasEkonomi Universitas
Indonesia,2004), 213.
[11]Ibid.,221.
[12] Hassan
Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia (Jakarta:Rineka Cipta,
1993),163.
[13]Ibid., 164.
[14] Hassan
Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta,
1993), 164.
[15] Ambo Upe,
S.Sos, M.Si, Tradisi Aliran dalam Sosiologi (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2010), 211.
[16]Kumanto
Sunarto, Pengantar Sosiologi
(Jakarta:Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,2004), 216.
[17]M. Poloma Margaret,
Sosiologi Kontemporer (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007), 263.
[18]Ibid., 264.
[19]Ibid., 266.
[20]Daldjoeni, dalam Pontoh,
2009, 92.
[21] Ambo Upe,
S.Sos, M.Si, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2010), 231.
[22] Ambo Upe,
S.Sos, M.Si, Tradisi Aliran dalam Sosiologi (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2010), 232.
[23] Dr. H. Danang
Kahmad, M.Si, Sosiologi Agama (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009),
27.
[24]Dr. H. Danang
Kahmad, M.Si, Sosiologi Agama (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 27.
[25]Ibid., 28.
[26]Kolip Setiadi. Pengantar Sosiologi.(Jakarta: Kencana
Prenada Media Group. 2011), 15.
[27]Ibid, 16.
[28]Ibid., 16.
[29]Ibid., 16.
[31] Soerjono Soekamto, Op.cit., 42.
[32]Ambo Upe,
S.Sos, M.Si, Tradisi Aliran dalam Sosiologi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 324.
[33]M. Poloma
Margaret, Sosiologi Kontemporer(Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2007), 287.
[34]Ibid., 325-328.
[35]Ibid., 329.