Minggu, 27 Oktober 2013

Periodesasi Sejarah Indonesia (Hindu-Budha sampai Era-Reformasi)



Periodesasi Sejarah di Indonesia
No
Waktu
Zaman
1
400-1500
Zaman pengaruh Hindu-Budha dan pertumbuhan Islam
2
1500-1670
Zaman kerajaan Islam dan mulai masuknya pengaruh Barat serta perluasan pengaruh VOC
3
1670-1800
Masa penjajahan oleh VOC
4
1800-1811
Masa pemerintahan Herman W. Daendels
5
1811-1816
Masa pemerintahan Thomas Stamford Raffles (Inggris)
6
1816-1830
Masa pemerintahan Komisaris Jenderal dan perlawanan terhadap Pemerintahan Kolonial Belanda
7
1830-1870
Sistem tanam paksa oleh Gubernur Van den Bosch
8
1870-1942
Sistem ekonomi Liberal Kolonial dan Politik Etis
9
1908
Masa Pergerakan Nasional
10
1941-1945
Masa pendudukan Jepang
11
1945-1949
Perjuangan mempertahankan Kemerdekaan
12
1949-1950
Masa pemerintahan RIS
13
1950-1959
Penerapan sistem Liberal Parlementer
14
1959-1966
Masa demokrasi terpimpin
15
1966-1998
Masa Orde Baru
16
1998-sekarang
Era Reformasi



1. Zaman pengaruh Hindu-Budha dan pertumbuhan Islam (400-1500)
a. Zaman pengaruh Hindu-Budha
Berdasarkan ditemukannya bukti tulisan yang berhuruf pallawa dan Bahasa Sanseketa di kerajaan Kuta dan Tarumanegara menujukkan pengaruh Hindu budha dan india yang sangat kuat dalam perkembangan sejarah inonesia. tulisan tulisan tersebut mengubah bangsa indonesia memasuki babakan baru jaman sejarah, terutama dengan ditemukannya prasasti tujuh yupa di kalimatan timur.
Proses masuknya dan berkembangnya agama hindu dan budha ini melalui jalur perdagangan India, cina, indonesia. pembawa agama agama Budha melalui misi penyiaran yang disebut Dharma Dhuta. sedangkan pembawa agama Hindu ke indonesia antara lain golongan ksatria, Brahmana, sudra dan waisya.
Di Indonesia Masuknya agama Hindu dan Budha membawa pengaruh besar bagi perubahan politik, ekonomi, social dan budaya di Indonesia. Di bidang politik masuknya hindu dan budha mendorong munculnya kerajaan-kerajaan yang bercorak hindu dan budha. Dan akhirnya perkembangan kehidupan kerajaan-kerajaan Hindhu dan Budha itu berkembang di Indonesia. Kerajaan-kerajaan itu antara lain : Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Kalingga, Kanjuruhan, Mataram (dinasti Sanjaya dan Syailendra), Sriwijaya, Kediri, Singosari dan Majapahit.
b. Zaman Pertumbuhan Islam
Keterlibatan pedagang muslim  dalam perdagangan membuka jalan hubungan antar wilayah di Asia yang kemudian meningkat pada hubungan social dan politik. Hubungan social , terjadi karena para pedagang muslim singgahnya cukup lama di Indonesia mengakibatkan munculnya sejumlah pemukiman ( koloni ) , seperti di Baros, pantai barat Sumatera pada abad ke –7 M. Yang akhirnya membuka hubungan / interaksi antara para pedagang muslim dengan penduduk pribumi dan akhirnya mengenalkan nilai – nilai agama Islam. Hubungan Politik,  Hubungan ini terjalin setelah munculnya kerajaan bercorak Islam di Indonesia. menurut berita Cina pada akhir abad 13 M telah terjalin hubungan antara kerajaan di Sumatera ( Samudera )  dengan Kerajaan Cina dan negara lain dengan cara mengirim duta bahkan untuk membendung dominasi Portugis di selat Malaka, kerajaan Aceh menjalin hubungan dengan kerajaan Ottoman dari Turki pada abad 16.
Faktor yang mendukung lancarnya berkembangnya Islam di Indonesia adalah : Syarat masuk islam tidak berat / mudah, Tidak mengenal kasta, Upacara – upacara dalam Islam sangat sederhana, Penyebaran dilakukan dengan menyesuaikan adat dan tradisi bangsa Indonesia, Dilakukan dengan cara damai tanpa kekerasan, Runtuhnya kerajaan Majapahit dan Sriwijaya
2. Zaman kerajaan Islam dan mulai masuknya pengaruh Barat serta perluasan pengaruh VOC (1500-1670)
Perkembangan Islam di Indonesia berdampak pada berdirinya Kerajaan – kerajaan Islam di Indonesia.
1. Samudera Pasai
Merupakan kerajaan pertama Islam di Indonesia dengan rajanya Malik as- Saleh ( sebelumnya bernama Marah Sile putera Marah Gajah dari Persia )Tahun 1521 kerajaan samudera Pasai dikuasai Portugis selama 3 tahun, Tahun 1524 dikuasai Ali Mughayat Syah dari Kerajaan Aceh.
2. Kerajaan Aceh
Dirintis oleh Muzaffar Syah pada abad 15 M, Dibangun diatas puing kerajaan Lamuri sebelah barat laut kerajaan Samudera Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 membawa dampak bagi Aceh, yaitu banyak pedagang yang datang ke aceh sehingga Aceh berkembang menjadi kerajaan besar.  Aceh mencapai kejayaannya pada saat dipimpin Sultan Iskandar Muda.
3. Kerajaan Demak
Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Didirikan oleh  R. Patah ( keturunan Majapahit ). Puncak kejayaan Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggana. Dengan kekuasannya meliputi sebagian Jawa Barat, Jayakarta, Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur.
4. Kerajaan Pajang
5. Kerajaan Mataram
6. Kerajaan Cirebon
7. Kerajaan Banten
8. Kerajaan Makassar
9. Kerajaan Ternate dan Tidore
Perluasan Pengaruh VOC
Kerajaan-kerajaan yang sedang berkuasa di Indonesia di antaranya, Mataram, Cirebon, Maluku, Banda, Ambon, Makassar, dan Bone, satu persatu dilucuti wibawa dan kekuasaan VOC. VOC melakukan cara apapun untuk dapat mencapai tujuannya, seperti pembantaian, tipu daya, politik Devide et Impera (pecah belah dan kuasai). Keberhasilan kerajaan Islam mengakibatkan VOC yang ingin menanamkan pengaruhnya. Diantaranya:
Pada kerajaan Mataram. Pada masa Sultan Agung muncul kekuatan baru di Jayakarta ( batavia) yaitu VOC, kehadiran VOC dianggap penghalang cita – cita Sultan Agung sehingga Sultan Agung pernah menyerang Batavia 2 kali namun gagal, karena kurangnya ersiapan logistik. Pada tahun 1757 akibat campur tangan VOC, Mataram terpecah lagi dengan perjanjian Salatiga, menjadi : Kasultanan Yogyakarta, Paku alam, Kasunanan Surakarta, Magkunegara I.
Keberhasilann  Makasar menjadi bandar tebesar di Indonesia bagian timur mengakibatkan VOC yang ingin menamkan pengaruhnya di Makasar membujuk Sultan hasanuddin untuk berdagang hanya dengan VOC, tetapi keinginan tersebut ditolak Sultan Hasanuddin. Akhirnya terjadilah perang antara VOC dengan Makasar. Sultan Hasanuddin dapat dikalahkan  oleh VOC setelah VOC bekerja sama dengan Aru Palaka ( Raja Bone). Akibat kekalahan tersebut tejadilah perjanjian Bongaya yang merugikan Makasar.
Kerajaan Banten mengalami kemunduran karena campur tangan VOC, yaitu pada saat terjadi pertentangan antara Sultan ageng Tirtayasa dengan putranya yang memihak VOC dimana akhirnya Sultan Ageng tertangkap.
3. Masa penjajahan oleh VOC (1670-1800)
Gubernur jenderal VOC pertama di Indonesia adalah Pieter Both. Ia menentukan pusat kedudukan VOC di Ambon atas dasar kemudahan monopoli rempah-rempah. Ia berencana memindahkan pusat kekuasaan ke Jayakarta karena dipandang lebih strategis dan berada di jalur perdagangan Asia. Dari Jayakarta pula VOC lebih mudah mengontrol gerak Portugis yang ada di Malaka. Untuk itu, Pieter Both meminta izin Pangeran Jayakarta untuk mendirikan kantor dagang di Jayakarta.
Dalam upaya mempertahankan kekuasaannya, VOC mendirikan benteng di wilayah-wilayah yang strategis. Pada awalnya, VOC memusatkan kegiatannya di Maluku, tetapi karena letaknya yang kurang strategis maka dipindahkan ke pulau Jawa, yaitu Jayakarta. Dalam usahanya mendirikan benteng di Jayakarta, Jan Pieter Zoen Coen (oleh kaum pribumi disebut “Mur Jangkung”), gubernur jenderal VOC, mendapatkan tentangan dari Pangeran Jayakarta, Wijayakarma, dan Inggris, karena kehadiran bagi Wijayakarma dan Inggris, kehadiran VOC dapat menimbulkan ancaman terhadap kepentingan dagang mereka. Pada awalnya, VOC mengalami kekalahan dalam peperangan menghadapi Wijayakarma yang dibantu oleh EIC (East India Company) dari Inggris ketika terjadi pertempuran di laut, yang memaksa J.P. Coen melarikan diri ke Maluku. 
Pada tanggal 30 Mei 1619 VOC, di bawah komando J.P. Coen VOC kembali dari Maluku dengan membawa pasukan yang besar, menyerang Jayakarta yang berakhir dengan kemenangan VOC. Maka bergantilah pada tahun itu nama Jayakarta menjadi Batavia, yang diambil dari kata Bataaf, yang merupakan nenek moyang bangsa Belanda. Dan pada tanggal 4 Maret 1622 Batavia diakui dengan resmi oleh Hereen Zeventien sebagai pusat VOC di Indonesia. Wilayah lain yang dikuasai oleh VOC setelah Jayakarta adalah Banten, yang berhasil diduduki pada tahun 1621. Dalam usahanya menduduki Banten, Belanda memanfaatkan konflik internal kerajaan Banten dengan cara politik adu domba.
Di Makassar, selain rempah-rempah, berbagai komoditas bumi lainnya juga diperdagangkan, di antaranya: produk hutan (kayu cendana, kayu sapan, rotan, damar), produk laut (sisik penyu dan mutiara), industri rumah tangga (parang, pedang, kapak, kain selayar, kain bima), produk Cina (porselin, sutera, emas, perhiasan emas, alat musik gong), dan produk India berupa kain tekstil.
4. Masa pemerintahan Herman W. Daendels (1800-1811)
Perang Eropa yang melibatkan  dua negara imperialis besar sampai ke kawasan Asia, terutama Asia Tenggara. Rivalitas antara keduanya tampak ketika Inggris, yang sudah mempunyai koloni di India, telah berada di kawasan semenanjung malaya. Malaysia serta Singapura berhasil dijadikan basis kekuatan militer Inggris di kawasan Timur Asia tersebut. Ini berarti, bahwa jajahan Belanda di Nusantara sangat terancam direbut oleh Inggris. Ancaman tersebut semakin serius lagi setelah Napoleon Bonaparte melancarkan sistem kontinental terhadap Inggris, yakni politik blokade laut terhadap Inggris di Eropa yang memutus hubungan antara Inggris dengan dunia luar. Untuk mengantisipasi kemungkinan serangan Inggris ke Nusantara (terutama Jawa, yang merupakan pusat pemerintahan kolonial). Maka, dikirimlah Herman Willem Daendelsk ke Nusantara.
Tugas Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Hindia-Belanda adalah karena alasan politik dan kepentingan ekonomi. Tugas utama Daendels adalah memperkuat pertahanan militer untuk membangun pertahanan Nusantara terhadap Inggris. Disamping itu, ketika menjalankan tugasnya, Daendels juga dihadapkan pada persoalan ekonomi yang tidak mendukung kebijakan-kebijakannya (khas pemerintahan Hindia-Belanda yang buruk), serta persoalan sosial-politik yang dianggap dapat menghambat rencana-rencananya. Inilah gambaran kondisi mendesak yang harus dijalankan terlebih diatasi oleh Gubernur Jenderal ini.
Dengan demikian jelaslah bahwa tugas utama Daendels adalah mempertahankan Nusantara dari ancaman serangan Inggris.
Demi merealisasikan program-programnya di atas Daendels menggunakan cara-cara yang lebih menunjukkan sistem tradisional (konvensional). Karena faktor kondisi/relitas yang  mendesak Gubernur Jenderal ini. Selain itu, tidak sedikit biaya operasional yang dibutuhkan untuk mendukung kerja Daendels. Sehingga menuntut Daendels untuk mengambil langkah-langkah berikutnya. Langkah Daendels di bidang ekonomi semakin menunjukkan cara-cara yang ditempuhnya layaknya cara-cara konvensional, yakni eksploitasi SDA & SDM.
5. Indonesia di Bawah Pemerintahan Inggris (Thomas Stamford Raffles 1811-1816)
Setelah Indonesia (khususnya Pulau Jawa) jatuh ke tangan Inggris, oleh pemerintah Inggris dijadikan bagian dari jajahannya di India. Gubernur Jenderal East India Company (EIC), Lord Minto yang berkedudukan di Kalkuta (India) kemudian mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur (Wakil Gubernur) untuk Indonesia (Jawa). Raffles didampingi oleh suatu badan penasihat yang disebut Advisory Council. Tugas yang utama adalah mengatur pemerintahan dan meningkatkan perdagangan serta keuangan. Sebagai seorang yang beraliran liberal, Raffles menginginkan adanya perubahan-perubahan dalam pemerintahan di Indonesia (Jawa).

a.         Bidang pemerintahan antara lain:
·           Membagi Pulau Jawa menjadi 18 Karesidenan.
·           Para Bupati dijadikan pegawai pemerintah, sehingga mereka mendapat gaji dan bukan lagi memiliki tanah dengan segala hasilnya.
b.        Bidang perdagangan-keuangan, diantaranya:
·           Menghapuskan segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa/rodi.
·           Memberikan kebebasan dalam usaha perdagangan, rakyat diberi kesempatan untuk ikut serta dalam perdagangan. Rakyat diberi kebebasan untuk menanam tanaman-tanaman yang laku di pasaran internasional.
·           Mengadakan monopoli garam.
·           Melakukan penjualan tanah kepada pihak swasta dan melanjutkan usaha penanaman kopi.
·           Menciptakan sistem sewa tanah atau landrente.
Dasar hukum yang digunakan adalah bahwa pemerintah Inggris berkuasa atas semua tanah, sehingga semua penduduk yang menempati tanah wajib membayar pajak. Lendrente (system sewa tanah) yang diciptakan untuk memperbaiki sistem pajak, ternyata tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan rakyat tidak mampu membayar pajak dengan uang. Di samping itu, pemungutan yang semula direncanakan secara perorangan sulit dilaksanakan dan diganti secara kelompok. Selain itu, pemungutan dilakukan oleh para pejabat yang bertindak sewenang-wenang dan korupsi. Akibatnya usaha Raffles untuk menjalankan sistem sewa tanah mengalami kegagalan.
            Kegiatan Raffles lain, yang menonjol ialah dalam bidang ilmu pengetahuan. Raffles berhasil menyusun Kitab Sejarah yang berjudul: "History of Java", yang terdiri atas dua jilid dan diterbitkan pertama kali tahun 1817.

6. Masa Pemerintahan Komisaris Jendral dan perlawanan terhadap pemerintahan Kolonial Belanda (1816-1830)
a.         Masa Pemerintahan Komisaris Jendral
Langkah-langkah yang dilakukan Komisaris Jendral dalam menjalankan pemerintahannya:
1)      Sistem residen tetap dipertahankan.
2)       Dalam bidang hokum, sistem juri dihapuskan.
3)      Kedudukan para bupati sebagai penguasa feudal tetap dipertahankan.
4)      Desa tetap dipertahankan sebagai satu kesatuan unit dan penguasanya dimanfaatkan untuk pelaksanaan pemungutan pajak dan hasil bumi.
5)      Memberikan kesempatan kepada pengusaha asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia
b.        Perlawanan terhadap pemerintahan Kolonial Belanda
1. Perlawanan rakyat di Indonesia sebelum tahun 1800.
a. Perlawanan Sultan Baabullah (Ternate) terhadap Portugis
b. Perlawanan Sultan Agung (Mataram).
c. Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC
d. Perlawanan rakyat Makasar terhadap VOC (1654 – 1655).
2. Perlawanan rakyat di Indonesia sesudah tahun 1800.                 
a.    Perlawanan rakyat Maluku dibawah pimpinan Pattimura.
Sewenang-wenang yang dilakukan VOC di Maluku kembali dilanjutkan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda setelah berkuasa kembali pada tahun 1816 dengan berakhirnya pemerintah Inggris di Indonesia tahun 1811-1816. Berbagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda menyebabkan timbulnya perlawanan rakyat Maluku.
b.    Perang Paderi (1821 – 1838).
Merupakan perang antara kaum adat dan kaum ulama. Yang disebabkan:
1) Adanya perbedaan pendapat antara kaum ulama dengan kaum adat.
2) Kaum ulama ingin memberantas kebiasaan buruk yang dilakukan kaum adat, seperti berjudi, menyambung ayam dan mabuk.
c. Perang Diponegoro (1825 – 1830).
Penyebab terjadi Perang Diponegoro adalah :
a.       Penderitaan dan kesenggaraan rakyat akibat pajak.
b.      Campur tangan Belanda dalam urusan istana.
c.       Munculnya kecemasan dikalangan para ulama karena berkembangnya Budaya Barat.
d.   Perlawanan Rakyat Bali.
Bangkitnya perlawanan Rakyat Bali terhadap Belanda disebabkan oleh adanya Hak Tawan Karang yaitu suatu ketentuan bahwa setiap kapal yang terdampar diperairan Bali menjadi milik Raja Bali. Perlawanan Rakyat Bali dipimpin oleh Patih Gusti Ketut Jelantik. Dalam pertempuran melawan Belanda rakyat Bali mengobarkan Perang Puputan.
e. Perang Aceh. (1873-1904)
Perlawanan rakyat Aceh merupakan perlawanan yang paling lama dan juga terakhir bagi Belanda dalam rangka Pax Netherlandica. Perlawanan dipimpin oleh para Bangsawan (Tengku) dan para tokoh ulama (Tengku) seperti Teuku Umar, Teuku Cik Ditiro, Penglima Polem, Cut Nyak Dien, Cut Mutia dan lain-lain. Salah satu penyebab terjadinya peperangan karena Belanda melanggar Perjanjian Traktat London tahun 1824 yang berisi bahwa Inggris dan Belanda tidak boleh mengganggu ke merdekaan Aceh.
7. Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) (1830–1870)
Sejak awal abad ke-19, pemerintah Belanda mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membiayai peperangan, baik di Negeri Belanda sendiri (pemberontakan Belgia) maupun di Indonesia (terutama perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar.
Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya kebrangkrutan maka Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisi kekosongan kas negara, membayar hutang, dan membiayai perang. Untuk melaksanakan tugas yang sangat berat itu, Van den Bosch memusatkan kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan ialah mengerahkan tenaga rakyat jajahan untuk melakukan penanaman tanaman yang hasil-hasilnya dapat laku di pasaran dunia secara paksa.
Setelah tiba di Indonesia (1830) Van den Bosch menyusun program sebagai berikut:
1) Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya tidak banyak dan pelaksanaannya sulit.
2) Sistem tanam bebas harus diganti dengan tanam wajib dengan jenisjenis tanaman yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
3) Pajak atas tanah harus dibayar dengan penyerahan sebagian dari hasil tanamannya kepada pemerintah Belanda.
Pelaksanaan  Tanam Paksa sangat menekan dan memberatkan rakyat. Adanya cultuur procent menyangkut upah yang diberikan kepada penguasa pribumi berdasarkan besar kecilnya setoran, sangat memberatkan beban rakyat. Untuk mempertinggi upah yang diterima, para penguasa pribumi berusaha memperbesar setoran, akibatnya timbullah penyelewengan-penyelewengan. Pelaksanaan sistem tanam paksa banyak menyimpang dari aturan pokoknya dan cenderung untuk mengadakan eskploitasi agraris semaksimal mungkin. Dampaknya ialah:
a)        Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis.
b)        Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung risiko apabila gagal panen.
c)        Akibat bermacam-macam beban menimbulkan tekanan fisik dan mental yang berkepanjangan.
d)       Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat.
e)        Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana sehingga angka kematian meningkat drastis.
8. Sistem ekonomi Liberal Kolonial dan Politik Etis (1870-1942)
a. Sistem ekonomi Liberal Kolonial
Periode sejarah Indonesia 1870 – 1900 sering disebut sebagai masa liberalisme. Pada periode ini kaum pengusaha dan modal swasta diberikan peluang sepenuhnya untuk menanamkan modalnya dalam berbagai usaha kegiatan di Indonesia terutama dalam industri – industri perkebunan besar baik jawa maupun daerah – daerah luar jawa. Selama masa liberalisme ini modal swasta dari Belanda dan negara – negara Eropa lainnya telah berhasil mendirikan berbagai perkebunan kopi, teh, gula dan kina yang besar di Deli, Sumatera Timur.
Zaman liberal mengakibatkan ekonomi uang masuk dalam kehidupan masyarakat Indonesia terutama Jawa. Penduduk pribumi mulai menyewakan tanah – tanahnya kepada perusahaan – perusahaan swasta Belanda untuk dijadikan perkebunan – perkebunan besar.
Kaum liberal berharap bahwa dengan dibebaskannya kehidupan ekonomi dari segala campur tangan pemerintah serta penghapusan segala unsur paksaan dari kehidupan ekonomi akan mendorong perkembangan ekonomi Hindia Belanda. Dengan Undang – undang Agraria 1870 para pengusaha Belanda dan Eropa dapat menyewa tanah dari pemerintah atau penduduk Jawa untuk membuka perkebunan – perkebunan besar.


b. Politik Etis
Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.
Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van deventer yang meliputi:
  1. Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian
  2. Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi
  3. Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan
9. Masa Pergerakan Nasional (1908)
Organisasi Budi Utomo lahir pada tanggal 20 Mei 1908 dan menjadi tonggak permulaan pergerakan nasional di Indonesia. Pada awal berdirinya, organisasi Budi Utomo hanya bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial budaya. Organisasi ini mendirikan sejumlah sekolah yang bernama Budi Utomo dengan tujuan berusaha memelihara serta memajukan kebudayaan Jawa. Anggota Budi Utomo terdiri dari kalangan atas suku Jawa dan Madura.
Sejak tahun 1915 organisasi Budi Utomo bergerak di bidang politik. Gerakan nasionalisme Budi Utomo yang berciri politik dilatari oleh berlangsungnya Perang Dunia I. Peristiwa Perang Dunia I mendorong pemerintah kolonial Hindia-Belanda memberlakukan milisi bumiputera, yaitu wajib militer bagi warga pribumi. Menyadari arti penting manfaat organisasi pergerakan bagi rakyat, maka pada tahun 1920 organisasi Budi Utomo membuka diri untuk menerima anggota dari kalangan masyarakat biasa.
Sejak tahun 1930 Budi Utomo membuka keanggotaannya untuk semua bangsa Indonesia. Dalam bidang politik, Budi Utomo memiliki cita-cita untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Dengan demikian, Budi Utomo telah berkembang menjadi sebuah organisasi dengan sifat dan tujuan nasionalisme.
10. Masa Pendudukan Jepang (1941-1945)
Pendudukan Jepang di Indonesia dengan berlangsungnya perang Dunia kedua di kawasan Asia Pasifik, (1941-1945) Jepang berambisi untuk menguasai negara-negara Asia dan merebutnya dari negara-negara imperalis barat. Tujuannya selain untuk kepentingan supremasi (keunggulan dan kekuasaan) Jepang juga menjadikan daerah-daerah di asia sebagai tempat menanamkan modal, serta memasarkan hasil industrinya. Sejak awal abad 20 Jepang telah menjadi negara industri dan mulai melaksanakan imperialisme modern saat itu Jepang berhasil menduduki korea dan cina. Jepang memutuskan untuk menyerang daerah-daerah koloni eropa di Asia Tenggara tujuannya untuk memperoleh barang-barang kebutuhan perang.
Pada 11 januari Jepang mendarat di Indonesia yaitu di Kalimantan timur dan berhasil menduduki pulau kalimantan. Dari kalimantan Jepang meneruskan serangannya ke jawa sebagai pusat bertahan belanda, dan mulai menduduki daerah-daerah lainnya.
Masa pendudukan Jepang di Indonesia berbeda dengan masa penjajahan Belanda pada penjajahan Belanda pemerintah di pegang oleh pemerintah sipil sedangkan massa pendudukan Jepang di pimpin oleh militer dalam menjalankan pemerintahannya di Indonesia di bagi dalam 3 wilayah kekuasaan militer yaitu sebagai berikut :
a. Wilayah I, meliputi P. Jawa dan Madura dengan pusat komando pertahanan di Batavia dipimpin oleh ke-16 AD
b. Wilayah II, meliputi P. Sumatera dan Kepulauan di sekitarnya dengan pusat komando pertahanan di bukit tinggi dipimpin oleh tentara ke-25 AD.
c. Wilayah III, meliputi p. Kalimantan, sulawesi, sulawesi, maluku, bali dan nusa tenggara dengan pusat komando pertahanan di makasar dipimpin oleh Armada Selatan ke-2 Al di Makassar.
11. Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan (1945-1949)
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Akan tetapi, ada pihak-pihak yang tidak mengakui kedaulatan pemerintahan Republik Indonesia. Ketika negara kita memproklamasikan kemerdekaan, tentara Jepang masih ada di Indonesia. Sekutu menugaskan Jepang untuk menjaga keadaan dan keamanan di Indonesia seperti sebelum Jepang menyerah kepada Sekutu. Tugas tersebut berlaku saat Sekutu datang ke Indonesia. Rakyat Indonesia yang menginginkan hak-haknya dipulihkan, berusaha mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang. Usaha tersebut mendapat rintangan dari pihak Jepang sehingga di beberapa tempat terjadi pertempuran antara tentara Jepang dengan rakyat Indonesia.
a. Pertempuran Surabaya
Tanggal 10 November 1945 pukul 06.00, tentara Sekutu menggempur Surabaya dari darat, laut maupun udara. Di bawah pimpinan Gubernur Suryo dan Sutomo (Bung Tomo) rakyat Surabaya tidak mau menyerahkan sejengkal tanah pun kepada tentara Sekutu. Dengan pekik Allahu Akbar, Bung Tomo membakar semangat rakyat. Dalam pertempuran yang berlangsung sampai awal Desember itu gugur beribu-ribu pejuang Indonesia.

b. Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pertempuran ini terjadi pada tanggal 15 Oktober 1945. Kurang lebih 2000 pasukan Jepang berhadapan dengan TKR dan para pemuda.
c. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran ini diawali dengan kedatangan tentara Inggris di bawah pimpinan Brigjen Bethel di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 untuk membebaskan tentara Sekutu.
d. Pertempuran Medan Area
Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu yang diboncengi Belanda dan NICA di bawah pimpinan Brigjen T.E.D. Kelly mendarat di Medan. Pada tanggal 13 Oktober 1945 para pemuda yang tergabung dalam TKR terlibat bentrok dengan pasukan Belanda, sehingga hal ini menjalar ke seluruh kota Medan.
e. Bandung Lautan Api
Kota Bandung dimasuki pasukan Inggris pada bulan Oktober 1945. Sekutu meminta hasil lucutan tentara Jepang oleh TKR diserahkan kepada Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945 Sekutu mengultimatum agar kota Bandung dikosongkan.
f. Agresi Militer Belanda
Agresi militer Belanda yaitu serangan yang dilakukan oleh Belanda kepada Negara Republik Indonesia. Kurang lebih satu bulan setelah kemerdekaan Indonesia. Tanggal 21 Juli 1947 Agresi Militer Belanda I bertujuan menguasai daerah-daerah perkebunan dan pertambangan. Daerah-daerah tersebut antara lain Sumatra Timur, Sumatra selatan, Priangan, Malang dan Besuki.
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) berusaha menengahi pertikaian Indonesia dengan Belanda. PBB membentuk komisi perdamaian. Komisi itu beranggotakan tiga negara, yaitu Australia, Belgia, dan Amerika serikat. Komisi itu disebut Komisi Tiga Negara (KTN).
Agresi Militer Belanda adalah serangan yang dilancarkan oleh pasukan Belanda kepada Indonesia untuk menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 21 Juli 1947 dan 19 Desember 1948. Tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan Agresi Militer II. Agresi Militer Belanda II bertujuan menghapuskan pemerintahan RI dengan menduduki kota-kota penting di Pulau Jawa.
Mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan dengan dua cara. Cara tersebut meliputi perang dan diplomasi. Ada beberapa tokoh yang berperan dalam kedua cara tersebut, diantaranya.
a.       Ir. Soekarno
b.      Drs. Mohammad Hatta
c.       Sultan Hamengkubuwono IX
d.      Jendral Soedirman
12. Masa Pemerintahan RIS (1949-1950)
Setelah Indonesia berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dalam konferensi Inter-Indonesia, kini bangsa Indonesia secara keseluruhan telah siap menghadapi Konferensi Meja Bundar (KMB). Pada tanggal 4 Agustus 1949 pemerintah Republik Indonesia menyusun delegasi untuk menghadiri KMB yang terdiri dari Drs Moh.Hatta (Ketua), Mr. Moh.Roem, Prof. Dr. Soepomo, dr.J.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjoyo, Mr. Suyono Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo.
Konferensi Meja Bundar diselenggrakan di Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2 November 1949. Delegasi Indonesia dipimpin Drs. Moh Hatta, BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak KMB dan delegasi dari Belanda dipimpin oleh Mr. Van Marseveen. Dari PBB dipimpin oleh Crittchlay.
Pada tanggal 2 November 1949 perundingan diakhiri dengan keputusan sebagai berikut :
  1. Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara merdeka dan berdaulat
  2. Penyelesaian soal Irian Barat ditangguhkan samapi tahun berikutnya
  3. RIS sebagai negara erdaulat penuh kerjasama dengan Belanda dalam suatu perserikatan yang kepalai oleh Ratu Belanda atas dasar sukarela dengan kedudukan dan hak yang sama.
  4. RIS mengembalikan hak milik Belanda, memberikan hak konsensi, dan izin baru bagi perusahaan-perusahaan.
  5. Semua utang bekas Hindia Belanda harus di bayar oleh RIS
Konstitusi RIS yang bersifat federal federalistik tidaksesuai dengan semangat proklamasi, Pancasila, dan kepribadian bangsa. Oleh karena itu, muncul reaksi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga pemerintah federal mengeluarkan UU Darurat No. 11 / 1950, tentang tata cara perubahan susunan kenegaraan RIS. Keadaan itu mendorong RIS berunding dengan Republik Indonesia untuk membentuk Negara Kesatuan. Tanggal 19 Mei 1950, disepakati membentuk kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan UUDS 1950.


13. Penerapan Sistem Liberal Parlementer (1950-1959)
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang - Undang Dasar Sementara tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan mentri ( kabinet ) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen ( DPR ).
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai-partai politik, karena dalam system kepartaian menganut system multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan system politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan system multi partai yang dianut, maka partai-partai inilah yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 - 1959, PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet.
Pada periode 1950 - 1959 itu, sistem pemerintahan condong mengarah ke Demokrasi Liberal bahkan memunculkan euforia demokrasi yang keluar batas. DPR waktu itu sering bertentangan / berseteru dengan Kabinet atas alasan-alasan dan sentimen politik sehingga menurut sistem UUDS 1950 Kabinet harus dibubarkan. Alhasil, terjadilah peristiwa jatuh bangun kabinet berkali-kali. Kabinet Wilopo, Kabinet Amir Sjarifudin dll. semuanya ambruk. Akibatnya stabilitas pemerintahan terganggu, pembangunan tidak bisa berjalan dengan baik sebab pemerintahannya berganti-ganti tanpa sempat membangun apa pun.
14. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Soekarno. Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno. Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu presiden.
Tugas Demokrasi terpimpin : Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
Pelaksanaan demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia. Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara.
Rakyat menyambut baik sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas politik yang telah goyah selama masa Liberal. Mahkamah Agung membenarkan dan mendukung pelaksanaan Dekrit Presiden. KSAD meminta kepada seluruh anggota TNI-AD untuk melaksanakan pengamanan Dekrit Presiden.
Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :
a.       Kebebasan partai dibatasi
b.      Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
c.       Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
d.      Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.

15. Masa Orde Baru (1966-1998)
Pada hakikatnya, Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, atau sebagai koreksi terhadap penyelewengan-penyelewengan yang terjadi di masa lampau. Di samping itu juga berupaya menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan  bangsa.
Sejak Orde Baru berkuasa, telah banyak perubahan yang telah dicapai oleh bangsa Indonesia melalui tahap-tahap pembangunan di segala bidang. Pemerintah Orde Baru berusaha meningkatkan peran nagara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, langkah yang dilakukan pemerintah Orde Baru adalah menciptakan stabilitas ekonomi politik. Tujuan perjuangan Orde Baru adalah menegakkan tata kehidupan negara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Pada Sidang umum IV MPRS telah diambil suatu keputusan untuk menugaskan Jenderal Soeharto selaku pengemban Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar, yang sudah ditingkatkan menjadi ketetapan MPRS No. IX/MPRS 1966 untuk membentuk kabinet baru. Pembentukan kabinet baru ini dinamai Kabinet Ampera.
Kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru ini adalah: menghentikan konfrontasi dengan Malaysia, memprakarsai terbentuknya ASEAN, keikutsertaan Indonesia dalam Organisasi Internasional. Kebijaksanaan politik dalam negeri Indonesia pada masa Orde Baru diantaranya adalah: melaksanakan pemilu, penataan dalam bidang Pemerintahan mulai dari Tingkat Pusat sampai ke bawah, melaksanakan berbagai sektor pembangunan dalam negeri seperti: sektor ekonomi, sosial, dan budaya.
16. Era Reformasi (1998-sekarang)
Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil Prof. Dr. BJ. Habiebi. Pemerintahan beliaulah yang merupakan pemerintahan  transisi. Pelaksanaan demokrasi pada Orba terjadi selain karena moral penguasanya juga memang tedapat berbagai kelemahan dalam pasal UUD 1945. Oleh karena itu, selain melakukan reformasi dalam bidang politik juga diperlukan  amandemen  UUD 1945, seperti  :
a.UU No.2 tahun 1999 menjadi UU No. 31 tahun 2002 (Partai Politik)
b.UU No.3 tahun 1999 menjadi UU No. 12 tahun 2003  (Pemilu)
c.UU No.4 tahun 1999 menjadi UU No. 22 tahun 2003 (Legislatif)
d.UU No.2 tahun 1999 menjadi UU No. 32 tahun 2004 (Otonomi Daerah)
e.UU No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Kekuasaan Pusat & Daerah
Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberi ruang gerak kepada partai politik  maupun lembaga negara untuk mengawasi pemerintahan secara kritis, dan dibenarkan untuk berunjuk rasa, beroposisi maupun  optimalisasi hak-hak DPR.
1.    Prof. Dr. BJ. Habibie
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu proses pemulihan ekonomi. Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.
2. Abdurrahman Wahid
Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang makin berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman Wahid yang ditentang oleh MPR/DPR. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi. Di bawah tekanan yang besar, Abdurrahman Wahid lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden Megawati Soekarnoputri.
3. Megawati
Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil, namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lain. Popularitas Megawati yang awalnya tinggi di mata masyarakat Indonesia, menurun seiring dengan waktu. Hal ini ditambah dengan sikapnya yang jarang berkomunikasi dengan masyarakat sehingga mungkin membuatnya dianggap sebagai pemimpin yang 'dingin'.
4. SBY
Partai Demokrat yang sebelumnya kurang dikenal, menarik perhatian masyarakat dengan pimpinannya, Yudhoyono, yang karismatik dan menjanjikan perubahan kepada Indonesia. Karisma Yudhoyono berhasil menarik hati mayoritas pemilih dan Demokrat memenangkan pemilu legislatif pada awal 2004, yang diikuti kemenangan Yudhoyono pada pemilihan presiden bersama Jusuf Kalla sebagai wakilnya.
Pada pemilu 2009, Partai Demokrat kembali menunjukkan eksistensinya dengan kemenangan Susilo Bambang Yudhoyono yang kedua kalinya sebagai presiden Republik Indonesia bersama dengan Boediono sebagai wakilnya untuk periode 2009 – 2014.

2 komentar: