Periodesasi Sejarah di Indonesia
No
|
Waktu
|
Zaman
|
1
|
400-1500
|
Zaman
pengaruh Hindu-Budha dan pertumbuhan Islam
|
2
|
1500-1670
|
Zaman
kerajaan Islam dan mulai masuknya pengaruh Barat serta perluasan pengaruh VOC
|
3
|
1670-1800
|
Masa
penjajahan oleh VOC
|
4
|
1800-1811
|
Masa
pemerintahan Herman W. Daendels
|
5
|
1811-1816
|
Masa
pemerintahan Thomas Stamford Raffles (Inggris)
|
6
|
1816-1830
|
Masa
pemerintahan Komisaris Jenderal dan perlawanan terhadap Pemerintahan Kolonial
Belanda
|
7
|
1830-1870
|
Sistem
tanam paksa oleh Gubernur Van den Bosch
|
8
|
1870-1942
|
Sistem
ekonomi Liberal Kolonial dan Politik Etis
|
9
|
1908
|
Masa
Pergerakan Nasional
|
10
|
1941-1945
|
Masa
pendudukan Jepang
|
11
|
1945-1949
|
Perjuangan
mempertahankan Kemerdekaan
|
12
|
1949-1950
|
Masa
pemerintahan RIS
|
13
|
1950-1959
|
Penerapan
sistem Liberal Parlementer
|
14
|
1959-1966
|
Masa
demokrasi terpimpin
|
15
|
1966-1998
|
Masa
Orde Baru
|
16
|
1998-sekarang
|
Era
Reformasi
|
1. Zaman
pengaruh Hindu-Budha dan pertumbuhan Islam (400-1500)
a. Zaman pengaruh Hindu-Budha
Berdasarkan ditemukannya bukti tulisan yang berhuruf pallawa dan Bahasa
Sanseketa di kerajaan Kuta dan Tarumanegara menujukkan pengaruh Hindu budha dan
india yang sangat kuat dalam perkembangan sejarah inonesia. tulisan tulisan
tersebut mengubah bangsa indonesia memasuki babakan baru jaman sejarah,
terutama dengan ditemukannya prasasti tujuh yupa di kalimatan timur.
Proses masuknya dan berkembangnya agama hindu dan budha ini melalui jalur
perdagangan India, cina, indonesia. pembawa agama agama Budha melalui misi
penyiaran yang disebut Dharma Dhuta. sedangkan pembawa agama Hindu ke indonesia
antara lain golongan ksatria, Brahmana, sudra dan waisya.
Di Indonesia Masuknya agama Hindu dan Budha membawa pengaruh besar bagi
perubahan politik, ekonomi, social dan budaya di Indonesia. Di bidang politik
masuknya hindu dan budha mendorong munculnya kerajaan-kerajaan yang bercorak
hindu dan budha. Dan akhirnya perkembangan kehidupan kerajaan-kerajaan Hindhu
dan Budha itu berkembang di Indonesia. Kerajaan-kerajaan itu antara lain : Kerajaan
Kutai, Tarumanegara, Kalingga, Kanjuruhan, Mataram (dinasti Sanjaya dan
Syailendra), Sriwijaya, Kediri, Singosari dan Majapahit.
b. Zaman Pertumbuhan
Islam
Keterlibatan pedagang muslim dalam
perdagangan membuka jalan hubungan antar wilayah di Asia yang kemudian
meningkat pada hubungan social dan politik. Hubungan social , terjadi karena
para pedagang muslim singgahnya cukup lama di Indonesia mengakibatkan munculnya
sejumlah pemukiman ( koloni ) , seperti di Baros, pantai barat Sumatera pada
abad ke –7 M. Yang akhirnya membuka hubungan / interaksi antara para pedagang
muslim dengan penduduk pribumi dan akhirnya mengenalkan nilai – nilai agama
Islam. Hubungan Politik, Hubungan ini terjalin setelah munculnya kerajaan
bercorak Islam di Indonesia. menurut berita Cina pada akhir abad 13 M telah
terjalin hubungan antara kerajaan di Sumatera ( Samudera ) dengan
Kerajaan Cina dan negara lain dengan cara mengirim duta bahkan untuk membendung
dominasi Portugis di selat Malaka, kerajaan Aceh menjalin hubungan dengan kerajaan
Ottoman dari Turki pada abad 16.
Faktor
yang mendukung lancarnya berkembangnya Islam di Indonesia adalah : Syarat masuk
islam tidak berat / mudah, Tidak mengenal kasta, Upacara – upacara dalam Islam
sangat sederhana, Penyebaran dilakukan dengan menyesuaikan adat dan tradisi
bangsa Indonesia, Dilakukan dengan cara damai tanpa kekerasan, Runtuhnya
kerajaan Majapahit dan Sriwijaya
2. Zaman kerajaan Islam dan mulai masuknya pengaruh Barat serta
perluasan pengaruh VOC (1500-1670)
Perkembangan
Islam di Indonesia berdampak pada berdirinya Kerajaan – kerajaan Islam di
Indonesia.
1. Samudera
Pasai
Merupakan
kerajaan pertama Islam di Indonesia dengan rajanya Malik as- Saleh ( sebelumnya
bernama Marah Sile putera Marah Gajah dari Persia )Tahun 1521 kerajaan samudera
Pasai dikuasai Portugis selama 3 tahun, Tahun 1524 dikuasai Ali Mughayat Syah
dari Kerajaan Aceh.
2. Kerajaan Aceh
Dirintis
oleh Muzaffar Syah pada abad 15 M, Dibangun diatas puing kerajaan Lamuri
sebelah barat laut kerajaan Samudera Pasai. Jatuhnya
Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 membawa dampak bagi Aceh, yaitu banyak
pedagang yang datang ke aceh sehingga Aceh berkembang menjadi kerajaan besar. Aceh mencapai kejayaannya pada saat dipimpin
Sultan Iskandar Muda.
3.
Kerajaan Demak
4. Kerajaan
Pajang
5. Kerajaan
Mataram
6.
Kerajaan Cirebon
7. Kerajaan
Banten
8.
Kerajaan Makassar
9.
Kerajaan Ternate dan Tidore
Perluasan
Pengaruh VOC
Kerajaan-kerajaan yang sedang
berkuasa di Indonesia di antaranya, Mataram, Cirebon, Maluku, Banda, Ambon,
Makassar, dan Bone, satu persatu dilucuti wibawa dan kekuasaan VOC. VOC melakukan
cara apapun untuk dapat mencapai tujuannya, seperti pembantaian, tipu daya,
politik Devide et Impera (pecah belah dan kuasai). Keberhasilan
kerajaan Islam mengakibatkan VOC yang ingin menanamkan pengaruhnya.
Diantaranya:
Pada
kerajaan Mataram. Pada masa Sultan Agung muncul kekuatan baru di Jayakarta (
batavia) yaitu VOC, kehadiran VOC dianggap penghalang cita – cita Sultan Agung
sehingga Sultan Agung pernah menyerang Batavia 2 kali namun gagal, karena
kurangnya ersiapan logistik. Pada tahun 1757 akibat campur tangan VOC,
Mataram terpecah lagi dengan perjanjian Salatiga, menjadi : Kasultanan
Yogyakarta, Paku alam, Kasunanan Surakarta, Magkunegara I.
Keberhasilann Makasar menjadi bandar tebesar di Indonesia
bagian timur mengakibatkan VOC yang ingin menamkan pengaruhnya di Makasar
membujuk Sultan hasanuddin untuk berdagang hanya dengan VOC, tetapi keinginan
tersebut ditolak Sultan Hasanuddin. Akhirnya terjadilah perang antara VOC
dengan Makasar. Sultan Hasanuddin dapat dikalahkan oleh VOC setelah VOC bekerja sama dengan Aru
Palaka ( Raja Bone). Akibat kekalahan tersebut tejadilah perjanjian Bongaya
yang merugikan Makasar.
Kerajaan
Banten mengalami kemunduran karena campur tangan VOC, yaitu pada saat terjadi
pertentangan antara Sultan ageng Tirtayasa dengan putranya yang memihak VOC
dimana akhirnya Sultan Ageng tertangkap.
3. Masa
penjajahan oleh VOC (1670-1800)
Gubernur
jenderal VOC pertama di Indonesia adalah Pieter Both. Ia menentukan pusat
kedudukan VOC di Ambon atas dasar kemudahan monopoli rempah-rempah. Ia
berencana memindahkan pusat kekuasaan ke Jayakarta karena dipandang lebih
strategis dan berada di jalur perdagangan Asia. Dari Jayakarta pula VOC lebih
mudah mengontrol gerak Portugis yang ada di Malaka. Untuk itu, Pieter Both
meminta izin Pangeran Jayakarta untuk mendirikan kantor dagang di Jayakarta.
Dalam
upaya mempertahankan kekuasaannya, VOC mendirikan benteng di wilayah-wilayah
yang strategis. Pada awalnya, VOC memusatkan kegiatannya di Maluku, tetapi
karena letaknya yang kurang strategis maka dipindahkan ke pulau Jawa, yaitu
Jayakarta. Dalam usahanya mendirikan benteng di Jayakarta, Jan Pieter Zoen Coen
(oleh kaum pribumi disebut “Mur Jangkung”), gubernur jenderal VOC, mendapatkan
tentangan dari Pangeran Jayakarta, Wijayakarma, dan Inggris, karena kehadiran
bagi Wijayakarma dan Inggris, kehadiran VOC dapat menimbulkan ancaman terhadap
kepentingan dagang mereka. Pada awalnya, VOC mengalami kekalahan dalam
peperangan menghadapi Wijayakarma yang dibantu oleh EIC (East India Company)
dari Inggris ketika terjadi pertempuran di laut, yang memaksa J.P. Coen
melarikan diri ke Maluku.
Pada tanggal 30 Mei 1619 VOC, di
bawah komando J.P. Coen VOC kembali dari Maluku dengan membawa pasukan yang
besar, menyerang Jayakarta yang berakhir dengan kemenangan VOC. Maka
bergantilah pada tahun itu nama Jayakarta menjadi Batavia, yang diambil dari kata
Bataaf, yang merupakan nenek moyang bangsa Belanda. Dan pada tanggal 4 Maret
1622 Batavia diakui dengan resmi oleh Hereen Zeventien sebagai pusat VOC di
Indonesia. Wilayah lain yang dikuasai oleh VOC setelah Jayakarta adalah Banten,
yang berhasil diduduki pada tahun 1621. Dalam usahanya menduduki Banten,
Belanda memanfaatkan konflik internal kerajaan Banten dengan cara politik adu
domba.
Di
Makassar, selain rempah-rempah, berbagai komoditas bumi lainnya juga
diperdagangkan, di antaranya: produk hutan (kayu cendana, kayu sapan, rotan,
damar), produk laut (sisik penyu dan mutiara), industri rumah tangga (parang,
pedang, kapak, kain selayar, kain bima), produk Cina (porselin, sutera, emas,
perhiasan emas, alat musik gong), dan produk India berupa kain tekstil.
4. Masa pemerintahan Herman W. Daendels (1800-1811)
Perang Eropa
yang melibatkan dua negara imperialis besar sampai ke kawasan Asia,
terutama Asia Tenggara. Rivalitas antara keduanya tampak ketika Inggris, yang
sudah mempunyai koloni di India, telah berada di kawasan semenanjung malaya.
Malaysia serta Singapura berhasil dijadikan basis kekuatan militer Inggris di
kawasan Timur Asia tersebut. Ini berarti, bahwa jajahan Belanda di Nusantara
sangat terancam direbut oleh Inggris. Ancaman tersebut semakin serius lagi
setelah Napoleon Bonaparte melancarkan sistem kontinental terhadap
Inggris, yakni politik blokade laut terhadap Inggris di Eropa yang memutus
hubungan antara Inggris dengan dunia luar. Untuk mengantisipasi kemungkinan
serangan Inggris ke Nusantara (terutama Jawa, yang merupakan pusat pemerintahan
kolonial). Maka, dikirimlah Herman Willem Daendelsk ke Nusantara.
Tugas
Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Hindia-Belanda adalah karena alasan
politik dan kepentingan ekonomi. Tugas utama Daendels adalah memperkuat
pertahanan militer untuk membangun pertahanan Nusantara terhadap Inggris. Disamping
itu, ketika menjalankan tugasnya, Daendels juga dihadapkan pada persoalan
ekonomi yang tidak mendukung kebijakan-kebijakannya (khas pemerintahan
Hindia-Belanda yang buruk), serta persoalan sosial-politik yang dianggap dapat
menghambat rencana-rencananya. Inilah gambaran kondisi mendesak yang harus
dijalankan terlebih diatasi oleh Gubernur Jenderal ini.
Dengan demikian jelaslah bahwa tugas utama Daendels adalah mempertahankan Nusantara dari ancaman serangan Inggris.
Dengan demikian jelaslah bahwa tugas utama Daendels adalah mempertahankan Nusantara dari ancaman serangan Inggris.
Demi
merealisasikan program-programnya di atas Daendels menggunakan cara-cara yang
lebih menunjukkan sistem tradisional (konvensional). Karena faktor
kondisi/relitas yang mendesak Gubernur Jenderal ini. Selain itu, tidak
sedikit biaya operasional yang dibutuhkan untuk mendukung kerja Daendels.
Sehingga menuntut Daendels untuk mengambil langkah-langkah berikutnya. Langkah
Daendels di bidang ekonomi semakin menunjukkan cara-cara yang ditempuhnya
layaknya cara-cara konvensional, yakni eksploitasi SDA & SDM.
5. Indonesia di Bawah Pemerintahan Inggris (Thomas Stamford Raffles 1811-1816)
Setelah Indonesia
(khususnya Pulau Jawa) jatuh ke tangan Inggris, oleh pemerintah Inggris
dijadikan bagian dari jajahannya di India. Gubernur Jenderal East India
Company (EIC), Lord Minto yang berkedudukan di Kalkuta (India) kemudian
mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur (Wakil Gubernur)
untuk Indonesia (Jawa). Raffles didampingi oleh suatu badan penasihat yang
disebut Advisory Council. Tugas yang utama adalah mengatur pemerintahan dan
meningkatkan perdagangan serta keuangan. Sebagai seorang yang beraliran
liberal, Raffles menginginkan adanya perubahan-perubahan dalam pemerintahan di
Indonesia (Jawa).
a.
Bidang pemerintahan
antara lain:
·
Membagi Pulau Jawa
menjadi 18 Karesidenan.
·
Para Bupati dijadikan
pegawai pemerintah, sehingga mereka mendapat gaji dan bukan lagi memiliki tanah
dengan segala hasilnya.
b.
Bidang perdagangan-keuangan,
diantaranya:
·
Menghapuskan segala
bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa/rodi.
·
Memberikan kebebasan
dalam usaha perdagangan, rakyat diberi kesempatan untuk ikut serta dalam
perdagangan. Rakyat diberi kebebasan untuk menanam tanaman-tanaman yang laku di
pasaran internasional.
·
Mengadakan monopoli
garam.
·
Melakukan penjualan
tanah kepada pihak swasta dan melanjutkan usaha penanaman kopi.
·
Menciptakan sistem
sewa tanah atau landrente.
Dasar hukum yang
digunakan adalah bahwa pemerintah Inggris berkuasa atas semua tanah, sehingga
semua penduduk yang menempati tanah wajib membayar pajak. Lendrente (system
sewa tanah) yang diciptakan untuk memperbaiki sistem pajak, ternyata tidak
dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan rakyat tidak mampu
membayar pajak dengan uang. Di samping itu, pemungutan yang semula direncanakan
secara perorangan sulit dilaksanakan dan diganti secara kelompok. Selain itu,
pemungutan dilakukan oleh para pejabat yang bertindak sewenang-wenang dan
korupsi. Akibatnya usaha Raffles untuk menjalankan sistem sewa tanah mengalami
kegagalan.
Kegiatan Raffles lain, yang menonjol ialah dalam bidang ilmu pengetahuan. Raffles berhasil menyusun Kitab Sejarah yang berjudul: "History of Java", yang terdiri atas dua jilid dan diterbitkan pertama kali tahun 1817.
Kegiatan Raffles lain, yang menonjol ialah dalam bidang ilmu pengetahuan. Raffles berhasil menyusun Kitab Sejarah yang berjudul: "History of Java", yang terdiri atas dua jilid dan diterbitkan pertama kali tahun 1817.
6. Masa Pemerintahan Komisaris Jendral dan
perlawanan terhadap pemerintahan Kolonial Belanda (1816-1830)
a.
Masa Pemerintahan Komisaris Jendral
Langkah-langkah
yang dilakukan Komisaris Jendral dalam menjalankan pemerintahannya:
1) Sistem
residen tetap dipertahankan.
2) Dalam bidang hokum, sistem juri
dihapuskan.
3) Kedudukan
para bupati sebagai penguasa feudal tetap dipertahankan.
4) Desa
tetap dipertahankan sebagai satu kesatuan unit dan penguasanya dimanfaatkan
untuk pelaksanaan pemungutan pajak dan hasil bumi.
5) Memberikan
kesempatan kepada pengusaha asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia
b.
Perlawanan terhadap pemerintahan Kolonial Belanda
1. Perlawanan rakyat di Indonesia
sebelum tahun 1800.
a. Perlawanan Sultan Baabullah (Ternate) terhadap Portugis
b.
Perlawanan Sultan Agung (Mataram).
c. Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC
d. Perlawanan rakyat Makasar terhadap VOC (1654 – 1655).
2. Perlawanan rakyat di Indonesia sesudah tahun 1800.
a. Perlawanan rakyat Maluku dibawah pimpinan Pattimura.
Sewenang-wenang yang dilakukan VOC di Maluku kembali dilanjutkan
oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda setelah berkuasa kembali pada tahun
1816 dengan berakhirnya pemerintah Inggris di Indonesia tahun 1811-1816.
Berbagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda
menyebabkan timbulnya perlawanan rakyat Maluku.
b.
Perang
Paderi (1821 – 1838).
Merupakan perang antara kaum adat dan kaum ulama. Yang disebabkan:
1) Adanya perbedaan pendapat antara kaum ulama dengan kaum adat.
2) Kaum ulama ingin memberantas kebiasaan buruk yang dilakukan kaum
adat, seperti berjudi, menyambung ayam dan mabuk.
c. Perang Diponegoro (1825 – 1830).
Penyebab
terjadi Perang Diponegoro adalah :
a.
Penderitaan
dan kesenggaraan rakyat akibat pajak.
b.
Campur
tangan Belanda dalam urusan istana.
c.
Munculnya
kecemasan dikalangan para ulama karena berkembangnya Budaya Barat.
d.
Perlawanan
Rakyat Bali.
Bangkitnya perlawanan Rakyat Bali terhadap Belanda disebabkan oleh
adanya Hak Tawan Karang yaitu suatu ketentuan bahwa setiap kapal yang terdampar
diperairan Bali menjadi milik Raja Bali. Perlawanan Rakyat Bali dipimpin oleh
Patih Gusti Ketut Jelantik. Dalam pertempuran melawan Belanda rakyat Bali
mengobarkan Perang Puputan.
e. Perang Aceh. (1873-1904)
Perlawanan
rakyat Aceh merupakan perlawanan yang paling lama dan juga terakhir bagi
Belanda dalam rangka Pax Netherlandica. Perlawanan dipimpin oleh para Bangsawan
(Tengku) dan para tokoh ulama (Tengku) seperti Teuku Umar, Teuku Cik Ditiro,
Penglima Polem, Cut Nyak Dien, Cut Mutia dan lain-lain. Salah satu penyebab
terjadinya peperangan karena Belanda melanggar Perjanjian Traktat London tahun
1824 yang berisi bahwa Inggris dan Belanda tidak boleh mengganggu ke merdekaan
Aceh.
7. Sistem Tanam
Paksa (Cultuurstelsel) (1830–1870)
Sejak
awal abad ke-19, pemerintah Belanda mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk
membiayai peperangan, baik di Negeri Belanda sendiri (pemberontakan Belgia) maupun
di Indonesia (terutama perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus
menanggung hutang yang sangat besar.
Untuk
menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya kebrangkrutan maka Johanes van den
Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok
menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisi kekosongan kas negara, membayar
hutang, dan membiayai perang. Untuk melaksanakan tugas yang sangat berat itu,
Van den Bosch memusatkan kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman
ekspor. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan ialah mengerahkan tenaga rakyat
jajahan untuk melakukan penanaman tanaman yang hasil-hasilnya dapat laku di
pasaran dunia secara paksa.
Setelah tiba di
Indonesia (1830) Van den Bosch menyusun program sebagai berikut:
1) Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya tidak banyak dan pelaksanaannya sulit.
2) Sistem tanam bebas harus diganti dengan tanam wajib dengan jenisjenis tanaman yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
3) Pajak atas tanah harus dibayar dengan penyerahan sebagian dari hasil tanamannya kepada pemerintah Belanda.
1) Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya tidak banyak dan pelaksanaannya sulit.
2) Sistem tanam bebas harus diganti dengan tanam wajib dengan jenisjenis tanaman yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
3) Pajak atas tanah harus dibayar dengan penyerahan sebagian dari hasil tanamannya kepada pemerintah Belanda.
Pelaksanaan Tanam Paksa
sangat menekan dan memberatkan rakyat. Adanya cultuur procent menyangkut upah
yang diberikan kepada penguasa pribumi berdasarkan besar kecilnya setoran, sangat
memberatkan beban rakyat. Untuk mempertinggi upah yang diterima, para penguasa
pribumi berusaha memperbesar setoran, akibatnya timbullah
penyelewengan-penyelewengan. Pelaksanaan sistem tanam paksa banyak menyimpang
dari aturan pokoknya dan cenderung untuk mengadakan eskploitasi agraris
semaksimal mungkin. Dampaknya ialah:
a)
Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang
berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis.
b)
Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah
dan hasil panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung risiko
apabila gagal panen.
c)
Akibat bermacam-macam beban menimbulkan tekanan fisik dan mental
yang berkepanjangan.
d)
Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat.
e)
Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana sehingga
angka kematian meningkat drastis.
8. Sistem ekonomi Liberal Kolonial dan Politik Etis (1870-1942)
a. Sistem
ekonomi Liberal Kolonial
Periode
sejarah Indonesia 1870 – 1900 sering disebut sebagai masa liberalisme. Pada
periode ini kaum pengusaha dan modal swasta diberikan peluang sepenuhnya untuk
menanamkan modalnya dalam berbagai usaha kegiatan di Indonesia terutama dalam
industri – industri perkebunan besar baik jawa maupun daerah – daerah luar
jawa. Selama masa liberalisme ini modal swasta dari Belanda dan negara – negara
Eropa lainnya telah berhasil mendirikan berbagai perkebunan kopi, teh, gula dan
kina yang besar di Deli, Sumatera Timur.
Zaman
liberal mengakibatkan ekonomi uang masuk dalam kehidupan masyarakat Indonesia
terutama Jawa. Penduduk pribumi mulai menyewakan tanah – tanahnya kepada
perusahaan – perusahaan swasta Belanda untuk dijadikan perkebunan – perkebunan
besar.
Kaum
liberal berharap bahwa dengan dibebaskannya kehidupan ekonomi dari segala
campur tangan pemerintah serta penghapusan segala unsur paksaan dari kehidupan
ekonomi akan mendorong perkembangan ekonomi Hindia Belanda. Dengan Undang –
undang Agraria 1870 para pengusaha Belanda dan Eropa dapat menyewa tanah dari
pemerintah atau penduduk Jawa untuk membuka perkebunan – perkebunan besar.
b. Politik Etis
Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu
pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab
moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.
Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah
kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato
pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral
dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia
Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan
politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van deventer yang
meliputi:
- Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian
- Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi
- Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan
9. Masa Pergerakan
Nasional (1908)
Organisasi Budi Utomo lahir pada tanggal 20 Mei 1908 dan menjadi
tonggak permulaan pergerakan nasional di Indonesia. Pada awal berdirinya,
organisasi Budi Utomo hanya bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial budaya.
Organisasi ini mendirikan sejumlah sekolah yang bernama Budi Utomo dengan
tujuan berusaha memelihara serta memajukan kebudayaan Jawa. Anggota Budi Utomo
terdiri dari kalangan atas suku Jawa dan Madura.
Sejak tahun
1915 organisasi Budi Utomo bergerak di bidang politik. Gerakan nasionalisme Budi
Utomo yang berciri politik dilatari oleh berlangsungnya Perang Dunia I.
Peristiwa Perang Dunia I mendorong pemerintah kolonial Hindia-Belanda
memberlakukan milisi bumiputera, yaitu wajib militer bagi warga pribumi. Menyadari
arti penting manfaat organisasi pergerakan bagi rakyat, maka pada tahun 1920
organisasi Budi Utomo membuka diri untuk menerima anggota dari kalangan
masyarakat biasa.
Sejak tahun
1930 Budi Utomo membuka keanggotaannya untuk semua bangsa Indonesia. Dalam
bidang politik, Budi Utomo memiliki cita-cita untuk mewujudkan Indonesia
merdeka. Dengan demikian, Budi Utomo telah berkembang menjadi sebuah organisasi
dengan sifat dan tujuan nasionalisme.
10. Masa Pendudukan
Jepang (1941-1945)
Pendudukan Jepang di Indonesia dengan berlangsungnya perang Dunia
kedua di kawasan Asia Pasifik, (1941-1945) Jepang berambisi untuk menguasai
negara-negara Asia dan merebutnya dari negara-negara imperalis barat. Tujuannya
selain untuk kepentingan supremasi (keunggulan dan kekuasaan) Jepang juga menjadikan daerah-daerah di asia sebagai tempat menanamkan modal,
serta memasarkan hasil industrinya. Sejak awal abad 20 Jepang telah menjadi
negara industri dan mulai melaksanakan imperialisme modern saat itu Jepang
berhasil menduduki korea dan cina. Jepang memutuskan untuk menyerang
daerah-daerah koloni eropa di Asia Tenggara tujuannya untuk memperoleh barang-barang
kebutuhan perang.
Pada 11 januari Jepang mendarat di Indonesia yaitu di Kalimantan
timur dan berhasil menduduki pulau kalimantan. Dari kalimantan Jepang meneruskan
serangannya ke jawa sebagai pusat bertahan belanda, dan mulai menduduki
daerah-daerah lainnya.
Masa pendudukan Jepang di Indonesia berbeda dengan masa penjajahan
Belanda pada penjajahan Belanda pemerintah di pegang oleh pemerintah sipil
sedangkan massa pendudukan Jepang di pimpin oleh militer dalam menjalankan
pemerintahannya di Indonesia di bagi dalam 3 wilayah kekuasaan militer yaitu
sebagai berikut :
a. Wilayah I, meliputi P. Jawa dan Madura dengan pusat komando
pertahanan di Batavia dipimpin oleh ke-16 AD
b. Wilayah II, meliputi P. Sumatera dan Kepulauan di sekitarnya
dengan pusat komando pertahanan di bukit tinggi dipimpin oleh tentara ke-25 AD.
c. Wilayah III, meliputi p. Kalimantan, sulawesi, sulawesi, maluku,
bali dan nusa tenggara dengan pusat komando pertahanan di makasar dipimpin oleh
Armada Selatan ke-2 Al di Makassar.
11. Perjuangan
Mempertahankan Kemerdekaan (1945-1949)
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya. Akan tetapi, ada pihak-pihak yang tidak mengakui kedaulatan
pemerintahan Republik Indonesia. Ketika negara kita memproklamasikan
kemerdekaan, tentara Jepang masih ada di Indonesia. Sekutu menugaskan Jepang
untuk menjaga keadaan dan keamanan di Indonesia seperti sebelum Jepang menyerah
kepada Sekutu. Tugas tersebut berlaku saat Sekutu datang ke Indonesia. Rakyat
Indonesia yang menginginkan hak-haknya dipulihkan, berusaha mengambil alih
kekuasaan dari tangan Jepang. Usaha tersebut mendapat rintangan dari pihak
Jepang sehingga di beberapa tempat terjadi pertempuran antara tentara Jepang
dengan rakyat Indonesia.
a. Pertempuran
Surabaya
Tanggal 10 November 1945 pukul 06.00, tentara Sekutu menggempur
Surabaya dari darat, laut maupun udara. Di bawah pimpinan Gubernur Suryo dan Sutomo
(Bung Tomo) rakyat Surabaya tidak mau menyerahkan sejengkal tanah pun kepada
tentara Sekutu. Dengan pekik Allahu Akbar, Bung Tomo membakar semangat rakyat.
Dalam pertempuran yang berlangsung sampai awal Desember itu gugur beribu-ribu
pejuang Indonesia.
b. Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pertempuran ini terjadi pada tanggal 15 Oktober 1945. Kurang lebih
2000 pasukan Jepang berhadapan dengan TKR dan para pemuda.
c. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran ini diawali dengan kedatangan tentara Inggris di bawah
pimpinan Brigjen Bethel di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 untuk
membebaskan tentara Sekutu.
d. Pertempuran Medan Area
Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu yang diboncengi Belanda
dan NICA di bawah pimpinan Brigjen T.E.D. Kelly mendarat di Medan. Pada tanggal
13 Oktober 1945 para pemuda yang tergabung dalam TKR terlibat bentrok dengan
pasukan Belanda, sehingga hal ini menjalar ke seluruh kota Medan.
e. Bandung Lautan Api
Kota Bandung dimasuki pasukan Inggris pada bulan Oktober 1945.
Sekutu meminta hasil lucutan tentara Jepang oleh TKR diserahkan kepada Sekutu.
Pada tanggal 21 November 1945 Sekutu mengultimatum agar kota Bandung
dikosongkan.
f. Agresi Militer Belanda
Agresi militer Belanda yaitu serangan yang dilakukan oleh Belanda
kepada Negara Republik Indonesia. Kurang lebih satu bulan setelah kemerdekaan
Indonesia. Tanggal 21 Juli 1947 Agresi Militer Belanda I bertujuan menguasai
daerah-daerah perkebunan dan pertambangan. Daerah-daerah tersebut antara lain
Sumatra Timur, Sumatra selatan, Priangan, Malang dan Besuki.
PBB
(Perserikatan Bangsa-Bangsa) berusaha menengahi pertikaian Indonesia dengan
Belanda. PBB membentuk komisi perdamaian. Komisi itu beranggotakan tiga negara,
yaitu Australia, Belgia, dan Amerika serikat. Komisi itu disebut Komisi Tiga
Negara (KTN).
Agresi Militer Belanda adalah serangan yang dilancarkan oleh
pasukan Belanda kepada Indonesia untuk menghancurkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) pada tanggal 21 Juli 1947 dan 19 Desember 1948. Tanggal 19 Desember
1948 Belanda melancarkan Agresi Militer II. Agresi Militer Belanda II bertujuan
menghapuskan pemerintahan RI dengan menduduki kota-kota penting di Pulau Jawa.
Mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan dengan dua cara.
Cara tersebut meliputi perang dan diplomasi. Ada beberapa tokoh yang berperan
dalam kedua cara tersebut, diantaranya.
a. Ir.
Soekarno
b. Drs.
Mohammad Hatta
d.
Jendral Soedirman
12. Masa
Pemerintahan RIS (1949-1950)
Setelah Indonesia berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dalam
konferensi Inter-Indonesia, kini bangsa Indonesia secara keseluruhan telah siap
menghadapi Konferensi Meja Bundar (KMB). Pada tanggal 4 Agustus 1949 pemerintah
Republik Indonesia menyusun delegasi untuk menghadiri KMB yang terdiri dari Drs
Moh.Hatta (Ketua), Mr. Moh.Roem, Prof. Dr. Soepomo, dr.J.Leimena, Mr. Ali
Sastroamidjoyo, Mr. Suyono Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul
Karim Pringgodigdo.
Konferensi Meja Bundar diselenggrakan di Den Haag, Belanda pada
tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2 November 1949. Delegasi Indonesia
dipimpin Drs. Moh Hatta, BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak KMB
dan delegasi dari Belanda dipimpin oleh Mr. Van Marseveen. Dari PBB dipimpin
oleh Crittchlay.
Pada tanggal 2 November 1949 perundingan diakhiri dengan keputusan
sebagai berikut :
- Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara merdeka dan berdaulat
- Penyelesaian soal Irian Barat ditangguhkan samapi tahun berikutnya
- RIS sebagai negara erdaulat penuh kerjasama dengan Belanda dalam suatu perserikatan yang kepalai oleh Ratu Belanda atas dasar sukarela dengan kedudukan dan hak yang sama.
- RIS mengembalikan hak milik Belanda, memberikan hak konsensi, dan izin baru bagi perusahaan-perusahaan.
- Semua utang bekas Hindia Belanda harus di bayar oleh RIS
Konstitusi RIS yang bersifat federal federalistik tidaksesuai
dengan semangat proklamasi, Pancasila, dan kepribadian bangsa. Oleh karena itu,
muncul reaksi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga pemerintah federal
mengeluarkan UU Darurat No. 11 / 1950, tentang tata cara perubahan susunan
kenegaraan RIS. Keadaan itu mendorong RIS berunding dengan Republik Indonesia
untuk membentuk Negara Kesatuan. Tanggal 19 Mei 1950, disepakati membentuk
kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan UUDS 1950.
13. Penerapan Sistem
Liberal Parlementer (1950-1959)
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi
parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini
disebut Masa demokrasi
Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan
berdasarkan Undang - Undang Dasar Sementara tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan
oleh suatu dewan mentri ( kabinet ) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri
dan bertanggung jawab kepada parlemen ( DPR ).
Sistem politik pada masa demokrasi
liberal
telah mendorong untuk lahirnya partai-partai politik, karena dalam system
kepartaian menganut system multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan
system politik demokrasi liberal parlementer
gaya barat dengan system multi partai yang dianut, maka partai-partai inilah yang
menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam
tahun 1950 - 1959, PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan
dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti memegang
kekuasaan dalam empat kabinet.
Pada periode 1950 - 1959 itu, sistem pemerintahan condong mengarah
ke Demokrasi Liberal bahkan memunculkan euforia demokrasi yang keluar batas.
DPR waktu itu sering bertentangan / berseteru dengan Kabinet atas alasan-alasan
dan sentimen politik sehingga menurut sistem UUDS 1950 Kabinet harus
dibubarkan. Alhasil, terjadilah peristiwa jatuh bangun kabinet berkali-kali.
Kabinet Wilopo, Kabinet Amir Sjarifudin dll. semuanya ambruk. Akibatnya
stabilitas pemerintahan terganggu, pembangunan tidak bisa berjalan dengan baik
sebab pemerintahannya berganti-ganti tanpa sempat membangun apa pun.
14. Masa Demokrasi
Terpimpin (1959-1966)
Demokrasi
Terpimpin berlaku di Indonesia antara
tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga
Jatuhnya kekuasaan Soekarno. Disebut Demokrasi terpimpin
karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden
Sukarno. Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu
tangan saja yaitu presiden.
Tugas
Demokrasi terpimpin : Demokrasi
Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai
warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
Pelaksanaan
demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil
dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem
pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan
masyarakat Indonesia. Tujuan dikeluarkan dekrit adalah
untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan untuk
menyelamatkan negara.
Rakyat
menyambut baik sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas politik yang
telah goyah selama masa Liberal. Mahkamah Agung membenarkan dan mendukung
pelaksanaan Dekrit Presiden. KSAD meminta kepada seluruh anggota TNI-AD untuk
melaksanakan pengamanan Dekrit Presiden.
Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :
a. Kebebasan
partai dibatasi
b. Presiden
cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
c. Pemerintah
berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
d. Dibentuk
lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.
15. Masa Orde Baru
(1966-1998)
Pada hakikatnya, Orde Baru
merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara yang diletakkan
pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, atau sebagai koreksi
terhadap penyelewengan-penyelewengan yang terjadi di masa lampau. Di samping
itu juga berupaya menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas
nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
Sejak Orde Baru berkuasa, telah
banyak perubahan yang telah dicapai oleh bangsa Indonesia melalui tahap-tahap
pembangunan di segala bidang. Pemerintah Orde Baru berusaha meningkatkan peran
nagara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, langkah yang
dilakukan pemerintah Orde Baru adalah menciptakan stabilitas ekonomi politik.
Tujuan perjuangan Orde Baru adalah menegakkan tata kehidupan negara yang
didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Pada Sidang umum
IV MPRS telah diambil suatu keputusan untuk menugaskan Jenderal Soeharto selaku
pengemban Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar, yang sudah ditingkatkan
menjadi ketetapan MPRS No. IX/MPRS 1966 untuk membentuk kabinet baru. Pembentukan
kabinet baru ini dinamai Kabinet Ampera.
Kebijaksanaan politik luar negeri
Indonesia pada masa Orde Baru ini adalah: menghentikan konfrontasi dengan
Malaysia, memprakarsai terbentuknya ASEAN, keikutsertaan Indonesia dalam
Organisasi Internasional. Kebijaksanaan politik dalam negeri Indonesia pada
masa Orde Baru diantaranya adalah: melaksanakan pemilu, penataan dalam bidang
Pemerintahan mulai dari Tingkat Pusat sampai ke bawah, melaksanakan berbagai
sektor pembangunan dalam negeri seperti: sektor ekonomi, sosial, dan budaya.
16. Era Reformasi
(1998-sekarang)
Era Reformasi di
Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto
mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil Prof. Dr. BJ. Habiebi. Pemerintahan beliaulah yang merupakan
pemerintahan transisi. Pelaksanaan demokrasi pada Orba terjadi selain
karena moral penguasanya juga memang tedapat berbagai kelemahan dalam pasal UUD
1945. Oleh karena itu, selain melakukan reformasi dalam bidang politik juga
diperlukan amandemen UUD 1945, seperti :
a.UU
No.2 tahun 1999 menjadi UU No. 31 tahun 2002 (Partai Politik)
b.UU
No.3 tahun 1999 menjadi UU No. 12 tahun 2003 (Pemilu)
c.UU
No.4 tahun 1999 menjadi UU No. 22 tahun 2003 (Legislatif)
d.UU
No.2 tahun 1999 menjadi UU No. 32 tahun 2004 (Otonomi Daerah)
e.UU
No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Kekuasaan Pusat & Daerah
Pelaksanaan
demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberi ruang gerak kepada
partai politik maupun lembaga negara untuk mengawasi pemerintahan secara
kritis, dan dibenarkan untuk berunjuk rasa, beroposisi maupun
optimalisasi hak-hak DPR.
1. Prof. Dr. BJ. Habibie
Masa pemerintahan
Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional
untuk membantu proses pemulihan ekonomi. Habibie juga melonggarkan pengawasan
terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.
2. Abdurrahman Wahid
2. Abdurrahman Wahid
Masa pemerintahan
Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang makin
berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman
Wahid yang ditentang oleh MPR/DPR. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran
berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur untuk mengundurkan diri dengan
tuduhan korupsi. Di bawah tekanan yang besar, Abdurrahman Wahid lalu
mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden Megawati Soekarnoputri.
3. Megawati
Meski ekonomi
Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang
lebih stabil, namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan
perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lain. Popularitas Megawati yang
awalnya tinggi di mata masyarakat Indonesia, menurun seiring dengan waktu. Hal
ini ditambah dengan sikapnya yang jarang berkomunikasi dengan masyarakat
sehingga mungkin membuatnya dianggap sebagai pemimpin yang 'dingin'.
4. SBY
Partai Demokrat yang
sebelumnya kurang dikenal, menarik perhatian masyarakat dengan pimpinannya,
Yudhoyono, yang karismatik dan menjanjikan perubahan kepada Indonesia. Karisma
Yudhoyono berhasil menarik hati mayoritas pemilih dan Demokrat memenangkan
pemilu legislatif pada awal 2004, yang diikuti kemenangan Yudhoyono pada
pemilihan presiden bersama Jusuf Kalla sebagai wakilnya.
Pada pemilu 2009,
Partai Demokrat kembali menunjukkan eksistensinya dengan kemenangan Susilo Bambang
Yudhoyono yang kedua kalinya sebagai presiden Republik Indonesia bersama dengan
Boediono sebagai wakilnya untuk periode 2009 – 2014.
Makasih ya sob infonya udah share, sangat bermanfaat sekali ...................
BalasHapusbisnistiket.co.id
Thank's sudah berkunjung,
BalasHapus