Sabtu, 11 Januari 2014

Pembahasan Kloning



BAB II
PEMBAHASAN

     A. Pengertian kloning
Klon berasal dari kata klόόn (yunani), yang artinya tunas. Kloning adalah teknik penggandaan gen yang menghasilkan keturunan yang sama, baik dari segi hereditas maupun penampakannya. Kloning merupakan pembuatan sebuah sel atau molekul yang seluruhnya identik dengan sel asalnya. Kloning pertama kali digunakan untuk melukiskan suatu populasi sel atau organisme yang semuanya berasal dari sel atau organisme tunggal, dengan jalan reproduksi aseksual, sehingga semua individu dalam kloning itu mempunyai susunan genetik yang sama.[1]
Secara garis besar kloning diklasifikasikan menjadi 3 bagian diantaranya :
1.      Kloning Embrio
Kloning embrio atau penggandaan sel kembar. penggandaan sel kembar secara buatan ini telah dimulai sejak tahun 1970-an yang mengambil sampel percobaan pada hewan ternak seperti domba, sapi, atau tikus. Kloning embrio pada dasarnya adalah penggandaaan sel zigot dari sel telur hewan yang telah dibuai sperma menjadi beberapa sel monozigot mandiri yang mempunyai genetika yang sama secara sengaja dilaboratorium. Proses kerjanya dengan menambahkan zatkimia yang merangsang 2 zigot atau lebih untuk berkembang secara sendiri-sendiri menjadi masing-masing 1 makhluk hidup tunggal. Proses ini adalah peniruan proses terjadinya bayi kembar satu telur, dimana pada manusia terjadi proses penggandaan monozigot dari 1 zigot dengan probabilitas terjadinya satu diantara 75 kehamilan.
2.      Kloning Reproduksi
Kloning ini adalah penggandaan dari hewan yang sudah dewasa sehingga mempunyai genetika yang sama. Telah dicoba pada domba dolly dan sapi. prosedur proses kloning ini adalah pengosongan inti sel telur yang mengandung DNA, dan mengisinya dengan DNA yang diambil dari salah satu sel makhluk hidup dewasa, lalu mencangkok sel telur ini kedalam rahim hewan. Pada proses kloning tidak terjadi pertemuan alamiah antara sel telur dan sel sperma, tetapi terjadi peminjaman sel telur kosong untuk penggandaan DNA dari sel dewasa.
3.      Kloning Terapeutik
Tahap awal prosedur kloning terapeutik pada prinsipnya sama dengan kloning reproduksi. Tetapi pada kloning terapeutik, embrio hanya dibiarkan tumbuh kurang lebih 14 hari. Selanjutnya dari embrio ini hanya sel tunas yang diekstraksi yang pada perkembangannya akan menjadi organ tubuh. Dari sel tunas ini bisa dibiakkan jaringan tubuh manusia maupun organ tubuh lengkap seperti pada hati, ginjal, kulit dll. berdasarkan informasi DNA dari orang yang bersangkutan untuk kepentingan pencangkokan, sehingga penolakan pencakokan organ dari orang lain bisa diatasi dengan prosedur ini.[2]
     B. Dampak dari Kloning
1.      Dampak positif dari kloning embrio:
a)      Mempermudah penggandaan untuk hasil ternak transgenik yang benar-benar murni membawa sifat yang diharapkan.
b)      Memberi pertolongan pada mekanisme keguguran berulang yang dialami oleh ibu hamil yang sampai sekarang belum diketahui penyebabnya, sehingga dapat menolong para pasien seperti ini.
c)      Memungkinkan wanita dengan karakter mandul untuk mempunyai peluang kehamilan yang lebih besar.
d)     Memungkinkan penyediaan organ tubuh sang calon bayi ketika dia menjadi besar dan dalam perjalanan hidupnya membutuhkan cangkok organ tubuhnya karena rusak oleh penyakit misalnya.
2.      Dampak negatif dari kloning embrio:
a)      Proses kloning embrio memungkinkan untuk membuat sel monozigot kembar dalam jumlah banyak. Sehingga etika untuk memusnahkan sel monozigot dalam pemanfaatannya akan menjadi permasalahan ketika zigot dipercayai sebagai awal kehidupan.
b)      Walaupun proses kloning embrio tidak terlalu artifisial seperti kloning sel dewasa, pemanfaatannya untuk menciptakan kelas yang terdiri dari orang-orang unggul untuk kepentingan kekuasaan suatu kelompok tidak bisa diabaikan.
3.      Dampak positif dari kloning reproduksi:
a)      Kloning reproduksi bisa menolong pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak secara biologis, sementara sang suami sudah tidak bisa memproduksi sel sperma sama sekali/organ reproduksinya rusak.
4.      Dampak negatif dari kloning reproduksi:
a)      Kloning menimbulkan cacat fungsi organ tubuh atau kelainan bawaan yang mungkin saja terjadi pada manusia.
b)      Kloning menyebabkan bayi yang lahir adalah bayi yang sudah dewasa, sehingga mungkin saja berumur pendek.
c)      Kloning reproduksi memungkinkan manusia untuk mempunyai anak tanpa laki-laki, yang bisa mengakibatkan gender laki-laki musnah dari muka bumi ini.
d)     Memungkinkan penyalahgunaan dengan memproduksi manusia unggul secara massal untuk kepentingan buruk dan menjadikan manusia sebagai komoditas komersial.
e)      Anak yang lahir akan mempunyai banyak sifat yang mirip dengan bapak atau ibunya saja yang mungkin akan mempengaruhi psikologis dan pendidikan di masa depan kelak
f)       Jika anak adalah hasil kloning reproduksi, dimana genetis adalah hanya ayah atau ibu, maka apakah ini sesuai dengan fitrah alam yang berlaku.
5.      Dampak positif dari kloning terapeutik:
a)      Karena organ untuk transplantasi yang dihasilkan adalah berdasarkan informasi genetis dari DNA sang pasien, reaksi penolakan tubuh dapat dihilangkan.
b)      Dengan adanya embrio yang mengandung sel tunas ini, maka sumber organ untuk keperluan transplantasi menjadi unlimited. Sebuah keuntungan yang tidak bisa diperoleh dalam proses pencangkokan selama ini, dimana pasien hanya dapat menunggu berhasil atau tidak dengan organ sang donor.
6.      Dampak negatif dari kloning terapeutik:
a)      Memilki batas yang “tipis” dalam prosedur kelanjutannya.
b)      Sebenarnya, sel tunas bisa diambil dari sumber lain selain dengan kloning terapeutik.
c)      Secara etika keagamaan, apakah pemusnahan sel embrio berusia 14 hari untuk mengambil sel tunas saja diperkenankan oleh agama.
     C.  Kloning manusia dalam perspektif Islam
Permasalahan kloning adalah merupakan kejadian kontemporer (kekinian). Dalam kajian literatur klasik belum pernah persoalan kloning dibahas oleh para ulama. Oleh karenanya, rujukan yang penulis kemukakan berkenaan dengan masalah kloning ini adalah menurut beberapa pandangan ulama kontemporer.
Para ulama mengkaji kloning dalam pandangan hukum Islam bermula dari ayat berikut:
فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي اْلأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ … (الحج: 5).
“… Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki …” (QS. 22/al-Hajj: 5).
Abul Fadl Mohsin Ebrahim berpendapat dengan mengutip ayat di atas, bahwa ayat tersebut menampakkan paradigma al-Qur’an tentang penciptan manusia mencegah tindakan-tindakan yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya adalah tindakan Tuhan. Segala bentuk peniruan atas tindakan-Nya dianggap sebagai perbuatan yang melampaui batas.
Selanjutnya, ia mengutip ayat lain yang berkaitan dengan munculnya prestasi ilmiah atas kloning manusia, apakah akan merusak keimanan kepada Allah SWT sebagai Pencipta? Abul Fadl menyatakan “tidak”, berdasarkan pada pernyataan al-Qur’an bahwa Allah SWT telah menciptakan Nabi Adam As. tanpa ayah dan ibu, dan Nabi ‘Isa As. tanpa ayah, sebagai berikut:
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللهِ كَمَثَلِ ءَادَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (ال عمران: 59).
“Sesungguhnya misal (penciptaan) `Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia” (QS. 3/Ali ‘Imran: 59).
Pada surat yang sama juga dikemukakan:
إِذْ قَالَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَامَرْيَمُ إِنَّ اللهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيهًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ. وَيُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلاً وَمِنَ الصَّالِحِينَ. قَالَتْ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ قَالَ كَذَلِكِ اللهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (ال عمران: 45- 47).
“(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya al-Masih `Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh. Maryam berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun”. Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia” (QS. 3/Ali ‘Imran: 45-47).
Hal yang sangat jelas dalam kutipan ayat-ayat di atas adalah bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah. Namun, kendati Allah menciptakan sistem sebab-akibat di alam semesta ini, kita tidak boleh lupa bahwa Dia juga telah menetapkan pengecualian-pengecualian bagi sistem umum tersebut, seperti pada kasus penciptaan Adam As. dan ‘Isa As. Jika kloning manusia benar-benar menjadi kenyataan, maka itu adalah atas kehendak Allah SWT. Semua itu, jika manipulasi bioteknologi ini berhasil dilakukan, maka hal itu sama sekali tidak mengurangi keimanan kita kepada Allah SWT sebagai Pencipta, karena bahan-bahan utama yang digunakan, yakni sel somatis dan sel telur yang belum dibuahi adalah benda ciptaan Allah SWT.
Islam mengakui hubungan suami isteri melalui perkawinan sebagai landasan bagi pembentukan masyarakat yang diatur berdasarkan tuntunan Tuhan. Anak-anak yang lahir dalam ikatan perkawinan membawa komponen-komponen genetis dari kedua orang tuanya, dan kombinasi genetis inilah yang memberi mereka identitas. Karena itu, kegelisahan umat Islam dalam hal ini adalah bahwa replikasi genetis semacam ini akan berakibat negatif pada hubungan suami-isteri dan hubungan anak-orang tua, dan akan berujung pada kehancuran institusi keluarga Islam. Lebih jauh, kloning manusia akan merenggut anak-anak dari akar (nenek moyang) mereka serta merusak aturan hukum Islam tentang waris yang didasarkan pada pertalian darah.
Berikutnya, KH. Ali Yafie dan Dr. Armahaedi Mahzar (Indonesia), Abdul Aziz Sachedina dan Imam Mohamad Mardani (AS) juga mengharamkan, dengan alasan mengandung ancaman bagi kemanusiaan, meruntuhkan institusi perkawinan atau mengakibatkan hancurnya lembaga keluarga, merosotnya nilai manusia, menantang Tuhan, dengan bermain tuhan-tuhanan, kehancuran moral, budaya dan hukum.
M. Kuswandi, staf pengajar Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta juga berpendapat teknik kloning diharamkan, dengan argumentasi: menghancurkan institusi pernikahan yang mulia (misal: tumbuh suburnya lesbian, tidak perlu laki-laki untuk memproduksi anak), juga akan menghancurkan manusia sendiri (dari sudut evolusi, makhluk yang sesuai dengan environment-nya yang dapat hidup).
Dari sudut agama dapat dikaitkan dengan masalah nasab yang menyangkut masalah hak waris dan pernikahan (muhrim atau bukan), bila diingat anak hasil kloning hanya mempunyai DNA dari donor nukleus saja, sehingga walaupun nukleus berasal dari suami (ayah si anak), maka DNA yang ada dalam tubuh anak tidak membawa DNA ibunya. Dia seperti bukan anak ibunya (tak ada hubungan darah, hanya sebagai anak susuan) dan persis bapaknya (haram menikah dengan saudara sepupunya, terlebih saudara sepupunya hasil kloning juga). Selain itu, menyangkut masalah kejiwaan, bila melihat bahwa beberapa kelakuan abnormal seperti kriminalitas, alkoholik dan homoseks disebabkan kelainan kromosan. Demikian pula masalah kejiwaan bagi anak-anak yang diasuh oleh single parent, barangkali akan lebih kompleks masalahnya bagi donor nukleus bukan dari suami dan yang mengandung bukan ibunya.
Sedangkan ulama yang membolehkan melakukan kloning mengemukakan alasan sebagai berikut:
1.      Dalam Islam, kita selalu diajarkan untuk menggunakan akal dalam memahami agama.
2.      Islam menganjurkan agar kita menuntut ilmu (dalam hadits dinyatakan bahkan sampai ke negri Cina sekalipun).
3.      Islam menyampaikan bahwa Allah selalu mengajari dengan ilmu yang belum ia ketahui (lihat QS. 96/al-’Alaq).
4.      Allah menyatakan, bahwa manusia tidak akan menguasai ilmu tanpa seizin Allah (lihat ayat Kursi pada QS. 2/al-Baqarah: 255).
Dengan landasan yang demikian itu, seharusnya kita menyadari bahwa penemuan teknologi bayi tabung, rekayasa genetika, dan kemudian kloning adalah juga bagian dari takdir (kehendak) Ilahi, dan dikuasai manusia dengan seizin-Nya. Penolakan terhadap kemajuan teknologi itu justru bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Islam.
Ada juga di kalangan umat Islam yang tidak terburu-buru mengharamkan ataupun membolehkan, namun dilihat dahulu sisi-sisi kemanfaatan dan kemudharatan di dalamnya. Argumentasi yang dikemukakan sebagai berikut:
Perbedaan pendapat di kalangan ulama dan para ilmuan sebenarnya masih bersifat tentative, bahwa argumen para ulama/ilmuan yang menolak aplikasi kloning pada manusia hanya melihatnya dari satu sisi, yakni sisi implikasi praktis atau sisi applied science dari teknik kloning. Wilayah applied science yang mempunyai implikasi sosial praktis sudah barang tentu mempunyai logika tersendiri. Mereka kurang menyentuh sisi pure science (ilmu-ilmu dasar) dari teknik kloning, yang bisa berjalan terus di laboratorium baik ada larangan maupun tidak. Wilayah pure science juga punya dasar pemikiran dan logika tersendiri pula.
Dalam mencari batas “keseimbangan” antara kemajuan IPTEK dan Doktrin Agama, pertanyaan yang dapat diajukan adalah sejauh mana para ilmuan, budayawan dan agamawan dapat berlaku adil dalam melihat kedua fenomena yang berbeda misi dan orientasi tersebut? Menekankan satu sisi dengan melupakan atau menganggap tidak adanya sisi yang lain, cepat atau lambat, akan membuat orang “tertipu” dan “kecewa”. Dari situ barangkali perlu dipikirkan format kajian dan telaah yang lebih seimbang, arif, hati-hati untuk menyikapi dan memahami kedua sisi tersebut sekaligus. Sudah tidak zamannya sekarang, jika seseorang ingin menelaah persoalan kloning secara utuh, tetapi tidak memperhatikan kedua sisi tersebut secara sekaligus.
Selanjutnya, ada pula agamawan sekaligus ilmuan menyatakan bahwa tujuan agama menurut penuturan Imam al-Syatibi yang bersifat dharuri ada lima, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Oleh karena itulah maka kloning itu kita uji dari sesuai atau tidaknya dengan tujuan agama. Bila sesuai, maka tidak ada keberatannya kloning itu kita restui, tetapi bila bertentangan dengan tujuan-tujuan syara’ tentulah kita cegah agar tidak menimbulkan bencana. Kesimpulan yang diberikan klonasi ovum manusia itu tidak sejalan dengan tujuan agama, memelihara jiwa, akal, keturunan maupun harta, dan di beberapa aspek terlihat pertentangannya.
Untuk menentukan apakah syari’at membenarkan pengambilan manfaat terapeutik dari kloning manusia, kita harus mengevaluasi manfaat vis a vis mudharat dari praktek ini. Dengan berpijak pada kerangka pemikiran ini, maka manfaat dan mudharat terapeutik dari kloning manusia dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Mengobati penyakit
Teknologi kloning kelak dapat membantu manusia dalam menentukan obat kanker, menghentikan serangan jantung, dan membuat tulang, lemak, jaringan penyambung atau tulang rawan yang cocok dengan tubuh pasien untuk tujuan bedah penyembuhan dan bedah kecantikan. Sekedar melakukan riset kloning manusia dalam rangka menemukan obat atau menyingkap misteri-misteri penyakit yang hingga kini dianggap tidak dapat disembuhkan adalah boleh, bahkan dapat dijustifikasikan pelaksanaan riset-riset seperti ini karena ada sebuah hadits yang menyebutkan: “Untuk setiap penyakit ada obatnya”. Namun, perlu ditegaskan bahwa pengujian tentang ada tidaknya penyakit keturunan pada janin-janin hasil kloning guna menghancurkan janin yang terdeteksi mengandung penyakit tesebut dapat melanggar hak hidup manusia.
2.      Infertilitas
Kloning manusia memang dapat memecahkan problem ketidaksuburan, tetapi tidak boleh mengabaikan fakta bahwa Ian Wilmut, A.E. Schieneke, J. Mc. Whir, A.J. Kind, dan K.H.S. Campbell harus melakukan 277 kali percobaan sebelum akhirnya berhasil mengkloning “Dolly”. Kloning manusia tentu akan melewati prosedur yang jauh lebih rumit. Pada eksperimen awal untuk menghasilkan sebuah klon yang mampu bertahan hidup akan terjadi banyak sekali keguguran dan kematian. Lebih jauh, dari sekian banyak embrio yang dihasilkan hanya satu embrio, yang akhirnya ditanam ke rahim wanita pengandung sehingga embrio-embrio lainnya akan dibuang atau dihancurkan. Hal ini tentu akan menimbulkan problem serius, karena menurut syari’at pengancuran embrio adalah sebuah kejahatan. Selain itu, teknologi kloning melanggar sunnatullah dalam proses normal penciptaan manusia, yaitu bereproduksi tanpa pasangan seks, dan hal ini akan meruntuhkan institusi perkawinan. Produksi manusia-manusia kloning juga sebagaimana dikemukakan di atas, akan berdampak negatif pada hukum waris Islam (al-mirâts).
3.      Organ-organ untuk transplantasi
Ada kemungkinan bahwa kelak manusia dapat mengganti jaringan tubuhnya yang terkena penyakit dengan jaringan tubuh embrio hasil kloning, atau mengganti organ tubuhnya yang rusak dengan organ tubuh manusia hasil kloning. Manipulasi teknologi untuk mengambil manfaat dari manusia hasil kloning ini dipandang sebagai kejahatan oleh hukum Islam, karena hal itu merupakan pelanggaran terhadap hidup manusia. Namun, jika penumbuhan kembali organ tubuh manusia benar-benar dapat dilakukan, maka syari’at tidak dapat menolak pelaksanaan prosedur ini dalam rangka menumbuhkan kembali organ yang hilang dari tubuh seseorang, misalnya pada korban kecelakaan kerja di pertambangan atau kecelakaan-kecelakaan lainnya. Tetapi, akan muncul pertanyaan mengenai kebolehan menumbuhkan kembali organ tubuh seseorang yang dipotong akibat kejahatan yang pernah dilakukan.
4.      Menghambat Proses Penuaan
Ada sebuah optimisme bahwa kelak kita dapat menghambat proses penuaan berkat apa yang kita pelajari dari kloning. Namun hal ini bertentangan dengan hadits yang menceritakan peristiwa berikut:
Orang-orang Baduy datang kepada Nabi SAW, dan berkata: “Hai Rasulullah, haruskah kita mengobati diri kita sendiri? Nabi SAW menjawab: “Ya, wahai hamba-hamba Allah, kalian harus mengobati (diri kalian sendiri) karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu penyakit tanpa menyediakan obatnya, kecuali satu macam penyakit”. Mereka bertanya: “Apa itu?” Nabi SAW menjawab: “Penuaan”.
5.      Jual beli embrio dan sel
Sebuah riset bisa saja mucul untuk memperjual-belikan embrio dan sel-sel tubuh hasil kloning. Transaksi-transaksi semacam ini dianggap bâthil (tidak sah) berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a)      Seseorang tidak boleh memperdagangkan sesuatu yang bukan miliknya.
b)      Sebuah hadits menyatakan: “Di antara orang-orang yang akan dimintai pertanggungjawaban pada Hari Akhir adalah orang yang menjual manusia merdeka dan memakan hasilnya”.
Dengan demikian, potensi keburukan yang terkandung dalam teknologi kloning manusia jauh lebih besar daripada kebaikan yang bisa diperoleh darinya, dan karenanya umat Islam tidak dibenarkan mengambil manfaat terapeutik dari kloning manusia.

BAB III
PENUTUP
  
     A. Kesimpulan
Klon berasal dari kata kloon (yunani) yang berarti tunas. Kloning ialah teknik penggandaan gen yang menghasilkan keturunan yang sama, baik dari segi hereditas maupun penampakannya. Kloning merupakan pembuatan sebuah sel atau molekul yang seluruhnya identik dengan sel asalnya, Kloning telah member manfaat yang cukupbesar di bidang pertanian, kedokteran, obat-obatan, dan manusia.
Secara garis besar, kloning diklasifikasikan menjadi 3 macam yakni kloning embrio, kloning reproduksi, dan kloning terapeutik.Ketiga kloning ini menimbulkan dampak positif maupun dampak negative bagi manusia, jika penerapannya dilakukan pada manusia.
Dari dampak-dampak yang ditimbulkan, memunculkan berbagai pendapat dikalangan ulama.Abul Fadl Mohsin Ebrahim misalnya, beliau berpendapat bahwa ayat Al Quran surat Al Hajj : 5 menampakkan paradigma al-Qur’an tentang penciptan manusia mencegah tindakan-tindakan yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya adalah tindakan Tuhan. Segala bentuk peniruan atas tindakan-Nya dianggap sebagai perbuatan yang melampaui batas. Namun disisi lain beliau juga tidak melarang adanya kloning karena Allah menciptakan Nabi Adam AS tanpa ayah dan ibu dan juga Nabi Isa AS yang diciptakan tanpa ibu. Pendapat beliau diperkuat dengan adanya QS Ali Imran : 59 dan Ali Imran 46-47. Segala sesuatu yang terjadi merupakan kehendak Allah sehingga tidak mengurangi iman kita kepada Allah SWT. Namun ulama lain seperti KH. Ali Yafie dan Dr. Armahaedi Mahzar (Indonesia), Abdul Aziz Sachedina dan Imam Mohamad Mardani (AS) juga mengharamkan, dengan alasan mengandung ancaman bagi kemanusiaan, meruntuhkan institusi perkawinan atau mengakibatkan hancurnya lembaga keluarga, merosotnya nilai manusia, menantang Tuhan, dengan bermain tuhan-tuhanan, kehancuran moral, budaya dan hukum.
M. Kuswandi, staf pengajar Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta juga berpendapat teknik kloning diharamkan, dengan argumentasi: menghancurkan institusi pernikahan yang mulia (misal: tumbuh suburnya lesbian, tidak perlu laki-laki untuk memproduksi anak), juga akan menghancurkan manusia sendiri (dari sudut evolusi, makhluk yang sesuai dengan environment-nya yang dapat hidup).
Dari sudut agama dapat dikaitkan dengan masalah nasab yang menyangkut masalah hak waris dan pernikahan (muhrim atau bukan), bila diingat anak hasil kloning hanya mempunyai DNA dari donor nukleus saja, sehingga walaupun nukleus berasal dari suami (ayah si anak), maka DNA yang ada dalam tubuh anak tidak membawa DNA ibunya. Dia seperti bukan anak ibunya (tak ada hubungan darah, hanya sebagai anak susuan) dan persis bapaknya (haram menikah dengan saudara sepupunya, terlebih saudara sepupunya hasil kloning juga). Selain itu, menyangkut masalah kejiwaan, bila melihat bahwa beberapa kelakuan abnormal seperti kriminalitas, alkoholik dan homoseks disebabkan kelainan kromosan.
Demikian pula masalah kejiwaan bagi anak-anak yang diasuh oleh single parent, barangkali akan lebih kompleks masalahnya bagi donor nukleus bukan dari suami dan yang mengandung bukan ibunya. Dan beberapa umat Islam yang tidak langsung membolehkan atau mengharamkan secara langsung dan melihat dari kemanfaatan dan kemadharatannya dahulu. Namun Faywa MUI mengharamkan kloning pada manusia dan membolehkan jika dilakukan pada hewan. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwasanya kloning akan berbahaya dan haram jika banyak mendatangkan madharat bagi manusia, namun dihukumi boleh bila banyak membawa manfaat bagi kehidupan manusia.



[1] Dr.Eko Budi Minarto,M.Pd Pengantar Bioetika Dalam Perspektif Sains & Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hal.57
[2] Ibid hal. 58-61

0 komentar:

Posting Komentar