Minggu, 05 Januari 2014

Prinsip – prinsip Utama dalam Hukum Islam



Prinsip – prinsip Utama dalam Hukum Islam
A. PENDAHULUAN
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Fiqih yang dibimbing oleh Bapak Dr.Muhammad Asrori,M.Ag Makalah ini berjudul ”Prinsip – prinsip Utama dalam Hukum Islam”. Ini perlu dibicarakan karena penting bagi kehidupan sehari – hari.
Islam adalah agama dan cara hidup berdasarkan syariat Allah yang terkandung dalam kitab Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang yang mengintegrasikan dirinya kepada Islam wajib membentuk seluruh hidup dan kehidupannya berdasarkan syariat – syariat yang termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah .
Prinsip menurut pengertian bahasa adalah permulaan, tempat pemberangkatan, titik tolak atau al-mabda atau kebenaran yang menjadi pokor dasar berpikir atau bertindak.Pengertian hukum Islam dikemukakan Hasbi Ash-Shidieqy sebagai koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syari’at Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat.Jadi yang yang dimaksud dengan prinsip hukum Islam adalah prinsip yang membentuk hukum Islam dari setiap cabang – cabangnya.

B. PEMBAHASAN
Syari’at Islam adalah pedoman hidup yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan keinginan Al-Qur‟an dan Sunnah. Sebagaimana hukum-hukum yang lain, hukum Islam memiliki prinsip-prinsip dan asas-asas sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya sebuah undang-undang, mudah atau sukarnya, ditolak atau diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada asas dan tiang pokoknya. Prinsip – prinsip utama dalam hukum Islam adalah:
1)        Keadilan
Teori – teori keadilan dari para ahli:
1. Teori Keadilan Aristoteles
Dalam buku : nicomachean ethics
keadilan di pahami dalam arti KESAMAAN, Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional . Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya.[1]
Lebih lanjut, dia membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif dan keadilan korektif. Yang pertama berlaku dalam hukum publik, yang kedua dalam hukum perdata dan pidana.keadilan distributif, hal yang penting ialah bahwa imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang sama rata. Pada yang kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan yang disebabkan oleh, misalnya, pelanggaran kesepakatan, dikoreksi dan dihilangkan.
Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat.

2. Teori keadilan John Rawls
Dalam buku : a theory of justice
Teori keadilan Rawls dapat disimpulkan memiliki inti sebagai berikut:
Memaksimalkan kemerdekaan. Pembatasan terhadap kemerdekaan ini hanya untuk kepentingan kemerdekaan itu sendiri,
Kesetaraan bagi semua orang, baik kesetaraan dalam kehidupan sosial maupun kesetaraan dalam bentuk pemanfaatan kekayaan alam (“social goods”). Pembatasan dalam hal ini hanya dapat dizinkan bila ada kemungkinan keuntungan yang lebih besar.
Kesetaraan kesempatan untuk kejujuran, dan penghapusan terhadap ketidaksetaraan berdasarkan kelahiran dan kekayaan.
Untuk meberikan jawaban atas  hal tersebut, Rows melahirkan 3 (tiga) pronsip kedilan, yang sering dijadikan rujukan oleh bebera ahli yakni:
Prinsip Kebebasan yang sama (equal liberty of principle)
Prinsip perbedaan (differences principle)
Prinsip persamaan kesempatan (equal opportunity principle)
3.Teori keadilan dalam filsafat hukum Islam
Gagasan Islam tentang keadilan dimulai dari diskursus tentang keadilan ilahiyah, apakah rasio manusia dapat mengetahui baik dan buruk untuk menegakkan keadilan dimuka bumi tanpa bergantung pada wahyu atau sebaliknya manusia itu hanya dapat mengetahui baik dan buruk melalui wahyu (Allah).[2]
Pada optik inilah perbedaan-perbedaan teologis di kalangan cendekiawan Islam muncul. Perbedaan-perbedaan tersebut berakar pada dua konsepsi yang bertentangan mengenai tanggung jawab manusia untuk menegakkan keadilan ilahiah, dan perdebatan tentang hal itu melahirkan dua mazhab utama teologi dialektika Islam yaitu: mu`tazilah dan asy`ariyah.
Tesis dasar Mu`tazilah adalah bahwa manusia, sebagai yang bebas, bertanggung jawab di hadapan Allah yang adil. Selanjutnya, baik dan buruk merupakan kategori-kategori rasional yang dapat diketahui melalui nalar – yaitu, tak bergantung pada wahyu. Allah telah menciptakan akal manusia sedemikian rupa sehingga mampu melihat yang baik dan buruk secara obyektif
4. Teori keadilan Plato
keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber ketidakadilan adalah adanya perubahan dalam masyarakat. Masyarakat memiliki elemen-elemen prinsipal yang harus dipertahankan, yaitu:
Pemilahan kelas-kelas yang tegas; misalnya kelas penguasa yang diisi oleh para penggembala dan anjing penjaga harus dipisahkan secara tegas dengan domba manusia.
Identifikasi takdir negara dengan takdir kelas penguasanya; perhatian khusus terhadap kelas ini dan persatuannya; dan kepatuhan pada persatuannya, aturan-aturan yang rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan kelas ini, dan pengawasan yang ketat serta kolektivisasi kepentingan-kepentingan anggotanya.
Dari elemen-elemen prinsipal ini, elemen-elemen lainnya dapat diturunkan, misalnya berikut ini:
Kelas penguasa punya monopoli terhadap semua hal seperti keuntungan dan latihan militer, dan hak memiliki senjata dan menerima semua bentuk pendidikan, tetapi kelas penguasa ini tidak diperkenankan berpartisipasi dalam aktivitas perekonomian, terutama dalam usaha mencari penghasilan,[3]
Harus ada sensor terhadap semua aktivitas intelektual kelas penguasa, dan propaganda terus-menerus yang bertujuan untuk menyeragamkan pikiran-pikiran mereka. Semua inovasi dalam pendidikan, peraturan, dan agama harus dicegah atau ditekan.[4]
Negara harus bersifat mandiri (self-sufficient). Negara harus bertujuan pada autarki ekonomi, jika tidak demikian, para penguasa akan bergantung pada para pedagang, atau justru para penguasa itu sendiri menjadi pedagang. Alternatif pertama akan melemahkan kekuasaan mereka, sedangkan alternatif kedua akan melemahkan persatuan kelas penguasa dan stabilitas negaranya.
Untuk mewujudkan keadilan masyarakat harus dikembalikan pada struktur aslinya, domba menjadi domba, penggembala menjadi penggembala. Tugas ini adalah tugas negara untuk menghentikan perubahan. Dengan demikian keadilan bukan mengenai hubungan antara individu melainkan hubungan individu dan negara. Bagaimana individu melayani negara.
Keadilan juga dipahami secara metafisis keberadaannya sebagai kualitas atau fungsi smakhluk super manusia, yang sifatnya tidak dapat diamati oleh manusia. Konsekuensinya ialah, bahwa realisasi keadilan digeser ke dunia lain, di luar pengalaman manusia; dan akal manusia yang esensial bagi keadilan tunduk pada cara-cara Tuhan yang tidak dapat diubah atau keputusan-keputusan Tuhan yang tidak dapat diduga.Oleh karena inilah Plato mengungkapkan bahwa yang memimpin negara seharusnya manusia super, yaitu the king of philosopher[5]

Kata keadilan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata adil yang mendapat imbuhan awalan dan akhiran berasal dari bahasa Arab, yakni  عد لbermakna: istiqamah, seimbang, harmonis, lurus, tegak, kembali, berpaling, dan lain-lain.Adil dapat pula diartikan dengan memberikan sesuatu kepada seseorang yang menjadi haknya, oleh Ibrahim Mustafa menyebutkan dalam kitab.Kata keadilan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata adil yang mendapat imbuhan awalan dan akhiran berasal dari bahasa Arab, yakni:  عد ل yang bermakna: istiqamah, seimbang, harmonis, lurus, tegak, kembali, berpaling, dan lain-lain.
Adil dapat pula diartikan dengan memberikan sesuatu kepada seseorang yang menjadi haknya, oleh Ibrahim Mustafa menyebutkan dalam kitabmu’jamnya “mengambil dari mereka sesuatu yang menjadi kewajibannya”.Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata adil diartikan dengan 1) Tidak memihak atau tidak berat sebelah, 2) Berpihak kepada kebenaran, 3) Sepatutnya atau tidak sewenang-wenang. Ibnu Faris menyebutkan makna kata al-idl dengan “missal atau pengganti sesuatu”.
Beberapa ulama tafsir menjelaskan kata adil tersebut, diantaranya: al-Maraghi memaknai adil dengan “menyampaikan hak kepada pemiliknya secara efektif”. Oleh al-Raghib al-Asfahani, menyebutkan bahwa lafaz tersebut bermakna “memberi pembagian yang sama”.
M. Quraish Shihab mengemukakan bahwa kata adil pada awalnya diartikan dengan sama atau persamaan, itulah yang menjadikan pelakunya tidak memihak atau berpihak pada yang benar. Makna ini menunjukkan bahwa keadilan itu melibatkan beberapa pihak, yang terkadang saling berhadapan, yakni: dua atau lebih, masing-masing pihak mempunyai hak yang patut perolehnya, demikian sebaliknya masing-masing pihak mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan.
Alquran menggunakan beberapa lafaz yang bermakna adil yang dipakai dalam konteks kalimat yang berbeda, yakni: lafaz قصط, عد ل dan  ميزن yang bermakna perintah Allah kepada manusia untuk berlaku adil seperti firman Allah swt berikut:
قل امر ربى با لقصط  1.
Artinya:
Katakanlah, Tuhanku memerintahkan al-qisth (keadilan). (QS. al-A’raf:29)



Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah swt.memerintahkan berlaku adil dan berbuat ihsan (kebajikan). (QS. An Nahl:90)
- - 3 واىع بَء زفعهب ووضع اى صَُا ,ُ ألا تطغىا ف اى صَُا ,ُ اىسح بَ ,ُ 8 7
Terjemahnya:
Dan langit ditinggikan-Nya dan Dia meletakkan neraca (keadilan) agar kamu tidak melampaui batas, tentang neraca itu.[6]
Kata adil dalam Alquran berulang 28 kali dengan bermacam-macam bentuk, tidak satupun yang dinisbatkan kepada Allah swt.menjadi sifat-Nya, dari semua kata adil tersebut, M. Quraish Shihab mengemukakan bahwa paling tidak ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh pakar agama, yaitu: 1). Adil
Secara bahasa keadilan adalah sinonim dengan al- mizan yang berarti keseimbangan atau moderasi. Lafazh al – mizan yang berarti keadilan dapat dijumpai dalam surat al-Syura ayat 17 dan surat al-Hadid ayat 25.Kebanyakan filsuf menganggap bahwa keadilan merupakan tujuan tertinggi dari penerapan hukum .
Keadilan merupakan prinsip yang sangat penting dalam hukum Islam.Demikian pentingnya sehingga dapat disebut sebagai prinsip semua prinsip hukum Islam. Didalam Al-Qur’an, karena pentingnya kedudukan dan fungsi kata itu, keadilan disebut lebih dari 1000 kali, terbanyak setelah Allah dan ilmu pengetahuan .
Keadilan dalam Islam meliputi berbagai aspek kehidupan, khususnya dalam bidang dan sistem hukumnya.Konsep keadilan meliputi keadilan dalam berbagai hubungan, baik menyangkut hubungan dalam intern pribadi manusia, hubungan antara individu dengan manusia dan masyarakatnya, hubungan antara individu dengan hakim dan yang berperkara serta berbagai pihak yang terkait.Seseorang yang hidup menurut hukum Tuhan harus berbuat adil, tidak saja pada diri sendiri tetapi juga pada keluarga dan alam sekitarnya.[7]
Menurut syari’at Islam, semua orang sama. Tidak ada kelebihan seorang manusia dari yang lain di hadapan hukum. Dalam khutbah haji wada’ yang pengikutnya hampir seluruhnya orang berkebangsaan Arab, Rasul bersabda: “Tidak ada perbedaan antara orang Arab dan orang ‘ajam”. Firman Allah dalam Qs.al-Maidah ayat 8 dan Qs.an-Nisa’ ayat 135
Pada suatu ketika, orang – orang Quraisy disibukkan oleh peristiwa seorang wanita yang hendak dijalankan hukuman potong tangan atasnya lantaran mencuri.Orang Quraisy berkehendak untuk membebaskan hukuman bagi wanita tersebut. Mereka menyampaikan maksud tersebut melalui pemuda kesayangan Rasul yaitu Usamah bin Zaid. Ketika mendengar pengaduan Usamah, Nabi saw menjadi marah dan bersabda “ Apakah engkau memberi syafa’at (dispensasi) terhadap seseorang dalam menjalankan suatu had dari had – had Allah? Sesungguhnya telah binasa orang – orang sebelum kamu lantaran mereka jika mencuridiantara mereka orang yang berpangkat, mereka biarkan (tidak dihukum), dan jika yang mencuri itu orang rendah mereka laksanakan had itu. Demi Allah, andaikan Fatimah purti Muhammad mencuri, pastilah Muhammad memotong tangannya”.[8]
Kedilan sebagai pedoman kehidupan:
 Segala kesalahan maka hanya ada satu alasan : yaitu kita tidak mau mendengarkan diri kita sendiri. Oleh karena itu prinsip keadilan ini teramat penting sampai-sampai Allah SwT meletakkannya setelah prinsip Keesaan Tuhan. Di dalam al-Qur’an, Allah SwT berfirman,”Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan!” [al-Qur’an Surat Ali Imran (3) ayat 18] atau ayat lainnya, Dia memerintahkan orang-orang yang beriman,”Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kalian orang-orang yang benar-benar penegak keadilan!” [al-Qur’an Surat An-Nisa (4) ayat 135]
Plato sendiri konon pernah mengatakan, ”Pengetahuan tanpa ruh keadilan lebih pantas disebut sebagai kelicikan ketimbang kearifan” (Wisdom of Ages)
Albert Pike juga mengatakan, ”Kejahatan moral (moral evil) merupakan kebohongan dalam perbuatan sebagaimana kebohongan merupakan kejahatan dalam kata-kata. Ketidakadilan merupakan esensi dari kebohongan. Karena setiap kebohongan adalah ketidakadilan. Ketidak adilan atau kezaliman adalah kematian bagi keberadaan moral, sebagaimana kebohongan merupakan racun bagi intelijensia”
Bagaimana pun, keadilan merupakan dasar dari seluruh moralitas agama. Hanya agama-agama palsu saja yang mengabaikan pentingnya penegakan keadilan.
Namun sayangnya, akhir-akhir ini, masih banyak orang yang menjadikan keadilan hanya sebagai propaganda atau sekadar slogan-slogan kosong tanpa aksi dan tanpa dasar ketulusan, sehingga semua itu berujung pada kebohongan pula.
Oleh karena itu Horace mengatakan, ”Kesetiaan (kepada kebenaran) adalah saudara perempuan keadilan!” Mungkin yang dimaksud kesetiaan oleh Horace di sini adalah kejujuran terhadap diri spendiri, sehingga hanya orang-orang yang jujur terhadap diri mereka sendirilah yang bisa menegakkan keadilan dengan sebenar-benarnya.
Hamid Algar, di dalam bukunya: Islam and Revolution, A Warning to the Nation, menyebutkan bahwa Imam Khomeini (qs), pemimpin spiritual Islam dari Iran pernah mengatakan, ”Apakah Anda tahu apa itu keadilan? Jika Anda tidak tahu, tanyakan pada akal Anda, karena tindakan yang didasarkan akal itu seumpama mata bagi seseorang”
2) Persamaan
Prinsip ini mempunyai landasan yang kuat didalam al – Qur’an dan Sunnah Nabi, prinsip ini ditekankan oleh Islam, yang dibuktikan dengan menentang penindasan dan perbudakan atas manusia. Sebagaimana dinyatakan dalam Qs.al – Hujarat ayat 13
Untuk mempertegas konsep al – Qur’an itu, dalam pidato perpisahan di Padang Arafah Nabi menyatakan “Sekalian manusia apakah kamu tidak mengetahui jika Tuhan kamu itu satu dan bapak kamu juga satu. Orang Arab tidak lebih mulia daripada orang Ajam, dan Ajami pun tidak lebih mulia daripada orang Arab, demikian juga yang berkulit merah tidak lebih mulia dari yang hitam, dan tidak juga yang berkulit hitam lebih mulia dari yang merah, kecuali karena taqwa” .
Prinsip keadilan yang memperlakukan semua manusia sama dihadapan Allah dan dihadapan hukum dan pemerintahan. Tidak ada diskriminasi karena perbedaan bangsa, suku bangsa, bahsa, jenis kelamin, agama dan kepercayaan, adat – istiadat, dan sebagaimana. Tersebut dalam surat Al – Hujarat ayat 13.
Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah (al-Shahifah), yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia.Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial seperti komunis.[9]
Kendati prinsip persamaan merupakan bagian yang terpenting dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam ketika menggerakkan dan mengontrol masyarakat, hal itu bukan berarti ia menghendaki masyarakat tanpa kelas sebagaimana dikehendaki paham komunisme .
·         Dalam teori Prof Muhammad Abu Zahrah membahagi keadilan dalam tiga bahagian:
,yaiaitu keadilan undang-undang, keadilan sosial, dan keadilan global. Keadilan undang-undang adalah penguatkuasaan undang-undang secara merata kepada semua tahap sosial yang ada. Tidak membezakan yang kaya ataupun yang papa, yang mulia ataupun yang hina. Semua orang di sisi undang-undang dan perundangan adalah sama.
Keadilan sosial adalah sesuatu yang menuntut setiap individu dalam suatu kumpulan agar dapat hidup secara terhormat tanpa ada tekanan dan halangan serta mampu memanfaatkan kemampuan sesuai dengan apa yang berfaedah bagi diri dan orang lain sehingga boleh berkembang secara kolektif. Keadilan global ialah prinsip utama sebagai landasan ditegakkannya hubungan antara kaum Muslim dan bukan-Muslim.
Agama Islam meletakkan aspek keadilan pada kedudukan yang sangat tinggi dalam sistem perundangannya. Tiada bukti keadilan yang begitu kompleks, kecuali dalam ayat Al-Quran. Dari situ, jelas kiranya kedudukan prinsip keadilan dalam Islam.
Dalam kes keluarga, misalnya, Al-Quran menyebutkan, "Jika kamu takut berlaku tidak adil, ambillah seorang isteri sahaja." (Surah An-Nisa [4]: ​​3). Dalam skala kecil, iaitu unit keluarga saja, kita diperintahkan untuk adil.[10]
151. Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar [518]". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).

[518] Maksudnya yang dibenarkan oleh syara' seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya.[11]

 Penerapan Prinsip Persamaan Kedudukan Warga Negara dalam Kehidupan
            Warga negara memiliki kedudukan yang sederajat dengan negara. Dalam negara demokratis, kedudukan dan perlakuan yang sama warga negara merupakan ciri utama demokrasi menganut sistem persamaan kedudukan manusia.
            Di Indonesia persamaan kedudukan warga negara tersebut dinyatakan dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
1.      Persamaan Kedudukan Warga Negara di Bidang Hukum dan Pemerintahan
Persamaan di depan hukum (equality before law) mengharuskan setiap warga negara diperlakukan adil dan sama, tanpa pandang bulu oleh negara. Prinsip persamaan di depan hukum tertuang dalam peraturan:[12]
a.       UU no. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
b.      UU no. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
c.       UU no. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
d.      UU no. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
Penerapan prinsip di depan hukum adalah:
a.       Setiap orang dianggap tidak bersalah sebelum ada keputusan mutlak dari pengadilan (asas praduga tidak bersalah)
b.      Setiap orang yang menjadi terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum
c.       Pengadilan tidak boleh membeda-bedakan orang
            Persamaan warga negara di bidang pemerintahan adalah setiap warga negara memperoleh perlakuan yang sama dari pemerintah. Penerapan prinsip persamaan dalam bidang pemerintahan adalah pendaftaran PNS dibuka untuk umum, pemberian pelayanan kesehatan yang sama, dan subsidi pendidikan kepada semua anak SD dan SMP
3) Musyawarah
Islam telah menganjurkan musyawarah dan memerintahkannya dalam banyak ayat dalam al-Qur’an, ia menjadikannya suatu hal terpuji dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan negara; dan menjadi elemen penting dalam kehidupan umat, ia disebutkan dalam sifat-sifat dasar orang-orang beriman dimana keIslaman dan keimanan mereka tidak sempurna kecuali dengannya, ini disebutkan dalam surat khusus,Syura atau pengambilan pendapat hukumnya sunnah dan khusus bagi kaum Muslim. Allah SWT berfirman:
Oleh karena kedudukan musyawarah sangat agung maka Allah menyuruh rasulnya melakukannya. Dan ayat yang kedua berbunyi:

وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
‘’Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antar mereka’’. (QS. asy-Syura [42]: 38)[13]
Perintah Allah kepada rasulnya untuk bermusyawarah dengan para sahabatnya setelah tejadinya perang uhud dimana waktu itu Nabi telah bermusyawarah dengan mereka, beliau mengalah pada pendapat mereka, dan ternyata hasilnya tidak menggembirakan, dimana umat Islam menderita kehilangan tujuh puluh sahabat terbaik, di antaranya adalah Hamzah, Mush’ab dan Sa’ad bin ar Rabi’. Namun demikian Allah menyuruh rasulnya untuk tetap bermusyawarah dengan para sahabatnya, karena dalam musyawarah ada semua kebaikan, walaupun terkadang hasilnya tidak menggembirakan .
Sifat-sifat itu hanya ada pada kaum Muslim.
Abu Hurairah ra berkata: Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih banyak musyawarahnya dari pada Rasulullah saw terhadap para sahabatnya.
Hasan ra berkata: Tidaklah suatu kaum bermusyawarah kecuali mereka memperoleh petunjuk agar urusan mereka mendapatkan bimbingan.
Adapun penyampaian pendapat boleh didengar dari kaum Muslim maupun non muslim, karena Rasul telah mentaqrirkan suatu pendapat yang ada pada hilf al-fudlul. Beliau bersabda: ‘Jika aku dipanggil bersamanya, sungguh aku akan memenuhi (panggilannya), dan aku tidak ingin melanggarnya. (Ketahuilah) bahwasanya hal itu bagiku (lebih baik dari pada) unta merah’. Padahal pendapat tersebut adalah pendapat orang-orang musyrik .
Sekarang mari kita memperhatikan sejenak Rasulullah s.a.w. yang ternyata di sepanjang hidupnya selalu memberi perhatian besar terhadap prinsip musyawarah serta selalu menghargai pendapat orang lain tanpa memandang usia atau tingkat kecerdasannya.
Rasulullah adalah pemimpin yang tak pernah ragu mendengar pendapat orang lain di setiap kesempatan serta menerima pendapat mereka untuk menentukan jalan terbaik demi memujudkan langkah dan rencana yang kokoh. Terkadang Rasulullah meminta pendapat seorang sahabat yang dianggap layak dimintai saran, dan terkadang beliau mengumpulkan beberapa orang sahabat untuk melakukan musyawarah secara kolektif.
Berikut ini adalah beberapa peristiwa dalam hidup Rasulullah yang dapat kita jadikan sebagai bukti betapa besarnya perhatian beliau terhadap prinsip musyawarah.[14]
1- Dalam peristiwa "hâdits al-ifki", Rasulullah meminta saran dari Ali ibn Abi Thalib r.a., Umar ibn Khaththab r.a., Zainab binti Jahsy r.a., Barizah r.a., dan beberapa sahabat beliau yang lainnya. Pada saat itu, Ali r.a. memberi masukan kepada Rasulullah yang cukup membantu beliau memecahkan masalah yang tengah beliau hadapi. Demikian pula Umar ibn Khattab r.a., Zainah binti Jahsy r.a., Barizah r.a., dan para sahabat lain menyatakan bahwa Ummul Mukminin Aisyah r.a. bersih dari segala desas-desus yang disebarkan kaum munafik.
Berkenaan dengan peristiwa ini, terdapat sebuah riwayat yang meski lemah sanadnya namun cukup menggambarkan dialog yang terjadi antara Rasulullah s.a.w. dengan Umar ibn Khaththab r.a. Dalam riwayat itu disebutkan bahwa Rasulullah meminta pendapat Umar r.a. mengenai Aisyah r.a.. Umar lalu menjawab dengan menegaskan kembali bahwa Aisyah r.a. pasti bersih dari segala fitnah yang dituduhkan kepadanya. Rasulullah pun bertanya kepada Umar mengenai alasan sahabatnya itu bisa begitu yakin akan kesucian Aisyah r.a. dari segala noda.
Umar pun lalu menjelaskan bahwa pada suatu ketika Rasulullah s.a.w. pernah shalat bersama para sahabat. Sebelum shalat, ternyata Rasulullah melepaskan terompah beliau terlebih dulu. Umar lalu bertanya mengapa Rasulullah melepas alas kaki beliau. Rasulullah kemudian menjawab bahwa Jibril a.s. telah memberitahu bahwa ada najis di terompah beliau. Jadi, ujar Umar, jika bahkan mengenai keberadaan kotoran di terompah saja Allah s.w.t. langsung mengutus Malaikat Jibril a.s. untuk memberi tahu Rasulullah s.a.w. tentang hal itu, maka bagaimana mungkin Allah akan berdiam diri jika memang ada istri Rasulullah yang telah berbuat nista.[15]
Meskipun sanad riwayat ini diperdebatkan dan menjadi objek ilmu jarh wa al-ta'dîl (ilmu kritik sanad), tapi kandungan dari riwayat ini layak kita tangkap dengan sepenuh hati.
2- Ketika perang Badar akan dimulai, Rasulullah terlebih dulu meminta saran kepada para sahabat beliau, baik dari golongan muhajirin maupun anshar. Pada saat itu, seorang sahabat Rasulullah yang bernama Miqdad r.a. mewakili kaum muhajirin, sementara Sa'd ibn Mu'adz r.a. mewakili kaum anshar. Dalam musyawarah itu, ternyata baik Miqdad r.a. maupun Sa'd r.a. sama-sama mengemukakan pendapat yang serupa mengenai dukungan yang akan diberikan para sahabat terhadap Rasulullah s.a.w. dengan penuh keimanan, semangat yang tinggi, dan sikap patuh kepada beliau. Sebab itulah tidak lama kemudian, semua sahabat dari kedua golongan ini bersepakat untuk melaksanakan keputusan yang diambil pada musyawarah itu.
Jadi melalui musyawarah Rasulullah telah berhasil membuat semua sahabat menjadi pendukung atas pendapat yang telah disepakati. Selain itu, melalui musyawarah Rasulullah juga telah menumbuhkan semangat kebersamaan di tengah sahabat-sahabat beliau yang berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda.[16]
3- Dalam perang Badar Rasulullah s.a.w. juga meminta saran dari Habab ibn Mundzir r.a. dan para sahabat lain mengenai posisi penempatan pasukan muslim dan di mana sebaiknya mereka bertempur melawan musuh. Tidak berapa lama kemudian keputusan pun diambil dan kemudian dipatuhi oleh semua prajurit muslim. Perang Badar berakhir dengan kemenangan gemilang di pihak pasukan muslim dalam satu pertempuran meski kekuatan pasukan musuh jumlahnya tiga atau empat kali lipat lebih banyak dibandingkan mereka. Seusai perang, pasukan pun kembali dengan membawa senandung kemenangan.
4- Pada perang Ahzab (perang Parit), Rasulullah bermusyawarah dengan para sahabat mengenai taktik perang yang akan digunakan pasukan muslim. Pada saat itu Rasulullah memilih usul yang dikemukakan oleh Salman al-Farisi r.a. yang meminta pasukan muslim menggali parit untuk mencegah masuknya pasukan musyrik ke kota Madinah. Peristiwa ini dengan jelas menunjukkan sikap Rasulullah yang sangat terbuka terhadap saran sahabat beliau.
5- Pada peristiwa Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah menunjukkan perhatian besar beliau terhadap prinsip musyawarah. Pada saat itu, Rasulullah berhasil menyatukan pendapat seluruh umat Islam. Bahkan setelah perjanjian itu selesai dilakukan, Rasulullah meminta saran dari Ummul Mukminin Ummu Salamah r.a. Meski perjanjian ini pada mulanya oleh para sahabat dianggap sebagai kekalahan umat Islam, namun akhirnya setelah rombongan umat Islam kembali ke Madinah, Rasulullah berhasil menunjukkan kepada mereka bahwa Perjanjian Hudaibiyah adalah kemenangan gemilang bagi mereka.
Perjalanan hidup Rasulullah s.a.w. memang banyak dihiasi dengan musyawarah mengenai hal-hal yang tidak dijelaskan oleh wahyu, dan tanpa ragu Rasulullah menerapkan hasil musyawarah dengan para sahabat. Setelah masa Rasulullah, semua lembaga permusyawarahan yang ada di seluruh negeri-negeri muslim tidak lain hanyalah gambaran sederhana dari apa yang telah dirintis oleh Rasulullah s.a.w. ratusan tahun yang lampau.
Musyawarah dalam kehidupan berumah tanga
Manusia merupakan makhluk sosial, itu artinya manusia tidak bisa hidup sendirian, sebab jika hanya sendirian maka tidaklah terjadi suatu kehidupan. Dalam menjalani hidup keseharian, manusia harus berinteraksi dengan orang lain, dan dalam interaksi tersebut manusia memiliki peran yang berbeda-beda.
Menurut Horton dan Hunt (1993) (dalam Rinawahyu, 2011), peran (role) adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Pengertian tersebut seakan menegaskan bahwa perilaku seseorang telah terkonsep dalam sebuah skenario yang menjadi pengetahuan bersama. Seperti halnya seorang guru adalah seorang yang ramah, selalu berpakaian rapi dan bijaksana. Sehingga perilaku manusia dalam lingkungan sosialnya dapat diprediksikan sesuai dengan konteksnya.[17]
Mengingat pentingnya teori ini, maka sepertinya perlu pendidikan sejak dini pada anak untuk penerapan teori peran ini. Lalu bagaimanakah cara memberikan pembelajaran teori peran bagi anak?. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang cocok bagi pembelajaran teori peran.
Sebagai contoh penerapan pembelajaran ini misalnya saat suatu keluarga bermusyawarah, semisal menentukan akan berlibur kemana, bagaimana persiapannya, dan sebagainya. Dalam musyawarah tersebut akan terkonsep peran dari masing-masing anggota keluarga. Seperti halnya orangtua menjadi pemimpin musyawarah dan juga penengah, anak menyampaikan usul secara sopan. Selain itu juga anak dapat belajar menerima dan menghormati keputusan jika pendapatnya tidak diterima, karena peran anak yang seharusnya adalah hormat kepada orangtua.
Dalam kesempatan ini, penulis menyimpulkan bahwa dalam kehidupan manusia didalamnya terdapat suatu interaksi sosial. Di dalam interaksi tersebut terkandung peran sosial. Dimana peran sosial ini sangat mendukung suatu interaksi sosial, maka pemahaman ini perlu di mengerti sejak dini. Dalam hal ini, musyawarah keluarga merupakan suatu langkah pembelajaran mengenai teori peran.
ORANG-ORANG YANG DIMINTA BERMUSYAWARAH
         Secara tegas dapat terbaca bahwa perintah musyawarah pada ayat 159  surat  Ali 'Imran ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw. Hal ini  dengan  mudah  dipahami  dari  redaksi  perintahnya  yangberbentuk   tunggal.   Namun  demikian,  pakar-pakar  Al-Quran asepakat berpendapat bahwa perintah musyawarah ditujukan kepadasemua  orang.  Bila Nabi Saw. saja diperintahkan oleh Al-Quran untuk  bermusyawarah,  padahal  beliau  orang   yang   ma'shum (terpelihara    dari    dosa    atau    kesalahan),    apalagi manusia-manusia selain beliau. Tanpa analogi di atas, petunjuk ayat ini tetap dapat  dipahami berlaku  untuk  Semua  orang,  walaupun  redaksinya  ditujukan kepada Nabi Saw. Di sini Nabi berperan sebagai pemimpin  umat, yang  berkewajiban  menyampaikan kandungan ayat kepada seluruh umat,  sehingga  sejak  semula  kandungannya  telah  ditujukan kepada mereka semua. [18]
          Perintah   bermusyawarah  pada  ayat  di  atas  turun  setelah peristiwa menyedihkan pada perang Uhud. Ketika itu,  menjelang pertempuran,   Nabi   mengumpulkan   sahabat-sahabatnya  untuk memusyawarahkan bagaimana sikap menghadapi musuh  yang  sedang dalam  perjalanan dari Makkah ke Madinah. Nabi cenderung untuk bertahan di kota Madinah, dan tidak ke luar  menghadapi  musuhyang  datang dari Makkah. Sahabat-sahabat beliau terutama kaum muda yang penuh semangat mendesak agar kaum  Muslim  di  bawah pimpinan  Nabi  Saw "keluar" menghadapi musuh. Pendapat mereka itu  memperoleh  dukungan  mayoritas,   sehingga   Nabi   Saw. menyetujuinya.  Tetapi,  peperangan  berakhir  dengan gugurnyatidak kurang dari tujuh puluh orang sahabat Nabi Saw.








Hubungan antara persamaan,keadilan,dan musyawaroh


C.KESIMPULAN
1) Secara bahasa keadilan adalah sinonim dengan al- mizan yang berarti keseimbangan atau moderasi. Lafazh al – mizan yang berarti keadilan.Keadilan dalam Islam meliputi berbagai aspek kehidupan, khususnya dalam bidang dan sistem hukumnya.Konsep keadilan meliputi keadilan dalam berbagai hubungan, baik menyangkut hubungan dalam intern pribadi manusia, hubungan antara individu dengan manusia dan masyarakatnya, hubungan antara individu dengan hakim dan yang berperkara serta berbagai pihak yang terkait.
2) Persamaan mempunyai landasan yang kuat didalam al – Qur’an dan Sunnah Nabi, prinsip ini ditekankan oleh Islam, yang dibuktikan dengan menentang penindasan dan perbudakan atas manusia. Prinsip keadilan yang memperlakukan semua manusia sama dihadapan Allah dan dihadapan hukum dan pemerintahan. Tidak ada diskriminasi karena perbedaan bangsa, suku bangsa, bahsa, jenis kelamin, agama dan kepercayaan, adat – istiadat
3) Islam telah menganjurkan musyawarah dan memerintahkannya dalam banyak ayat dalam al-Qur’an, ia menjadikannya suatu hal terpuji dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan negara; dan menjadi elemen penting dalam kehidupan umat, ia disebutkan dalam sifat-sifat dasar orang-orang beriman dimana keIslaman dan keimanan mereka tidak sempurna kecuali dengannya, ini disebutkan dalam surat khusus,Syura atau pengambilan pendapat hukumnya sunnah dan khusus bagi kaum Muslim.

DAFTAR PUSTAKA
Dra.Husnul Khatimah,M.Ag. Penerapan Syariah Islam. PT Pustaka Pelajar. Yogyakarta:2007.
Prof.H.Mohammad Aud Ali,S.H. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2005.
Masjfuk Zuhdi, Pengantar Hukum Syariah PT Gunung Agung, Jakarta: 1987.
Fathurrahman Djamil,M.A.Filsafat Hukum Islam.Logos Wacana Ilmu Ciputat: 1997.
http//www.islamhouse.com



[1] Kumpulan teori-teori, kolten smirt, PT.gasindo, jakarta
[2] Kumpulan teori-teori, kolten smirt, PT.gasindo, jakarta
[3] Khalifah dalam islam, abu hamzah, PT.sinar baru, bandung 2007.
Ibid, abu hamzah,
[5] Tafsir alquraan ulul-albab,ir k.H. jan ahmad wassh. PT, karya kita bandung , 2002
[6] Tafsir alquraan ulul-albab,ir k.H. jan ahmad wassh. PT, karya kita bandung , 2002
[7] Khoirul, keadilan dalam islam, unsur-unsur keislaman, PT. Sang semesta, serang, banten, 2004
[8] Peradilan dan adat dalam islam dr.samir aliyah, PT,kalifah, jakarta 1997
[9] At-tasury, op, cit, halaman 203
[10] Ir. K.H. jan ahmad wasiil tafsir al- quraan ulul albab PT. Salamadani pustaka, bandung, 2009
[11] Dr.K.H. samsudin, jumhurul ulama al- hadist, PT. Gafindo indonesia, jakarta, 2001
[12] Ir. K.H. jan ahmad wasiil tafsir al- quraan ulul albab PT. Salamadani pustaka, bandung, 2009
[13] Anabawi. Kumpulan hadis sohih, PT. Raha gravindo, jakarta, indonesia
[14] Anabawi. Kumpulan hadis sohih, PT. Raha gravindo, jakarta, indonesia
[15] Anabawi. Kumpulan hadis sohih, PT. Raha gravindo, jakarta, indonesia
[16] Samsuri. Kekaisaran kholifah, sebuah penafsiran, PT. Nikat. Solo
[17] www.musyawarah.com jam 09:23, 1 desember 2013
[18] Al samsuri, hadist perhukuman, pt. Sinar indonesia, semarang

0 komentar:

Posting Komentar