Minggu, 29 Desember 2013

Asal-usul Agama dalam Perspektif Teori Sosiologi



A.      PENDAHULUAN

1.        Latar Belakang
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala welas hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya. Sholawat serta salam semoga dapat senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shollallohu’alaihi Wasallam, beserta keluarga dan sahabatnya, Allahuma Amin. Kami yakin tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, makalah ini belum dapat terselesaikan. Oleh karena itu, kami dari kelompok Lima mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. H.Zulfi Mubaroq M.Ag selaku pembimbing mata kuliah Sosiologi Agama, teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami, sehingga kita dapat menyelesai makalah ini dengan tepat waktu.
Urgensi topik kami yang berjudul “Asal Usul Agama dalam Perspektif Teori Sosiologi”, ini berisi tentang pembahasan mengenai beberapa macam Teori Sosiologi, Pengertian Teori dan Asal Usul Agama. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Sosiologi Agama dan memahami seluk beluknya oleh para mahasiswa. Setelah membaca makalah ini diharapkan kita semua bisa mengetahui dan mendalami lebih lanjut macam teori sosiologi, pengertian teori sosiologi dan asal usul agama.
Isi global makalah ini adalah tentang pembagian teori sosiologi menurut penelitian para ahli, pengertian teori sosiologi baik berdasarkan sudut pandang kebahasaan (etimologi) dan terminologi serta asal usul agama yang diyakin oleh semua manusia yaitu dengan kata hatinya. 
  
2.      Tujuan Pembahasan
a. Memahami pengertian asal-usul secara etimologi dan terminologi.
b. Memahami pengertian teori sosiologi secara etimologi dan terminologi.
c. Memahami macam-macam asal-usul agama dalam perspektif teori sosiologi.
d. Memahami ayat-ayat Al-qur’an dan Hadist tentang asal – usul agama dalam perspektif teori sosiologi.

3.        Rumusan Masalah
a. Jelaskan pengertian asal-usul secara etimologi dan terminologi?
b. Apa pengertian teori sosiologi secara etimologi dan terminologi?
c. Bagaimana macam-macam asal usul dalam perspektif teori sosiologi?
d. Bagaimana ayat-ayat Al-qur’an dan Hadist tentang asal – usul agama dalam perspektif teori sosiologi?

B. POKOK PEMBAHASAN
1. Pengertian Asal – Usul Secara Etimologi dan Terminologi
Pengertian Asal-usul secara etimologi adalah dasar, yang asli, yang sejati, sifat,  urutan keturunan, asal mula menunjukkan asal, dari tingkah laku (tabiat) yang dapat kita ketahui asalnya (tinggi rendahnya derajat dsb).[1]
Sedangkan secara terminologi Asal-usul adalah keadaan (tempat, wujud, rupa, dan sebagainya) yang semula dan pangkal permulaan serta kelakuan (budi bahasa) seseorang menunjukkan asal keturunannya.
2. Pengertian Teori Sosiologi Secara Etimologi dan Terminologi
a. Pengertian Teori Secara Etimologi dan Terminologi
Ada tiga hal jika ingin mengenal teori secara etimologi :[2]
1) Teori adalah sebuah set proposisi yang terdiri dari konstrak (construct) yang sudah  didefinisikan secara luas dan dengan hubungan unsure-unsur dalam set tersebut secara jelas pula.
2) Teori menjelaskan hubungan antarvariabel atau antar konstak (construc) sehingga pandangan yang sisitematik dan fenomena-fenomena yang diterangkan oleh variabel dengan jelas kelihatan.
3) Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasikan variabel mana yang berhubungan dengan variabel mana.
            Secara bahasa, Teori adalah sekumpulan konsep,definisi,dan proposisi yang saling berkaitan yang menghadirkan suatu tinjauan secara sisitematis atas fenomena yang ada dengan menunjukan secara spesifik hubungan-hubungan diantara variabel-variabel yang terkait dalam fenonema,dengan tujuan memberikan eksplanasi dan prediksi atas fenonema tersebut.[3]
            Sedangkan, Teori secara istilah adalah perangkat dari proposisi yang mempunyai korelasi yang telah terbukti dan teruji kebenarannya ,asas dan hukum umum yang menjadi dasar kesenian dan ilmu pengetahuan.[4] Dari bukunya Erwan dan Dyah (2007) teori menurut definisinya adalah serangkaian konsep yang memiliki hubungan sistematis untuk menjelaskan suatu fenomena sosial tertentu. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa teori merupakan salah satu hal yang paling fundamental yang harus dipahami seorang peneliti ketika ia melakukan penelitian karena dari teori-teori yang ada peneliti dapat menemukan dan merumuskan permasalahan sosial yang diamatinya secara sistematis untuk selanjutnya dikembangkan dalam bentuk hipotesis-hipotesis penelitian.

b. Pengertian Sosiologi Secara Etimologi dan Terminologi
Sosiologi berasal dari bahasa latin, yaitu (socius = teman , kawan, social = berteman, bersama, berserikat), bermaksud untuk mengerti kejadian-kejadian dalam masyarakat yaitu persekutuan manusia. Logos yaitu ilmu pengetahuan.[5]
Secara harfiah atau etimologi sosiologi berasal dari bahasa latin Socius artinya teman, kawan, sahabat dan Logos artinya ilmu pengetahuan. Berdasarkan etimologi tersebut, maka sosiologi adalah ilmu tentang cara berteman/ berkawan/ bersahabat yang baik dalam masyarakat.[6]
Pengertian sosiologi Secara etimologi  dari kata bahasa arab, yakni الأصدقاء والزملاء yang berarti teman, kawan. Dan  علم الإجتماع yang berarti ilmu pengetahuan.[7]
Sedangkan sosiologi menurut istilah adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan – ikatan antar manusia yang menguasai kehidupan itu. [8]Sosiologi menurut para tokoh:[9]
1) Menurut August Comte
Sosiologi adalah ilmu positip tentang masyarakat. Ia menggunakan kata positip yang artinya empiris. Jadi sosiologi baginya adalah studi empiris tentang masyarakat. Menurut August Comte, obyek studi dari sosiologi adalah tentang masyarakat, ada dua unsur yaitu struktur masyarakat yang disebut statika sosial dan proses-proses sosial di dalam masyarakat yang disebut dinamika sosial. 
2) Menurut Emile Durkheim
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta sosial. Fakta sosial adalah sesuatu yang berada di luar individu. Contoh-contoh dari fakta sosial adalah kebiasaan-kebiasaan, peraturan-peraturan, norma-norma, hukum-hukum dan adat istiadat. Dan fakta sosial yang paling besar adalah masyarakat menurut Durkhiem. Fakta sosial ini bersifat eksternal, obyektif dan berada di luar individu.
3) Menurut Max Weber
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami tindakan sosial secara interpretatif agar diperoleh kejelasan mengenai sebab-sebab, proses dan konsekuensinya. Dengan kata lain, sosiologi adalah ilmu yang berhubungan dengan pemahaman interpretative mengenai tindakan sosial agar dengan demikian bisa dipeoleh penjelasan kausal mengenai arah dan konsekuensi dari tindakan itu. Dengan interpretative dimaksudkan untuk memahami arti dan makna dari tindakan sosial.
c. Pengertian Teori Sosiologi Menurut Etimologi dan Terminologi
            Teori sosiologi secara bahasa didefinisikan sebagai seperangkat ide yang saling terkait yang memungkinkan untuk sistematisasi pengetahuan tentang dunia sosial Pengetahuan ini kemudian digunakan untuk menjelaskan dunia sosial dan membuat prediksi tentang masa depan dunia sosial.
Sedangkan secara istilah teori sosiologi adalah teori yang diarahkan untuk analisis rinci tentang apa yang dilakukan, dikatakan, dan dipikirkan manusia dalam pengalaman sesaat, mencakup teori tentang interaksi, diri, pikiran, peran sosial, definisi situasi, konstruksi sosial terhadap realitas, strukturalisme, dan pertukaran sosial. Teori sosiologis merupakan upaya untuk menciptakan proposisi abstrak dan dapat diuji tentang masyarakat. Teori sosiologi terus berkembang dan karena itu tidak pernah dapat diduga akan selesai. Teori-teori sosiologis Baru membangun atas karya para pendahulu mereka dan menambah kepada mereka, tetapi teori-teori sosiologi klasik masih dianggap penting dan saat ini.
            Beberapa perkembangan penting yang mempengaruhi teori sosiologi adalah munculnya individualism, munculnya negara modern, industrialisasi dan kapitalisme, penjajahan dan globalisasi, dan perang dunia .[10]
3. Macam-macam Asal-Usul Agama Dalam Perspektif Teori Sosiologi
Dalam kaitannya dengan asal-usul agama, ada beberapa perspektif teori sosiologi dari hasil penelitian para ilmuan, yaitu: Teori Jiwa, Teori Batas Akal, Teori Krisis dalam Hidup Individu, Teori Kekuatan Luar Bisa, dan Teori Sentimen Kemasyarakatan, serta Teori Wahyu Tuhan.[11]
Dalam paparan di bawah ini, akan dikemukakan enam teori dari para ilmuwan yang telah melakukan penelitian tersebut.[12]
a. Teori Jiwa
Para ilmuwan penganut teori ini berpendapat, agama yang paling awal bersamaan dengan pertama kali manusia mengetahui bahwa di dunia ini tidak hanya dihuni oleh makhluk materi, tetapi juga oleh makhluk immateri yang disebut jiwa (anima). Pendapat ini dipelopori oleh seorang ilmuwan Inggris yang bernama Edward Burnet Taylor (1832 – 1971). Dalam bukunya yang sangat terkenal, The Primitif Culture (1872) yang mengenalkan teori animisme, ia mengatakan bahwa asal mula agama bersama dengan munculnya kesadaran manusia akan adanya roh atau jiwa.[13]Mereka memahami adanya mimpi dan kematian, yang mengantarkan mereka kepada pengertian bahwa dua peristiwa itu mimpi dan kematian, merupakan bentuk pemisahan antara roh dan tubuh kasar.
Apabila orang meninggal dunia, rohnya mampu hidup terus walaupun jasadnya membusuk. Dari sanalah asal mula kepercayaan bahwa roh orang yang telah mati itu kekal abadi. Selanjutnya, roh orang mati itu dipercayai dapat mengunjungi manusia, dapat menolong manusia, bisa mengganggu kehidupan manusia dan bisa juga menjaga manusia yang masih hidup, terutama anak cucu, teman, dan keluarga sekampung.[14]
Alam semesta ini dipercayai penuh dengan jiwa – jiwa yang bebas merdeka. E. B Taylor tidak menyebutnya soul atau jiwa lagi, tetapi spirit atau makhluk halus.[15]Menurut Beals dan Hoijer, ada perbedaan antara pengertian roh dengan makhluk halus. Roh adalah bagian halus dari setiap makhluk yang mampu hidup terus sesudah jasadnya mati, sedangkan makhluk halus adalah sesuatu yang terjadi dari awalnya seperti itu, contohnya peri, mambang, dan dewa – dewi yang dianggap berkuasa.[16]Jadi, pikiran manusia telah mentransformasikan kesadaran akan adanya jiwa yang akhirnya menjadi kepercayaan kepada makhluk – makhluk halus.        Tingkat yang paling dasar dari evolusi agama adalah ketika manusia percaya bahwa makhluk – makhluk halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia. Karena mereka bertubuh halus, manusia tidak bisa menangkap dengan panca inderanya. Makhluk halus itu mampu berbuat berbagai hal yang tidak dapat diperbuat oleh manusia. Berdasarkan kepercayaan semacam itu, makhluk halus menjadi objek penghormatan dan penyembahan manusia dengan berbagai upacara keagamaan berupa berdoa, sesajen, atau korban. Kepercayaan itulah yang oleh E. B. Taylor disebut Animisme.[17]
Pada tingkat selanjutnya dalam evolusi agama, manusi percaya bahwa gerak alam ini disebabkan oleh jiwa yang ada di belakang peristiwa dan gejala alam itu. Sungai – sungai yang mengalir, gunung yang meletus, angina topan yang menderu, matahari, bula, dan tumbuh – tumbuhan, semuanya bergerak karena jiwa alam ini. Kemudian jiwa alam itu dipersonifikasikan, dianggap sebagai makhluk – makhluk yang berpribadian, yang mempunyai kemauan dan pikiran. Makhluk halus yang ada di belakang gerak alam seperti itu disebut dewa – dewa alam. Tingkat keduan revolusi agama ini disebut polytheisme yang mana poly berarti banyak dan theos berarti Tuhan. Tingkat ini merupakan perkembangan dari tingkat sebelumnya,manisme, pemujaan terhadap roh nenek moyang.[18]
Tingkat ketiga atau tingkat terakhir dari evolusi agama bersamaan dengan timbulnya susunan kenegaraan di dalam masyarakat manusia. Menurut E.B.Taylor, ketika muncul susunan kenegaraan di masyarakat, timbul juga kepercayaan bahwa di alam dewa – dewa juga terdapat susunan kenegaraan yang serupa dengan susunan kenegaraan manusia. Pada kehidupan masyarakat, para dewa pun dikenal dengan stratifikasi sosial dewa – dewa, dimulai dari dewa tertinggi yaitu raja dewa, para menteri sampai dewa yang paling rendah.
Susunan masyarakat dewa serupa itu lambat laun menimbulkan kesadaran baru bahwa semua dewa itu pada hakikatnya merupakan penjelmaan dari satu dewa yang tinggi itu. Akibat dari kepercayaan itu, berkembanglah kepercayaan kepada satu Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dari sinilah timbul beerbagai agama bertuhan satu atau monotheisme.[19]
b. Teori Batas Akal
Teori ini menyatakan bahwa permulaan terjadinya agama dikarenakan manusia mengalami gejala yang tidak dapat diterangkan oleh akalnya.Teori batas akal ini berasal dari pendapat seorang ilmuwan besar dari Inggris, James G. Frazer.[20] Menurut frazer, manusia biasa memecahkan berbagai persoalan hidupnya dengan akal dan system pengetahuannya. Tetapi akal dan system pengetahuaan itu ada batasnya, dan batas akal itu meluas batas akal itu.
Dalam banyak kebudayaan di dunia ini, sebagian batas akal manusia itu masih amat sempit karena tingkat kebudayaannya masih sangat sederhana. Oleh karena itu, berbagai persoalan hidup banyak yang tidak dapat dipecahkkan dengan akal mereka. Maka mereka memecahkannya melalui magic atau ilmu ghaib.
Menurut James G. Fraser, magic adalah segala perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud tertentu melalui berbagai kekuatan yang ada di alam semesta serta seluruh kompleksitas anggapan yang ada di belakangnya.[21]
Pada mulanya, manusia hanya menggunakan ilmu ghaib untuk memecahkan soal – soal hidupnya yang ada di luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Lambat laun terbukti banyak perbuatan magisnya itu tidak ada hasilnya. Oleh karena itu, ia mulai percaya bahwa alam ini didiami oleh makhluk – makhluk halus yang lebih berkuasa daripada manusia. Maka mereka mulai mencari hubungan yang baik dengan makhluk – makhluk halus yang mendiami alam itu. Dengan demikian, hubungan baik ini menyebabkan manusia mulai mempercayakan nasibnya kepada kekuatan yang dianggap lebih dari dirinya.Dari sinilah mulai tibul religi.[22]
 Menurut Fraser, ada perbedaan magic dan religi. Magic adalah segala sisitem perbuatan dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan menggunakan kekuatan dan hukum – hukum ghaib yang ada di alam. Sedangkan agama (religion) adalah segala system kepercayaan dan system perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan Tuhan, makhluk halus, roh, atau dewa – dewi yang dianggap menguasai alam. Berbagai macam ritus merupakan cara manusia agar Tuhan berkenan menolongnya dari berbagai segala permasalahan hidup.[23]
R. First dalam bukunya, Human Types, mengemukakan perbedaan magic dan religion. Menurutnya, magic adalah serangkaian perbuatan manusia untuk mengontrol alam semesta, sedangkan religion adalah respons manusia terhadap kebutuhan akan konsepsi yang tersusun mengenai alam semesta dan sebagai mekanisme dalam rangka mengatasi kegagalan yang timbul akibat ketidakmampuan manusia untuk meramalkan dan memahami kejadian alam, atau peritiwa yang tidak diketahui dengan tepat.[24]
c. Teori Krisis Dalam Hidup Individu
Teori ini mengatakan bahwa kelakuan keagamaan manusia itu mulanya muncul untuk menghadapi krisis- krisis yang ada dalam kehidupan manusia itu sendiri. Selanjutnya teori ini disebut “ Masa Krisis dalam Hidup Individu”. Terori ini berasal dari M. Crawley, dalam bukinya The True of Life (1905), yang kemudian diuraikan secara luas dan terperinci oleh A. Van Gennep dalam bukunya Rites de Passage (1910).[25]
Menurut keduanya sarjana tersebut, dalam jangka waktu sejarah hidupnya, manusia mengalami banyak krisis yang terjadi dalam masa – masa tertentu. Krisis tersebut menjadi objek perhatian manusia dan sangat menakutkan. Betapapun bahagianya seseorang, ia harus ingat akan kemungkinan – kemungkinan timbulnya krisis dalam hidupnya. Berbagai krisis tersebut terutama berupa bencana, seperti sakit dan maut sangat sukar dihindarinya walaupun dihadapi dengan kekuasaan dan kekayaan harta benda. Dua bencana tadi sangat sulit dielakkan. Karena selama hidupnya ada beberapa masa krisis, manusia butuh sesuatu untuk memperteguh dan menguatkan dirinya. Perbuatan yang berupa upacara sacral pada masa krisis merupakan pangkal dari keberagamaan manusia.[26]
d. Teori Kekuatan Luar Biasa
Teori ini mengatakan bahwa agama dan sikap religious manusia terjadi karena adanya kejadian luar biasa yang menimpa manusia yang terdapat di lingkungan alam sekelilingnya. Pendapat itu disebut “ Teori Kekuatan Luar Biasa”, suatu teori yang diperkenalkan oleh seorang ahli antropologi Inggris yang bernama R. R. Marett, dalam bukunya The Threshold of Religion.[27]
Antropologi itu menguraikan teorinya diawali dengan satu sanggahan tergadap pendapat E.B. Tylor yang menyatakan bahwa timbulnya agama itu karena adanya kesadaran manusia terhadap adanya jiwa. Menurut Marett, kesadaran seperti itu terlalu rumit dan terlalu kompleks bagi ukuran pikiran manusia yang baru saja ada pada kehidupan di muka bumi ini. Ia mengatakan teori barunya bahwa pangkal dari segala kelakuan keagamaan pada manusia ditimbulkan oleh suatuperasaan rendah diri terhadap adanya gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang dianggap luar biasa dalam kehidupan manusia. Alam tempat gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa itu berasal – yang dianggap memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan yang telah dikenal manusia di alam sekelilingnya disebut super natural. Gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa luar biasa tadi dianggap akibat dari suatu kekuatan super natural atau kekuatan luar biasa sakti. Kepercayaan kepada suatu kekuatan sakti yang ada dalam gejala-gejala, hal-hal, dan peristiwa yang luar biasa itu dianggap oleh Marett suatu kepercayaan yang ada pada manusia sebelum mereka percaya kepada makhluk halus dan roh. Dengan perkataan lain, sebelum adanya kepercayaan animisme, manusia mempunyai kepercayaan preanimisme yang lebih dikenal dengan sebutan dinamisme.[28]
e. Teori Sentimen Kemasyarakatan
            Teori ini menyatakan bahwa agama yang permulaan itu muncul karena adanya suatu getaran, suatu emosi yang di timbulkan dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa kesatuan sebagai sesama warga masyarakat.[29]Teori yang disebut “ Teori Sentimen Kemasyarakatan” ini berasal dari pendapat seorang ilmuwan perancis, Emile Durkheim, yang menguraikan dalam bukunya, Les Formes Elementaires de Lavia Religiuseyang diterjemahlan ke dalam bahasa Inggris : The Elementary Forms of The Religius Life (1965). Dalam bukunya itu, Durkheim mengemukakan teori baru tentang dasar – dasar agama yang sama sekali berbeda dengan teori – teori yang pernah dikembangkan oleh para ilmuwan sebelumnya.[30]
Teori itu berpusat pada pengertian dasar berikut :[31]
1) Bahwa untuk pertama kalinya, aktivitas religi yang ada pada manusia bukan karena pada alam pikiranya terdapat bayangan-bayangan abstrak tentang jiwa atau roh suatu kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak di dalam alam tetapi, karena suatu getaran jiwa atau emosi keagamaan, yang timbul dalam alam manusia dahulu, karena pengaruh suatu sentiman kemasyarakatan.
2) Bahwa sentimen kemasyaratan dalam batin manusia dahulu berupa suatu kompleksitas perasaan yang mengandung rasa terikat, bakti, cinta dan perasaan lainnya terhadap masyarakat di mana ia hidup.
3) Bahwa sentimen kemasyarakatan yang menyebabkan timbulnya emosi keagamaan dan merupakan pangkal dari segala kelakuan keagamaan manusia itu, tidak selalu berkorbar- berkorbar dalam alam batinnya. Apabila tidak dipelihara, maka sentimen kemasyarakatan itu menjadi lemah dan laten, sehingga perlu dikorbankan sentiman kemasyarakatan dengan mengadakan satu kontraksi masyarakat dalam pertamuan-pertamuan raksasa.
4) Bahwa emosi keagamaan yang timbul karena rasa sentimen kemasyarakatan membutuhkan suatu objek tujuan. Sifat yang menyebabkan sesuatu itu menjadi objek dari emosi keagamaan bukan karena sifat luar biasanya, melainkan tekanan anggapan umum masyarakat. Objek itu ada karena terjadinya satu peristiwa secara kebetulan di dalam masyarakat masa lampau menarik perhatian orang banyak di dalam masyarakat tersebut. Objek yang menjadi tujuan emosi keagamaan juga objek yang bersifat keramat. Maka objek lain yang tidak mendapat niali keagamaan (tirual value) dipandang sebagai oblek yang tidak keramat (profance).
5) Objek keramat sebenarnya merupakan suatu lambang  masyarakat. Pada suku-suku bangsa asli Australia, misalnya, objek keramat dan pusat tujuan dari sentimen  kemasyarakatan, sering berupa bintang dan tumbuhan-tumbuhan. Objek keramat  seperti itu disebut Totem. Totem adalah mengkongkretkan prinsip totem di belakangnya. Dan prinsip totem itu adalah suatu kelompok di dalam masyarakat berupa clan (suku) atau lainnya.
            Pendapat diatas tersebut, yang pertama mengenai emosi keagamaan dan sentiment kemasyarakatan, adalah menurut Durkheim. Pengertian – pengertian dasar yang merupakan inti atau esensi dari religi, sedangkan ketiga pengertian lainnya kontraksi masyarakat, kesadaran akan objek keramat berlawanan dengan objek tidak keramat, dan totem sebagai lambing masyarakat, bermaksud memelihara kehidupan dari inti kontraksi masyarakat itu.[32]
            Objek keramat dan totem akan menjelaskan upacara, kepercayaan, dam metodologi. Ketiga unsur itu menentukan bentuk lahir dari suatu agama.Perbedaan itu tampak dari upacara – upacara, kepercayaan dan metodeloginya.[33]
f. Teori Wahyu Tuhan
            Teori ini menyatakan bahwa kelakuan perilaku relegius manusia terjadi karena mendapat wahyu dari Tuhan.Teori ini disebut teori wahyu Tuhan, atau teori Revelasi.[34]Pada mulanya, teori ini berasal dari seorang antropolog dan ilmuwan Inggris bernama Andrew Lang.[35]
            Sebagai seorang ahli kesusastraan, Andrew Lang banyak membaca tentang kesustraan rakyat dari banyak suku bangsa di dunia. Dalam dongeng-dongeng itu, lang sering mendapatkan adanya seorang tokoh dewa, yang oleh suku-suku bangsa yang bersangkutan di anggap dewa tertinggi, pencipta alam semesta serta isinya, dan penjaga ketertiban alam dari kesulitan.
Kepercayaan kepada seorang tokoh dewa serupa itu,menurut Lang, terutama tampak pada suku-suku bangsa yang amat rendah tingkat kebudayaannya dan yang hidup dari berburu dan meramu, misalnys suku bangsa di daerah gurun Kahala, gurun Kalahari di Afrika Selatan yang biasanya di sebut orang bushan, suku-suku bangsa penduduk asli Australia, suku bangsa Negrito di Kongo, penduduk kepulauan Andaman di Irian Timur dan bagian suku bangsa Amerika Utara. Keadaan itu membuktikan bahwa kepercayaan terhadap satu Tuhan itu tidak timbul karena pengaruh agama Nasrani atau agama islam. Kepercayaan tadi dalam perkembangannya bahkan tampak terdesak oleh kepercayaan akan makhluk-makhluk halus, dewa-dewi alam, roh, dan hantu.[36]
            Lang menyimpulkan bahwa kepercayaan kepada dewa tertinggi merupakan suatu kepercayaan yang sudah tua, dan mungkin merupakan bentuk religi manusia yang tertua. Pendirian seperti itu ia kemukakan dalam beberapa karyanya, misalnya dalam The Making of Religion(1888).
Pendapat Andrew Lang kemudian dilanjutkan oleh W Schmidt, seorang tokoh besar antropologi dari Austria dan menurut pendeta katolik ini, mudah dimengerti kalau ada kepercayaan kepada dewa – dewa tertinggi dalam jiwa bangsa – bangsa yang masih amat rendah tingkat kebudayaannya.[37]
Dalam hubungan itu, ia percaya bahwa agama berasal dari wayu Tuhan yang diturunkan kepada manusia pada masa permulaan ia muncul di muka bumi ini. Oleh karena itulah, adanya suatu kepercayaan kepada dewa pencipta yang justru berkembang pada bangsa-bangsa yang paling rendah kebudayaannya di perkuat oleh anggapan mengenai adanya ‘Wahyu Tuhan asli’ atau uroffen barung itu.
            Demikianlah kepercayaan yang asli dan bersih kepada Tuhan, atau kepercayaan yang asli dan bersih kepada Tuhan, atau kepercayaan urmonotisme, yang ada pada bangsa –bangsa  yang suda tua dan hidup dalam zaman ketika tingkat kebudayaan manusia masih sangat rendah. Ketika kebudayaan manusia semakin maju, kepercayaan terhaadap Tuhan semakin kabur.Makin banyak kebutuhan, makin tersesaklah kepercayaan asli itu oleh pemujaan kepada makhluk halus, roh, dewa, dan sebagainnya.[38]
            Anggapan Schmidt di atas dianut oleh beberapa orang ilmuan yang sebagian bekerja sebagai penyiar agama Nasrani, dari organisasi Societas Verdi Divini.Selain menjalankan tugas sebagai penyiar agama Nasrani di berbagai daerah di muka bumi ini, mereka juga melakukan penelitian agama berdasarkan teori Scmidt tersebut.[39]
4. Ayat-ayat Al-qur’an yang berkaitan dengan Asal-Usul Agama Dalam Perspektif Teori Sosiologi
a. Teori Jiwa
Beberapa ayat yang berhubungan dengan teori jiwa yaitu :
1)  Surat al-Syams ayat 7-10, mengutip beberapa pendapat ulama.
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
“Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”(Q. S. al-Syams [91]: 7-10).
Dalam ayat di atas, setelah bersumpah dengan matahari, bulan, siang, malam, langit, dan bumi, Allah bersumpah atas nama jati diri/jiwa manusia dan penciptaannya yang sempurna. Lalu Allah mengilhamkan kefasikan dan ketakwaan ke dalam jiwa/diri manusia. Al-Qurthubi  mengatakan bahwa sebagian ulama mengartikan kata ‘nafs’ sebagai Nabi Adam, namun sebagian yang lain mengartikannya secara umum, yaitu jati diri manusia itu sendiri.
Menurut Ibn ‘Asyur, kata ‘nafs’ dalam ayat berbentuk nakirah (tanpa alif lam ta‘rif), ini menunjukkan nama jenis, sehingga mencakup jati diri seluruh manusia. Hal ini senada dengan penggunaan kata yang sama secara nakirah dalam ayat 5 surat al-Infithar:

عَلِمَتْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ وَأَخَّرَتْ (الانفطار[82]:5
“Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya.”(Q. S. al-Infithar [82]: 5).
Oleh karena itu kata ‘wa ma sawwaha’ mengandung penjelasan bahwa Allah menciptakan diri setiap manusia dalam kondisi yang sama, tidak berbeda antar satu dengan lainnya. Sebab kesempurnaan bentuk manusia (taswiyyah) tercapai setelah proses pembentukan janin sempurna, yaitu pada awal masa kanak-kanak.
Karena taswiyyah merupakan pembentukan fisik manusia, penyiapan kemampuan motorik, dan intelektual. Seiring pertumbuhannya, potensi dalam diri manusia meningkat sehingga ia siap menerima ilham dari Allah.
Kata ilham sebagaimana pengertian dalam ayat tidak dikenal di kalangan orang Arab sebelum Islam, sehingga penjelasan untuk kata ilham tidak bisa dicari dalam syair-syair Arab kuno. Tidak diketahui kapan pertama kali kata ini muncul, namun diyakini Alquran lah yang menghidupkan kata ini, sebab ia adalah kata yang mendalam dan mengandung makna kejiwaan. Menurut Ibn Asyur, kata ilham diambil dari kata “allahm“ yang berarti tegukan dalam sekali gerak.[40]

b. Teori Batas Akal
Beberapa ayat yang mendukung adanya teori ini adalah :
“maka sebagaimana makhluk yang lain, akal memiliki sifat lemah dan keterbatasan. Jika akal menggunakan daya pikirnya pada lingkup dan batasnya serta memaksimalkan pengkajiannya, ia akan tepat (menentukan) dengan ijin Allah. Tetapi jika ia menggunakan akalnya di luar lingkup dan batasnya yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah tetapkan maka ia akan membabi buta…” (Lawami’ul Anwar Al-Bahiyyah, hal. 1105)
Untuk itu kita perlu mengetahui di mana sesungguhnya bidangnya akal. Intinya bahwa akal tidak mampu menjangkau perkara-perkara ghaib di balik alam nyata yang kita saksikan ini, seperti pengetahuan tentang Allah  dan sifat-sifat-Nya, arwah, surga dan neraka yang semua itu hanya dapat diketahui melalui wahyu. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalaam bersabda:“Berpikirlah pada makhluk-makhluk Allah dan jangan berpikir pada Dzat Allah.” (HR. Ath-Thabrani, Al-Lalikai dan Al-Baihaqi dari Ibnu ‘Umar, lihat Ash-Shahihah no. 1788 dan Asy-Syaikh Al-Albani menghasankannya)
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: ‘Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit’.” (Al-Isra: 85)
Oleh karenanya, akal diperintahkan untuk pasrah dan mengamalkan perintah syariat meskipun ia tidak mengetahui hikmah di balik perintah itu. Karena, tidak semua hikmah dan sebab dalam syariat akan sanggup manusia ketahui. Yang terjadi, justru terlalu banyak hal yang tidak manusia ketahui sehingga akal wajib tunduk kepada syariat.
Orang yang menggunakan akal tidak pada tempatnya, berarti ia telah menyalahgunakan dan melakukan kezaliman terhadap akalnya. Sesungguhnya madzhab filasafat dan ahli kalam yang ingin ‘memuliakan’ akal dan mengagungkannya –demikian perkataan mereka– belum dan sama sekali tidak akan mencapai sepersepuluh dari sepersepuluh apa yang telah dicapai Islam dalam memuliakan akal -ini jika kita tidak mengatakan mereka telah berbuat jahat dengan sejahat-jahatnya terhadap akal. Di mana ia memaksakan akal masuk ke tempat yang tidak mungkin mendapatkan jalan ke sana. (Minhajul Istidlal, dinukil dari Al-’Aqlaniyyun hal. 21).[41]

c. Teori Krisis Dalam Hidup Individu
Hadist yang menjelaskan lima penyebab terjadinya krisis dalam hidup individu yaitu :
حَدَّثَنا مُحَمَّد بن عَلِي الْمَرْوَزِي ثَنَا أبُو الدَّرْداء عَبْد العَزِيْز بن المنيب حدثني إسحاق بن عبد الله بن كيسان حدثني أبي عن الضحاك بن مزاحم عن مجاهد وطاوس عن بن عباس رضي الله عنهما قال قال رسول الله  صلى الله عليه وسلم  خَمْسٌ بِخَمْسٍ: مَا نَقَضَ قَومٌ العَهْدَ إِلاَّ سُلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوُّهُمْ وَمَا حَكَمُوْا بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ الله إِلاَّ فَشَا فِيْهِمُ الفَقْرُ وَلاَ ظَهَرَتْ فِيْهِمُ الفَاخِشَةُ إِلاَّ فَشَا فِيْهِمُ المَوتُ وَلاَ طَفَّفُوْا المِيْكَالَ إِلاَّ مُنِعُوْا النَّبَاتَ وَأُخِدُوْا بِالسِّنِيْنَ وَلاَ مَنَعُوْا الزَّكَاةَ إِلاَّ حُبِسَ عَنْهُمُ القَطْرُ.
“Lima (perkara dibalas) dengan lima (perkara): (1) suatu kaum tidak menyalahi janji melainkan musuhnya dimenangkan atas mereka, (2) mereka tidak menghukumi dengan selain yang diturunkan oleh Allah melainkan merata kefakiran, (3) tidak terang-terangan perzinaan pada mereka, melainkan merata kematian pada mereka, (4) mereka tidak mengurangi takaran/timbangan melainkan dihalangi tumbuh-tumbuhan dan dikenai tahun-tahun paceklik, dan (5) mereka tidak menahan zakat melainkan ditahan hujan dari mereka.” Hr. Thabrani.[42]
d. Teori Kekuatan Luar Biasa
Allah sudah memberikan kekuatan luar biasa kepada manusia. Satu dalil yang selalu memberi semangat adalah,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS Al Baqarah:286)
Saat kita melihat atau merasakan beban begitu berat, namun berdasarkan ayat diatas, itu semua PASTI sesuai dengan kemampuan kita. Ini menunjukan bahwa kita sebenarnya memiliki kekuatan dahsyat dalam diri untuk menghadapi sebesar apa pun beban yang kita hadapi. Ini harus kita yakini, dan sebagai seorang yang beriman, pasti tidak akan pernah ragu sedikit pun apa yang dikatakan Al Quran.[43]
e. Teori Sentimen Kemasyarakatan
Salah satu hukum kemasyarakatan yang paling populer adalah hukum terjadinya perubahan sosial, sebagaimana dinyatakan :
a) Qs. Ar-Ra’d : 11
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
“Ada baginya pengikut-pengikut yang bergiliran, dihadapannya dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah SWT. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu qaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu qaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Perubahan yang dilakukan Tuhan terjadi secara pasti melalui hukum-hukum kemasyarakatan yang ditetapkan Tuhan. Kata maa bianfusihim yang diterjemahkan dengan apa yang terdapat dalam diri mereka, mengandung dua unsur pokok, yaitu nilai-nilai yang dihayati dan iradah(kehendak) manusia. Perpaduan keduanya menciptakan kekuatan pendorong manusia dalam melakukan suatu perbuatan.
b) Qs. Al-Anfal : 53
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Yang demikian itu adalah karena sesunggunhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugrahkan-Nya kepada suatu qaum hingga qaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Bahwasanya Allah tidak akan merubah sesuatu ni’mat yang telah dianugrahkan-Nya kepada seseorang melainkan karena dosa yang dilakukannya.Ada beberapa hal yang perlu di garis bawahi menyangkut kedua ayat di atas, yaitu :[44]
(1) Ayat-ayat tersebut, berbicara tentang perubahan sosial, bukan perubahan individu. Ini dapat dipahami dari penggunaan kataqaum (masayarakat) pada kedua ayat tersebut.
(2) Penggunaan kata qaum, juga menunujukkan bahwa hukum kemasyarakatan ini tidak hanya berlaku bagi kaum muslimin atau satu suku, ras dan agama tertentu, tetapi ini berlaku umum, kapan dan di mana mereka berada.
(3) Kedua ayat tersebut, berbicara tentang dua pelaku perubahan. Pelaku yang pertama adalah Allah SWT Sedang pelaku ke dua adalah manusia.
(4) Kedua ayat tersebut, menekankan bahwa perubahan yang dilakukan oleh Allah SWT, haruslah didahului oleh perubahan yang dilakukan oleh masyarakat.[45]

C. ANALISIS DAN DISKUSI
1. ANALISIS
a. Dalam teori sosiologi terdapat enam teori yang diungkapkan oleh para ahli yaitu teori jiwa, teori batas akal, teori krisis dalam hidup induvidu, teori kekuatan luar biasa, teori sentiment kemasyarakatan dan teori wahyu tuhan, yang mana dari 6 teori tersebut mempunyai sudut pandang yang berbeda mengenai agama. Mulai dengan kesadaran jiwalah asal mula agama, dengan adanya akal manusia dapat menyelasaikan semua problem – problem yang terjadi di lingkungan mereka akan tetapi akal pengetahuan mereka terbatas sehingga tidak semua persoalan dapat diatasi sehingga menimbulkan krisis dalam hidup individu mulai dari permusuhan, kefakiran, perzinaan, megurangi timbangan dan kurang bersedekah akan tetapi manusia mempunyai kekuatan yang luar biasa yaitu percaya apapun yang Allah berikan atau bebankan pasti kita bisa melakukannya (yakin). Teori sentiment ini muncul karena adanya rasa emosional pada setiap diri manusia dan dengan adanya teori wahyu tuhan memberi keyakinan kepada kita bahwa apapun yang tejadi pada kita termasuk wahyu tuhan.
b. topik pembahasan materi lebih merujuk pada gagasan yang terkait antara hal yang bersifat abstrak maupun kongkrit bahwa keberadaan agama bersumber dari penelitian'' ilmuan (roh, makhluk halus, kepercayaan sakral, keyakinan jiwa, dan lainya.
c. Sosiologi agama adalah cabang dari ilmu sosiologi umum. Sosiologi membicarakan masyarakat secara umum sedangkan sosiologi mempelajari masyarakat agama secara sosiologis guna mencapai keterangan – keterangan ilmiah demi kepentingan masyarakat itu sendiri. Dalam kaitannyadengan asal usul agama, ada beberapa perspektif teori sosiologi agama dari hasil penelitian para ilmu yaitu: teori jiwa, teori batas akal, teori krisis dalam hidup induvidu, teori kekuatana luar biasa, dan teori sentiment kemasyarakatan serta teori wahyu tuhan.

2. DISKUSI

D. KESIMPULAN
1) Pengertian Asal-usul secara etimologi adalah dasar, yang asli, yang sejati, sifat,  urutan keturunan, asal mula menunjukkan asal, dari tingkah laku (tabiat) yang dapat kita ketahui asalnya (tinggi rendahnya derajat dsb). Sedangkan secara terminologi Asal-usul adalah keadaan (tempat, wujud, rupa, dan sebagainya) yang semula dan pangkal permulaan serta kelakuan (budi bahasa) seseorang menunjukkan asal keturunannya.
2) teori sosiologi adalah teori yang diarahkan untuk analisis rinci tentang apa yang dilakukan, dikatakan, dan dipikirkan manusia dalam pengalaman sesaat, mencakup teori tentang interaksi, diri, pikiran, peran sosial, definisi situasi, konstruksi sosial terhadap realitas, strukturalisme, dan pertukaran sosial. Teori sosiologis merupakan upaya untuk menciptakan proposisi abstrak dan dapat diuji tentang masyarakat. Teori sosiologi terus berkembang dan karena itu tidak pernah dapat diduga akan selesai. Teori-teori sosiologis Baru membangun atas karya para pendahulu mereka dan menambah kepada mereka, tetapi teori-teori sosiologi klasik masih dianggap penting dan saat ini.
3) Dalam kaitannya dengan asal-usul agama, ada beberapa perspektif teori sosiologi dari hasil penelitian para ilmuan, yaitu: Teori Jiwa, Teori Batas Akal, Teori Krisis dalam Hidup Individu, Teori Kekuatan Luar Bisa, dan Teori Sentimen Kemasyarakatan, serta Teori Wahyu Tuhan. Yang mana dari keenam teori sosiologi tersebut saling melengkapi satu sama yang lain, sehingga menjadikan manusia lebih yakin dengan agama yang mereka anut. Agama dalam kehidupan manusia sebagai individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma – norma tertentu. Secara umum norma – norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Dilihat dari fungsi dan peran agama dalam memberikan pengaruhnya terhadap induvidu, baik dalam bentuk sistem nilai, motivasi maupun pedoman hidup, maka pengaruh yang paling penting adalah sebagai pembentuk kata hati (conscience).
4) Pada teoti jiwa, ayat yang berkaitan adalah Menurut Ibn ‘Asyur,  kata ‘nafs’ dalam ayat berbentuk nakirah (tanpa alif lam ta‘rif), ini menunjukkan nama jenis, sehingga mencakup jati diri seluruh manusia. Inti dari ayat teori batas akal adalah kita perlu mengetahui di mana sesungguhnya bidangnya akal. Intinya bahwa akal tidak mampu menjangkau perkara-perkara ghaib di balik alam nyata yang kita saksikan ini, seperti pengetahuan tentang Allah  dan sifat-sifat-Nya, arwah, surga dan neraka yang semua itu hanya dapat diketahui melalui wahyu. Sedangkan inti dari teori Krisis Dalam Hidup Individu adalah Lima (perkara dibalas) dengan lima (perkara): (1) suatu kaum tidak menyalahi janji melainkan musuhnya dimenangkan atas mereka, (2) mereka tidak menghukumi dengan selain yang diturunkan oleh Allah melainkan merata kefakiran, (3) tidak terang-terangan perzinaan pada mereka, melainkan merata kematian pada mereka, (4) mereka tidak mengurangi takaran/timbangan melainkan dihalangi tumbuh-tumbuhan dan dikenai tahun-tahun paceklik, dan (5) mereka tidak menahan zakat melainkan ditahan hujan dari mereka. Inti dari ayat teori Kekuatan Luar Biasa adalah Saat kita melihat atau merasakan beban begitu berat, namun berdasarkan ayat diatas, itu semua PASTI sesuai dengan kemampuan kita. Ini menunjukan bahwa kita sebenarnya memiliki kekuatan dahsyat dalam diri untuk menghadapi sebesar apa pun beban yang kita hadapi. Ini harus kita yakini, dan sebagai seorang yang beriman, pasti tidak akan pernah ragu sedikit pun apa yang dikatakan Al Quran.

DAFTAR RUJUKAN
Mubaraq, Zulfi. 2010. Sosiologi Agama .Malang:UIN - MALIKI PREES.
Kahmad, Dadang.2009  Sosiologi Agama. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Nasution, Harun Nasution. 1979.  Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Gazalba, Sidi Gazalba. 1978.  Ilmu Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama . Jakarta: Bulan Bintang.
Ishomuddin. 2002. Pengantar Sosiologo Agama. Jakarta : Ghalaia Indinesia
O’DEA, F. Thomas. 1987.  Sosiologi Agama: Suatu Pengenalan Awal. Jakarta: Rajawali.
Dahlan, al-bahri y dkk,kamus Induk Istilah Ilmiah.
Pius A Partanto., M. Dahlan Al Barry. 2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola
http://saifuddinasm.com/2012/10/08/lima-masiat-membawa-musibat/, (diakses pada tanggal 25 September 2013).


[1] Pius A Partanto., M. Dahlan Al Barry. 2001. Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya: Arkola), hlm 40.
[2]http://sanditricahyo.blogdetik.com/2011/03/20/teori-sosiologi/ pada tanggal 18 November 2013, pukul 16.00 WIB
[3]Dadang kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009).  Lihat Zamroni,pengantar pengembanga teori social,tiara wacana,hal1-2
[4]Al-bahri y dahlan dkk,kamus Induk Istilah Ilmiah hal 767
[5]www.Kamus BahasaIndonesia.org, pada tanggal 18 November 2013, pukul 15.30 WIB
[6]Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan, 2000, hal  3.
[7]http://kamus.javakedaton.com/indonesia-arab.php, pada tanggal 18 November 2013, pukul 16.00 WIB
[8]Ishomuddin, Pengantar Sosiologo Agama, ( Jakarta : Ghalaia Indinesia, 2002). Lihat Hassan sadily, sosiologi untuk masyarakat indonesia, hal 1.
[9]http://sanditricahyo.blogdetik.com/2011/03/20/teori-sosiologi/, pada tanggal 18 November 2013, pukul 16.15 WIB
[10]http://id.wikipedia.org/wiki/Teori, pada tanggal 18 November 2013, pukul 16.30 WIB
[11]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, ( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010).hlm.43
[12]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama,( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010).Lihat koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: PT Dian Rakyat,1980).Lihat juga, Danies L. Pals, Seven Theories of Religion, New York: Oxford University Press, 1996
[13]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama,( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010). Lihat Edward Burnet Taylor, The Primitif Culture, 1872.
[14]Dadang kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Hal.24
[15]Ibid.2
[16]Dadang kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Lihat Beals dan Hoijer
[17]Dadang kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Lihat E.B.Taylor
[18]Dadang kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Hal.25
[19]Ibid,hlm 26.
[20]Dadang kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Lihat Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion,  New York: Oxford University Press,1996, hlm.30.
[21]Ibid,hlm.32.
[22]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama ( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010).hlm.46
[23]Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2009). Hlm.27
[24]Dadang kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Lihat Koentjaraningrat Op.Cit., hlm.70
[25]Dadang  kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Hal.27
[26]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama ( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010).hlm.46
[27]Dadang  kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Hlm.28
[28]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama ( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010).hlm.47 - 48
[29]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama ( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010).hlm.48
[30]Dadang  kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Hlm.29
[31]Ibid., hlm48 - 49
[32] Thomas F. O’DEA, Sosiologi Agama: Suatu Pengenalan Awal, (Jakarta: Rajawali, 1987), 37.
[33]Dadang  kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Hlm.30
[34]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama ( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010).hlm.49
[35]Dadang  kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Hlm.30
[36]Ibid., hlm 50
[37]Dadang  kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Hlm.31
[38]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama ( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010).hlm.51
[39]Ibid., hlm 31
[42]http://saifuddinasm.com/2012/10/08/lima-masiat-membawa-musibat/, pada tanggal 25 September 2013 pukul 23.35
[45] Ibid., diakses pada tanggal 25 September Pukul 00.09

1 komentar: