A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Alhamdulillahi
rabbil ‘alamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi
sedikit sekali yang kita ingat. Segala welas hanya layak untuk Allah Tuhan seru
sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada
terkira besarnya. Sholawat serta
salam semoga dapat senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad
Shollallohu’alaihi Wasallam, beserta keluarga dan sahabatnya, Allahuma Amin.
Kami yakin tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, makalah ini belum dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, kami dari kelompok Lima mengucapkan banyak
terima kasih kepada Bapak Dr. H.Zulfi Mubaroq M.Ag selaku pembimbing mata
kuliah Sosiologi Agama,
teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami,
sehingga kita dapat menyelesai makalah ini dengan tepat waktu.
Urgensi
topik kami yang berjudul “Asal Usul Agama dalam Perspektif Teori Sosiologi”, ini
berisi tentang pembahasan mengenai beberapa macam Teori Sosiologi, Pengertian
Teori dan Asal Usul Agama. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Sosiologi
Agama dan memahami seluk beluknya oleh para mahasiswa. Setelah membaca makalah
ini diharapkan kita semua bisa mengetahui dan mendalami lebih lanjut macam teori
sosiologi, pengertian teori sosiologi dan asal usul agama.
Isi
global makalah ini adalah tentang pembagian teori sosiologi menurut penelitian
para ahli, pengertian teori sosiologi baik berdasarkan sudut pandang kebahasaan
(etimologi) dan terminologi serta asal usul agama yang diyakin oleh semua
manusia yaitu dengan kata hatinya.
2.
Tujuan Pembahasan
a. Memahami pengertian asal-usul
secara etimologi dan terminologi.
b. Memahami pengertian teori sosiologi
secara etimologi dan terminologi.
c. Memahami macam-macam asal-usul agama
dalam perspektif teori sosiologi.
d. Memahami ayat-ayat Al-qur’an dan
Hadist tentang asal – usul agama dalam perspektif teori sosiologi.
3.
Rumusan Masalah
a. Jelaskan pengertian asal-usul
secara etimologi dan terminologi?
b. Apa pengertian teori sosiologi secara
etimologi dan terminologi?
c. Bagaimana macam-macam asal usul
dalam perspektif teori sosiologi?
d. Bagaimana ayat-ayat Al-qur’an dan
Hadist tentang asal – usul agama dalam perspektif teori sosiologi?
B. POKOK PEMBAHASAN
1. Pengertian Asal – Usul Secara Etimologi dan Terminologi
Pengertian
Asal-usul secara etimologi adalah dasar, yang asli, yang sejati, sifat, urutan keturunan, asal mula menunjukkan asal,
dari tingkah laku (tabiat) yang dapat kita ketahui asalnya (tinggi
rendahnya derajat dsb).[1]
Sedangkan
secara terminologi Asal-usul adalah keadaan (tempat, wujud, rupa, dan sebagainya) yang semula
dan pangkal permulaan serta kelakuan (budi bahasa) seseorang menunjukkan asal
keturunannya.
2. Pengertian Teori Sosiologi Secara Etimologi dan Terminologi
a.
Pengertian Teori Secara Etimologi dan Terminologi
Ada tiga hal jika ingin mengenal teori secara
etimologi :[2]
1) Teori adalah sebuah set proposisi yang
terdiri dari konstrak (construct) yang sudah didefinisikan secara
luas dan dengan hubungan unsure-unsur dalam set tersebut secara jelas pula.
2) Teori menjelaskan hubungan
antarvariabel atau antar konstak (construc) sehingga pandangan yang sisitematik
dan fenomena-fenomena yang diterangkan oleh variabel dengan jelas kelihatan.
3) Teori menerangkan fenomena dengan cara
menspesifikasikan variabel mana yang berhubungan dengan variabel mana.
Secara
bahasa, Teori adalah sekumpulan konsep,definisi,dan proposisi yang saling
berkaitan yang menghadirkan suatu tinjauan secara sisitematis atas fenomena
yang ada dengan menunjukan secara spesifik hubungan-hubungan diantara
variabel-variabel yang terkait dalam fenonema,dengan tujuan memberikan
eksplanasi dan prediksi atas fenonema tersebut.[3]
Sedangkan,
Teori secara istilah adalah perangkat dari proposisi
yang mempunyai korelasi yang telah terbukti dan teruji kebenarannya ,asas dan hukum umum yang menjadi dasar kesenian dan ilmu pengetahuan.[4] Dari bukunya Erwan dan Dyah (2007) teori menurut definisinya adalah
serangkaian konsep yang memiliki hubungan sistematis untuk menjelaskan suatu
fenomena sosial tertentu. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa teori merupakan
salah satu hal yang paling fundamental yang harus dipahami seorang peneliti
ketika ia melakukan penelitian karena dari teori-teori yang ada peneliti dapat
menemukan dan merumuskan permasalahan sosial yang diamatinya secara sistematis
untuk selanjutnya dikembangkan dalam bentuk hipotesis-hipotesis penelitian.
b. Pengertian Sosiologi Secara Etimologi dan
Terminologi
Sosiologi berasal dari bahasa latin, yaitu
(socius = teman , kawan, social = berteman, bersama, berserikat), bermaksud
untuk mengerti kejadian-kejadian dalam masyarakat yaitu persekutuan manusia.
Logos yaitu ilmu pengetahuan.[5]
Secara harfiah atau etimologi sosiologi berasal
dari bahasa latin Socius artinya teman, kawan, sahabat dan Logos artinya ilmu
pengetahuan. Berdasarkan etimologi tersebut, maka sosiologi adalah ilmu tentang
cara berteman/ berkawan/ bersahabat yang baik dalam masyarakat.[6]
Pengertian sosiologi Secara etimologi
dari kata bahasa arab, yakni الأصدقاء
والزملاء yang berarti teman, kawan. Dan علم الإجتماع yang
berarti ilmu pengetahuan.[7]
Sedangkan sosiologi menurut istilah adalah ilmu
yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan –
ikatan antar manusia yang menguasai kehidupan itu. [8]Sosiologi
menurut para tokoh:[9]
1) Menurut August Comte
Sosiologi adalah ilmu positip tentang masyarakat.
Ia menggunakan kata positip yang artinya empiris. Jadi sosiologi baginya adalah
studi empiris tentang masyarakat. Menurut August Comte, obyek studi dari
sosiologi adalah tentang masyarakat, ada dua unsur yaitu struktur masyarakat
yang disebut statika sosial dan proses-proses sosial di dalam masyarakat yang
disebut dinamika sosial.
2) Menurut Emile Durkheim
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta
sosial. Fakta sosial adalah sesuatu yang berada di luar individu. Contoh-contoh
dari fakta sosial adalah kebiasaan-kebiasaan, peraturan-peraturan, norma-norma,
hukum-hukum dan adat istiadat. Dan fakta sosial yang paling besar adalah
masyarakat menurut Durkhiem. Fakta sosial ini bersifat eksternal, obyektif dan
berada di luar individu.
3) Menurut Max Weber
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan
memahami tindakan sosial secara interpretatif agar diperoleh kejelasan mengenai
sebab-sebab, proses dan konsekuensinya. Dengan kata lain, sosiologi adalah ilmu
yang berhubungan dengan pemahaman interpretative mengenai tindakan sosial agar
dengan demikian bisa dipeoleh penjelasan kausal mengenai arah dan konsekuensi
dari tindakan itu. Dengan interpretative dimaksudkan untuk memahami arti dan
makna dari tindakan sosial.
c. Pengertian Teori Sosiologi Menurut Etimologi
dan Terminologi
Teori
sosiologi secara bahasa didefinisikan sebagai seperangkat ide yang saling
terkait yang memungkinkan untuk sistematisasi pengetahuan tentang dunia sosial
Pengetahuan ini kemudian digunakan untuk menjelaskan dunia sosial dan membuat
prediksi tentang masa depan dunia sosial.
Sedangkan secara istilah teori sosiologi adalah
teori yang diarahkan untuk analisis rinci tentang apa yang dilakukan,
dikatakan, dan dipikirkan manusia dalam pengalaman sesaat, mencakup teori
tentang interaksi, diri, pikiran, peran sosial, definisi situasi, konstruksi
sosial terhadap realitas, strukturalisme, dan pertukaran sosial. Teori
sosiologis merupakan upaya untuk menciptakan proposisi abstrak dan dapat diuji
tentang masyarakat. Teori sosiologi terus berkembang dan karena itu tidak
pernah dapat diduga akan selesai. Teori-teori sosiologis Baru membangun atas
karya para pendahulu mereka dan menambah kepada mereka, tetapi teori-teori
sosiologi klasik masih dianggap penting dan saat ini.
Beberapa perkembangan penting yang mempengaruhi teori sosiologi adalah
munculnya individualism, munculnya negara modern, industrialisasi dan
kapitalisme, penjajahan dan globalisasi, dan perang dunia .[10]
3. Macam-macam
Asal-Usul Agama Dalam Perspektif Teori Sosiologi
Dalam kaitannya dengan asal-usul agama, ada beberapa perspektif
teori sosiologi dari hasil penelitian para ilmuan, yaitu: Teori Jiwa, Teori
Batas Akal, Teori Krisis dalam Hidup Individu, Teori Kekuatan Luar Bisa, dan
Teori Sentimen Kemasyarakatan, serta Teori Wahyu Tuhan.[11]
Dalam paparan di bawah ini, akan dikemukakan enam teori dari para
ilmuwan yang telah melakukan penelitian tersebut.[12]
a. Teori Jiwa
Para
ilmuwan penganut teori ini berpendapat, agama yang paling awal bersamaan dengan
pertama kali manusia mengetahui bahwa di dunia ini tidak hanya dihuni oleh
makhluk materi, tetapi juga oleh makhluk immateri yang disebut jiwa (anima). Pendapat
ini dipelopori oleh seorang ilmuwan Inggris yang bernama Edward Burnet Taylor
(1832 – 1971). Dalam bukunya yang sangat terkenal, The Primitif Culture (1872)
yang mengenalkan teori animisme, ia mengatakan bahwa asal mula agama bersama
dengan munculnya kesadaran manusia akan adanya roh atau jiwa.[13]Mereka
memahami adanya mimpi dan kematian, yang mengantarkan mereka kepada pengertian
bahwa dua peristiwa itu mimpi dan kematian, merupakan bentuk pemisahan antara
roh dan tubuh kasar.
Apabila
orang meninggal dunia, rohnya mampu hidup terus walaupun jasadnya membusuk. Dari
sanalah asal mula kepercayaan bahwa roh orang yang telah mati itu kekal abadi. Selanjutnya,
roh orang mati itu dipercayai dapat mengunjungi manusia, dapat menolong
manusia, bisa mengganggu kehidupan manusia dan bisa juga menjaga manusia yang
masih hidup, terutama anak cucu, teman, dan keluarga sekampung.[14]
Alam
semesta ini dipercayai penuh dengan jiwa – jiwa yang bebas merdeka. E. B Taylor
tidak menyebutnya soul atau jiwa lagi, tetapi spirit atau makhluk
halus.[15]Menurut
Beals dan Hoijer, ada perbedaan antara pengertian roh dengan makhluk halus. Roh
adalah bagian halus dari setiap makhluk yang mampu hidup terus sesudah jasadnya
mati, sedangkan makhluk halus adalah sesuatu yang terjadi dari awalnya seperti
itu, contohnya peri, mambang, dan dewa – dewi yang dianggap berkuasa.[16]Jadi,
pikiran manusia telah mentransformasikan kesadaran akan adanya jiwa yang
akhirnya menjadi kepercayaan kepada makhluk – makhluk halus. Tingkat yang paling dasar dari evolusi
agama adalah ketika manusia percaya bahwa makhluk – makhluk halus itulah yang
menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia. Karena mereka bertubuh halus,
manusia tidak bisa menangkap dengan panca inderanya. Makhluk halus itu mampu
berbuat berbagai hal yang tidak dapat diperbuat oleh manusia. Berdasarkan
kepercayaan semacam itu, makhluk halus menjadi objek penghormatan dan
penyembahan manusia dengan berbagai upacara keagamaan berupa berdoa, sesajen,
atau korban. Kepercayaan itulah yang oleh E. B. Taylor disebut Animisme.[17]
Pada
tingkat selanjutnya dalam evolusi agama, manusi percaya bahwa gerak alam ini
disebabkan oleh jiwa yang ada di belakang peristiwa dan gejala alam itu. Sungai
– sungai yang mengalir, gunung yang meletus, angina topan yang menderu,
matahari, bula, dan tumbuh – tumbuhan, semuanya bergerak karena jiwa alam ini.
Kemudian jiwa alam itu dipersonifikasikan, dianggap sebagai makhluk – makhluk
yang berpribadian, yang mempunyai kemauan dan pikiran. Makhluk halus yang ada
di belakang gerak alam seperti itu disebut dewa – dewa alam. Tingkat keduan
revolusi agama ini disebut polytheisme yang mana poly berarti
banyak dan theos berarti Tuhan. Tingkat ini merupakan perkembangan dari
tingkat sebelumnya,manisme, pemujaan terhadap roh nenek moyang.[18]
Tingkat
ketiga atau tingkat terakhir dari evolusi agama bersamaan dengan timbulnya
susunan kenegaraan di dalam masyarakat manusia. Menurut E.B.Taylor, ketika
muncul susunan kenegaraan di masyarakat, timbul juga kepercayaan bahwa di alam
dewa – dewa juga terdapat susunan kenegaraan yang serupa dengan susunan
kenegaraan manusia. Pada kehidupan masyarakat, para dewa pun dikenal dengan stratifikasi
sosial dewa – dewa, dimulai dari dewa tertinggi yaitu raja dewa, para menteri
sampai dewa yang paling rendah.
Susunan
masyarakat dewa serupa itu lambat laun menimbulkan kesadaran baru bahwa semua
dewa itu pada hakikatnya merupakan penjelmaan dari satu dewa yang tinggi itu. Akibat
dari kepercayaan itu, berkembanglah kepercayaan kepada satu Tuhan, yaitu Tuhan
Yang Maha Esa. Dari sinilah timbul beerbagai agama bertuhan satu atau monotheisme.[19]
b. Teori Batas
Akal
Teori
ini menyatakan bahwa permulaan terjadinya agama dikarenakan manusia mengalami
gejala yang tidak dapat diterangkan oleh akalnya.Teori batas akal ini berasal
dari pendapat seorang ilmuwan besar dari Inggris, James G. Frazer.[20]
Menurut frazer, manusia biasa memecahkan berbagai persoalan hidupnya dengan
akal dan system pengetahuannya. Tetapi akal dan system pengetahuaan itu ada
batasnya, dan batas akal itu meluas batas akal itu.
Dalam
banyak kebudayaan di dunia ini, sebagian batas akal manusia itu masih amat
sempit karena tingkat kebudayaannya masih sangat sederhana. Oleh karena itu,
berbagai persoalan hidup banyak yang tidak dapat dipecahkkan dengan akal
mereka. Maka mereka memecahkannya melalui magic atau ilmu ghaib.
Menurut
James G. Fraser, magic adalah segala perbuatan manusia untuk mencapai
suatu maksud tertentu melalui berbagai kekuatan yang ada di alam semesta serta
seluruh kompleksitas anggapan yang ada di belakangnya.[21]
Pada
mulanya, manusia hanya menggunakan ilmu ghaib untuk memecahkan soal – soal
hidupnya yang ada di luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Lambat laun
terbukti banyak perbuatan magisnya itu tidak ada hasilnya. Oleh karena itu, ia
mulai percaya bahwa alam ini didiami oleh makhluk – makhluk halus yang lebih
berkuasa daripada manusia. Maka mereka mulai mencari hubungan yang baik dengan
makhluk – makhluk halus yang mendiami alam itu. Dengan demikian, hubungan baik
ini menyebabkan manusia mulai mempercayakan nasibnya kepada kekuatan yang
dianggap lebih dari dirinya.Dari sinilah mulai tibul religi.[22]
Menurut Fraser, ada perbedaan magic dan
religi. Magic adalah segala sisitem perbuatan dan sikap manusia untuk
mencapai suatu maksud dengan menguasai dan menggunakan kekuatan dan hukum – hukum
ghaib yang ada di alam. Sedangkan agama (religion) adalah segala system
kepercayaan dan system perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud dengan
cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan Tuhan, makhluk halus, roh,
atau dewa – dewi yang dianggap menguasai alam. Berbagai macam ritus merupakan
cara manusia agar Tuhan berkenan menolongnya dari berbagai segala permasalahan
hidup.[23]
R.
First dalam bukunya, Human Types, mengemukakan perbedaan magic dan
religion. Menurutnya, magic adalah serangkaian perbuatan manusia untuk
mengontrol alam semesta, sedangkan religion adalah respons manusia terhadap
kebutuhan akan konsepsi yang tersusun mengenai alam semesta dan sebagai
mekanisme dalam rangka mengatasi kegagalan yang timbul akibat ketidakmampuan
manusia untuk meramalkan dan memahami kejadian alam, atau peritiwa yang tidak
diketahui dengan tepat.[24]
c. Teori Krisis
Dalam Hidup Individu
Teori
ini mengatakan bahwa kelakuan keagamaan manusia itu mulanya muncul untuk
menghadapi krisis- krisis yang ada dalam kehidupan manusia itu sendiri.
Selanjutnya teori ini disebut “ Masa Krisis dalam Hidup Individu”. Terori ini
berasal dari M. Crawley, dalam bukinya The True of Life (1905), yang
kemudian diuraikan secara luas dan terperinci oleh A. Van Gennep dalam bukunya Rites
de Passage (1910).[25]
Menurut
keduanya sarjana tersebut, dalam jangka waktu sejarah hidupnya, manusia
mengalami banyak krisis yang terjadi dalam masa – masa tertentu. Krisis
tersebut menjadi objek perhatian manusia dan sangat menakutkan. Betapapun
bahagianya seseorang, ia harus ingat akan kemungkinan – kemungkinan timbulnya
krisis dalam hidupnya. Berbagai krisis tersebut terutama berupa bencana,
seperti sakit dan maut sangat sukar dihindarinya walaupun dihadapi dengan
kekuasaan dan kekayaan harta benda. Dua bencana tadi sangat sulit dielakkan. Karena
selama hidupnya ada beberapa masa krisis, manusia butuh sesuatu untuk
memperteguh dan menguatkan dirinya. Perbuatan yang berupa upacara sacral pada
masa krisis merupakan pangkal dari keberagamaan manusia.[26]
d. Teori
Kekuatan Luar Biasa
Teori
ini mengatakan bahwa agama dan sikap religious manusia terjadi karena adanya
kejadian luar biasa yang menimpa manusia yang terdapat di lingkungan alam
sekelilingnya. Pendapat itu disebut “ Teori Kekuatan Luar Biasa”, suatu teori
yang diperkenalkan oleh seorang ahli antropologi Inggris yang bernama R. R.
Marett, dalam bukunya The Threshold of Religion.[27]
Antropologi
itu menguraikan teorinya diawali dengan satu sanggahan tergadap pendapat E.B.
Tylor yang menyatakan bahwa timbulnya agama itu karena adanya kesadaran manusia
terhadap adanya jiwa. Menurut Marett, kesadaran seperti itu terlalu rumit dan
terlalu kompleks bagi ukuran pikiran manusia yang baru saja ada pada kehidupan
di muka bumi ini. Ia mengatakan teori barunya bahwa pangkal dari segala
kelakuan keagamaan pada manusia ditimbulkan oleh suatuperasaan rendah diri
terhadap adanya gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang dianggap luar biasa
dalam kehidupan manusia. Alam tempat gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa itu
berasal – yang dianggap memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan yang telah
dikenal manusia di alam sekelilingnya disebut super natural.
Gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa luar biasa tadi dianggap akibat dari
suatu kekuatan super natural atau kekuatan luar biasa sakti. Kepercayaan
kepada suatu kekuatan sakti yang ada dalam gejala-gejala, hal-hal, dan
peristiwa yang luar biasa itu dianggap oleh Marett suatu kepercayaan yang ada
pada manusia sebelum mereka percaya kepada makhluk halus dan roh. Dengan
perkataan lain, sebelum adanya kepercayaan animisme, manusia mempunyai
kepercayaan preanimisme yang lebih dikenal dengan sebutan dinamisme.[28]
e. Teori Sentimen Kemasyarakatan
Teori ini
menyatakan bahwa agama yang permulaan itu muncul karena adanya suatu getaran,
suatu emosi yang di timbulkan dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh
rasa kesatuan sebagai sesama warga masyarakat.[29]Teori
yang disebut “ Teori Sentimen Kemasyarakatan” ini berasal dari pendapat seorang
ilmuwan perancis, Emile Durkheim, yang menguraikan dalam bukunya, Les Formes
Elementaires de Lavia Religiuseyang diterjemahlan ke dalam bahasa Inggris :
The Elementary Forms of The Religius Life (1965). Dalam bukunya itu,
Durkheim mengemukakan teori baru tentang dasar – dasar agama yang sama sekali
berbeda dengan teori – teori yang pernah dikembangkan oleh para ilmuwan
sebelumnya.[30]
Teori itu berpusat pada pengertian
dasar berikut :[31]
1) Bahwa untuk pertama kalinya, aktivitas religi yang ada pada
manusia bukan karena pada alam pikiranya terdapat bayangan-bayangan abstrak
tentang jiwa atau roh suatu kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak di dalam
alam tetapi, karena suatu getaran jiwa atau emosi keagamaan, yang
timbul dalam alam manusia dahulu, karena pengaruh suatu sentiman
kemasyarakatan.
2) Bahwa sentimen kemasyaratan dalam batin manusia dahulu berupa
suatu kompleksitas perasaan yang mengandung rasa terikat, bakti, cinta dan
perasaan lainnya terhadap masyarakat di mana ia hidup.
3) Bahwa sentimen kemasyarakatan yang menyebabkan timbulnya emosi
keagamaan dan merupakan pangkal dari segala kelakuan keagamaan manusia itu,
tidak selalu berkorbar- berkorbar dalam alam batinnya. Apabila tidak dipelihara,
maka sentimen kemasyarakatan itu menjadi lemah dan laten, sehingga perlu
dikorbankan sentiman kemasyarakatan dengan mengadakan satu kontraksi masyarakat
dalam pertamuan-pertamuan raksasa.
4) Bahwa emosi keagamaan yang timbul karena rasa sentimen kemasyarakatan
membutuhkan suatu objek tujuan. Sifat yang menyebabkan sesuatu itu menjadi
objek dari emosi keagamaan bukan karena sifat luar biasanya, melainkan tekanan
anggapan umum masyarakat. Objek itu ada karena terjadinya satu peristiwa secara
kebetulan di dalam masyarakat masa lampau menarik perhatian orang banyak di
dalam masyarakat tersebut. Objek yang menjadi tujuan emosi keagamaan juga objek
yang bersifat keramat. Maka objek lain yang tidak mendapat niali keagamaan (tirual
value) dipandang sebagai oblek yang tidak keramat (profance).
5) Objek keramat sebenarnya merupakan suatu lambang masyarakat. Pada suku-suku bangsa asli
Australia, misalnya, objek keramat dan pusat tujuan dari sentimen kemasyarakatan, sering berupa bintang dan
tumbuhan-tumbuhan. Objek keramat seperti
itu disebut Totem. Totem adalah mengkongkretkan prinsip totem di
belakangnya. Dan prinsip totem itu adalah suatu kelompok di dalam masyarakat
berupa clan (suku) atau lainnya.
Pendapat diatas
tersebut, yang pertama mengenai emosi keagamaan dan sentiment kemasyarakatan,
adalah menurut Durkheim. Pengertian – pengertian dasar yang merupakan inti atau
esensi dari religi, sedangkan ketiga pengertian lainnya kontraksi masyarakat,
kesadaran akan objek keramat berlawanan dengan objek tidak keramat, dan totem
sebagai lambing masyarakat, bermaksud memelihara kehidupan dari inti kontraksi
masyarakat itu.[32]
Objek keramat dan totem akan
menjelaskan upacara, kepercayaan, dam metodologi. Ketiga unsur itu menentukan
bentuk lahir dari suatu agama.Perbedaan itu tampak dari upacara – upacara,
kepercayaan dan metodeloginya.[33]
f. Teori
Wahyu Tuhan
Teori ini
menyatakan bahwa kelakuan perilaku relegius manusia terjadi karena mendapat
wahyu dari Tuhan.Teori ini disebut teori wahyu Tuhan, atau teori Revelasi.[34]Pada
mulanya, teori ini berasal dari seorang antropolog dan ilmuwan Inggris bernama
Andrew Lang.[35]
Sebagai seorang
ahli kesusastraan, Andrew Lang banyak membaca tentang kesustraan rakyat dari
banyak suku bangsa di dunia. Dalam dongeng-dongeng itu, lang sering mendapatkan
adanya seorang tokoh dewa, yang oleh suku-suku bangsa yang bersangkutan di
anggap dewa tertinggi, pencipta alam semesta serta isinya, dan penjaga
ketertiban alam dari kesulitan.
Kepercayaan kepada seorang tokoh
dewa serupa itu,menurut Lang, terutama tampak pada suku-suku bangsa yang amat
rendah tingkat kebudayaannya dan yang hidup dari berburu dan meramu, misalnys
suku bangsa di daerah gurun Kahala, gurun Kalahari di Afrika Selatan yang
biasanya di sebut orang bushan, suku-suku bangsa penduduk asli Australia, suku
bangsa Negrito di Kongo, penduduk kepulauan Andaman di Irian Timur dan bagian
suku bangsa Amerika Utara. Keadaan itu membuktikan bahwa kepercayaan terhadap
satu Tuhan itu tidak timbul karena pengaruh agama Nasrani atau agama islam.
Kepercayaan tadi dalam perkembangannya bahkan tampak terdesak oleh kepercayaan
akan makhluk-makhluk halus, dewa-dewi alam, roh, dan hantu.[36]
Lang menyimpulkan
bahwa kepercayaan kepada dewa tertinggi merupakan suatu kepercayaan yang sudah
tua, dan mungkin merupakan bentuk religi manusia yang tertua. Pendirian seperti
itu ia kemukakan dalam beberapa karyanya, misalnya dalam The Making of
Religion(1888).
Pendapat Andrew Lang kemudian
dilanjutkan oleh W Schmidt, seorang tokoh besar antropologi dari Austria dan
menurut pendeta katolik ini, mudah dimengerti kalau ada kepercayaan kepada dewa
– dewa tertinggi dalam jiwa bangsa – bangsa yang masih amat rendah tingkat
kebudayaannya.[37]
Dalam hubungan itu, ia percaya bahwa
agama berasal dari wayu Tuhan yang diturunkan kepada manusia pada masa
permulaan ia muncul di muka bumi ini. Oleh karena itulah, adanya suatu
kepercayaan kepada dewa pencipta yang justru berkembang pada bangsa-bangsa yang
paling rendah kebudayaannya di perkuat oleh anggapan mengenai adanya ‘Wahyu Tuhan
asli’ atau uroffen barung itu.
Demikianlah
kepercayaan yang asli dan bersih kepada Tuhan, atau kepercayaan yang asli dan
bersih kepada Tuhan, atau kepercayaan urmonotisme,
yang ada pada bangsa –bangsa yang suda
tua dan hidup dalam zaman ketika tingkat kebudayaan manusia masih sangat
rendah. Ketika kebudayaan manusia semakin maju, kepercayaan terhaadap Tuhan
semakin kabur.Makin banyak kebutuhan, makin tersesaklah kepercayaan asli itu
oleh pemujaan kepada makhluk halus, roh, dewa, dan sebagainnya.[38]
Anggapan Schmidt
di atas dianut oleh beberapa orang ilmuan yang sebagian bekerja sebagai penyiar
agama Nasrani, dari organisasi Societas Verdi Divini.Selain menjalankan tugas
sebagai penyiar agama Nasrani di berbagai daerah di muka bumi ini, mereka juga
melakukan penelitian agama berdasarkan teori Scmidt tersebut.[39]
4. Ayat-ayat Al-qur’an yang berkaitan dengan Asal-Usul Agama Dalam
Perspektif Teori Sosiologi
a. Teori Jiwa
Beberapa
ayat yang berhubungan dengan teori jiwa yaitu :
1) Surat
al-Syams ayat 7-10, mengutip beberapa pendapat ulama.
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا
فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ
دَسَّاهَا (10)
“Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,
sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya.”(Q. S. al-Syams [91]: 7-10).
Dalam ayat di atas, setelah bersumpah dengan
matahari, bulan, siang, malam, langit, dan bumi, Allah bersumpah atas nama jati
diri/jiwa manusia dan penciptaannya yang sempurna. Lalu Allah mengilhamkan
kefasikan dan ketakwaan ke dalam jiwa/diri manusia. Al-Qurthubi
mengatakan bahwa sebagian ulama mengartikan kata ‘nafs’
sebagai Nabi
Adam, namun sebagian yang lain mengartikannya secara umum,
yaitu jati diri manusia itu sendiri.
Menurut Ibn ‘Asyur, kata ‘nafs’
dalam ayat berbentuk nakirah (tanpa alif lam
ta‘rif), ini menunjukkan nama jenis, sehingga mencakup jati diri
seluruh manusia. Hal ini senada dengan penggunaan kata yang sama secara nakirah dalam
ayat 5 surat al-Infithar:
عَلِمَتْ
نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ وَأَخَّرَتْ (الانفطار[82]:5
“Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang
telah dikerjakan dan yang dilalaikannya.”(Q. S.
al-Infithar [82]: 5).
Oleh karena itu kata ‘wa
ma sawwaha’ mengandung penjelasan bahwa Allah menciptakan diri
setiap manusia dalam kondisi yang sama, tidak berbeda antar satu dengan
lainnya. Sebab kesempurnaan bentuk manusia (taswiyyah) tercapai setelah proses
pembentukan janin sempurna, yaitu pada awal masa kanak-kanak.
Karena taswiyyah merupakan
pembentukan fisik manusia, penyiapan kemampuan motorik, dan intelektual.
Seiring pertumbuhannya, potensi dalam diri manusia meningkat sehingga ia siap
menerima ilham dari Allah.
Kata ilham sebagaimana pengertian dalam ayat
tidak dikenal di kalangan orang Arab sebelum Islam, sehingga penjelasan untuk
kata ilham tidak bisa dicari dalam syair-syair Arab kuno. Tidak diketahui kapan
pertama kali kata ini muncul, namun diyakini Alquran lah yang menghidupkan kata
ini, sebab ia adalah kata yang mendalam dan mengandung makna kejiwaan. Menurut
Ibn Asyur, kata ilham diambil dari kata “allahm“ yang berarti tegukan dalam
sekali gerak.[40]
b. Teori Batas
Akal
Beberapa
ayat yang mendukung adanya teori ini adalah :
“maka sebagaimana makhluk yang
lain, akal memiliki sifat lemah dan keterbatasan. Jika akal menggunakan daya
pikirnya pada lingkup dan batasnya serta memaksimalkan pengkajiannya, ia akan
tepat (menentukan) dengan ijin Allah. Tetapi jika ia menggunakan akalnya di
luar lingkup dan batasnya yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah tetapkan maka ia
akan membabi buta…” (Lawami’ul Anwar Al-Bahiyyah, hal. 1105)
Untuk itu kita perlu mengetahui
di mana sesungguhnya bidangnya akal. Intinya bahwa akal tidak mampu menjangkau
perkara-perkara ghaib di balik alam nyata yang kita saksikan ini, seperti
pengetahuan tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, arwah, surga dan neraka
yang semua itu hanya dapat diketahui melalui wahyu. Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wasalaam bersabda:“Berpikirlah pada makhluk-makhluk Allah dan jangan berpikir
pada Dzat Allah.” (HR. Ath-Thabrani, Al-Lalikai dan Al-Baihaqi dari Ibnu
‘Umar, lihat Ash-Shahihah no. 1788 dan Asy-Syaikh Al-Albani menghasankannya)
“Dan mereka bertanya kepadamu
tentang roh. Katakanlah: ‘Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu
diberi pengetahuan melainkan sedikit’.” (Al-Isra: 85)
Oleh karenanya, akal
diperintahkan untuk pasrah dan mengamalkan perintah syariat meskipun ia tidak
mengetahui hikmah di balik perintah itu. Karena, tidak semua hikmah dan sebab
dalam syariat akan sanggup manusia ketahui. Yang terjadi, justru terlalu banyak
hal yang tidak manusia ketahui sehingga akal wajib tunduk kepada syariat.
Orang yang menggunakan akal
tidak pada tempatnya, berarti ia telah menyalahgunakan dan melakukan kezaliman
terhadap akalnya. Sesungguhnya madzhab filasafat dan ahli kalam yang ingin
‘memuliakan’ akal dan mengagungkannya –demikian perkataan mereka– belum dan sama
sekali tidak akan mencapai sepersepuluh dari sepersepuluh apa yang telah
dicapai Islam dalam memuliakan akal -ini jika kita tidak mengatakan mereka
telah berbuat jahat dengan sejahat-jahatnya terhadap akal. Di mana ia
memaksakan akal masuk ke tempat yang tidak mungkin mendapatkan jalan ke sana.
(Minhajul Istidlal, dinukil dari Al-’Aqlaniyyun hal. 21).[41]
c. Teori Krisis
Dalam Hidup Individu
Hadist
yang menjelaskan lima penyebab terjadinya krisis dalam hidup individu yaitu :
حَدَّثَنا
مُحَمَّد بن عَلِي الْمَرْوَزِي ثَنَا أبُو الدَّرْداء عَبْد العَزِيْز بن المنيب
حدثني إسحاق بن عبد الله بن كيسان حدثني أبي عن الضحاك بن مزاحم عن مجاهد وطاوس عن
بن عباس رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم خَمْسٌ
بِخَمْسٍ: مَا نَقَضَ قَومٌ العَهْدَ إِلاَّ سُلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوُّهُمْ وَمَا
حَكَمُوْا بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ الله إِلاَّ فَشَا فِيْهِمُ الفَقْرُ وَلاَ
ظَهَرَتْ فِيْهِمُ الفَاخِشَةُ إِلاَّ فَشَا فِيْهِمُ المَوتُ وَلاَ طَفَّفُوْا
المِيْكَالَ إِلاَّ مُنِعُوْا النَّبَاتَ وَأُخِدُوْا بِالسِّنِيْنَ وَلاَ مَنَعُوْا
الزَّكَاةَ إِلاَّ حُبِسَ عَنْهُمُ القَطْرُ.
“Lima (perkara dibalas) dengan
lima (perkara): (1) suatu kaum tidak menyalahi janji melainkan musuhnya
dimenangkan atas mereka, (2) mereka tidak menghukumi dengan selain yang
diturunkan oleh Allah melainkan merata kefakiran, (3) tidak terang-terangan
perzinaan pada mereka, melainkan merata kematian pada mereka, (4) mereka tidak
mengurangi takaran/timbangan melainkan dihalangi tumbuh-tumbuhan dan dikenai
tahun-tahun paceklik, dan (5) mereka tidak menahan zakat melainkan ditahan
hujan dari mereka.” Hr. Thabrani.[42]
d. Teori
Kekuatan Luar Biasa
Allah
sudah memberikan kekuatan luar biasa kepada manusia. Satu dalil yang selalu
memberi semangat adalah,
“Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS Al Baqarah:286)
Saat kita
melihat atau merasakan beban begitu berat, namun berdasarkan ayat diatas, itu
semua PASTI sesuai dengan kemampuan kita. Ini menunjukan bahwa kita sebenarnya
memiliki kekuatan dahsyat dalam diri untuk menghadapi sebesar apa pun beban
yang kita hadapi. Ini harus kita yakini, dan sebagai seorang yang beriman,
pasti tidak akan pernah ragu sedikit pun apa yang dikatakan Al Quran.[43]
e. Teori Sentimen Kemasyarakatan
Salah
satu hukum kemasyarakatan yang paling populer adalah hukum terjadinya perubahan
sosial, sebagaimana dinyatakan :
a)
Qs. Ar-Ra’d : 11
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ
يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ
حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا
فَلا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
“Ada
baginya pengikut-pengikut yang bergiliran, dihadapannya dan dibelakangnya,
mereka menjaganya atas perintah Allah SWT. Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah keadaan suatu qaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri
mereka. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu qaum, maka tak
ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia.”
Perubahan
yang dilakukan Tuhan terjadi secara pasti melalui hukum-hukum kemasyarakatan
yang ditetapkan Tuhan. Kata maa bianfusihim yang diterjemahkan dengan apa yang
terdapat dalam diri mereka, mengandung dua unsur pokok, yaitu nilai-nilai yang dihayati
dan iradah(kehendak) manusia. Perpaduan
keduanya menciptakan kekuatan pendorong manusia dalam melakukan suatu
perbuatan.
b) Qs. Al-Anfal
: 53
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا
عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Yang
demikian itu adalah karena sesunggunhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah
suatu nikmat yang telah dianugrahkan-Nya kepada suatu qaum hingga qaum itu
mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.”
Bahwasanya
Allah tidak akan merubah sesuatu ni’mat yang telah dianugrahkan-Nya kepada
seseorang melainkan karena dosa yang dilakukannya.Ada beberapa hal yang perlu
di garis bawahi menyangkut kedua ayat di atas, yaitu :[44]
(1)
Ayat-ayat tersebut, berbicara tentang perubahan sosial, bukan perubahan
individu. Ini dapat dipahami dari penggunaan kataqaum (masayarakat) pada kedua ayat
tersebut.
(2)
Penggunaan kata qaum,
juga menunujukkan bahwa hukum kemasyarakatan ini tidak hanya berlaku bagi kaum
muslimin atau satu suku, ras dan agama tertentu, tetapi ini berlaku umum, kapan
dan di mana mereka berada.
(3)
Kedua ayat tersebut, berbicara tentang dua pelaku perubahan. Pelaku yang
pertama adalah Allah SWT Sedang pelaku ke dua adalah manusia.
(4) Kedua
ayat tersebut, menekankan bahwa perubahan yang dilakukan oleh Allah SWT,
haruslah didahului oleh perubahan yang dilakukan oleh masyarakat.[45]
C. ANALISIS DAN DISKUSI
1. ANALISIS
a. Dalam teori sosiologi terdapat enam teori yang diungkapkan oleh
para ahli yaitu teori jiwa, teori batas akal, teori krisis dalam hidup
induvidu, teori kekuatan luar biasa, teori sentiment kemasyarakatan dan teori
wahyu tuhan, yang mana dari 6 teori tersebut mempunyai sudut pandang yang berbeda
mengenai agama. Mulai dengan kesadaran jiwalah asal mula agama, dengan adanya
akal manusia dapat menyelasaikan semua problem – problem yang terjadi di
lingkungan mereka akan tetapi akal pengetahuan mereka terbatas sehingga tidak
semua persoalan dapat diatasi sehingga menimbulkan krisis dalam hidup individu
mulai dari permusuhan, kefakiran, perzinaan, megurangi timbangan dan kurang
bersedekah akan tetapi manusia mempunyai kekuatan yang luar biasa yaitu percaya
apapun yang Allah berikan atau bebankan pasti kita bisa melakukannya (yakin).
Teori sentiment ini muncul karena adanya rasa emosional pada setiap diri
manusia dan dengan adanya teori wahyu tuhan memberi keyakinan kepada kita bahwa
apapun yang tejadi pada kita termasuk wahyu tuhan.
b. topik pembahasan materi lebih merujuk pada gagasan
yang terkait antara hal yang bersifat abstrak maupun kongkrit bahwa keberadaan
agama bersumber dari penelitian'' ilmuan (roh, makhluk halus, kepercayaan
sakral, keyakinan jiwa, dan lainya.
c. Sosiologi agama adalah cabang dari ilmu sosiologi umum.
Sosiologi membicarakan masyarakat secara umum sedangkan sosiologi mempelajari
masyarakat agama secara sosiologis guna mencapai keterangan – keterangan ilmiah
demi kepentingan masyarakat itu sendiri. Dalam kaitannyadengan asal usul agama,
ada beberapa perspektif teori sosiologi agama dari hasil penelitian para ilmu
yaitu: teori jiwa, teori batas akal, teori krisis dalam hidup induvidu, teori
kekuatana luar biasa, dan teori sentiment kemasyarakatan serta teori wahyu
tuhan.
2. DISKUSI
D. KESIMPULAN
1) Pengertian Asal-usul secara etimologi adalah
dasar, yang asli, yang sejati, sifat,
urutan keturunan, asal mula menunjukkan asal, dari tingkah laku
(tabiat) yang dapat kita ketahui asalnya (tinggi rendahnya derajat dsb). Sedangkan
secara terminologi Asal-usul adalah keadaan (tempat, wujud, rupa, dan sebagainya) yang semula
dan pangkal permulaan serta kelakuan (budi bahasa) seseorang menunjukkan asal
keturunannya.
2) teori sosiologi adalah teori yang diarahkan
untuk analisis rinci tentang apa yang dilakukan, dikatakan, dan dipikirkan
manusia dalam pengalaman sesaat, mencakup teori tentang interaksi, diri,
pikiran, peran sosial, definisi situasi, konstruksi sosial terhadap realitas,
strukturalisme, dan pertukaran sosial. Teori sosiologis merupakan upaya untuk
menciptakan proposisi abstrak dan dapat diuji tentang masyarakat. Teori
sosiologi terus berkembang dan karena itu tidak pernah dapat diduga akan
selesai. Teori-teori sosiologis Baru membangun atas karya para pendahulu mereka
dan menambah kepada mereka, tetapi teori-teori sosiologi klasik masih dianggap
penting dan saat ini.
3) Dalam kaitannya dengan asal-usul agama, ada beberapa perspektif
teori sosiologi dari hasil penelitian para ilmuan, yaitu: Teori Jiwa, Teori
Batas Akal, Teori Krisis dalam Hidup Individu, Teori Kekuatan Luar Bisa, dan
Teori Sentimen Kemasyarakatan, serta Teori Wahyu Tuhan. Yang mana dari keenam
teori sosiologi tersebut saling melengkapi satu sama yang lain, sehingga
menjadikan manusia lebih yakin dengan agama yang mereka anut. Agama dalam
kehidupan manusia sebagai individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang
memuat norma – norma tertentu. Secara umum norma – norma tersebut menjadi
kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan
agama yang dianutnya. Dilihat dari fungsi dan peran agama dalam memberikan
pengaruhnya terhadap induvidu, baik dalam bentuk sistem nilai, motivasi maupun
pedoman hidup, maka pengaruh yang paling penting adalah sebagai pembentuk kata
hati (conscience).
4) Pada teoti jiwa, ayat yang berkaitan adalah Menurut
Ibn ‘Asyur, kata ‘nafs’
dalam ayat berbentuk nakirah (tanpa alif lam
ta‘rif), ini menunjukkan nama jenis, sehingga mencakup jati diri
seluruh manusia. Inti dari ayat teori batas akal adalah kita perlu mengetahui di mana
sesungguhnya bidangnya akal. Intinya bahwa akal tidak mampu menjangkau
perkara-perkara ghaib di balik alam nyata yang kita saksikan ini, seperti
pengetahuan tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, arwah, surga dan neraka
yang semua itu hanya dapat diketahui melalui wahyu. Sedangkan inti dari teori Krisis Dalam Hidup Individu adalah Lima (perkara dibalas) dengan
lima (perkara): (1) suatu kaum tidak menyalahi janji melainkan musuhnya
dimenangkan atas mereka, (2) mereka tidak menghukumi dengan selain yang
diturunkan oleh Allah melainkan merata kefakiran, (3) tidak terang-terangan
perzinaan pada mereka, melainkan merata kematian pada mereka, (4) mereka tidak
mengurangi takaran/timbangan melainkan dihalangi tumbuh-tumbuhan dan dikenai
tahun-tahun paceklik, dan (5) mereka tidak menahan zakat melainkan ditahan
hujan dari mereka. Inti dari ayat teori Kekuatan Luar Biasa adalah Saat kita
melihat atau merasakan beban begitu berat, namun berdasarkan ayat diatas, itu
semua PASTI sesuai dengan kemampuan kita. Ini menunjukan bahwa kita sebenarnya
memiliki kekuatan dahsyat dalam diri untuk menghadapi sebesar apa pun beban
yang kita hadapi. Ini harus kita yakini, dan sebagai seorang yang beriman,
pasti tidak akan pernah ragu sedikit pun apa yang dikatakan Al Quran.
DAFTAR
RUJUKAN
Mubaraq, Zulfi. 2010. Sosiologi Agama .Malang:UIN - MALIKI
PREES.
Kahmad, Dadang.2009 Sosiologi Agama. Bandung:Remaja
Rosdakarya.
Nasution, Harun Nasution. 1979. Islam Ditinjau
dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Gazalba, Sidi Gazalba.
1978. Ilmu Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama .
Jakarta: Bulan Bintang.
Ishomuddin. 2002. Pengantar Sosiologo Agama. Jakarta :
Ghalaia Indinesia
O’DEA, F. Thomas. 1987. Sosiologi
Agama: Suatu Pengenalan Awal. Jakarta: Rajawali.
Dahlan, al-bahri y dkk,kamus Induk Istilah
Ilmiah.
Pius A Partanto., M. Dahlan Al Barry. 2001. Kamus
Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola
http://mulyadinurdin.wordpress.com/2012/04/19/demi-jiwa-penafsiran-ayat-7-10-asurat-al-syams/, (diakses pada tanggal 22 September 2013).
http://abna-aulad.blogspot.com/2010/06/batasan-akal-menurut-syariah.html,
(diakses pada tanggal 25 September 2013).
http://saifuddinasm.com/2012/10/08/lima-masiat-membawa-musibat/,
(diakses pada tanggal 25 September 2013).
http://amrikhan.wordpress.com/2012/07/07/ayat-ayat-tentang-masyarakat-2/, (diakses Pada tanggal 25 September ).
[2]http://sanditricahyo.blogdetik.com/2011/03/20/teori-sosiologi/ pada tanggal 18 November 2013, pukul 16.00 WIB
[3]Dadang
kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Lihat Zamroni,pengantar pengembanga teori social,tiara
wacana,hal1-2
[4]Al-bahri y dahlan dkk,kamus Induk Istilah Ilmiah
hal 767
[6]Ary H. Gunawan, Sosiologi
Pendidikan, 2000, hal 3.
[8]Ishomuddin, Pengantar Sosiologo Agama, ( Jakarta : Ghalaia Indinesia, 2002). Lihat Hassan
sadily, sosiologi untuk masyarakat indonesia, hal 1.
[9]http://sanditricahyo.blogdetik.com/2011/03/20/teori-sosiologi/, pada tanggal 18 November 2013, pukul 16.15 WIB
[11]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, ( Malang:UIN - MALIKI
PREES,2010).hlm.43
[12]Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama,( Malang:UIN - MALIKI
PREES,2010).Lihat koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta:
PT Dian Rakyat,1980).Lihat juga, Danies L. Pals, Seven Theories of Religion,
New York: Oxford University Press, 1996
[13]Zulfi
Mubaraq, Sosiologi Agama,( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010). Lihat Edward
Burnet Taylor, The Primitif Culture, 1872.
[14]Dadang
kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Hal.24
[15]Ibid.2
[16]Dadang
kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Lihat
Beals dan Hoijer
[17]Dadang
kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Lihat
E.B.Taylor
[18]Dadang
kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Hal.25
[19]Ibid,hlm
26.
[20]Dadang
kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Lihat
Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion,
New York: Oxford University Press,1996, hlm.30.
[21]Ibid,hlm.32.
[22]Zulfi
Mubaraq, Sosiologi Agama ( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010).hlm.46
[23]Dadang
Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2009). Hlm.27
[24]Dadang
kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Lihat
Koentjaraningrat Op.Cit., hlm.70
[25]Dadang kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009). Hal.27
[26]Zulfi
Mubaraq, Sosiologi Agama ( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010).hlm.46
[27]Dadang kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009). Hlm.28
[28]Zulfi
Mubaraq, Sosiologi Agama ( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010).hlm.47 - 48
[29]Zulfi
Mubaraq, Sosiologi Agama ( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010).hlm.48
[30]Dadang kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009). Hlm.29
[31]Ibid.,
hlm48 - 49
[33]Dadang kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009). Hlm.30
[34]Zulfi
Mubaraq, Sosiologi Agama ( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010).hlm.49
[35]Dadang kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009). Hlm.30
[36]Ibid.,
hlm 50
[37]Dadang kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009). Hlm.31
[38]Zulfi
Mubaraq, Sosiologi Agama ( Malang:UIN - MALIKI PREES,2010).hlm.51
[39]Ibid.,
hlm 31
[40]http://mulyadinurdin.wordpress.com/2012/04/19/demi-jiwa-penafsiran-ayat-7-10-surat-al-syams/, pada tanggal 22 September 2013 pukul 16.23
[41]http://abna-aulad.blogspot.com/2010/06/batasan-akal-menurut-syariah.html,
pada tanggal 25 September 2013 pukul 23.20
[42]http://saifuddinasm.com/2012/10/08/lima-masiat-membawa-musibat/,
pada tanggal 25 September 2013 pukul 23.35
[43]http://www.motivasi-islami.com/membangkitkan-kekuatan-dalam-diri/,
Pada tanggal 25 September 2013 Pukul 23.45
[44]http://amrikhan.wordpress.com/2012/07/07/ayat-ayat-tentang-masyarakat-2/, Pada tanggal 25 September Pukul 00.09
[45] Ibid., diakses pada tanggal 25 September Pukul 00.09
mantaf
BalasHapus