Minggu, 29 Desember 2013

Hubungan Agama dengan Sosial Budaya



A.      PENDAHULUAN

1.        Latar Belakang
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan taufik serta hidayahNya kepada kami hingga makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah ini yang berjudul Hubungan Sosiologi Agama dengan Sosial Budaya disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Agama, kelompok 8, semester 3, kelas B,  jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Tarbiyah dengan Dosen Pengampu Dr. H. Zulfi Mubaraq, M.Ag.
Topik ini sangat penting untuk dibahas, agar mengerti dan memahami Hubungan Agama dengan Sosial Budaya, menghindari kesalah pahaman, agar kajian-kajian setelahnya tidak rancu, agar mengetahui definisi dari hubungan sosiologi agama, dan sosial budaya. Dengan mempelajari sosiologi agama diharapkan agar kita juga dapat menjadikan dasar ataupun acuan untuk perilaku kita di kehidupan nyata.
Isi global dari makalah ini adalah pembahasan tentang pengertian sosiologi, agama dan sosial budaya secara etimologi maupun terminologi.Dalam makalah ini kami sengaja memisah-misah kata dan mencari pengertiannya yang terdiri dari pengertian sosiologi, pengertian agama, dan pengertian sosiologi agama itu sendiri, agar jelas dan dapat dipahami dengan mudah. Dari makalah ini dikaji secara detail dan terperinci mengenai sosiologi,agama dan sosiologi agama dari berbagai sumber.
2.        Tujuan Pembahasan
a.         Ingin memahami unsur-unsur agama
b.        Ingin memahami pengertian secara etimologi dan terminologi sosial dan budaya.
c.         Ingin memahami unsur-unsur soial budaya
d.        Ingin memahami hubungan  agama dengan sosial budaya.

3.        Rumusan Masalah
a.         Apa unsur-unsur agama ?
b.        Apa pengertian secara etimologi dan terminologisosial dan budaya?
c.         Apa unsur-unsur sosial budaya ?
d.        Bagaimana hubungan  agama dengan sosial budaya?

B.       POKOK PEMBAHASAN
1.        Unsur-unsur agama
Menurut Sayyid Hossein Nasr, agama itu sangat penting bagi manusia (M. Fauzi,2007: 25)[1]. Tanpa agama belum menjadi manusia yang utuh. Hanya turut sertanya dalam tradisi yang berupa petunjuk Tuhan tentang cara hidup dan berfikir yaitu dapat membawa manusia kepada kesadaran tentang arti dirinya dan hidupnya. Sehingga masing-masing individu memilki pengalaman keagamaan yang berlainan.Berkaitan dengan hal ini, menurut Hendropuspito di dalam bukunya Muh.Fuad (2007:73)[2], agama didefinisikan dengan suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan non empiris yang dipercayainya, dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas pada umumnya. Maka dari itu, agama meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
1.             Agama disebut jenis sistem sosial. Ini hendak menjelaskan bahwa agama adalah suatu fenomena sosial, suatu peristiwa kemasyarakatan. Suatu sistem sosial dapat dianalisis, karena terdiri atas kaidah yang kompleks dan peraturan yang dibuat saling berkaitan dan terarahkan kepada tujuan tertentu.
2.             Agama berporos pada kekuatan-kekuatan nonempiris. Ungkapan ini menjelaskan bahwa agama itu khas berkaitan dengan kekuatan-kekuatan dari ?dunia luar? yang di?huni?oleh kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi daripada kekuatan manusia dan dipercayai sebagai arwah, roh-roh dan roh tertinggi.
3.             Manusia mendayagunakan kekuatan-kekuatan di atas untuk kepentingannya sendiri dan masyarakat sekitarnya. Yang dimaksud dengan kepentingan (keselamatan) ialah keselamatan di dalam dunia sekarang ini dan keselamatan di?dunia lain? yang dimasuki manusia setelah kematian.[3]
Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Bustanuddin Agus (2006: 60)[4], ada lima aspek komponen religi dalam kehidupan beragama yaitu :

1.                  Emosi keagaman adalah suatu tingkah laku dalam kehidupan yang menyatakan kepercayaan dalam kehidupan
2.                  Sistem keyakinan adalah suatu ajaran atau anutan yang di percayai atau di yakini dalam suatu kehidupan
3.                  Sitem ritus dan upacara adalah pengadaan suatu acara yang di adakan di suatu tempat yang di yakini di dalam suatu kehidupan masyarakat
4.                  Peralatan ritus dan upacara adalah dalam suatu pengadaan acara yang di yakini dalam kehiduapan terdapat benda- benda yang diyakini sebagai perantara
5.                  Umat beragama adalah suatu masyarakat yang meyakini suatu kepercayaan yang di anut dalam kehidupan
Beberapa pandangan di atas memberikan pemahaman bahwa agama merupakan sebuah sistem kepercayaan yang di dalamnya syarat dengan aturan-aturan yang harus ditaati dan doktrin-doktrin dalam sebuah agama sehingga manusia mengenal Tuhan, alam ghaib lainnya, dan dapat menghubungkannya dalam alam nyata.[5]
Berlandaskan keyakinan ini manusia tergerak untuk memenuhi segala aturan agamanya yang diwujudkan dalam perilaku keberagamaannya.Semuanya dimaksudkan untuk mencapai keselamatan atau kebahagiaan hidup baik di dunia ataupun akhirat.Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku keberagamaan merupakan aktualisasi atau perwujudan dari pemahaman dan keyakinan agama yang dianut oleh seorang pengikut suatu agama.


2.        Pengertian secara etimologi dan terminology sosial dan budaya
Manusia, masyarakat, dan kebudayaan berhubungan secara dialetik.Ketiganya berdampingan dan berimpitansaling menciptakan dan meniadakan.Hubungan manusia, masyarakat, dan kebudayaan pun berada dalam dialektita gamsut.Satu sisi manusia menciptakan sejumlah nilai bagi masyarakat, pada sisi lain, secara bersamaan manusia secara kodrati senantiasa berhadapan dan berada dalam masyarakatnya, homosocius. Manusia tidak akan eksis bila terpisah dari masyarakatnya. Dengan kata lain, masyarakat (sebagai kumpulan dari individu-individu manusia) diciptakan oleh manusia, sedangkan manusia itu sendiri merupakan produk dari masyarakat. Kedua hal ini menggambarkan adanya dialektika inheren dari fenomena masyarakat. Inilah yang dimaksud dengan dialektika social
Pengertian agama dapat melahirkan bermacam-macam definisi atau arti.Oleh karena itu supaya kita dapat mempunyai pengertian yang luas, perlu disajikan dari bermacam-macam agama yang berbeda.
Tetapi kita tidak mengatakan bahwa rumusan atau pengertian agama tidak perlu, sebab definisi itu mengandung suatu makna yang menjiwai hidup keagamaan itu. Yang mungkin belum atau tidak perlu ialah rumusan atau definisi yang berlaku dan diterima oleh semua agama, sebab setiap agama mempunyai sudut pandang yang berbeda satu sama lain.[6]
a.         Pengertian Agama secara Etimologi
1)        Agama adalah keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan; akidah din (ul); ajaran/kepercayaan yang mempengaruhi satu atau beberapa kekuatan ghaib yang mengatur dan menguasai alam, manusia dan jalan hidupnya.[7]
2)        Agama adalah keyakinan, religi; kepercayaan; beragama / beriman, memegang kitab, memeluk / menganut agama, keagamaan / keimanan, religiositas.[8]
3)        Agama adalah segenap kepercayaan (kepada Tuhan, dewa,dsb) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu: misalnya Islam, Buddha, Kristen; kaum, orang-orang yang beragama memeluk: menjadi orang yang beragama (Islam dsb) menjalankan, beribadat; melakukan segala sesuatu menurut agama.[9]
4)        Agama adalah bahasa Indonesia, yang berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “a” yang berarti “tidak” dan “gama” yang berarti “kacau”. Jadi “agama” berarti kacau, dengan pengertian terdapat ketentraman dalam berfikir sesuai dengan pengetahuan dan kepercayaan yang mendasari kelakuan “tidak kacau” itu.[10]
5)        Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latinreligio dan berakar pada kata kerjare-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.[11]
b.        Pengertian Agama secara Terminologi
Dalam Islam, agama disebut al-Din (the religion). Al Din hanya untuk agama Islam sebab hanya ada dalam al-Qur’an. Sedangkan agama-agama lain disebut adyan (religious) atau din (a religion).
Elliade mendefiniskan agama sebagai “seperangkat nilai, ide, atau pengalaman yang berkembang dalam acuan cultural.”Menurut Smith tidak ada pengertian agama yang altinitif. Ada empat hal yang terkandung dalam pengertian agama: (1) suatu kesalehan pribadi yang mengacu kepada kualitas kehidupan keagamaan seseorang; (2) dan (3) terdapat kata yang memperlihatkan suatu system yang jelas tentang kepercayaan, praktik-praktik dan nilai-nilainya. (4) terdapat “agama” yang disajikan secara umum, yaitu “agama pada umumnya”. Pengertian pertama membedakan seseorang dengan orang lain dalam hal mengayatan agamanya; pengertian kedua dan ketiga membedakannya dengan agama yang lain; dan pengertian keempat membedakan agama denga aspek kehidupan manusia, seperti ekonomi, sosial, dan seni. Akibatnya, diskursus agama dalam negara sudah jelas.[12]
Dalam mendefnisikan agama, para sosiolog berbeda perspektif antara lain;
1)                  Agama sebagai suatu yang tidak akan memberika penilaian lagi mengenai sumber atau fungsinya yaitu agama sebagai kepercayaan terhadap adanya wujud-wujud spiritual. Namun ketidakpuasan dikemukakan terhadap definisi itu terlalu bercorak intelektualitas, dan tidak mengacu pada emosi-emosi khidmat dan hormat yang secara khusus bicara keagamaan/kepercayaan.
2)                  Agama merupakan ekspresi susatu bentuk ketergantungan pada kekuatan spiritual atau moral dari diri individu. Ekspresi penting dari rasa ketergantungan ini adalah peribadatan dan kewajiban sosial.
3)                  Agama adalah sistem integral dari berbagai kepercayaan dan peribadatan yang berkaitan dengan benda-benda skaral, benda-benda terpisah dan terlarang.
4)                  Agama adalah sistem kepercayaan dan peribadatan yang digunakan oleh berbagai bangsa dalam perjuangan mereka mengatasi persoalan-persoalan tertinggi dalam kehidupan. Definisi ini lebih cenderung kepada definisi fungsional daripada definisi valutatif atau substantif.
5)                  Agama adalah sesuatu yang berkaitan dengan yang tertinggi.
6)                  Agama adalah sistem lambang yang berfungsi menegakkan berbagai perasaan dan motivasi yang kuat, berjangkauan luas dan abadi pada manusia dengan merumuskan berbagai konsep tentang keteraturan umum eksistensi dan dengan menyelubungi konsepsi-konsepsi ini dengan sejenis penampakan secara faktual sehingga perasaan dan motivasi tersebut secara unik tampak realistik.
7)                  Agama adalah kepercayaan yang hadir pada saat wujud-wujud bukan manusia dipuja-puja dengan cara manusia. Kegiatan-kegiatan keagamaan tidak hanya praktik pemujaan saja, namun semua prilaku yang ada kaitannya dengan eksistensi wujud-wujud tersebut.[13]
Dan Jevons berpendapat bahwa kata agama berasal dari bahasa Inggris “religion” dan berasal dari kata kerja dalam bahasa Latin “religere” yang berarti ibadat yang berasaskan pada ketundukan, rasa takut, dan hormat. Namun, gambaran keagamaan seperti ini hanya dapat digunakan dalam mengartikan agama Samawi (langit). Padahal hasil-hasil studi lapangan dalam bidang Antropologi menunjukkan bahwa pada bangsa-bangsa primitif ada pola-pola keberagamaan (pattern og religiousity) berupa ibadat yang tiak mengandung unsur ketundukan dan rasa takut, bahkan memuat sikap “kurang ajar” terdapat Tuhan seperti terdapat pada agama-agama berhala, terutama ketika mendapat kemalangan atau kekalahan. Misalnya sebagian besar bangsa Arab Jahiliyyah menghantam patung-patung mereka sendiri, apabila mereka mengalami kekalahan perang.
Cicero (abad 15 SM) pembuat hukum Romawi, agama adalah anutan yang menghubungkan antara manusia dengan Tuhan. Sementara Emanuel Kant, mengatakan bahwa agama adalah perasaan berkewajiban melaksanakan perintah-perintah Tuhan. Herbert Spencer dalam Principles of Sociology, berpendapat bahwa faktor utama dalam agama adalah iman akan adanya kekuasaan tidak terbatas atau kekuasaan yang tidak dapat digambanrkan batas waktu atau tempatnya. E. B. Tylor dalam buku The Primitive Culture, Religion is belief in spiritual being, agama adalah keyakinan tentang adanya makhluk spiritual. Keyakinan ini merupakan dasar dari kebudayaan animis. Max Muller berpendapat bahwa agama adalah suatu untuk menyatakan apa yang mungkin digambarkan. Mengenal Tuhan merupakan kesempurnaan mutlak yang tiada terbatas atau cinta kepada Tuhan yang sebenarnya. Emile Burnaof berpendapat bahwa agama adalah ibadah dan ibadah adalah amaliah campuran. Agama merupakan amalia akal manusia yang mengakui adanya kekuatan Yang Maha Tinggi, juga amaliah hati manusia yang berwajjuh untuk memmohon rahmat dari kekuatan tersebut. James Redfield mengatakan bahwa agama adalah pengarahan manusia agar tingkah lakunya sesuai dengan perasaan tentang adanya hubungan dengan jiwanya dengan jiwa yang tersembunyi, yang diakui kekuasaannya atas dirinya dan atas dirinya sekalian alam, dan dia rela merasa berhubungan seperti itu. Pandangan Guyao, agama adalah gambaran umum di seluruh duni tentang bentuk persatuan umat manusia dan perasaan keagamaan adalah perasaan mengenai keterlibatan kita dengan kehendak-kehendak lain, yang oleh manusia primitif dipusatkan pada alam.[14]
Agama adalah suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berfikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat untuk disebut “agama” (religious). Banyak dari apa yang berjudul agama termasuk dalam superstruktur: agama terdiri atas tipe-tipe simbol, citra, kepercayaan, dan nilai-nilai spesifik dengan mana makhluk manusia menginterpretasikan eksistensi mereka. Akan tetapi, karena agama juga mengandung komponen ritual, maka sebagian agama tergolong juga dalam struktur sosial.[15]
Suatu agama adalah suatu system kepercayaan yang disatukan oleh praktif yang bertalian dengan hal-hal yang suci, yakni hal-hal yang dibolehkan dan dilarang – kepercayaan dan praktik-praktik yang mempersatukan suatu komunitas moral yang disebut gereja, semua mereka yang terpaut satu sama lain (Durkheim, 1965). Saya merumuskan agama sebagai seperangkat bentuk dan tindakan simbolik yang menghubungkan manusia dengan kondisi akhir eksistensinya (Bellah, 1964).Jadi agama dapat dirumuskan sebagai suatu system kepercayaan dan praktik dimana suatu kelompok manusia berjuang menghadapi masalah-masalah akhir kehidupan manusia (Yinger, 1970).[16]
3.        Unsur-unsur sosial budaya
Betapa pentingnya kebudayaan dapat disimpulkan dari pendapat-pendapat dua antropolog terkemuka, yaitu :
Melville J. Herkovit dan Brownislaw yang mnemukakan pengertian Cultural Determinism, yang berarti bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh adanya kebudayaanyang dimiliki oleh masyarakat.[17] Kemudian Herkovit memandang kebudayaansebagai sesuatu yang super organic, karena kebudayaan yang berturun-temurun dari generasi ke generasi tetap hidup terus, meskipun orang-orang yang menjadi anggota anggota masyarakat senantiasal silih berganti disebabkan oleh kematian dan kelahiran.[18]
1)        Secara etimologi Kata kebudayaan berasal daribahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata LatinColere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.[19]Kata kebudayaan berasal dari Sansekerta Buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata “buddi” yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.[20] Dengan kata lain, kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan atau di pelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola berfikir., merasakan, dan bertindak. Seorang sosiolog mau tidak mauharus menaruh perhatian pada objek-objek kebudayaan, akan tetapi terutama dia menaruh perhatian pada perilaku sosial, yaitu pola-pola perilaku yang membentuk struktur sosial dari masyarakat. Jelas bahwa perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh peralatan yang dihasilkannya serta ilmu pengetahuan yang dimiliki atau yang didapatkannya , akan tetapi seorang sosiolog lebih menaruh perhatiannya pada perilaku sosial.[21]
Menurut Clifford Geertz mendefinisikan kebudayaan adalah sebagai berikut:
a.         Keseluruhan suatu hidup masyarakat
b.        Warisan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya
c.         Suatu cara berfikir, merasa dan percaya
d.        Suatu abstraksi dari tingkah laku
e.         Suatu teori pada pihak antropolok tentang cara suatu kelompok masyarakat nyatanya bertingkah laku
f.         Suatu gudang untuk mengumpulkan hasil belajar
g.        Seperangkat orientasi-orientasi standar pada masalah-masalah yang sedang berlangsung
h.        Tingkah laku yang dipelajari
i.          Suatu mekanisme untuk penataan tingkah laku yang bersifat normatif
j.          Seperangkat teknik untuk menyesuakan diri dengan lingkungan luar maupun dengan orang lain
k.        Suatu endapan sejarah. [22]

2)     Secaraterminologis budaya adalah cara berfikir dan cara merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari golongan manusia yang membentuk kesatuan sosial, dalam suatu ruang dan suatu waktu.[23]
a)     Pengertian budaya menurut para tokoh
1)        Menurut E.B. Tylor (1817) dalam bukunya Soerjono Soekanto yang berjudul Sosiologi Suatu Pengantar  menyebutkan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan  menurutSelo soemardjan dan soelaeman soemardi dalam bukunya Soerjono Soekanto merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil  karya, rasa, cipta masyarakat.[24]     
2)                  Menurut pendapat  kuntowijoyo dalam bukunya budaya dan masyarakat menyebutkan bahwa budaya adalah sebuah sistem yang mempunyai koherensi. Bentuk-bentuk simbolis yang berupa kata, benda, laku, mite, sastra, lukisan, nyanyian, musik, kepercayaan mempunyai kaitan erat dengannya.
3)        Para pakar antropolog mendefinisikan budaya dalam beberapa segi diantaranya; menurut (linton 1940) dalam bukunya Roger M. Keesing dan Samuel Gunawan yang berjudul Antropologi Budaya bahwa budaya adalah keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.
4)        Menurut (Kluckhohn dan Kelly 1945), dalam bukunya Roger M. Keesing dan Samuel Gunawan yang berjudul Antropologi Budaya menyebutkan bahwa(semua) rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun implisit, rasional, irasional, dan nonrasional, yang ada pada suatu waktu sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia.
5)        Menurut (Kroaber 1948), dalam bukunya Roger M. Keesing dan Samuel Gunawan yang berjudul Antropologi Budaya bahwa budaya adalahKeseluruhan realisasi gerak, kebiasaan, tata cara, gagasan dan nilai-nilai yang dipelajari dan diwariskan dan perilaku yang ditimbulkannya.
6)        Menurut (Herskovits 1955), dalam bukunya Roger M. Keesing dan Samuel Gunawan yang berjudul Antropologi Budaya bahwa budaya adalahBagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia.
7)        Menurut (Kroeber dan Kluckhohn 1952) dalam bukunya Roger M. Keesing dan Samuel Gunawan yang berjudul Antropologi Budaya bahwa budaya adalahPola, eksplisit dan implisit, tentang dan untuk perilaku yang dipelajari dan diwariskan melalui simbol-simbol, yang merupakan prestasi khas manusia, termasuk perwujudannya dalam benda-benda budaya.[25]

4.         Hubungan sosiologi agama dengan sosial budaya
Masalah agama dalam kebudayaan dapat dihubungkan dalam konteks perubahan.Ketika agama dihubungkan dalam konteks perubahan. Ketika agama dihubungkan dalam kontek perubahan-perubahan dalam berbagai cara yang rumit. Agama dapat berperan dalam penggerak dan penunjang perubahan atau justru menjadi lawan yang tangguh dan tegar.Agama dapat pula terlibat dalam perubahan atau posisinya menjadi jauh dari pusat perubahan yang menentukan, atau efeknya dirasakan jauh kemudian.
Agama adalah unsur sentral kebudayaan dan fundamental.Kebudayaan dalam arti keseluruhan, isi konkrit yang ter kandung didalamnya dapat saja menjadi harmonis atau konflik dengan situasi yang berkembang dalam masyarakat.Asumsi ini dapat membantu kita bahwa dalam kaitannya hubungan agama dengan kebudayaan itu agama memegang peran penting bagi manusia.[26]
Gambaran tentang hubungan agama dengan kebudayaan adalah sebagai berikut :pertama, suatu “rancangan dramatis” yang berfungsi untuk mendapatkan kembali sense of flux atau gerak yang sinambung dengan cara menanamkan pesan dan proses serentak dengan penampilan tujuan, maksud dan bentuk historis. Kedua, agama, seperti halnya kebudayaan, merupakan transformasi simbolis pengalaman yang bagi orang beragama sebagai suatu penyelamatan, narural atau super natural, dalam makna pengalaman yang lebih dalam. Ketiga, agama merupakan “sistem pertahanan” yaitu kepercayaan dan sikap yang akan melindungi kita melawan kesangsian, kebimbangan dan agresi yang menjengkelkan. Keempat, agama juga merupakan suatu “sitem pengarahan” yang tersusun dari unsur-unsur normatif yang membentuk jawaban dari berbagai tingkat pemikiran, perasaan, dan perbuatan.Kelima, agama juga mencakup “simbol ekonomi” yang mengalokasikan nilai-nilai simbolis dalam bobotr yang berbeda-beda.[27]
Dampak dari model hubungan hubungan antara “agama dan sistem budaya”, diharapkan agama yang ada apapun justru dituntut menunjukkan kebaikannya, karena semua agama diyakini mengajarkan kebaikan yang menyibukkan diri dalam mempertinggi dan memperbanyak amalan langsung atau kongkret sesuai ajaran yang ditawarkan. Mengajak orang yang berlainan agama diutamakan agar menyampaikan bukti fungsional agama bersangkutan, bukan hanya sekedar berupa eksposisi epistimologi benar atau tidaknya ajaran agama, walaupun hal ini tetap perlu. Jika bukti fungsional agama ini yang menjadi tema besar, maka akan terjaminlah prinsip keselarasan yang di idamkan masyarakat yang telah bisa menghayati makna “manunggaling kawula Gusti” dan nilai-nilai leluhurnya dan sekaligus mampu menyumbang kerukunan hidup beragama secara fungsional. [28]
Dalam kaitannya dengan hubungan agama dengan sosial budaya, ada metode dalam sosiologi agama yang menggunakan daerah atau lingkungan kebudayaan sebagai sudut pandangnya. Daerah yang dimaksud adalah masyarakat, dilihat dari segi kebudayaan, antara lain : alat-alat, senjata, adat-istiadat, kebiasaan dan cara berfikir dan cara bertindaknya berkembang melalui tingkatan-tingkatan tertentu. Daerah kebudayaan tersebut disebut dengan horizon yang terdiri atas lima[29], yaitu :
1.        Horizon yang pertama adalah, ialah horizon primitif, yaitu suatu tingkat kebudayaan yang meliputi cara hidup, praktik-praktik keagamaan dan adat istiadat dari manusia pemangku kebudayaaan mengumpulkan makanan dari bangsa berburu. Agama yang dikenal oleh pemangku kebudayaan ini adalah perasaan takut, teka-teki dan memuja benda-benda yang mempunyai mana, yaitu benda-benda yang menarik perhatian dengan cara-cara tertentu. Kekuatan yang terkandung didalam benda-benda yang menarik perhatian itu dianggap sebagai suatu zat, mana, benda-benda rahasia itu memiliki kekuatan yang dapat membahayakan kehidupan manusia atau menyelamatkannya.

2.        Horizon yang kedua, adalah horizon animisme dengan manusia pemangku kebudayaan yang sudah tergolong dalam kabilah-kabilah atau kelompok yang tidak lagi sebagai bangsa pengembara pengumpul makanan dan berburu, tetapi telah muli bertempattinggal pada desa-desa tertentu, telah memiliki hidup sebagai pengolah tanah. Mereka telah mulai menggunakan alat sebangsa pacul, tetapi mereka belung menggunakan bajakdalam mengerjakan tanah perkebunan yang tidak begitu luas.

Agama dari manusia pemangku kebudayaan ini juga disebut animisme yang berarti kepercayaan terhadap makhluk halus yang tidak kelihatan.Kadang-kadang tampak seperti hantu, tetapi pada umumnya tidak terlihat dan hidup pada dunia tersendiri.Kadang-kadang terlihat terlepas dari tubuh kasar dan pada suatu keadaan juga bertubuh.
3.        Horizan ketiga, ialah horizon pertranian, dengan manusia pemangku kebudayaan yang sudah mengerjakan tanah yang dapat menghasilkan makanan mereka, terutama bangsa padi-padian. Pengolahan tanah secara besar-besaran sudah mengenal yang namanya irigasi dan menggunakan bajak dan memelihara hewan secara besar-besaran. Tersedianya jumlah makanan yang besar pada khususnya dan perbaikan kehidupan pada umumnya sebagai akibat dari ditemukannya pertanian dan peternakan yang mengakibatkan pertumbuhan penduduk dalam jumlah besar. Dengan demikian marga (clan) berubah menjadi kabilah (tribe)dan kabilah menjadi suku (hordes) yang tidak lagi terbatas pada suatu daerah yang kecil dan sempit. Mereka sudah mulai meluaskan daerah tempat tinggalnya dengan jalan penaklukan-penaklukan. Di daerah-daerah baru itu, mereka menjadi bangsa baru, membentuk kerajaan-kerajann, kekaisaran-kekaisaran, yang melahirkan kebudayaan kuno, seperti lembah sungai furat, di lembah sungai nil, indus, dan akhirnya di yunani dan romawi.[30]

Agama dari manusia pemangku kebudayaan ini ialah adanya kecenderungan untuk memperorangkan roh-roh dan makhluq horizon primitif dan animisme.Dengan demikian, roh-roh dan makhluk itu telah mempunyai bentuk dan kekuasaan dan ditunjukkan dalam bentuk dewa-dewa dengan suatu daerah kekuasaan.

4.        Horizon keempat iayalah,tingkatan kebudayaan dari bangsa-bangsa kuno yang sudah berkebangsaan tinggi. Reruntuhan kebudayaan mereka sangat berkesan bagi manusia modern sekarang ini.  Bangsa-bangsa kuno yang berkebudayaan tinggi itu memiliki suatu kesamaan sejarah, yaitu bahawa sistem pemerintahan mereka dibentuk berdasarkan kelompok itu.

Agama dari manusia pemangku kebudayaan ini adalah sistem politik dan sosial yang dianutnya, dan biasanya politheistis dengan suatu masyarakat dewa, seperti senat dalam pemerintahan republik, atau kadang-kadang seperti Mahkamah Agung. Dewa-dewa mereka itu sudah sungguh-sungguh berbentuk orang dan diwujudkan dengan bentuk cara yang menarik sebagai akibat bertambahnya kemampuan berfikir dari golongan yang ada dalam masyarakat kuno itu dan juga sebagai akibat dari golongan pendeta yang makin lama makin dipercaya dalam tugas-tugas yang berhubungan dengan agama dan yang menentukan cara-cara berhubungan dengan Tuhan atau dewa-dewa di dalam kuil.

5.        Horizon kelima, erat kaitannya dengan hubungan dan sifat-sifat terpenting yang dimiliki oleh horizon keagamaan sebelumnya, yitu bertambahnya kemampuan untuk renungan-renungan yang konseptual dalam bentuk kebudayaan kuno tersebut, kemudian untuk membentuk konsepsi-konsepsi moral dan agama dari keadaan-keadaan yang memungkinkan perkembangan tokoh-tokoh besar, seperti para Nabi, filosof, dana tokoh-tokoh yang mengajarkan akhlaq dan agama, yaitu kira-kira sejak 2.000 tahun sebelum Masehi sampai zaman berikutnya, memungkinkan untuk menanamkan horizon ini dengan horizon kenabian.
Horizon ini seolah-olah berkembang pada satu pihak pada saat-saat tertentu yaitu pada abad ke-9 sampai abad ke-3 sebelum Masehi dan pada daerah-daerah tertentu yang terbentang sejak Mesir sampai Yunani, melalui palestina sampai mesopotamia sampai ke india dan tiongkok, muncullah sejumlah guru dan pemikir dengan corak berfikir sebagai bangsa yang beradab dan berpengaruh besar terhadap agama dan filsafat sampai pada zaman sekarang ini. Seolah-olah diatur dalam ruang dan waktu yang sempit itu terdapatlah sejumlah ahli-ahli filsafat dalam zaman keagungan Yunani, Nabi-nabi bangsa Israel, ahli-ahli filsafat dan tokoh-tokoh Sufi di India kuno, termasuk Budha dan tokoh-tokoh yang mengajarkan soal-soal akhlaq dan agama di Tiongkok yang biasanya dihubungkan dengan nama zaman Confusius.
Disaming itu dapat ditambahkan tokoh-tokoh pemikir yang terdiri dari raja-raja dan pendeta-pendeta di Mesir dan Metopotamia, seperti pemikir agama yang luar biasa, ialah raja Akhenaton dan raja pembuat undang-undang Hammurabi.Di Palestina dapat kita sebutkat Rasul-rasul Bani Israil, ialah Ibrahim dan Musa.Di Iran dan Persia dapat kita sebutkan Zoroaster.Zoroaster adalah seorang nabi bagi bangsa Indo Iran dan Persia.Zoroaster membawa kabar gembira pada suatu bangsa yang sedang mengerjaka suatu daerah pertanian secara besar-besaran dan ajarannya adalah monoteisme. Akibat lainnya dari perkembangan individu dalam kebudayaan kuno itu, ialah munculnya agama yang diajarkan oleh tokoh-tokoh besar seperti Zoroaster, Budha, Muhammad, Musa, dan beberapa nabi bangsa Hebrew dan Yesus Kristus.
Ajaran Islam yang demikian telah mendorong umatnya untuk mengerahkan segala daya dan upaya bagi kebaikan dan kesejahteraan umat manusia, termasuk dalam pengembangan kebudayaan.Upaya-upaya tersebut kemudian telah menghasilkan suatu prestasi peradaban baru yang tinggi yang dikenal dengan “peradaban Islam” yang dalam sejarahnya telah memberikan andil yang cukup besar bagi kemajuan peradaban dunia.Ayat-ayat Alquran memang banyak memberikan dorongan kepada umat manusia bagi pengembangan kebudayaan.[31]
Sifat akomodatif Islam terhadap budaya tidak berarti bahwa Islam menerima begitu saja segala wujud kebudayaan yang ada.Karena jika demikian Islam seolah-olah dipahami tidak memiliki nilai-nilai dasar bagi pengembangan kebudayaan.
Motivasi yang diberikan Alquran dan hadis nabi dalam hal pengembangan budaya dalam sejarah Islam terbukti telah menghasilkan pretasi budaya yang luar biasa.Puncaknya sebagaimana terlihat pada masa Abbasiah yang kemudian dikenal dengan kebudayaan Islam.Prestasi demikian didukung oleh peran penguasa Islam (khalifah), yang memberikan perhatian terhadap pengembangan budaya. Para ilmuwan sangat dilindungi, diberikan perhatian yang istimewa oleh para penguasa tanpa memandang latar belakang ilmuwan tersebut: apakah beragama Islam atau tidak, bangsa Arab atau tidak. Tidak hanya itu, orang-orang yang kaya yang memiliki harta berlimpah juga umumnya sangat menaruh perhatian yang cukup besar dalam hal pengembangan budaya. Sebagian harta mereka digunakan untuk pengembangan budaya Dengan kata lain segenap elemen masyarakat terlibat dan mendukung dalam hal pengembangan ilmu dan budaya. Kondisi demikianlah yang menyebabkan umat Islam berhasil menjadi bangsa yang besar bangsa yang memiliki prestasi luar biasa dalam melahirkan budaya, yang dikenal dengan kebudayaan Islam.Kebudayaan ini sesungguhnya lahir dari kemampuan umat Islam dalam mengembangkan berbagai budaya yang telah berkembang dan mapan pada masa sebelumnya, terutama kebudayaan Romawi, dan Persia.
Kebudayaan yang dikembangkan oleh umat Islam tersebut meliputi berbagai bidang keilmuwan, seperti Medis, Astronomi, Fisika, Matematika, arsitektur, dan ilmu-ilmu lain di samping ilmu agama. Ilmuwan-ilmuwan yang sangat berjasa dalam pengembangan ilmu tersebut di antaranya adalah Ibn Rusyd, Al-Farabi, Al-Kindi (Filosof), Ibn Sina (kedokteran), Al-Mawardi (tata negara), Al-Biruni (Fisika), Al-Khawarizmi, Umar Khayyam (matematika), dan lain-lain.
            Kebudayaan Islam pada masa itu dianggap sebagai yang spektakuler’ sungguh prestasi budaya yang sangat tinggi di saat kebudayaan lain,khususnya Eropa masih dalam tahap kemunduran .[32]
Hubungan yang terjalin di antar agama dan kebudayan dapat dilakukan dengan mengenal secara utuh esensi, tujuan dan peran agama dan kebudayaan dalam masyarakat.
Meski sebagian orang mengingkari adanya hubungan antara agama dan kebudayaan namun sejatinya pandangan ini tidak memiliki dasar dan pijakan.Adapun perkara bahwa sebagian unsur dari kebudayaan lantaran tidak sejalan dengan tujuan-tujuan transedental agama samawi yaitu sampainya manusia kepada kesempurnaan, bertolak belakang dengan agama atas alasan ini tidak diterima oleh agama, merupakan perkara yang jelas.Akan tetapi banyak unsur kebudayaan yang sejalan dengan program dan agenda agama.Dan adalah suatu hal yang wajar apabila mendapatkan sokongan agama. Dari sisi yang lain, banyak hal dari kebudayaan yang disuguhkan dalam tataran  nilai-nilai yang dimunculkan dari agama. 
Ø    Dalil-dalil dalam Al-Qur’an
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan kebersamaan dalam kehidupannya.Semua itu adalah dalam rangka saling memberi dan saling mengambil manfaat.Orang kaya tidak dapat hidup tanpa orang miskin yang menjadi pembantunya, pegawainya, sopirnya, dan seterusnya.Demikian pula orang miskin tidak dapat hidup tanpa orang kaya yang mempekerjakan dan mengupahnya.Demikianlah seterusnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:      
أَهُمْيَقْسِمُوْنَرَحْمَةَرَبِّكَنَحْنُقَسَمْنَابَيْنَهُمْمَعِيْشَتَهُمْفِيالْحَيَاةِالدُّنْيَاوَرَفَعْنَابَعْضَهُمْفَوْقَبَعْضٍدَرَجَاتٍلِيَتَّخِذَبَعْضُهُمْبَعْضًاسُخْرِيًّاوَرَحْمَةُرَبِّكَخَيْرٌمِمَّايَجْمَعُوْنَ
Artinya : “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Az-Zukhruf: 32)
Kebutuhan untuk berkelompok ini merupakan naluri yang alamiah, sehingga kemudian muncullah ikatan-ikatan – bahkan pada manusia purba sekalipun.Kita mengenal adanya ikatan keluarga, ikatan kesukuan, dan pada manusia modern adanya ikatan profesi, ikatan negara, ikatan bangsa, hingga ikatan peradaban dan ikatan agama.[33]



TABEL HUBUNGAN AGAMA DENGAN SOSIAL BUDAYA
No.
Agama
No.
Sosial budaya
contoh
keterangan
1.
Sitem social
1.
Keseluruhan
Keyakinan adat istiadat
Warisan yang diturunkan
2.
Kekuatan-kekuatan neonpiris
2.
Warisan social
Perayaan maulid nabi
Menjadi maulidan
3.
Kepentingan atau keselamatan
3.
Cara berfikir
Menjauhi petir ketika hujan
Keyakinan diberikan kepada masyarakat
4.
Emosi keagamaan
4.
Abstraksi dari tingkah laku
Egois dalam keagamaan
Terlalu fanatic dalam agama
5.
System keyakinan
5.
Teori pada pihak antropolog
Interaksi sosial
sosialisasi
6.
System ritus dan upacara
6.
Gudang hasil belajar
pancasila
Kepercayaan dalam kehidupan sosisal
7.
Peralatan ritus dan upacara
7.
Seperangkat orientai-orientasi standar
Sesajen
Benda yang diyakini
8.
Umat beragama
8.
Tingkah laku
Tahlilan (agama islam)
Kebiasaan yang dilakukan


C.      ANALISIS DAN DISKUSI
1.        Analisis
            Menurut pendapat kelompok kami sebelum kita mengetahui arti tentang sosiologi agama, kita harus mengetahui terlebih dahulu tentang sosiologi, dan lanjut ke pengertian agama, langkah yang terakhir adalah kita bisa menyimpulkan sendiri apa itu yang dimaksud dengan sosiologi agama secara etimologi maupun terminologi.
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kehidupan bersama dalam masyarakat. Dalam masyarakat terdapat individu, keluarga, kelompok, organisasi, aturan-aturan dan lembaga-lembaga, yang kesemuanya itu merupakan suatu kebulatan yang utuh.Dalam hal ini sosiologi ingin mengetahui kehidupan bersama dalam masyarakat, baik yang menyangkut latar belakang, permasalahan dan sebabmusababnya.Untuk mengetahui kehidupan bersama tersebut diperlukan suatu teori.
Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan bersama dalam masyarakat akan senantiasa berkembang terus, terutama apabila masyarakat menghadapi ancaman terhadap pedoman yang pada masanya telah mereka gunakan. Krisis yang demikian cepat atau lambat akan melahirkan pemikiran sosiologis.
Bicara mengenai sosiologi, langsung atau tidak langsung membicarakan diri kita sendiri, membicarakan keluarga dan lingkungan kita.Dan ternyata, pembicaraan ini tidak pernah ada ujungnya, karena seiring dengan perubahan zaman dan kemajuan technologi, sikap dan perilaku manusia juga ikut berubah. Intinya saya mau tanya, kira kira siapa yang dianggap ahli sosiologi pada zaman sekarang ini. Kalau memang ada, kita harapkan beliau bisa merumuskan dengan tepat sehingga bisa dijadikan bahan pendekatan dan peyelesaian masalah bangsa kita pada saat ini, terutama bagaimana dengan ilmu sosiologi bisa menghilangkan korupsi di Indonesia. Artinya, Pakar Sosiologi jangan hanya mempelajari atau menganalisa yang sudah atau sedang terjadi, bagaimana kalau mengadakan kajian bagaimana sifat bangsa Indonesia dalam kurun waktu satu atau dua dekade mendatang, sehingga dengan kajian tersebut bisa mengeleminasi kemungkinan buruk yang bisa terjadi.
Agama adalah kehidupan manusia sebagai individu berfungsi sebagai suatu system nilai yang memuat norma-norma tertentu.Secara umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya.Sebagai system nilai agama memiliki arti khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk cirri khas. Menurut Mc. Guire, diri manusia memiliki bentuk system nilai tertentu. System nilai ini merupakan suatu yang dianggap bermakna bagi dirinya. System ini dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi. Perangkat system ini dipengaruhi oleh keluarga, teman, institusi pendidikan dan masyarakat luas. Menurut kelompok kami agama adalah idiologi, cara pandang seseorang bagaimana orang itu menentukan arah hidupnya di dunia ini. Jika seseorang tidak memiliki agama sama saja dengan orang itu tidak punya dasar atau pandangan hidup, dan akan mengalami kesusahan karena tidak tahu tujuan hidup sesungguhnya. Agama memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari, agama mempengaruhi pola piker dan perilaku seseorang.
Sedangakan sosiologi agama adalah hubungan timbal balik antara agama dan seluruh masyarakat, bagaimana masyarakat itu sendiri mengaplikasikan, karena agama dimasyarakat tidak hanya satu tapi ada beberapa agama. Jadi setiap agama berbeda-beda pespektif bagaimana mengartikan sosiologi agama. Kenapa bisa berbeda? Karena dalam pandangan tersebut terdapat unsur agamanya, jelas sekali agama yang satu dengan agama yang lain berbeda pula cara menafsirkan tentang sosiologi agama.
Akan tetapi dalam artian yang lebih umum, bahwa pengertian sosiologi agama adalah suatu ilmu budaya empiris, profane, dan positif yang menuju kepada pengetahuan umum, yang jernih dan pasti dari struktur, fungsi-fungsi dan perubahan-perubahan kelompok keagamaan, dan gejala-gejala kekelompokan keagamaan.Kami setuju dengan pendapat Drs. D. Hendropuspito, O.C dalam bukunya "Sosiologi Agama" menerangkan bahwa sosiologi agama adalah suatu cabang sosiologi umum yang mempelajari masyarakat agama secara sosiologis guna mencapai keterangan-keterangan ilmiah dan pasti demi kepentingan masyarakat agama itu sendiri dan masyarakat luas pada umumnya.
Karena Sosiologi agama merupakan ilmu agama yang dipandang dari segi sosial dimana seseorang diharapkan mampu menempatkan segala sikap, perilaku serta cara berpakaian dimanapun tempatnya agar seseorang itu dapat menyatu dan menyesuaikan dirinya di lingkungan manapun, dalam artian masyarakat diperboleh menentukan segala sesuatu sesuai dengan situasi, kondisi dan lingkungan sekitar tanpa mengabaikan nilai dan dasar agama. Dengan begitu kita tidak akan merasa aneh dengan orang-orang sekitar, tetapi kita juga masih dalam taraf wajar sesuai dengan ketentuan agama yang kita anut atau yakini.

2.        Diskusi
D.      KESIMPULAN
Unsur-unsur agama
1.        Agama disebut jenis sistem sosial. Ini hendak menjelaskan bahwa agama adalah suatu fenomena sosial, suatu peristiwa kemasyarakatan. Suatu sistem sosial dapat dianalisis, karena terdiri atas kaidah yang kompleks dan peraturan yang dibuat saling berkaitan dan terarahkan kepada tujuan tertentu.
2.        Agama berporos pada kekuatan-kekuatan nonempiris. Ungkapan ini menjelaskan bahwa agama itu khas berkaitan dengan kekuatan-kekuatan dari ?dunia luar? yang di?huni?oleh kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi daripada kekuatan manusia dan dipercayai sebagai arwah, roh-roh dan roh tertinggi.
3.        Manusia mendayagunakan kekuatan-kekuatan di atas untuk kepentingannya sendiri dan masyarakat sekitarnya. Yang dimaksud dengan kepentingan (keselamatan) ialah keselamatan di dalam dunia sekarang ini dan keselamatan di?dunia lain? yang dimasuki manusia setelah kematian.
4.        Emosi keagaman adalah suatu tingkah laku dalam kehidupan yang menyatakan kepercayaan dalam kehidupan
5.        Sistem keyakinan adalah suatu ajaran atau anutan yang di percayai atau di yakini dalam suatu kehidupan
6.        Sitem ritus dan upacara adalah pengadaan suatu acara yang di adakan di suatu tempat yang di yakini di dalam suatu kehidupan masyarakat
7.        Peralatan ritus dan upacara adalah dalam suatu pengadaan acara yang di yakini dalam kehiduapan terdapat benda- benda yang diyakini sebagai perantara
8.        Umat beragama adalah suatu masyarakat yang meyakini suatu kepercayaan yang di anut dalam kehidupan
Pengertian secara etimologi dan terminologi sosial dan budaya
Pengertian Agama secara Etimologi
1.        Agama adalah keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan; akidah din (ul); ajaran/kepercayaan yang mempengaruhi satu atau beberapa kekuatan ghaib yang mengatur dan menguasai alam, manusia dan jalan hidupnya.
2.        Agama adalah keyakinan, religi; kepercayaan; beragama / beriman, memegang kitab, memeluk / menganut agama, keagamaan / keimanan, religiositas.
3.        Agama adalah segenap kepercayaan (kepada Tuhan, dewa,dsb) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu: misalnya Islam, Buddha, Kristen; kaum, orang-orang yang beragama memeluk: menjadi orang yang beragama (Islam dsb) menjalankan, beribadat; melakukan segala sesuatu menurut agama.
4.        Agama adalah bahasa Indonesia, yang berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “a” yang berarti “tidak” dan “gama” yang berarti “kacau”. Jadi “agama” berarti kacau, dengan pengertian terdapat ketentraman dalam berfikir sesuai dengan pengetahuan dan kepercayaan yang mendasari kelakuan “tidak kacau” itu.
5.        Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latinreligio dan berakar pada kata kerjare-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Pengertian Agama secara Terminologi
Dalam Islam, agama disebut al-Din (the religion). Al Din hanya untuk agama Islam sebab hanya ada dalam al-Qur’an. Sedangkan agama-agama lain disebut adyan (religious) atau din (a religion).
Elliade mendefiniskan agama sebagai “seperangkat nilai, ide, atau pengalaman yang berkembang dalam acuan cultural.”Menurut Smith tidak ada pengertian agama yang altinitif. Ada empat hal yang terkandung dalam pengertian agama: (1) suatu kesalehan pribadi yang mengacu kepada kualitas kehidupan keagamaan seseorang; (2) dan (3) terdapat kata yang memperlihatkan suatu system yang jelas tentang kepercayaan, praktik-praktik dan nilai-nilainya. (4) terdapat “agama” yang disajikan secara umum, yaitu “agama pada umumnya”. Pengertian pertama membedakan seseorang dengan orang lain dalam hal mengayatan agamanya; pengertian kedua dan ketiga membedakannya dengan agama yang lain; dan pengertian keempat membedakan agama denga aspek kehidupan manusia, seperti ekonomi, sosial, dan seni. Akibatnya, diskursus agama dalam negara sudah jelas.
unsur-unsur sosial budaya
b.        Keseluruhan suatu hidup masyarakat
c.         Warisan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya
d.        Suatu cara berfikir, merasa dan percaya
e.         Suatu abstraksi dari tingkah laku
f.         Suatu teori pada pihak antropolok tentang cara suatu kelompok masyarakat nyatanya bertingkah laku
g.        Suatu gudang untuk mengumpulkan hasil belajar
h.        Seperangkat orientasi-orientasi standar pada masalah-masalah yang sedang berlangsung
i.          Tingkah laku yang dipelajari
j.          Suatu mekanisme untuk penataan tingkah laku yang bersifat normative
k.        Seperangkat teknik untuk menyesuakan diri dengan lingkungan luar maupun dengan orang lain
l.          Suatu endapan sejarah.

Hubungan  agama dengan sosial budaya
Agama adalah unsur sentral kebudayaan dan fundamental.Kebudayaan dalam arti keseluruhan, isi konkrit yang ter kandung didalamnya dapat saja menjadi harmonis atau konflik dengan situasi yang berkembang dalam masyarakat.Asumsi ini dapat membantu kita bahwa dalam kaitannya hubungan agama dengan kebudayaan itu agama memegang peran penting bagi manusia. Gambaran tentang hubungan agama dengan kebudayaan adalah sebagai berikut :pertama, suatu “rancangan dramatis” yang berfungsi untuk mendapatkan kembali sense of flux atau gerak yang sinambung dengan cara menanamkan pesan dan proses serentak dengan penampilan tujuan, maksud dan bentuk historis. Kedua, agama, seperti halnya kebudayaan, merupakan transformasi simbolis pengalaman yang bagi orang beragama sebagai suatu penyelamatan, narural atau super natural, dalam makna pengalaman yang lebih dalam. Ketiga, agama merupakan “sistem pertahanan” yaitu kepercayaan dan sikap yang akan melindungi kita melawan kesangsian, kebimbangan dan agresi yang menjengkelkan. Keempat, agama juga merupakan suatu “sitem pengarahan” yang tersusun dari unsur-unsur normatif yang membentuk jawaban dari berbagai tingkat pemikiran, perasaan, dan perbuatan.Kelima, agama juga mencakup “simbol ekonomi” yang mengalokasikan nilai-nilai simbolis dalam bobotr yang berbeda-beda.






DAFTAR PUSTAKA
Mubaraq, Zulfi. 2010. Sosiologi Agama. Malang: UIN-MALIKI PRESS
Manaf, Mudjahid Abdul. 1996. Sejarah Agama-Agama. Jakarta: PTRajaGrafindoPersada
Tim Gama Press.2010.Kamus Ilmiah Populer edisi Lengkap. Jakarta: Penerbit Gama Press
Shadily. Hassan. 1973 Ensiklopedia Umum. Jakarta: Penerbit Jajasan Kanisius
Ishomuddin. 2002. Sosiologi Agama. Jakarta Selatan: Ghalia Indonesia
Sidi gazalba, kebudayaaan sebagai ilmu.Jakarta: Pustaka Antara
At-Tirmidzi dalam Sunan-nya 4/465, cet. Musthafa Al-Babi, Mesir, cet. II
Kahmad. Dadang. 2000. Metode Penelitian Agama. Bandung: CV PUSTAKA SETIA



[1]M. Fauzi,2007: 25
[2]Muh. Fuad (2007:73)
[3]Dadang kahamad,Metodologi penelitian agama,putaka setia bandung , november 1999
[4]Bustanuddin Agus (2006: 60)
[5]Ibid, dadang kahamad.

[6] Drs. Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, 1997, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal 1
[7]Tim Gama Press, Kamus Ilmiah Populer edisi Lengkap, 2010: Penerbit Gama Press, hal 21
[8]Ibid, hal 9
[9] Hassan Shadily, Ensiklopedia Umum, 1973, Jakarta: Penerbit Jajasan Kanisius, hal 18
[10] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, 2010, Malang: UIN-Maliki Press, hal 2. Lihat Narwoko dan Suyanto, sosiologi, 3
[11] http://id.wikipedia.org/wiki/Agama
[12]Ibid hal 3. Lihat Ishomuddin, Pengantar Sosiologi Agama, 2002, Jakarta: PT Ghalia Indonesia, hal 84
[13][13]Ibid, hal 6. Lihat Kahmad, Sosiologi Agama, 16-17
[14]Ibid, hal 6. Lihat Kahmad, Sosiologi Agama, 16-17
[15]Ishomuddin, Pengantar Sosiologi Agama, 2002, Jakarta: PT Ghalia Indonesia, hal 29
[16] Ibid, hal 30
[17] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, 2010, Malang: UIN-Maliki Press, hal 70. Lihat Soerjono Soekanto,
Sosiologi:suatu pengantar hal 153-154
[18] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, 2010, Malang: UIN-Maliki Press, hal 70. Lihat Soekanto, sosiologi,   
hal  154
[19]http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
[20] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, 2010, Malang: UIN-Maliki Press, hal 70. Lihat ibid
[21] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, 2010, Malang: UIN-Maliki Press, hal 71. Lihat Soekanto, sosiologi
hal 154-155
[22] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, 2010, Malang: UIN-Maliki Press, hal 71. Lihat Clifford Geertz, Tafsir
Kebudayaan hal 4-5
[23] Sidi gazalba, kebudayaaan sebagai ilmu,(Jakarta: Pustaka Antara) hal.1
[24]Lihat, Soerjono soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada) hal.150,151
[25]Lihat, Soerjono soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada) hal.150,133
[26] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, 2010, Malang: UIN-Maliki Press, hal 72. Lihat Thomas F.O’Dea, Sosiologi Agama Suatu Pengantar Awal hal 216

[27]Ibid., hal 72
[28] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, 2010, Malang: UIN-Maliki Press, hal 73. Lihat Mohammad Damami, Makna Agama dalam Masyarakat Jawa hal 91-92

[29] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, 2010, Malang: UIN-Maliki Press, hal 73. Lihat Syamsudin Abdullah, Agama dan Masyarakat : Pendekatan Sosiologi Agama hal 20-25
[30] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, 2010, Malang: UIN-Maliki Press, hal 73. Lihat Syamsudin Abdullah, Agama dan Masyarakat : Pendekatan Sosiologi Agama hal 20-25

[31]www.agnisyahputra.blogspot.com/makalah isbd tanggal 18Oktober 2013
[32]http://mandirajaagus.blogspot.com/2011/04/sosiologi-agama.html tgl 18.10.20123 jam 9.30
[33]Shahih, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam Sunan-nya 4/465, cet. Musthafa Al-Babi, Mesir, cet. II

0 komentar:

Posting Komentar