B A B II
PEMBAHASAN
2.1.
ORGANISASI MUHAMMADIYAH
2.1.1. SEJARAH
BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
Organisasi Muhammadiyah
didirikan di Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah tahun 1330 Hijriyah atau 18
Nopember 1912 Masehi[1].
Organisasi ini didirian oleh KH Ahmad Dahlan dan merupakan salah satu
organisasi islam yang tertua[2].
Muhammadiyah bersama Nahdlatul Ulama (NU) sering disebut sebagai dua pilar atau
sayap islam di Nusantara.[3]
Nama kecil KH Muhammad
Dahlan ialah Muhammad Darwis. Semasa kecilnya, Muhammad Darwis tak pernah pergi
ke sekolah. Ayah Darwis sendirilah yang mendidiknya, seperti mengaji sebelum
mengirimkannya ke ulama lain untuk memperdalam agamanya. Kemudian ia menuntut
ilmu di Mekkah dan melaksanakan ibadah haji pada tahun 1890 saat ia berusia 22
tahun. Setelah melaksanakan haji, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Beliau
pernah berguru selama 2 tahun kepada Syekh Ahmad Chatib, ulama kelahiran
Bukittinggi yang berkedudukan di Masjid Al-Haram sebagai imam mazhab Syafii.
Beliau juga diperkenalkan kepada Hasyim Asy’ari, yang kelak menjadi pendiri NU.[4]
Sekembalinya dari
Mekkah, beliau mulai mempraktekkan ilmu falak (astronomi) di Yogya. Hal yang
pertama yang beliau coba ialah mengenai arah kiblat shalat. Saat itu, di
Indonesia orang melakukan shalat persis menghadap ke barat. Padahal, menurut
perhitungan Dahlan, seharusnya agak ke utara sedikit. Ketika beliau mencoba
membuat garis shaf baru di masjid Kesultanan Yogyakarta, penghulu masjid
menjadi murka. Penghulu tersebut bersama anak buahnya berniat merusak surau
Dahlan. Karena peristiwa itu, Dahlan berniat hijrah dari Yogya, namun Kyai
Shaleh, kakak iparnya mengurungkan niatnya. Kemudian Dahlan menyebarkan
fatwa-fatwanya tersebut sambil berdagang.
Tahun 1909 beliau masuk
ke Budi Utomo. Mengingat anggota Budi Utomo umumnya akan bekerja di
pemerintahan, beliau berharap dapat mengajarkan agamanya di sekolah-sekolah
pemerintah. Harapan tersebut disambut mantap oleh kalangan Budi Utomo karena
ajaran Dahlan membuat islam terasa selaras dengan cara berfikir anggota
perkumpulan itu.
Pada suatu saat, mereka
menganjurkan agar Dahlan membentuk organisasi bagi penyebaran pahamnya.
Alhasil, pada tanggal 18 Nopember 1912, Muhammadiyah resmi berdiri. Ada dua
tujuan berdirinya Muhammadiyah ini[5]:
a) Menyebarkan pengajaran
Kanjeng nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputra di dalam regentie
Djogjakarta.
b) Memajukan hal agama
islam kepada anggota-anggotanya.
Dalam perkembangannya, Muhammadiyah
terus saja membangun sekolah, masjid, poliklinik, dan kegiatan sosial lainnya.
Muhammadiyah memang sudah menjadi kultur, bukan lagi organisasi. Seperti yang
dikatakan oleh Taufik Abdullah, organisasi pembawa tradisi pembaruan Islam di
Indonesia[6].
2.1.2.
PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah
adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai
orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan
utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini
sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah
tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan
Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat
yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah lembaga pendidikan
yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan). Menampilkan ajaran Islam
bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan
berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan
tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang
ekstrem.
Dalam
pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang artinya :
“Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung”.
Ayat
tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya
umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak,
yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir
ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha
dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya
organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.[7]
Muhammadiyah yang
merupakan sebuah gerakan sosial keagamaan yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan
ini tak lepas dari gerakan pembaharuan dan suatu fenomena modern pada saat ini.
Ciri kemodernan ini, menurut Dr. M. Amien Rais, ada tiga hal pokok:
a) Bentuk gerakannya yang
terorganisasi.
b) Aktivitas pendidikannya
yang mengacu pada model sekolah modern untuk ukuran zamannya.
c) Pendekatan teknologis
yang digunakan dalam mengembangkan aktivitas organisasi terutama amal usahanya.
Kendatipun Muhammadiyah
lahir sebagai suatu perwujudan dari suatu proses pemikiran yang mendalam,
tetapi yang diberikan Muhammadiyah kepada masyarakat bukanlah dalam bentuk
gerakan pemikiran semata-mata, akan terapi diaplikasikan berupa amal nyata di
tengah-tengah masyarakat.[8]
Muhammadiyah adalah
persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakannya ialah Dakwah
Islam dan Amar Ma'ruf nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang, yaitu
perseorangan dan masyarakat. Dakwah dan Amar Ma'ruf nahi Munkar pada bidang
pertama terbagi kepada dua golongan, antara lain kepada yang telah Islam
bersifat pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran Islam yang
asli dan murni; dan yang kedua kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan
ajakan untuk memeluk agama Islam.
Adapun da'wah Islam dan
Amar Ma'ruf nahi Munkar bidang kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat
kebaikan dan bimbingan serta peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan dengan
dasar taqwa dan mengharap keridlaan Allah semata-mata.
Dengan melaksanakan
dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing yang
sesuai, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah
"Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.[9]
2.2.
ORGANISASI NAHDLATUL ULAMA’ (NU)
2.2.1. SEJARAH
BERDIRINYA NAHDLATUL ULAMA’ (NU)
Nahdlatul Ulama
(Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah
sebuah organisasi Islam yang terbesar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 oleh KH Hasyim Asy’ari
dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Tujuan didirikannya NU
adalah menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di
tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Keterbelakangan baik
secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah
kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui
jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat
kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar
terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai
jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang
selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi
pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan
pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum
santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki
perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul
Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan
yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak
pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut. Dengan sikapnya yang berbeda
itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan
pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain
menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy'ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.
Didorong oleh minatnya
yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap
pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat
delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan
pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru
umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga
saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka
masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang
berhasil memper-juangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan
peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Berangkan komite dan
berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa
perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis,
untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan
berbagai kyai, akhirnya muncul
kese-pakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama
(Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini
dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip
dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal
Jamaah. Kedua kitab tersebut
kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan
bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.[10]
2.2.2.
PEMIKIRAN-PEMIKIRAN NAHDLATUL ULAMA’ (NU)
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir
yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan
kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik.
Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan
Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah.
Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang
mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah
pada tahun 1984, merupakan momentum
penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta
merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial.
Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil
kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
Dalam menentukan basis
pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang perlu diperjelas, yaitu
anggota, pendukung atau simpatisan dan Muslim tradisionalis yang sepaham dengan
NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari ini
tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu. Karena sampai hari
ini tidak ada upaya serius di tumbuh NU di tingkat apapun untuk mengelola
keanggotaannya. Dari segi pendukung atau simpatisan ada dua cara melihatnya.
Dari segi politik, ini bisa dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai
yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKBU, PNU, PKU, Partai
SUNI, dan sebagian dari PPP. Dari segi paham keagamaan maka bisa dilihat dari
jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU. Maka dalam hal ini
bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yiatu berkisar 48% dari
Muslim santri Indonesia. Suaidi Asyari (Nalar Politik NU & Muhammadiyah,
2009) memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri Indonesia dapat
dikatakan pendukung atau pengikut paham keagamaan NU. Sedangkan jumlah Muslim
santri yang disebut sampai 80 juta atau lebih merupakan mereka yang sama paham
keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Belum tentu mereka ini semuanya warga
atau mau disebut berafiliasi dengan NU. Mayoritas pengikut NU terdapat di pulau
Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Perkembangan terakhir pengikut NU
mempunyai profesi beragam yang sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata,
baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena
secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama, selain itu mereka juga sangat
menjiwai ajaran ahlususunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan
cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan
cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini
mengalami pergeseran, sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi,
maka penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor
industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor petani di
pedesaan, maka saat di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian
juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga
semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama
ini. Belakangan ini NU sudah memiliki sejumlah doktor atau magister dalam
berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-Islam-an baik dari dalam maupun luar
negeri, termasuk negara-negara Barat. Hanya saja para doktor dan magister ini
belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU hampir di setiap
lapisan kepengurusan NU.
Usaha-usaha yang
dilakukan organisasi NU antara lain:
a) Di bidang agama,
melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak
pada semangat persatuan dalam perbedaan.
b) Di bidang pendidikan,
menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk
membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini
terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah
tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
c) Di bidang sosial
budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan
nilai keislaman dan kemanusiaan.
d) Di bidang ekonomi,
mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan
mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT
dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
e) Mengembangkan usaha
lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi
yang terbaik bagi masyrakat.
Pertama kali NU terjun
pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada
tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan merahil 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante.
Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai
partai yang mendukung Sukarno. Setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai salah satu golongan yang aktif
menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Ansor.
Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB
memperoleh 52 kursi DPR.[11]
2.3.
KELOMPOK HARAKAH
2.2.3 Pengertian
Kelompok Harakah
Dalam kamus Lisan
al-Arab (1/614), kata al-harakah berasal dari kata haruka, yang memiliki
arti lawan dari kata diam atau tidak bergerak, berarti ha-rakah adalah sesuatu
yang bergerak atau suatu gerakan.
Secara
bahasa, arti umum harakah adalah perpindahan tubuh dari satu tempat ke tempat tertentu menuju tempat lainnya.
Hal tersebut menandakan adanya
langkah-langkah dan usaha-usaha yang terus bergerak dari satu posisi
menuju posisi yang lain atau dari satu keadaan menuju keadaan yang lain.
Dari sini dapat difahami bahwa al-Harakah al-Islamiyyah
berarti langkah-langkah, usaha-usaha dan
gerakan-gerakan yang bersifat Islami, yaitu berdasarkan asas-asas,
aturan-aturan dan nilai-nilai Islam, baik dalam tujuan, aqidah sikap
maupun dalam suluknya.
Harakah Nahdhah
Islamiyah, di ketuai oleh Rashid Ganushi didirikan pada tahun 1981. Harakah ini menamakan
dirinya " Harakah Suniyyah Untuk Masyarakat Islami"di singkat : HASMI
Nama resmi telah di pilih untuk menggambarkan dasar, sifat dan tujuan harakah.
Sekedar untuk menjelaskan gambaran tersebut, kami mencoba menjelaskan kandungan
nama ini sesingkat mungkin.
2.2.4 Visi dan Misi
HASMI
Visi
Dengan slogan yang ada harakah ini memiliki visi sebagai pelopor untuk sebuah gerakan kebangkitan yang akan mengeluarkan umat islam dari keterpurukan menuju cahaya kejayaan. dan mengeluarkan setiap manusia dari problematika yang menjadi penyebab utama keterpurukan tersebut. sehingga terbentuklah tatanan masyarakat yang berazaskan pada aturan-aturan syariah yang aman sentosa.
Dengan slogan yang ada harakah ini memiliki visi sebagai pelopor untuk sebuah gerakan kebangkitan yang akan mengeluarkan umat islam dari keterpurukan menuju cahaya kejayaan. dan mengeluarkan setiap manusia dari problematika yang menjadi penyebab utama keterpurukan tersebut. sehingga terbentuklah tatanan masyarakat yang berazaskan pada aturan-aturan syariah yang aman sentosa.
Misi
Adapun misi utama kami
adalah "Berdirinya masyarakat Islami di Indonesia" yaitu masyarakat
yang secara kolektif atau perorangan dinaungi dan dituntun oleh norma-norma
Islam yang suci. Jalan pelaksanaan misi ini harus melalui pengentasan
keter-purukan ruhani dengan memfokuskan usaha-usaha kepada pensyi'aran ajaran
Islam yang benar, manhaj golongan yang selamat, Ahlussunnah wal Jama'ah.
Setiap ummat memiliki
spesifikasi problematikanya di setiap zaman dan tempat, dari sekian banyak
problemetika, maka ada beberapa problematika spesifik ummat ini (terutama
Indonesia), yang jika di perbaiki akan baiklah yang lainnya, dan jika setiap
individu sepakat untuk merombaknya yang dimulai dari dirinya sendiri.
2.2.5 Harakah Cinta
Harakah cinta adalah
harakah yang didasarkan Cinta Kepada Allah dan Cinta karena Allah. Kerinduanku
untuk menemukan harakah ini terlalu kuat hingga terkapar lemah karena rindu.
Kepakan sayap-sayap kasih yang membawa misi perjuangan suci telah ternodai oleh
firqah-firqah yang menebar benih-benih perpecahan. Sebagian ayat menyatakan
mereka bangga dengan partainya, organisasinya, kelompoknya mereka terlihat
sama-sama bekerja untuk Islam tapi tak pernah mau bekerja sama untuk mengibarkan
Panji-panji Islam. Mereka sibuk mengusung bendera masing-masing dan melupakan
sunah perjuangan.
2.2.6 Pandangan Harakah Islamiyyah terhadap Cobaan
Harakah menganggap
ujian dan musibah di jalan dakwah sebagai sebuah sunnatullah yang tidak pernah
meleset. Ini adalah sunnah yang berlaku umum, tidak ada pengecualian bagi
seorang mukallaf. Sesungguhnya kehidupan dunia adalah tempat ujian, sedangkan
akhirat adalah tempat balasan. Ujian bisa berupa kesenangan dan kesusahan, dan
ia dihadapi dengan syukur dan sabar.
Harakah Islamiyyah
memandang ujian dan musibah di jalan dakwah dengan pandangan Islami; ujian
merupakan sunnatullah yang tidak pernah berhenti dan meleset. Para da’i
dituntut untuk menyampaikan dakwah kepada manusia, membangun kembali kehidupan
yang Islami, dan mendirikan daulah Islamiyyah. Sudah barang tentu hal ini
membuat para eksekutif dan penguasa bekerja keras untuk melanggengkan kekuasaan
mereka dan menumpahkan kemarahan mereka pada para da’i dalam bentuk
penganiayaan. Yang dituntut dari pada da’i adalah sabar menghadapi hal itu,
tidak mundur dari menunaikan tugas, betapapun situasi dan kondisinya sedemikian
keras. Mereka harus tetap menjalankan kewajiban mereka hingga mencapai tujuan,
atau Allah mengaruniai mereka kesyahidan.
Ujian dan musibah di
jalan dakwah dianggap sebagai bekal bagi para da‘i, cahaya yang menyinari jalan
bagi mereka dan kelompok lain, dan stimulus bagi orang-orang yang tertimpa
ujian untuk teguh di atas kebenaran, mengikuti petunjuknya sampai Allah
memutuskan perkara. Kepada Allah jua segala urusan dikembalikan.
Ujian dapat melahirkan
satu generasi yang jujur kepada Tuhannya, jujur terhadap dirinya sendiri, jujur
terhadap manusia, ikhlas dan bersih, pemberani dan tidak pernah surut langkah,
teguh dan tidak pernah goyah dari tujuan-tujuannya, serta generasi yang
religius dan memiliki hubungan yang kuat dengan Allah dan KitabNya.
B A B III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dengan membahas semua ini, penulis berharap pembaca mampu memahami semua
aspek-aspek dari beberapa organisasi-organisasi yang telah di jabarkan di atas.
Sudah selayaknya kita mengetahui organisasi ini jauh lebih dalam hingga ke
akar-akarnya,terutama sejarah berdirinya dan beberapa pemikiran-pemikiran yang
mereka cetuskan.
Organisasi-organisasi ini membangun Indonesia
agar lebih maju dalam bidang ilmu pengetahuan. Organisasi yang sudah kita
ketahui di pembahasan tadi mempunyai pemikiran dan tujuan yang sama, hanya saja
beberapa aspek sosial, politik dan budaya yang sedikit berbeda. Seperti
Muhammadiyah yang tujuan utamanya adalah mengembalikan
seluruh penyimpangan yang terjadi dalam
proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur
dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
3.2. SARAN
Walapun makalah ini telah di uasahakn penyusunuannya secermat mungkin, namun
tidak tertutup kemungkinan masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dari segi
penjelasan ataupun penulisannya. Oeh karena itu, dengan kerendahan hati penulis
mengharapkan kritik yang sifatnya konstruktif serta koreksi dari pembaca yang
budiman. Dan semoga makalah ini bisa membawa kemanfaatan.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, M. Rusli. 1986. Muhammadiyah
Dalam Kritik dan Komentar. Jakarta: Rajawali.
Nashir, Haedar. 2000. Revitalisasi
Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: BIGRAF Publising.
Rais, Amien. 1995. Intelektualisme
Muhammadiyah. Bandung: Mizan.
Hasyim, Umr. 1990. Muhammadiyah
Jalan Lurus. Surabaya: Bina Ilmu.
Kepribadian
Muhammadiyah. Dikutip dari situs www.muhammadiyah.or.id.
Muhammadiyah. Dikutip dari situs id.wikipedia.org/wiki/muhammadiyah.
Nahdlatul ulama’. Dikutip dari situs id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama.
0 komentar:
Posting Komentar