Senin, 02 Desember 2013

Masalah-Masalah Kemiskinan dan Perubahan Sosial Perspektif Integrasi


BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kemiskinan
Seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan yang melingkupnya sehingga membuat pengertian kemiskinan semakin meluas. Pada saat ini kemiskinan telah menjadi atribut negara-negara dunia ketiga. Fenomena ini telah juga menjadikan Negara maju menjadi atribut “model”. Kemiskinan sekarang sudah tidak hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi melainkan telah meluas hingga berdimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan politik.
Menurut Tulus Tambunan (1996:53) pengertian kemiskinan adalah kondisi kekurangan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan akan makanan, pakaian, perumahan, hidup sehat, pendidikan, komunikasi social dan lainnya. Menurut Prof. DR. Emil Salim yang dimaksud dengan kemiskinan adalah merupakan suatu keadaan yang dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
Kemiskinan berbeda dengan ketimpangan distribusi pendapatan (inequality). Perbedaan ini sangat perlu ditekankan. Kemiskinan berkaitan erat dengan standar hidup yang absolut dari bagian masyarakat tertentu, sedangkan ketimpangan mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat. Pada tingkat ketimpangan yang maksimum, kekayaan dimiliki oleh satu orang saja dan tingkat kemiskinan sangat tinggi.
Menurut Kuncoro, (1997: 102–103). Mengemukakan bahwa kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum.
Definisi tersebut menyiratkan tiga pernyataan dasar, yaitu :
1. Bagaimanakah mengukur standar hidup ?
2. Apa yang dimaksud dengan standar hidup minimum ?
3. Indikator sederhana yang bagaimanakah yang mampu mewakili masalah kemiskinan yang begitu rumit ?
Menurut Basri (1995) bahwa kemiskinan pada dasarnya mengacu pada keadaan serba kekurangan dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan, seperti sandang, pangan, papan, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan lain sebagainya.
Menurut Sallatang (1986) bahwa kemiskinan adalah ketidakcukupan penerimaan pendapatan dan pemilikan kekayaan materi, tanpa mengabaikan standar atau ukuran-ukuran fisiologi, psikologi dan sosial.
Menurut Esmara (1986) mengartikan kemiskinan ekonomi sebagai keterbatasan sumber-sumber ekonomi untuk mempertahankan kehidupan yang layak. Fenomena kemiskinan umumnya dikaitkan dengan kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
Menurut Maxwell (2007) menggunakan istilah kemiskinan untuk menggambarkan keterbatasan pendapatan dan konsumsi, keterbelakangan derajat dan martabat manusia, ketersingkiran sosial, keadaan yang menderita karena sakit, kurangnya kemampuan dan ketidakberfungsian fisik untuk bekerja, kerentanan (dalam menghadapi perubahan politik dan ekonomi), tiadanya keberlanjutan sumber kehidupan, tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, dan adanya perampasan relatif (relative deprivation).
Menurut Friedmann, (1992: 89) sebagai berikut :
1. Powerty line (garis kemiskinan). Yaitu tingkat konsumsi rumah tangga minimum yang dapat diterima secara sosial. Ia biasanya dihitung berdasarkan income yang dua pertiganya digunakan untuk “keranjang pangan” yang dihitung oleh ahli statistik kesejahteraan sebagai persediaan kalori dan protein utama yang paling murah.
2. Absolute and relative poverty (kemiskinan absolut dan relatif). Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang jatuh dibawah standar konsumsi minimum dan karenanya tergantung pada kebaikan (karitas/amal). Sedangkan relatif adalah kemiskinan yang eksis di atas garis kemiskinan absolut yang sering dianggap sebagai kesenjangan antara kelompok miskin dan kelompok non miskin berdasarkan income relatif.
3. Deserving poor adalah kaum miskin yang mau peduli dengan harapan orang-orang non-miskin, bersih, bertanggungjawab, mau menerima pekerjaan apa saja demi memperoleh upah yang ditawarkan.
4. Target population (populasi sasaran adalah kelompok orang tertentu yang dijadikan sebagai objek dan kebijakan serta program pemerintah. Mereka dapat berupa rumah tangga yang dikepalai perempuan, anak-anak, buruh tani yang tak punya lahan, petani tradisional kecil, korban perang dan wabah, serta penghuni kampung kumuh perkotaan.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti (makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan) dan problema yang menuntut adanya suatu upaya pemecahan masalah secara berencana terintegrasi dan menyeluruh dalam waktu singkat.
Kemiskinan merupakan masalah global dimana garis kemiskinan yang menentukan batas minimum pendapatan yang di perlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang mana dipengaruhi oleh 3 hal :
1. Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan. Di pengaruhi oleh tingkatan pendidikan, adat istiadat dan sistem nilai yang dimiliki.
2. Posisi manusia dalam lingkungan sekitar. Posisi manusia dalam lingkungan sosial, bukan ukuran kebutuhan pokok yang menentukan melainkan bagaimana posisi. Pendapatannya ditengah-tengah masyarakat sekitarnya.
3. Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi ditentukan oleh komposisi pangan.
Kemiskinan menurut orang lapangan (umum) dapat dikategorikan ke dalam tiga unsur: (1) kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun mental seseorang, (2) kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam, dan (3) kemiskinan buatan.
Edi Suharto (2009:16) mengungkapkan bahwa pengertian kemiskinan pada hakikatnya menunjuk pada situasi kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang dialami seseorang, baik akibat ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan hidup, maupun akibat ketidakmampuan Negara atau masyarakat memberikan perlindungan sosial kepada warganya.
 Menurut UNDP dalam Cahyat (2004), adalah ketidakmampuan untuk memperluas pilihan-pilihan hidup, antara lain dengan memasukkan penilaian tidak adanya partisipasi dalam pengambilan kebijakan publik sebagai salah satu indikator kemiskinan.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, konsep kemiskinan pada dasarnya berkaitan dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Kebutuhan hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang dapat layak. Jika tingkat pendapatan tidak memenuhi kebutuhan minimum, maka orang atau rumah tangga tersebut dikatakan miskin. Dengan kata lain, kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang atau rumah tangga dengan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimum.
2.2 Macam-Macam Kemiskinan
a)      Kemiskinan absolut
Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya.

b)      Kemiskinan relatif
Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan. Contohnya, seseorang yang tergolong kaya (mampu) pada masyarakat desa tertentu bisa jadi yang termiskin pada masyarakat desa yang lain.

2.3 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:

1.    Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
2.    Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
3.    Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.
4.    Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi.
5.    Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial. Kemiskinan tidak hanya menyangkut tentang pendapatan tetapi juga menyangkut tentang aspek kehidupan lainnya. Kemiskinan di berbagai hal ini disebut dengan kemiskinan plural.
Ada pula beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan yaitu :
a. Pendidikan yang terlampau rendah
Keterbatasan pendidikan atau ketrampilan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja sehingga tidak bisa berbuat apa-apa untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
b. Malas Bekerja
Sikap malas ini seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja atau bersikap pasif dalam hidupnya (sikap bersaksi pada nasib) sehingga cenderung untuk menggantungkan hidupnya pada orang lain baik pada keluarga, saudara atau keluarga yang di pandang mempunyai kemampuan untuk menanggung kebutuhan hidup mereka.
c. Keterbatasan Sumber Dana
Kemiskinan akan melanda suatu masyarakat apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka sering dikatakan oleh para ahli bahwa masyarakat itu miskin karena memang “alamiah miskin (kekayaan alam)”.
d. Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan lapangan kerja akam membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Tetapi secara faktual hal tersebut kecil kemungkinannya karena adanya keterbatasan kemampuan sesorang baik berupa “skill” maupun modal.
e. Keterbatasan Modal
Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.
f. Bahan Keluarga
Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak di imbangi dengan usaha peningkatan pendapatan sudah pasti akan menimbulkan kemiskinan.
Menurut Todaro (2006) memperlihatkan jalinan antara kemiskinan dan keterbelakangan dengan beberapa aspek ekonomi dan aspek non ekonomi. Tiga komponen utama sebagai penyebab keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat, faktor tersebut adalah rendahnya taraf hidup, rendahnya rasa percaya diri dan terbebas kebebasan ketiga aspek tersebut memiliki hubungan timbal balik. Rendahnya taraf hidup disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan, rendahnya pendapatan disebabkan oleh rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja, rendahnya produktivitas tenaga kerja disebabkan oleh tingginya pertumbuhan tenaga kerja, tingginya angka pengangguran dan rendahnya investasi perkapita.
Tingginya angka pengangguran disebabkan oleh tingginya tingkat pertumbuhan tenaga kerja dan rendahnya investasi perkapita, dan tingginya pertumbuhan tenaga kerja disebabkan oleh penurunan tingkat kematian dan rendahnya investasi perkapita disebabkan oleh tingginya ketergantungan terhadap teknologi asing yang hemat tenaga kerja. Selanjutnya rendahnya tingkat pendapatan berpengaruh terhadap tingkat kesehatan, kesempatan pendidikan, pertumbuhan tenaga kerja dan investasi perkapita.

2.4  Upaya Pemecahan Masalah Kemiskinan
Cara pemecahan masalah kemiskinan yang paling penting adalah :
1. Latihan Pendidikan Ketrampilan
Dengan adanya latihan ketrampilan ini diharapkan seseorang atau anggota masyarakat mempunyai bekal kemampuan untuk terjun dalam dunia kerja.
2. Berwiraswasta
Modal kemampuan yang berupa ketrampilan akan menunjang atau member bekal bagi seseorang untuk memperoleh pendapatan yang dapat diterapkan melalui dunia wiraswasta.
3. Pemasyarakatan Program Keluarga Berencana
Pemasyaratan program keluarga ini sangat diperlukan terutama dalam kaitan dengan pengendalian jumlah penduduk yang terlampau cepat oleh sebab itu pertumbuhan di bidang ekonomi dapat mempunyai arti kalau di barengi dengan upaya pengendalian jumlah penduduk.
2.5 Proses Perubahan Sosial
2.5.1 Pengertian Proses Perubahan Sosial
Menurut Roy Bhasker (1984) perubahan sosial yang biasanya terjadi secara wajar (natural) gradual bertahap serta tidak pernah terjadi secara radikal atau revolusioner.
2.5.2 Macam-Macam Proses Perubahan Sosial
Proses perubahan sosial meliputi :
a.         Proses Reproduksi
Proses reproduksi adalah proses mengulang-ngulangi menghasilkan kembali, segala hal yang di terima sebagai warisan budaya dari nenek moyang kita sebelumnya. Bentuk warisan budaya yang kita miliki dalam kehidupan keseharian meliputi :
ü  Material (Kebendaan Teknologi)
ü  Immaterial (Non benda, adat istiadat, norma dan nilai-nilai)
Reproduksi berkaitan dengan masa lampau perilaku masyarakat yang berhubungan dengan masa sekarang dan masa yang akan datang. Kondisi ini berlaku bagi masyarakat dunia yang menerima perubahan sebagai proses kematangan sehingga sebenarnya perubahan sosial akan berjalan dengan menapak sebagai penahapan model kematangan perilaku manusia dari suatu masa ke masa yang lain.
b.         Proses Transformation
Proses transformation adalah suatu proses suatu penciptaan hal yang baru (new something) yang dihasilkan oleh ilmu  pengetahuan dan teknologi yang berubah adalah aspek budaya yang sifatnya material sedangkan yang sifatnya norma dan nilai sulit sekali di adakan perubahan (bahkan ada kecenderungan untuk di pertahankan). Hal ini menunjukan bahwa budaya yang tampak Imaterial lebih mudah di ubah tetapi sikap hidup adalah menyangkut nilai-nilai yang sukar dibentuk kembali.
2.5.3 Faktor Penyebab Perubahan Sosial
Perubahan sosial tidak dapat lepas dari konteks filsafat barat yaitu : suatu pandangan terhadap kemajuan manusia dalam masyarakat yang ditimbulkan oleh kemajuan masyarakatnya. Penyebab-penyebab perubahan sosial :
a. Filsafat yang empirik yaitu menghubungkan perilaku manusia dalam alam lingkungan karena pada hakekatnya kehidupan manusia tidak dapat lepas dari alam.
b. Lingkungan pertama kali diamati dalam kehidupan manusia adalah lingkungan alam atau lingkungan biologi. Lingkungan itu berada pada lapisan yang paling dekat dengan keberadaan manusia.
c. Pertumbuhan yang tumbuh dengan pola tertentu melalui tahap-tahap tertentu yang disebut “stage”. Tidak ada yang meloncat semua tumbuh dengan keteraturan ada sistematika langkah yang pasti.


BAB III
STUDI KASUS
3.1 Studi Kasus II
Masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah perbatasan hingga kini masih hidup di bawah garis kemiskinan. Hal itu terjadi karena pemerintah selama ini masih mengabaikan kondisi perbatasan.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kalimantan Barat, Fathan Abdul Rasyid, mengatakan, sarana dan prasarana di wilayah perbatasan Entikong hingga saat ini masih sangat terbatas.

"APBD untuk pembangunan infrastruktur hanya Rp200 miliar. Tapi itu tidak cukup," kata Fathan saat menemui sejumlah wartawan dari Jakarta di Kantor Gubernur Kalimantan Barat, baru-baru ini.

Fathan mengungkapkan, pendapatan perkapita masyarakat perbatasan bila dibandingkan dengan pendapatan perkapita masyarakat Serawak, Malaysia, yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Indonesia sangat berbeda jauh.

Ia mengatakan, pendapatan masyarakat di perbatasan Entikong hanya mencapai US$400, sementara pendapatan perkapita masyarakat Serawak telah mencapai US$4.000. Selain itu, ia mengungkapkan, hingga saat ini masyarakat Entikong belum mendapatkan listrik. "Listrik masih dibeli dari Serawak," ujarnya.

Wiliana, 32 tahun, warga Entikong, mengatakan, hingga saat ini listrik masih sangat sulit didapat. Untuk pemasangan instalansi listrik saja biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp6,5 juta. "Saya tak pasang listrik karena mahal," ujarnya. Suami Williana hanya seorang buruh tani dengan pendapatan Rp30.000 per hari.

Secara terpisah, Panglima Kodam XII/Tanjungpura, Mayor Jendral Geerhan Lantara, mengatakan, pembangunan secara masif perlu segera dilaksanakan di sepanjang wilayah perbatasan agar tidak terjadi ketimpangan yang semakin jauh antara masyarakat perbatasan Indonesia dengan Malaysia, terutama di Kalimantan Barat.

"Bila tidak melakukan akselerasi pembangunan secara masif dalam lima tahun mendatang, maka kita akan jauh tertinggal," katanya.

Selain itu, ia mengatakan, bila pembangunan di wilayah perbatasan tidak segera dilakukan, maka bukan tidak mungkin ancaman nirmiliter akan muncul di wilayah itu.

3.2 Studi Kasus II
 Pengentasan orang miskin makin lambat. Padahal volume anggaran pemerintah dalam bentuk Anggaran Pendapat dan Belanja Negara meningkat lebih dari empat kali lipat selama delapan tahun terakhir, dari Rp 374 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 1548 triliun pada tahun ini.
Dari data Badan Pusat Statis, penduduk miskin di Indonesia per Februari 2004 sebanyak 36,1 juta jiwa atau 16,6 per persen dari total penduduk. Per Maret 2012, jumlahnya turun menjadi 29,13 juta jiwa atau 11,96 persen dari total penduduk.
Namun, seperti disebutkan Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan Usaha Kecil Menengah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Ceppie Kurniadi Sumadilaga, pekan lalu, jumlah penduduk miskin yang terentaskan kian sedikit. Dari tahun 2008 ke 2009, angka kemiskinan berkurang 2,5 juta jiwa. Sementara tahun 2009-2010, angkanya berkurang 1 juta-1,5 juta jiwa per tahun.
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arif Budimanta Sebayang, Minggu (16/9), menyatakan, jika ditarik lebih jauh ke belakang, pelambatan itu kian kentara. Selama tahun 1999-2004, angka kemiskinan turun 11,9 juta jiwa, dari 48 juta jiwa menjadi 36,1 juta jiwa.
Namun, mulai periode 2004-2009, penurunan angka kemiskinan melambat menjadi 3,6 juta jiwa. Pada periode 2009-2011, penurunannya menjadi 2,6 juta jiwa.
Arif berpendapat, pelambatan tersebut disebabkan, antara lain, tidak ada keberpihakan pembangunan ke desa dan sektor pertanian.  Padahal, 71,3 persen rumah tangga miskin ada di pedesaan dan bekerja di pertanian.
Secara terpisah, Direktur Institute for Development of Economics dan Finance Enny Sri Hartanti menyatakan, kian besarnya volume APBN yang berbanding terbalik dengan pengentasan warga miskin menunjukkan politik anggaran tidak tepat. Hal itu juga menunjukkan bahwa program pemerintah tidak menjawab tantangan fundamental kemiskinan, yakni bagaimana menciptakan lapangan kerja.
Penciptaan lapangan kerja ujar Enny, merupakan instrumen terkonkret yang mampu mengentaskan warga miskin secara signifikan. ”Tolok ukur kemiskinan paling dasar adalah pendapatan per kapita. Sementara program pengetasan warga miskin hampir tak bersinggungan dengan bagaimana cara mendorong pendapatan,” kata Enny.
Kepala Bappenas Armida Salsiah Alishjahbana dalam suatu rapat kerja dengan Komisi XI DPR menyatakan, anggaran program pengentasan warga miskin terus naik. Namun, porsinya baru 0,5 persen dari produk domestik bruto tahun 2010, lebih rendah dibandingkan rata-rata negara Asia Timur (1 persen), Amerika Latin (1,3 persen), dan Vietnam (di atas 1 persen).

BAB IV
PENUTUP
1.1  Kesimpulan
Ø  Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan pada dasarnya berkaitan dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Kebutuhan hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang dapat layak. Jika tingkat pendapatan tidak memenuhi kebutuhan minimum, maka orang atau rumah tangga tersebut dikatakan miskin. Dengan kata lain, kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang atau rumah tangga dengan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimum.
Ø  Macam-Macam Kemiskinan
1.      Kemiskinan Absolut
2.      Kemiskinan Relatif
Ø  Faktor-Faktor Kemiskinan
Adapun faktor-faktor kemiskinan antara lain :
1.      Pendidikan yang Terlampau Rendah
2.      Malas Bekerja
3.      Keterbatasan Sumber Dana
4.      Terbatasnya Lapangan Kerja
5.      Keterbatasan Modal
6.      Bahan Keluarga
Ø  Upaya Pemecahan Masalah Kemiskinan
Cara pemecahan masalah kemiskinan yang paling penting adalah :
1.      Latihan Pendidikan Ketrampilan
2.      Berwiraswasta
3.      Pemasyarakatan Program Keluarga Berencana
Ø  Proses Perubahan Sosial
Proses perubahan sosial meliputi :
1.      Proses Reproduksi
Proses reproduksi adalah proses mengulang-ngulangi menghasilkan kembali, segala hal yang di terima sebagai warisan budaya dari nenek moyang kita sebelumnya. Bentuk warisan budaya yang kita miliki dalam kehidupan keseharian meliputi :
ü  Material (Kebendaan Teknologi)
ü  Immaterial (Non benda, adat istiadat, norma dan nilai-nilai)
Reproduksi berkaitan dengan masa lampau perilaku masyarakat yang berhubungan dengan masa sekarang dan masa yang akan datang.
2.      Proses Transformation
Proses transformation adalah suatu proses suatu penciptaan hal yang baru (new something) yang dihasilkan oleh ilmu  pengetahuan dan teknologi yang berubah adalah aspek budaya yang sifatnya material sedangkan yang sifatnya norma dan nilai sulit sekali di adakan perubahan (bahkan ada kecenderungan untuk di pertahankan). Hal ini menunjukan bahwa budaya yang tampak Imaterial lebih mudah di ubah tetapi sikap hidup adalah menyangkut nilai-nilai yang sukar dibentuk kembali.

1.2  Saran
Kemiskinan di Negara berkembang khususnya di Indonesia bisa di selesaikan, apabila pemerintah tanggap akan semua permasalahan yang melandasi kemiskinan. Dengan menciptakan lapangan pekerjaan, memberikan pendidikan yang layak dan menekan angka pertumbuhan penduduk itu akan bisa menjadi solusi yang bisa mengentaskan kemiskinan. Selain itu, diadakannya pemantuan harga bahan pokok yang bisa di jangkau masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Siswanto. (1988) Ilmu Sosial Dasar. Malang:UM Press
M. Munandar Soelaeman. (1986) Ilmu Sosial Dasar Teori Dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung: Refika Aditama
Agus Salim. Pembahasan Sosial. Jogja: Tiara Wacana Jogja

0 komentar:

Posting Komentar