BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kemiskinan
Seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun
permasalahan yang melingkupnya sehingga membuat pengertian kemiskinan semakin
meluas. Pada saat ini kemiskinan telah menjadi atribut negara-negara dunia ketiga.
Fenomena ini telah juga menjadikan Negara maju menjadi atribut “model”.
Kemiskinan sekarang sudah tidak hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi
melainkan telah meluas hingga berdimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan
politik.
Menurut Tulus Tambunan (1996:53) pengertian kemiskinan adalah kondisi
kekurangan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan akan
makanan, pakaian, perumahan, hidup sehat, pendidikan, komunikasi social dan
lainnya. Menurut Prof. DR. Emil Salim yang dimaksud dengan kemiskinan adalah
merupakan suatu keadaan yang dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
Kemiskinan berbeda dengan ketimpangan distribusi pendapatan (inequality).
Perbedaan ini sangat perlu
ditekankan. Kemiskinan berkaitan erat dengan standar hidup yang absolut dari
bagian masyarakat tertentu, sedangkan ketimpangan mengacu pada standar hidup
relatif dari seluruh masyarakat. Pada tingkat ketimpangan yang maksimum,
kekayaan dimiliki oleh satu orang saja dan tingkat kemiskinan sangat tinggi.
Menurut Kuncoro, (1997: 102–103). Mengemukakan bahwa kemiskinan
didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum.
Definisi tersebut menyiratkan tiga pernyataan dasar, yaitu :
1. Bagaimanakah mengukur standar hidup ?
2. Apa yang dimaksud dengan standar hidup minimum ?
3. Indikator sederhana yang bagaimanakah
yang mampu mewakili masalah kemiskinan yang begitu rumit ?
Menurut Basri (1995) bahwa kemiskinan pada dasarnya mengacu
pada keadaan serba kekurangan dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan, seperti
sandang, pangan, papan, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan lain sebagainya.
Menurut Sallatang (1986) bahwa kemiskinan adalah
ketidakcukupan penerimaan pendapatan dan pemilikan kekayaan materi, tanpa
mengabaikan standar atau ukuran-ukuran fisiologi, psikologi dan sosial.
Menurut
Esmara (1986) mengartikan kemiskinan ekonomi sebagai keterbatasan sumber-sumber
ekonomi untuk mempertahankan kehidupan yang layak. Fenomena kemiskinan umumnya
dikaitkan dengan kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
layak.
Menurut Maxwell (2007) menggunakan istilah kemiskinan untuk
menggambarkan keterbatasan pendapatan dan konsumsi, keterbelakangan derajat dan
martabat manusia, ketersingkiran sosial, keadaan yang menderita karena sakit,
kurangnya kemampuan dan ketidakberfungsian fisik untuk bekerja, kerentanan
(dalam menghadapi perubahan politik dan ekonomi), tiadanya keberlanjutan sumber
kehidupan, tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, dan adanya perampasan relatif
(relative deprivation).
Menurut
Friedmann, (1992: 89) sebagai berikut :
1. Powerty line (garis
kemiskinan). Yaitu tingkat konsumsi rumah tangga minimum yang dapat diterima
secara sosial. Ia biasanya dihitung berdasarkan income yang dua pertiganya
digunakan untuk “keranjang pangan” yang dihitung oleh ahli
statistik kesejahteraan sebagai persediaan kalori dan protein utama yang paling
murah.
2. Absolute and relative poverty (kemiskinan absolut dan relatif). Kemiskinan absolut adalah kemiskinan
yang jatuh dibawah standar konsumsi minimum dan karenanya tergantung pada
kebaikan (karitas/amal). Sedangkan relatif adalah kemiskinan yang eksis di atas
garis kemiskinan absolut yang sering dianggap sebagai kesenjangan antara
kelompok miskin dan kelompok non miskin berdasarkan income relatif.
3. Deserving poor adalah
kaum miskin yang mau peduli dengan harapan orang-orang non-miskin, bersih,
bertanggungjawab, mau menerima pekerjaan apa saja demi memperoleh upah yang
ditawarkan.
4. Target population (populasi
sasaran adalah kelompok orang tertentu yang dijadikan sebagai objek dan
kebijakan serta program pemerintah. Mereka dapat berupa rumah tangga yang
dikepalai perempuan, anak-anak, buruh tani yang tak punya lahan, petani
tradisional kecil, korban perang dan wabah, serta penghuni kampung kumuh
perkotaan.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti (makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan
kesehatan) dan problema yang menuntut adanya suatu upaya pemecahan masalah
secara berencana terintegrasi dan menyeluruh dalam waktu singkat.
Kemiskinan merupakan masalah global dimana garis kemiskinan yang
menentukan batas minimum pendapatan yang di perlukan untuk memenuhi kebutuhan
pokok yang mana dipengaruhi oleh 3 hal :
1.
Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan. Di pengaruhi oleh
tingkatan pendidikan, adat istiadat dan sistem nilai yang dimiliki.
2.
Posisi manusia dalam lingkungan sekitar. Posisi manusia dalam lingkungan
sosial, bukan ukuran kebutuhan pokok yang menentukan melainkan bagaimana
posisi. Pendapatannya ditengah-tengah masyarakat sekitarnya.
3.
Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi ditentukan oleh
komposisi pangan.
Kemiskinan menurut orang lapangan (umum) dapat dikategorikan ke dalam tiga
unsur: (1) kemiskinan yang disebabkan handicap
badaniah ataupun mental seseorang, (2) kemiskinan yang disebabkan oleh bencana
alam, dan (3) kemiskinan buatan.
Edi Suharto (2009:16) mengungkapkan bahwa pengertian kemiskinan pada
hakikatnya menunjuk pada situasi kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang dialami
seseorang, baik akibat ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan hidup, maupun
akibat ketidakmampuan Negara atau masyarakat memberikan perlindungan sosial
kepada warganya.
Menurut UNDP dalam Cahyat (2004), adalah
ketidakmampuan untuk memperluas pilihan-pilihan hidup, antara lain dengan
memasukkan penilaian tidak adanya partisipasi dalam pengambilan kebijakan
publik sebagai salah satu indikator kemiskinan.
Dari
pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, konsep kemiskinan pada
dasarnya berkaitan dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Kebutuhan hanya
dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan
seseorang dapat layak. Jika tingkat pendapatan tidak memenuhi kebutuhan
minimum, maka orang atau rumah tangga tersebut dikatakan miskin. Dengan kata
lain, kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang
atau rumah tangga dengan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan minimum.
2.2 Macam-Macam Kemiskinan
a) Kemiskinan
absolut
Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat
pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau
kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak.
Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang
dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya
yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya.
b) Kemiskinan
relatif
Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial,
karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi
masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya).
Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan
bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan
miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi
pendapatan. Contohnya, seseorang yang tergolong kaya (mampu) pada masyarakat
desa tertentu bisa jadi yang termiskin pada masyarakat desa yang lain.
2.3 Faktor-Faktor Penyebab
Kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan
dengan:
1.
Penyebab
individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
2.
Penyebab
keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
3.
Penyebab
sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan
sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.
4.
Penyebab
agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk
perang, pemerintah, dan ekonomi.
5.
Penyebab
struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari
struktur sosial. Kemiskinan tidak hanya menyangkut tentang pendapatan tetapi
juga menyangkut tentang aspek kehidupan lainnya. Kemiskinan di berbagai hal ini
disebut dengan kemiskinan plural.
Ada pula beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan yaitu :
a.
Pendidikan yang terlampau rendah
Keterbatasan
pendidikan atau ketrampilan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan
untuk masuk dalam dunia kerja sehingga tidak bisa berbuat apa-apa untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya.
b.
Malas Bekerja
Sikap
malas ini seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja
atau bersikap pasif dalam hidupnya (sikap bersaksi pada nasib) sehingga
cenderung untuk menggantungkan hidupnya pada orang lain baik pada keluarga,
saudara atau keluarga yang di pandang mempunyai kemampuan untuk menanggung
kebutuhan hidup mereka.
c.
Keterbatasan Sumber Dana
Kemiskinan
akan melanda suatu masyarakat apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan
keuntungan bagi kehidupan mereka sering dikatakan oleh para ahli bahwa
masyarakat itu miskin karena memang “alamiah miskin (kekayaan alam)”.
d.
Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan
lapangan kerja akam membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Tetapi
secara faktual hal tersebut kecil kemungkinannya karena adanya keterbatasan
kemampuan sesorang baik berupa “skill” maupun modal.
e.
Keterbatasan Modal
Seseorang
miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan
dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan
untuk memperoleh penghasilan.
f.
Bahan Keluarga
Seseorang
yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak di imbangi dengan usaha
peningkatan pendapatan sudah pasti akan menimbulkan kemiskinan.
Menurut Todaro
(2006) memperlihatkan jalinan antara kemiskinan dan keterbelakangan
dengan beberapa aspek ekonomi dan aspek non ekonomi. Tiga komponen utama sebagai penyebab keterbelakangan
dan kemiskinan masyarakat, faktor tersebut adalah rendahnya taraf hidup,
rendahnya rasa percaya diri dan terbebas kebebasan ketiga aspek tersebut
memiliki hubungan timbal balik. Rendahnya taraf hidup disebabkan oleh rendahnya
tingkat pendapatan, rendahnya pendapatan disebabkan oleh rendahnya tingkat
produktivitas tenaga kerja, rendahnya produktivitas tenaga kerja disebabkan
oleh tingginya pertumbuhan tenaga kerja, tingginya angka pengangguran dan
rendahnya investasi perkapita.
Tingginya angka pengangguran
disebabkan oleh tingginya tingkat pertumbuhan tenaga kerja dan rendahnya
investasi perkapita, dan tingginya pertumbuhan tenaga kerja disebabkan oleh
penurunan tingkat kematian dan rendahnya investasi perkapita disebabkan oleh
tingginya ketergantungan terhadap teknologi asing yang hemat tenaga kerja.
Selanjutnya rendahnya tingkat pendapatan berpengaruh terhadap tingkat
kesehatan, kesempatan pendidikan, pertumbuhan tenaga kerja dan investasi
perkapita.
2.4 Upaya Pemecahan Masalah Kemiskinan
Cara pemecahan masalah kemiskinan yang paling penting adalah :
1.
Latihan Pendidikan Ketrampilan
Dengan adanya latihan ketrampilan ini diharapkan seseorang atau anggota
masyarakat mempunyai bekal kemampuan untuk terjun dalam dunia kerja.
2.
Berwiraswasta
Modal kemampuan yang berupa ketrampilan akan menunjang atau member bekal
bagi seseorang untuk memperoleh pendapatan yang dapat diterapkan melalui dunia
wiraswasta.
3.
Pemasyarakatan Program Keluarga Berencana
Pemasyaratan program keluarga ini sangat diperlukan terutama dalam kaitan
dengan pengendalian jumlah penduduk yang terlampau cepat oleh sebab itu
pertumbuhan di bidang ekonomi dapat mempunyai arti kalau di barengi dengan
upaya pengendalian jumlah penduduk.
2.5 Proses Perubahan Sosial
2.5.1
Pengertian Proses Perubahan Sosial
Menurut Roy Bhasker (1984) perubahan sosial yang biasanya terjadi secara
wajar (natural) gradual bertahap serta tidak pernah terjadi secara radikal atau
revolusioner.
2.5.2
Macam-Macam Proses Perubahan Sosial
Proses
perubahan sosial meliputi :
a.
Proses Reproduksi
Proses reproduksi adalah proses mengulang-ngulangi
menghasilkan kembali, segala hal yang di terima sebagai warisan budaya dari
nenek moyang kita sebelumnya. Bentuk warisan budaya yang kita miliki dalam
kehidupan keseharian meliputi :
ü Material (Kebendaan Teknologi)
ü Immaterial (Non benda, adat istiadat, norma dan nilai-nilai)
Reproduksi berkaitan dengan masa lampau perilaku masyarakat yang
berhubungan dengan masa sekarang dan masa yang akan datang. Kondisi ini berlaku
bagi masyarakat dunia yang menerima perubahan sebagai proses kematangan
sehingga sebenarnya perubahan sosial akan berjalan dengan menapak sebagai
penahapan model kematangan perilaku manusia dari suatu masa ke masa yang lain.
b.
Proses Transformation
Proses transformation adalah suatu proses suatu
penciptaan hal yang baru (new something) yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang berubah adalah
aspek budaya yang sifatnya material sedangkan yang sifatnya norma dan nilai
sulit sekali di adakan perubahan (bahkan ada kecenderungan untuk di
pertahankan). Hal ini menunjukan bahwa budaya yang tampak Imaterial lebih mudah
di ubah tetapi sikap hidup adalah menyangkut nilai-nilai yang sukar dibentuk
kembali.
2.5.3
Faktor Penyebab Perubahan Sosial
Perubahan sosial tidak dapat lepas dari konteks filsafat barat yaitu : suatu
pandangan terhadap kemajuan manusia dalam masyarakat yang ditimbulkan oleh
kemajuan masyarakatnya. Penyebab-penyebab perubahan sosial :
a. Filsafat yang empirik yaitu menghubungkan perilaku manusia dalam alam
lingkungan karena pada hakekatnya kehidupan manusia tidak dapat lepas dari
alam.
b. Lingkungan pertama kali diamati dalam kehidupan manusia adalah
lingkungan alam atau lingkungan biologi. Lingkungan itu berada pada lapisan
yang paling dekat dengan keberadaan manusia.
c. Pertumbuhan yang tumbuh dengan pola tertentu melalui tahap-tahap
tertentu yang disebut “stage”. Tidak ada yang meloncat semua tumbuh dengan
keteraturan ada sistematika langkah yang pasti.
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Studi Kasus II
Masyarakat yang tinggal di sekitar
wilayah perbatasan hingga kini masih hidup di bawah garis kemiskinan. Hal itu
terjadi karena pemerintah selama ini masih mengabaikan kondisi perbatasan.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Provinsi Kalimantan Barat, Fathan Abdul Rasyid, mengatakan, sarana
dan prasarana di wilayah perbatasan Entikong hingga saat ini masih sangat
terbatas.
"APBD untuk pembangunan
infrastruktur hanya Rp200 miliar. Tapi itu tidak cukup," kata Fathan saat
menemui sejumlah wartawan dari Jakarta di Kantor Gubernur Kalimantan Barat,
baru-baru ini.
Fathan mengungkapkan, pendapatan
perkapita masyarakat perbatasan bila dibandingkan dengan pendapatan perkapita
masyarakat Serawak, Malaysia, yang wilayahnya berbatasan langsung dengan
Indonesia sangat berbeda jauh.
Ia mengatakan, pendapatan masyarakat di
perbatasan Entikong hanya mencapai US$400, sementara pendapatan perkapita
masyarakat Serawak telah mencapai US$4.000. Selain itu, ia mengungkapkan, hingga
saat ini masyarakat Entikong belum mendapatkan listrik. "Listrik masih
dibeli dari Serawak," ujarnya.
Wiliana, 32 tahun, warga Entikong,
mengatakan, hingga saat ini listrik masih sangat sulit didapat. Untuk
pemasangan instalansi listrik saja biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp6,5
juta. "Saya tak pasang listrik karena mahal," ujarnya. Suami Williana
hanya seorang buruh tani dengan pendapatan Rp30.000 per hari.
Secara terpisah, Panglima Kodam
XII/Tanjungpura, Mayor Jendral Geerhan Lantara, mengatakan, pembangunan secara
masif perlu segera dilaksanakan di sepanjang wilayah perbatasan agar tidak
terjadi ketimpangan yang semakin jauh antara masyarakat perbatasan Indonesia
dengan Malaysia, terutama di Kalimantan Barat.
"Bila tidak melakukan akselerasi pembangunan
secara masif dalam lima tahun mendatang, maka kita akan jauh tertinggal,"
katanya.
Selain itu, ia mengatakan, bila
pembangunan di wilayah perbatasan tidak segera dilakukan, maka bukan tidak
mungkin ancaman nirmiliter akan muncul di wilayah itu.
3.2 Studi Kasus II
Pengentasan orang miskin makin lambat. Padahal
volume anggaran pemerintah dalam bentuk Anggaran Pendapat dan Belanja Negara
meningkat lebih dari empat kali lipat selama delapan tahun terakhir, dari Rp
374 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 1548 triliun pada tahun ini.
Dari data
Badan Pusat Statis, penduduk miskin di Indonesia per Februari 2004 sebanyak
36,1 juta jiwa atau 16,6 per persen dari total penduduk. Per Maret 2012, jumlahnya turun menjadi 29,13 juta jiwa
atau 11,96 persen dari total penduduk.
Namun, seperti
disebutkan Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan Usaha Kecil Menengah
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Ceppie Kurniadi Sumadilaga,
pekan lalu, jumlah penduduk miskin yang terentaskan kian sedikit. Dari tahun
2008 ke 2009, angka kemiskinan berkurang 2,5 juta jiwa. Sementara tahun
2009-2010, angkanya berkurang 1 juta-1,5 juta jiwa per tahun.
Anggota Komisi
XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Arif Budimanta Sebayang, Minggu (16/9), menyatakan, jika ditarik
lebih jauh ke belakang, pelambatan itu kian kentara. Selama tahun 1999-2004, angka kemiskinan turun 11,9 juta
jiwa, dari 48 juta jiwa menjadi 36,1 juta jiwa.
Namun, mulai
periode 2004-2009, penurunan angka kemiskinan melambat menjadi 3,6 juta jiwa.
Pada periode 2009-2011, penurunannya menjadi 2,6 juta jiwa.
Arif
berpendapat, pelambatan tersebut disebabkan, antara lain, tidak ada
keberpihakan pembangunan ke desa dan sektor pertanian. Padahal, 71,3 persen rumah tangga miskin ada
di pedesaan dan bekerja di pertanian.
Secara
terpisah, Direktur Institute for Development of Economics dan Finance Enny Sri
Hartanti menyatakan, kian besarnya volume APBN yang berbanding terbalik dengan
pengentasan warga miskin menunjukkan politik anggaran tidak tepat. Hal itu juga
menunjukkan bahwa program pemerintah tidak menjawab tantangan fundamental
kemiskinan, yakni bagaimana menciptakan lapangan kerja.
Penciptaan
lapangan kerja ujar Enny, merupakan instrumen terkonkret yang mampu
mengentaskan warga miskin secara signifikan. ”Tolok ukur kemiskinan paling
dasar adalah pendapatan per kapita. Sementara program pengetasan warga miskin
hampir tak bersinggungan dengan bagaimana cara mendorong pendapatan,” kata
Enny.
Kepala
Bappenas Armida Salsiah Alishjahbana dalam suatu rapat kerja dengan Komisi XI
DPR menyatakan, anggaran program pengentasan warga miskin terus naik. Namun,
porsinya baru 0,5 persen dari produk domestik bruto tahun 2010, lebih rendah
dibandingkan rata-rata negara Asia Timur (1 persen), Amerika Latin (1,3
persen), dan Vietnam (di atas 1 persen).
BAB
IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Ø
Pengertian
Kemiskinan
Kemiskinan
pada dasarnya berkaitan dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Kebutuhan
hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang
memungkinkan seseorang dapat layak. Jika tingkat pendapatan tidak memenuhi
kebutuhan minimum, maka orang atau rumah tangga tersebut dikatakan miskin.
Dengan kata lain, kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat
pendapatan orang atau rumah tangga dengan tingkat pendapatan yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan minimum.
Ø
Macam-Macam Kemiskinan
1. Kemiskinan Absolut
2. Kemiskinan Relatif
Ø
Faktor-Faktor Kemiskinan
Adapun faktor-faktor kemiskinan antara lain :
1.
Pendidikan yang Terlampau
Rendah
2.
Malas Bekerja
3.
Keterbatasan Sumber Dana
4.
Terbatasnya Lapangan Kerja
5.
Keterbatasan Modal
6.
Bahan Keluarga
Ø
Upaya Pemecahan Masalah Kemiskinan
Cara pemecahan masalah
kemiskinan yang paling penting adalah :
1.
Latihan Pendidikan
Ketrampilan
2.
Berwiraswasta
3.
Pemasyarakatan Program Keluarga Berencana
Ø
Proses Perubahan Sosial
Proses perubahan sosial meliputi :
1.
Proses Reproduksi
Proses reproduksi adalah proses mengulang-ngulangi
menghasilkan kembali, segala hal yang di terima sebagai warisan budaya dari
nenek moyang kita sebelumnya. Bentuk warisan budaya yang kita miliki dalam
kehidupan keseharian meliputi :
ü Material (Kebendaan Teknologi)
ü Immaterial (Non benda, adat istiadat, norma dan nilai-nilai)
Reproduksi
berkaitan dengan masa lampau perilaku masyarakat yang berhubungan dengan masa
sekarang dan masa yang akan datang.
2.
Proses Transformation
Proses transformation adalah suatu proses suatu
penciptaan hal yang baru (new something) yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang berubah adalah
aspek budaya yang sifatnya material sedangkan yang sifatnya norma dan nilai
sulit sekali di adakan perubahan (bahkan ada kecenderungan untuk di
pertahankan). Hal ini menunjukan bahwa budaya yang tampak Imaterial lebih mudah
di ubah tetapi sikap hidup adalah menyangkut nilai-nilai yang sukar dibentuk
kembali.
1.2 Saran
Kemiskinan
di Negara berkembang khususnya di Indonesia bisa di selesaikan, apabila
pemerintah tanggap akan semua permasalahan yang melandasi kemiskinan. Dengan
menciptakan lapangan pekerjaan, memberikan pendidikan yang layak dan menekan
angka pertumbuhan penduduk itu akan bisa menjadi solusi yang bisa mengentaskan
kemiskinan. Selain itu, diadakannya pemantuan harga bahan pokok yang bisa di
jangkau masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs.
Siswanto. (1988) Ilmu Sosial Dasar. Malang:UM Press
M.
Munandar Soelaeman. (1986) Ilmu Sosial Dasar Teori Dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung:
Refika Aditama
Agus
Salim. Pembahasan Sosial. Jogja: Tiara Wacana Jogja
0 komentar:
Posting Komentar